Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Penelitian Yang Relevan

Maretni, dkk., (2017) menyatakan bahwa hasil identifikasi jenis tumbuhan

suku Araceae di Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya diperoleh

sebanyak 12 jenis tanaman Araceae dengan empat varietas bicolor Caladium yang

termasuk 11 genus yaitu Alocasia, Caladium, Colocasia, Cyrtosperma,

Dieffenbachia, Homalomena, Lasia, Pistia, Rhapidopora, Syngonium dan

Xanthosoma.

Widiyanti, dkk., (2017) melaporkan bahwa hasil inventarisasi tumbuhan

suku Araceae di hutan Desa Subah Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau

Kalimantan Barat diperoleh ada 8 genus Araceae, yaitu Alocasia, Amydrium,

Anadendrum, Caladium, Epipremnum, Rhaphidophora, Scindapsus dan

Syngonium.

Penelitian Sinaga, dkk., (2017) menyatakan bahwa hasil identifikasi Talas-

Talasan Edible (Araceae) di Semarang, Jawa Tengah diperoleh 13 jenis tumbuhan

dari suku Araceae. Perbedaan karakter antar jenis suku Araceae terlihat pada

warna dan bentuk umbi, helaian daun, tepi daun, permukaan atas dan bawah

helaian daun, dudukan helaian daun, dan bentuk helaian helaian daun.

Rahman (2018) melaporkan bahwa variasi morfologi tumbuhan famili

Araceae di wilayah Kabupaten Majene ada sebanyak 7 jenis yaitu Caladium

bicolor (W. Ait.) Vent., Alocasia polly, Anthurium crystallium Linden & Andre,

9
10

Aglaonema crispum (Pitcher & R.F.Manda) Nicolson, Zomioculcas Zomioculcas

zamifolia (Lodd.) Engl., Colocasia esculenta (L.) Schott, Monstera adansonii

Schott.

Asih, dkk., (2015) menyatakan bahwa jenis-jenis tumbuhan Talas

(Araceae) di Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya ada sebanyak 9 jenis

Araceae, yaitu Aglaonema simplex Blume, Alocasia alba Schott, Amorphophallus

muelleri Blume, Colocasia gigantea (Blume) Hook.f., Epipremnum pinnatum (L.)

Engl., Homalomena sp, Rhaphidophora sylvestris (Blume) Engl.,

Schismatoglottis sp., dan Scindapsus sp.

Berdasarkan penelitian relevan yang telah dilakukan sebelumnya,

penelitian yang akan di lakukan dalam Kawasan Hutan Lindung Bulu Taba di

Desa Ompi, Kabupaten Pasangkayu berbeda dengan penelitian yang telah

dilakukan di atas. Perbedaan penelitian ini terletak pada teknik pengambilan

sampel yang menggunakan teknik plot tunggal, kemudian bukan hanya

mengidentifikasi jenis-jenis suku Araceae namun penelitian ini juga melihat

bagaimana kelimpahan dari masing-masing jenis suku Araceae dan hasil dari

penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai media pembelajaran berupa buku saku

yang layak digunakan.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Suku Araceae

Araceae atau lebih dikenal dengan talas-talasan merupakan tumbuhan yang

sangat familiar namun sangat sedikit orang yang mengetahuinya secara


11

mendalam. Karakteristik utama dan unik dari suku ini adalah perbungaan yang

tersusun dalam bentuk tongkol (spadix) yang dikelilingi oleh seludang (spathe).

suku Araceae terdiri dari 105-110 marga, 2500-3700 jenis, umumnya

terkonsentrasi di kawasan tropik, yaitu Asia Tenggara (termasuk Indonesia,

Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Singapura), Amerika dan Papua Nugini

(Mayo, dkk., 1997).

Ciri utama anggota Araceae adalah berbentuk herba (terna), dengan

perbungaan hampir selalu terdiri atas bunga jantan di bagian atas dan bunga betina

di bagian bawah dan semua duduk tersusun rapat membentuk tongkol (spadix)

yang diselimuti oleh seludang (spathe). Perbungaan tanpa daun gagang (bractea),

bertangkai dan muncul pada ujung titik tumbuh atau pada ketiak daun. Masing-

masing bunga jantan dan betina tersusun dalam spiral membentuk bangunan

tongkol. Anggota Araceae sering memiliki akar napas dan menghasilkan buah

buni. Araceae dibagi menjadi delapan sub famili yaitu: Aroideae, Calloideae,

Gymnostachydoideae, Lasioideae, Monsteroideae, Orontioideae, Pothoideae dan

Lemnaoideae (Bogner dan Nicolson, 1991 dalam Maryanto, dkk., 2012).

Araceae memiliki karakter umum yaitu tanaman herbaceous dengan arah

tumbuh tegak lurus, tipe batang basah berbentuk bulat, akar serabut, memiliki

umbi, helaian daun berbentuk perisai, berdaun lengkap (memiliki pelepah daun,

tangkai daun, helaian daun), daun tunggal, pangkal helaian daun berlekuk,

susunan tulang helaian daun menyirip, daging helaian daun seperti kertas dan

umur tanaman perenial. Araceae memiliki karakter kunci yaitu perbungaan yang

tersusun oleh tongkol (spadix) yang dikelilingi oleh seludang (spathe).


12

Berdasarkan karakterisasi yang dilakukan ditemukan satu bentuk perbungaan

yaitu hooded pada tanaman sente wulung, kajar merah, kajar hijau dan kimpul

endro (Sinaga, dkk., 2017).

2.2.2 Ekologi Tumbuhan Suku Araceae

Menurut Mayo, dkk., (1997), Berdasarkan bentuk dan sifat hidupnya

tumbuhan suku Araceae dikelompokan menjadi beberapa bentuk hidup yaitu

hemiepifit, epifit, geofit, litofit, halofit, aquatik dan reofit.

1) Hemiepifit

Hutan tropis lembab adalah karakteristik habitat kelompok hemiepifit. Jenis

bervariasi dalam ukuran, dari memanjat batang pohon atau cabang utama

tumbuhan yang ditemukan (beberapa jenis dari marga Anthurium). Untuk

tumbuhan hemiepifit yang besar dengan batang tumbuh tinggi ke kanopi

hutan memiliki reproduksi yang tinggi, bunga dapat tumbuh pada batang

(misalnya Philodendron scandens K. Koch & Sello). Hemiepifit dapat dibagi

menjadi hemiepifit primer dan sekunder. Hemiepifit primer mulai tumbuh di

atas permukaan tanah tapi menghasilkan akar pengumpan yang akhirnya

tumbuh ke bawah lantai hutan. Hemiepifit sekunder berkecambah di lantai

hutan, tumbuh memanjat ke batang pohon, menjadi terlepas dari tanah.

2) Epifit

Epifit sebenarnya tumbuhan yang tidak pernah terhubung ke tanah oleh akar

feeder, ditemukan pada marga Anthurium, Arophyton, Philodendron,

Remusatia, Scindapsus dan Stenospermation. Benih berkecambah langsung

pada pohon inang setelah penyebaran dilakukan oleh burung atau hewan lain.
13

Banyak jenis Anthurium sekte Schott, Anthurium hookeri Kunth dan beberapa

jenis Philodendron (misalnya P. insigne Schoot) bersifat epifit.

3) Litofit

Banyak hemiepifit, epifit dan geofit juga ditemukan dikelompok litofit dalam

kondisi yang sesuai. Kelompok tertentu, seperti Anthurium coriaceum (Grah.)

G. Don di Brazil Timur. Litofit sering tumbuh di batu pada daerah hutan yang

teduh dan memiliki kelembaban yang cukup, permukaan batu memiliki

kondisi yang sama untuk lapisan tumbuh seperti permukaan batang pohon.

Sejumlah geopit yang khas ditemukan tumbuh pada batu kapur yang terkikis

atau memiliki humus yang tebal, contoh adalah Amorphophallus albispathus

Hett., Colocasia gigantea (Blume) Hook.f. dan Typhonium albispathum

Bogner di Asia dan Amorphophallus hildebrandtii (Engl.) Engl. & Gehrm.,

Carlephyton sp. dan Colletogyne sp. di Madagaskar.

4) Geofit

Kategori ini mencakup semua genera dengan tuberous, rhizomatous, bawah

tanah atau sebagian batang bawah tanah. Geopit aroids memiliki periode khas

dorman periodik bila tidak ada daun yang tumbuh dan ini terjadi pada musim

kemarau (atau musim dingin) dari habitat mereka. Namun, geofit hutan hujan

periodisitas pertumbuhannya selalu terjadi dan dormansi terjadi bahkan di

iklim nonseasonal, misalnya Amorphophallus maculatus N.E.Br., A. Titanum

Becc., Asterostigma riedelianum (Schott) Kuntze, Dracontium prancei G.H.

Zhu dan Zomicarpella amazonica Bogner.


14

5) Halofit

Halofit yaitu tanaman yang tumbuh di habitat berawa atau di sepanjang

sungai dan tepi sungai. Empat dari genus ini (Gearum, Mangonia,

Scaphispatha, Spathicarpa) adalah geopit yang biasa atau sering tumbuh saat

banjir musiman, Sembilan belas genera lainnya adalah helofit sejati

(Cryptocoryne). Bentuk kehidupan ini sangat luas sehingga di seluruh

keluarga banyak kelompok memiliki taksonomi yang berbeda dalam kedua

genera beriklim sedang dan tropis. Batang dengan tuberous (Caladium dan

Typhonium), rhizomatous (Typhonodorum), semi bersujud ke udara (Lasia)

dan hanya sesaat tegak ke udara (Homalomena).

6) Aquatik

Cryptocoryne secara permanen tanaman terendam. Entah perbungaan secara

keseluruhan (Jasarum) atau hanya bagian atasnya (Cryptocoryne) berada di

atas permukaan air sementara semua bagian lain benar-benar tenggelam.

Cryptocoryne adalah genus terbesar dari Araceae air dan mendapat

pertimbangan yang lebih rinci. Ada sejumlah spesies yang biasanya terendam

tapi yang muncul pada waktu air sangat rendah (Cryptocoryne affinis N.E.Br.

in J.D. Hooker, C. Aponogetifolia Merr, C. Purpurea nothovar edithiae de

Wit). Daun terendam pada spesies tersebut relatif banyak, sedangkan daun

yang muncul cukup sedikit, menunjukkan bahwa kondisi tersebut tidak

menguntungkan bagi pertumbuhan mereka. Daun terendam dan muncul dari

jenis yang sama umumnya terlihat sangat berbeda dalam bentuk, ukuran,

warna dan struktur. Daun terendam lebih lembut dan yang muncul lebih

seperti kulit. Beberapa spesies hanya ditemukan di air tawar, seperti


15

Cryptocoryne ferruginea Engl, C. Lingua Becc. Ex Engl dan C.

Pontederiifolia Schoot. Sementara yang lain dapat tumbuh baik di air tawar

dan payau (Cryptocoryne ciliata (Roxb) Schott). Satu-satunya jenis yang

mengambang bebas di air dari Araceae adalah Pistia stratiotes (L.).

7) Reofit

Reofit adalah tanaman yang tahan banjir, biasanya dari hutan hujan tropis,

tumbuh di sepanjang aliran sungai yang cukup deras dan muncul pada banjir

musiman. Mereka dicirikan memiliki daun kasar dan sangat kuat, batang

biasanya epilithic. Selain suku Schismatoglottideae di mana mayoritas genera

memiliki kebiasaan ini, reofit juga ditemukan di Homalomena, Anubias,

Holochlamys dan Anthurium.

2.2.3 Manfaat dan Peran Tumbuhan Suku Araceae

Tumbuhan suku Araceae banyak dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman

hias yang terdapat di pekarangan rumah, namun tumbuhan ini juga dapat

ditemukan hidup liar di hutan. Araceae memiliki manfaat yang belum banyak

diketahui oleh masyarakat, diantaranya dapat dijadikan sebagai obat-obatan dan

sebagai bahan pangan (Maretni, dkk., 2017).

Salah satu jenis Araceae yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan

adalah Colocasia esculenta (L.) dan yang dapat dijadikan sebagai bahan obat

berasal dari genus Homalomena. Beberapa jenis diantaranya dimanfaatkan

sebagai bahan makanan alternatif, contohnya dari jenis Colocasia esculenta (L.)

Schott (talas), Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson (suweg), dan

Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott (keladi), sebagai tanaman hias karena

berdaun dan berbunga indah, contohnya jenis-jenis Anthurium spp. dan Alocasia
16

spp. dan berkhasiat sebagai obat antibakteri, antioksidan, dan antikanker, yaitu

Typhonium flagelliforme Blume (keladi tikus) (Mayo, dkk., 1997).

2.2.4 Faktor lingkungan yang mempengaruhi Tumbuhan Suku Araceae

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi keberadaan suatu jenis karena

merupakan prasyarat tumbuhan tersebut untuk berkembang, agar dapat tumbuh

dan berkembang secara baik, masing-masing jenis membutuhkankan persyaratan

tumbuh yang berbeda sehingga memungkinkan terjadinya efisiensi alokasi energi

untuk pertumbuhannya. Komposisi dari keanekaragaman jenis tumbuhan bawah

sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban yang relatif

tinggi, suhu udara berkisar 25-30oC, pH 5-7,5, tutupan tajuk dari pohon

disekitarnya dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis. Suhu optimal

berkisar dari 25˚C – 30˚C merupakan tempat yang cocok untuk pertumbuhan dan

perkembangan tumbuhan suku Araceae (Basriman, 2011 dalam Madi, 2015).

Pada komunitas hutan hujan, penetrasi cahaya matahari yang sampai pada lantai

hutan umumnya sedikit sekali. Hal ini disebabkan terhalang oleh lapisan-lapisan

tajuk pohon yang ada pada hutan tersebut, sehingga tumbuhan bawah yang

tumbuh dekat permukaan tanah kurang mendapat cahaya, sedangkan cahaya

matahari bagi tumbuhan merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses

perkembangan, pertumbuhan dan reproduksi (Gusmaylina, 1983 dalam Madi,

2015).

2.2.5 Kelimpahan Tumbuhan Suku Araceae

Kelimpahan merupakan banyaknya individu untuk setiap jenis, sedangkan

kelimpahan jenis merupakan banyaknya jenis/species dalam suatu kawasan


17

(Michael, 1984). Penyebaran dan populasi tumbuhan suku Araceae tidak sama

di setiap daerah diantaranya 297 jenis Araceae di Borneo (termasuk

Kalimantan), 159 jenis di Sumatera, 49 jenis di Sulawesi, 22 jenis di

Kepulauan Sunda Kecil (termasuk Bali dan Nusa Tenggara), 67 jenis di Jawa, 35

jenis di Maluku, dan 114 jenis di Papua-New Guinea (termasuk Papua) (Haigh,

dkk., 2009 dalam Maretni, dkk., 2017).

2.2.6 Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan wadah dari pesan, materi yang ingin

disampaikan adalah pesan pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai ialah proses

pembelajaran. Selanjutnya penggunaan media secara kreatif akan memperbesar

kemungkinan bagi siswa untuk belajar lebih banyak, mencamkan apa yang

dipelajarinya lebih baik dan meningkatkan penampilan dalam melakukan

keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan pembelajaran (Riyana, 2012).

Media merupakan salah satu komponen pembelajaran dan media

komunikasi, karena proses pendidikan juga merupakan proses komunikasi. Yang

secara khusus digunakan untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang telah

dirumuskan secara khusus. Tidak semua media pendidikan adalah media

pembelajaran, tetapi setiap media pembelajaran pasti termasuk media pendidikan

(Falahudin, 2014).

Fungsi dari media pembelajaran juga diungkapkan oleh Maswins (2010)

bahwa media pembelajaran memiliki beberapa fungsi yang dijelaskan sebagai

berikut.
18

1) Media sebagai sumber belajar, media pembelajaran berperan sebagai salah

satu sumber belajar bagi siswa.

2) Fungsi semantik, melalui media dapat menambah perbendaharaan kata atau

istilah.

3) Fungsi manipulatif, adalah kemampuan suatu benda dalam menampilkan

kembali suatu benda atau peristiwa dengan berbagai cara, sesuai kondisi,

situasi, tujuan dan sasarannya.

4) Fungsi fiksatif, adalah kemampuan media untuk menangkap, menyimpan dan

menampilkan kembali suatu objek atau kejadian yang sudah lampau.

5) Fungsi distributive, bahwa dalam sekali penggunaan suatu materi, objek atau

kejadian dapat diikuti siswa dalam jumlah besar dan dalam jangkauan yang

sangat luas.

6) Fungsi psikologis, media pembelajaran memiliki beberapa fungsi seperti

atensi, afektif, kognitif, imajinatif dan fungsi motivasi.

7) Fungsi sosio kultural, penggunaan media dapat mengatasi hambatan sosial

kultural antar siswa.

Djamarah, dkk., (2002) menggolongkan media pembelajaran menjadi tiga

yaitu :

1) Media auditif yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara seperti

radio.

2) Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan

karena hanya menampilkan gambar.

3) Media audio visual yaitu media yang mengandalkan suara dan gambar seperti

proyektor.
19

Berdasarkan jenis-jenis media di atas, media pembelajaran pada penelitian

ini adalah media visual dalam bentuk buku saku. Buku saku adalah buku

berukuran kecil yang berisi tulisan dan gambar berupa penjelasan yang dapat

mengarahkan atau memberi petunjuk mengenai pengetahuan dan mudah dibawa

kemana-mana. Buku saku dapat digunakan sebagai sumber belajar dan untuk

mempermudah siswa dalam mempelajari materi pembelajaran (Meikahani dan

Kriswanto, 2015).

2.3 Kerangka Pemikiran

Habitat asli Araceae adalah lingkungan yang lembab dengan kondisi tanah

gembur (humus) dan subur. Araceae dapat hidup hampir disemua jenis tanah

seperti tanah liat, berpasir dan tanah aluvial yang ketersediaan airnya memadai.

Salah satu tempat lembab yang ditumbuhi oleh tumbuhan suku Araceae adalah

pada kawasan hutan lindung. Desa Ompi salah satu dari tujuh desa yang berada

dalam Kawasan Hutan Lindung Bulu Taba di Kecamatan Bulu Taba, Kabupaten

Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat. Potensi hutan yang luas memungkinkan

kawasan hutan Desa Ompi menjadi daerah penyangga ekosistem sumber daya

hayati di Provinsi Sulawesi Barat dengan aneka ragam flora dan fauna yang

dimiliki. Flora yang hidup di Kawasan Hutan Lindung Bulu Taba antara lain suku

Araceae. Tumbuhan suku Araceae memiliki nilai ekologi dan nilai ekonomi di

alam ini. Agar keadaan ekosistem hutan tetap stabil maka keberadaan Araceae

sebagai tumbuhan lantai hutan menjadi sangat penting. Potensi dan peran yang
20

besar ini tumbuhan suku Araceae menjadi salah satu alasan perlu adanya usaha

untuk mempertahankan keberadaannya dan kelestariannya di alam.

Secara khusus fenomena yang terjadi di Desa Ompi yaitu banyak terjadi

pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit tanpa mempertimbangkan

dampak terhadap lingkungan dan dikhawatirkan seiring dengan aktivitas

pembukaan lahan perkebunan yang berkelanjutan maka wilayah hutan akan

semakin habis dan berdampak terhadap kelangsungan ekosistem di kawasan hutan

Desa Ompi dan berkurangnya sumber daya alam hayati di daerah tersebut,

khususnya keanekaragam tumbuh-tumbuhan (flora). Ini sangat berdampak

terhadap keberadaan tumbuhan-tumbuhan khususnya suku Araceae. Kurangnya

informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai jenis dan kelimpahan tumbuhan

suku Araceae yang memiliki nilai ekologi dan nilai ekonomi serta dapat dijadikan

media pembelajaran dikarenakan belum adanya penelitian sebelumnya yang

hasilnya nanti akan dijadikan sebagai media informasi baru untuk Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) unit Lariang yang ada di Kabupaten

Pasangkayu, pelajar dan masyarakat umum khususnya sebagai media

pembelajaran dalam bentuk buku saku. Berangkat dari fenomena tersebut maka

dibuatlah sebuah judul penelitian berupa Jenis dan Kelimpahan Tumbuhan Suku

Araceae dalam Kawasan Hutan Lindung Bulu Taba di Desa Ompi, Kabupaten

Pasangkayu dan Pemanfaatannya Sebagai Media Pembelajaran agar

mempermudah untuk mengetahui dan mempelajari jenis dan kelimpahan

tumbuhan suku Araceae yang diharapakan hasilnya dapat dikembangkan menjadi


21

media pembelajaran berupa buku saku. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada

Gambar 2.1.

Fenomena
1. Jenis-jenis suku Araceae dalam Kawasan Hutan Lindung Bulu Taba
di Desa Ompi, Kabupaten Pasangkayu cukup banyak.
2. Ada potensi kerusakan habitat karena pembukaan lahan perkebunan
kelapa sawit.
3. Minimnya informasi mengenai jenis dan kelimpahan Suku Araceae
dalam Kawasan Hutan Lindung Bulu Taba di Desa Ompi, Kabupaten
Pasangkayu.
4. Penting untuk diketahui mengenai jenis dan kelimpahan Suku
Araceae dalam Kawasan Hutan Lindung Bulu Taba di Desa Ompi,
Kabupaten Pasangkayu menjadi media pembelajaran Biologi.

jenis dan kelimpahan Suku Araceae dalam Kawasan Hutan Pendataan


Inventarisasi
kelimpahan
jenis Lindung Bulu Taba di Desa Ompi, Kabupaten Pasangkayu
jenis

Validasi Merancang media pembelajaran tentang jenis Uji coba


ahli dan kelimpahan suku Araceae kelompok

Buku saku tentang jenis dan kelimpahan suku


Araceae yang layak untuk pembelajaran
mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi

Gambar 2.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai