Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi Umum Tumbuhan Lamun

Menurut Azkab (2006), lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga

(anthophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh,

berimpang (rhizome), berakar, dan berkembang biak secara generatif (biji) dan

vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh

terbenam dan menjalar dalam substrat pasir, lumpur dan pecahan karang. Padang

lamun (seagrass bed) adalah hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu area

pesisir/laut dangkal yang terbentuk oleh satu jenis lamun (monospecific) atau

lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan tanaman yang padat (dense) atau

jarang (sparse).

Komponen dasar morfologi tumbuhan lamun terdiri dari rhizoma, daun,

akar, bunga dan buah dapat di lihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Lamun (Mckenzie, 2009 dalam Apramilda, 2011)

5
Rhizome merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar,

serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak

ke atas, berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar. Dengan rhizome dan akar

inilah tumbuhan tersebut menampakan diri dengan kokoh di dasar laut sehingga

tahan terhadap hempasan ombak dan arus. Lamun sebagian besar berumah dua,

yaitu dalam satu tumbuhan hanya ada satu bunga jantan saja atau satu bunga

betina saja. Lamun mempunyai saluran udara yang berkembang di daun dan

tangkainya, sehingga tidak menjadi masalah dalam mendapatkan oksigen

meskipun lamun berada di bawah permukaan air (Setyobudiandi, dkk, 2009).

Tumbuhan ini memiliki beberapa sifat yang memungkinkan hidup di

lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal

dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang

dengan baik, mempunyai kemampuan untuk berkembang biak secara generatif

dalam keadaan terbenam, dan dapat berkompetisi dengan organisme lain dalam

keadaan stabil ataupun tidak stabil pada lingkungan laut (Azkab, 2006).

Kebanyakan spesies lamun mempunyai morfologi luar yang secara kasar

hampir serupa. Mereka mempunyai daun – daun panjang, tipis dan mirip pita yang

mempunyai saluran – saluran air, serta bentuk pertumbuhanya monopodial.

Tumbuhan ini dari rhizoma yang merambat (Fachrul, 2007).

B. Klasifikasi Lamun

Klasifikasi lamun dapat dilakukan berdasarkan karakter tumbuhan. Di

daerah tropis genera lamun memiliki morfologi yang berbeda, sehingga dapat

6
dijadikan pembeda antar spesies dengan berdasar pada gambaran morfologi dan

anatominya. Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dalam Ira

(2011) sebagai berikut :

Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae

Famili : Potamogetonacea

Subfamili : Zosteroideae

Genus : Zostera,

Phyllospadix,

Heterozostera

Subfamili : Posidonioideae

Genus : Posidonia

Subfamili : Cymodoceoideae

Genus : Halodule,

Cymodoceae,

Syringodium,

Amphibolis,

Thalassodendrom

Famili : Hydrocharitacea

Subfamili : Hydrocharitaceae

Genus : Enhalus,

Halophila,

Thalassia

7
Menurut Den Hartog (1967) dalam Azkab (2006) karakteristik

pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu;

1) Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit: Halodule, Zostera

sub-marga Zosterella.

2) Magnozosterids, dengan daun memanjang dan agak lebar: Zostera sub-

marga Zostera, Cymodocea dan Thalassia.

3) Syringodiids, dengan daun bulat seperti lidi dengan ujung runcing:

Syringodium

4) Enhalids, dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau berbentuk ikat

pinggang yang kasar Enhalus, Posidoniq, Phyllospadix.

5) Halophilids; dengan daun bulat telur, dips, berbentuk tombak atau

panjang, rapuh dan tanpa saluran udara: Halophila

6) Amphibolids, daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan: Amphibolis,

Thalassodendron, dan Heterozostera.

C. Sebaran Lamun di Indonesia

Penyebaran lamun hampir di seluruh perairan pantai di dunia yang

bersubstrat serta kedalaman yang cocok bagi pertumbuhanya, kecuali di peraiaran

daerah kutub utara, daerah kutub selatan, dan amerika latin (Abbot, et. al., 1981

dalam Alhanif, 1996). Untuk perairan tropis seperti Indonesia padang lamun

lebih dominan tumbuh dengan koloni yang terdiri dari beberapa jenis (mix

species) pada suatu kawasan tertentu. Berbeda dengan kawasan temperate atau

daerah dingin yang kebanyakan di dominasi satu jenis lamun (single species).

8
Penyebaran lamun memang sangat bervariasi tergantung pada topografi pantai dan

pola pasang surut (Azkab, 2006).

Menurut Kiswara (1997) dalam Nainggolan (2011) Berdasarkan genangan

air dan kedalaman, sebaran lamun secara vertikal dapat dikelompokan menjadi

tiga kategori, sebagai berikut:

1. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal dan selalu terbuka saat air

surut yang mencapai kedalaman kurang dari 1 m saat surut terendah.

Contoh: Holodule pinifola, Holodule uninervis, Halophila minor,

Halophilla ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rodunata,

Cymodoceae serrulata, Syringodinium isotifolium dan Enhalus acoroides.

2. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dengan kedalaman sedang atau daerah

pasang surut dengan kedalaman perairan berkisar 1-5 m. Contoh: Holodule

uninervis, Halophilla ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rodunata,

Cymodoceae serrulata, Syringodinium isotifolium, Enhalus acoroides dan

Thalassodendron ciliatum.

3. Jenis lamun yang tumbuh pada perairan dalam dengan kedalaman mulai

dari 5-35 m. Contoh: Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila

spinulosa, Thalassia hemprichii, Syringodinium isotifolium dan

Thalassodendron ciliatum.

9
Dalam studi penelitian di pantai Sanur Bali spesies lamun yang ditemukan

ada tujuh yang tergolong ke dalam dua famili dan empat marga yaitu Enhalus

acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis,

Halodule uninervis, Halodule pinifolia dan Syringodium isoetifolium (Arthana,

2004).

Menurut laporan penelitian jenis lamun Thallassia hemprichii yang paling

dominan dan luas sebarannya. Jenis ini ditemukan hampir di seluruh perairan

Indonesia, seringkali mendominasi vegetasi campuran dengan sebaran vertikal

dapat mencapai 25 m serta dapat tumbuh pada berbagai jenis substrat mulai dari

pasir lumpur, pasir berukuran sedang dan kasar sampai pecahan - pecahan karang

(Hutomo, et. al., 1988 dalam Takaendengan, 2009).

Di perairan pantai Karang Tirta ditemukan dua jenis lamun yaitu Thalassia

hemprichii dan Enhalus acoroides. Jenis ini merupakan jenis yang sering

dijumpai di perairan Indonesia. Penelitian sebelumnya pada beberapa wilayah di

perairan Indonesia seperti di Perairan Teluk Bintan kepulauan Riau, Lembeh

Bitung Sulawesi Utara, Perairan Derawan Kalimantan Timur, Teluk Toli-Toli

Sulawesi Utara, juga menemukan lamun dari jenis Thalassia hemprichii dan

Enhalus acoroides (Purnama, 2011).

10
Tabel 1. Jenis dan Sebaran Lamun di Indonesia
Sebaran
Jenis
1 2 3 4 5
Potamogetonacea

Halodule universis + + + + +
H. pinifolia + + + + +
Cymodocea rotundata + + + + +
C . serulata + + + - +
Syringodium isoetifolium + + + + +
Thalassodenron ciliatum + + + + +

Hydrocharitaceae

Enhalus acoroide + + + + +
Halophila decipiens - + - - -
H .minor + + + + +
H .ovalis + + + + +
H .spinolusa + + - - +
Thallassia hemprichii + + + + +

Sumber (Azkab, 1999).

Keterangan: + = ada, - = tidak ada


1 = Sumatera, 2 = Jawa, Bali, Kalimantan, 3 = Sulawesi, 4 = Maluku
dan Nusa Tenggara, 5 = Irian Jaya

D. Peranan Lamun

Ekosistem lamun berhubungan erat dan berinteraksi dengan mangrove dan

terumbu karang serta sebagai mata rantai dan penyangga (buffer) bagi kedua

ekosistem tersebut. Interaksi ketiga kelompok ini yaitu, interaksi fisik, nutrien dan

zat organik melayang, ruaya hewan dan dampak kegiatan manusia (Bengen, 2001

dalam Takaendengan, 2009). Fungsi ekologis padang lamun adalah :

11
a. Sumber utama produktivitas primer

b. Sumber makan bagi organisme dalam bentuk detritus,

c. Menstabilkan dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat

menangkap sedimen

d. Tempat berlindung bagi biota laut,

e. Tempat pemijahan bagi biota – biota perairan laut,

f. Pelindung pantai dengan cara meredam arus, dan

g. Penghasil oksigen dan mereduksi CO₂ di dasar perairan.

Secara ekologis dan ekonomi, lamun berperan penting bagi perikanan

karena berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi memanfaatkan padang

lamun sebagai tempat berlindung dan mencari makan. Selain ikan, biota yang juga

bernilai ekonomis lainya dapat hidup di padang lamun, seperti teripang, keong

lola, udang dan kerang-kerangan. Jenis hewan herbivora yang terancam punah

dapat memakan langsung daun lamun seperti penyu dan Dugong dugon (Tuwo,

2011).

Ekosistem padang lamun berfungsi sebagai penyuplai energi baik pada

zona bentik maupun pelagis. Detritus daun lamun yang tua didekomposisi oleh

sekumpulan jasad bentik, sehingga dihasilkan bahan organik yang tersuspensi

maupun terlarut dalam bentuk nutrien. Nutrien tersebut bermanfaat bagi tumbuhan

lamun, selain itu juga bermanfaat bagi pertumbuhan fitoplankton, zooplankton,

serta juvenil ikan dan udang (Dahuri, 2003).

12
E. Kerapatan dan Tingkat kemerataan

Feryatun (2012) melaporkan bahwa di Perairan Pantai Pulau Pramuka

telah dilakukan penelitian bertujuan untuk mengetahui komunitas lamun (jenis,

kelimpahan, penutupan). Pada tiga stasiun, yakni stasiun 1 (zona alami), stasiun 2

(zona pemukiman) dan stasiun 3 (zona resort wisatawan) menggunakan kuadran

transek. Hasil yang didapatkan 7 jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata,

Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis,

Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium. Kerapatan lamun yang

tertinggi diperoleh di stasiun 1 yaitu 1.620 individu/15m².

Rappe (2010) melaporkan bahwa dalam penelitian kelimpahan ikan

ditemukan lebih tinggi pada padang lamun dengan kerapatan yang tinggi baik itu

tersusun oleh satu spesies lamun (monospesifik) maupun oleh lebih dari satu

spesies lamun (multispesific), dibandingkan pada padang lamun dengan kerapatan

rendah dan pada daerah tidak bervegetasi.

Ira (2011) melaporkan bahwa lamun yang memiliki kerapatan yang tinggi

ternyata mampu memerangkap total bahan organik yang tinggi di substrat.

Kerapatan dan total bahan organik yang tinggi ternyata memiliki makrozoobentos

yang melimpah dibandingkan dengan kerapatan dan bahan organik yang rendah.

Short dan Coles (2001) dalam Hartati, dkk, (2012) menyatakan bahwa kerapatan

tegakan lamun dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis lamun, kondisi

substrat, musim, pasang surut, kekuatan energi gelombang, kandungan bahan

organik dalam sedimen serta faktor lingkungan lainnya.

13
Tingkat kemerataan menggambarkan penyebaran jumlah jenis lamun

dalam suatu komunitas, semakin tinggi tingkat kemerataan menunujukkan

penyebaran semakin merata (Argadi,2003). Tingkat kemerataan biasanya

berbanding terbalik dengan tingkat dominansi, dimana bila kemerataan tinggi

diikuti dengan dominansi yang rendah dan bila kemerataan rendah biasanya

memiliki dominansi yang tinggi.

F. Parameter Fisika-Kimia

Faktor parameter lingkungan sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup

lamun. Parameter lingkungan tersebut antara lain :

1) Suhu

Ekosistem padang lamun dapat hidup pada daerah dingin dan tropis karena

memiliki toleransi yang cukup luas terhadap perubahan suhu. Lamun yang

hidup di daerah tropis dapat tumbuh optimal pada 280C – 300C. Hal ini

berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis lamun yang dapat

menurun jika temperatur berada diluar kisaran suhu optimal tersebut

(Tuwo, 2011).

2) Oksigen terlarut

Gas oksigen terlarut adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air

dan diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses

pembakaran dalam tubuh. Kadar oksigen terlarut di perairan dipengaruhi

oleh suhu, salinitas dan turbulensi air. Kadar oksigen terlarut berkurang

14
dengan semakin meningkatnya suhu dan berkurangnya tekanan atmosfer

(Effendi, 2000 dalam Putri, 2004).

3) Salinitas

Kisaran salinitas yang dapat ditolerir oleh tumbuhan lamun adalah 10 0/00 –

40 0/00, dimana nilai optimalnya adalah 35 0/00. Penurunan salinitas akan

menurunkan kemampuan lamun untuk melakukan fotosintesis. Toleransi

lamun terhadap salinitas bervariasi menurut jenis dan umur. Lamun yang

tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga

berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun, dan

kecepatan pulih (Tuwo, 2011).

4) Kecerahan

Tumbuhan lamun umumnya membentuk ekosistem padang lamun yang

luas di dasar perairan pantai yang masih dapat ditembus cahaya matahari.

Keberadaan tumbuhan lamun sangat dipengaruhi penetrasi cahaya

matahari, karena cahaya tersebut diperlukan untuk proses fotosintesis.

Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang cukup tinggi untuk

berlangsungnya proses fotosintesa. Oleh karena itu peningkatan sedimen

tersuspensi dapat berdampak buruk terhadap proses fotosintesis (Tuwo,

2011).

5) Kedalaman

Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal.

Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan

pertumbuhan lamun. Kedalaman perairan di mana lamun dapat tumbuh

15
sangat tergantung pada kecerahan, semakin jernih perairan, maka semakin

dalam daerah yang dapat ditumbuhi lamun (Tuwo, 2011).

6) Substrat

Hampir semua tipe substrat atau dasar perairan dapat ditumbuhi oleh

tumbuhan lamun, dari substrat berlumpur samapi berbatu, namun

ekosistem padang lamun yang luas umumnya dijumpai pada substrat

lumpur berpasir yang tebal. Substrat seperti ini umumnya berada di antara

ekosistem mangrove dan terumbu karang. Tumbuhan lamun dapat hidup

pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai karang.

Syarat utama dari substrat yang dikehendaki oleh lamun adalah kedalaman

sedimen atau substrat yang cukup dalam. Ada dua manfaat dari sedimen

yang dalam, yaitu dasar perairan lebih stabil, dan dapat menjamin pasokan

nutrien ke tumbuhan lamun (Tuwo, 2011)

16

Anda mungkin juga menyukai