Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keanekaragaman hayati adalah tingkat variasi bentuk kehidupan dalam ekosistem bioma
spesies atau seluruh planet. Keanekaragaman hayati adalah ukuran dari kesehatan ekosistem.
Keanekaragaman Hayati merupakan produk proses dari 3,5 miliar tahun evolusi. Asal usul
kehidupan belum pasti berawal namun beberapa bukti menunjukkan bahwa kehidupan mungkin
sudah telah mapan hanya beberapa ratus juta tahun setelah pembentukan Bumi. Sampai sekitar
600 juta tahun lalu, semua kehidupan terdiri dari archaea, bakteri, protozoa dan mirip bersel
tunggal. Pada habitat darat di daerah beriklim tropis biasanya kaya keanekaragaman hayati
sedangkan spesies dukungan daerah kutub lebih sedikit.
Indonesia terletak pada garis 6°LU – 11°LS dan 95°BT – 141°BT dengan demikian,
Indonesia terletak di daerah beriklim tropis dan dilewati oleh garis khatulistiwa. Iklim tropis
sangat cocok untuk perkembangan berbagai keanekarageman hayati. Dengan suplai energi
matahari yang relatif konstan, suhu rata-rata tahunan yang berkisar 25 - 30oC, dan curah hujan
rata-rata tahunan yang konstan mendukung melimpahnya biomassa organik hasil transformasi
energi cahaya dan faktor abiotik yang mendukung perkembangan makluk hidup yang
beranekaragam. Hal tersebut menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi.
Salah satu bentuk keragaman hayati Indonesia adalah memiliki fauna yang sangat beragam
yang tersebar di seluruh Indonesia mulai dari pulau Sumatera sampai Papua dan dari sekian
banyak hewan yang tersebar di Indonesia, banyak hewan tersebut adalah hewan endemik.
Endemik dalam ekologi adalah gejala yang dialami oleh organisme untuk menjadi unik pada
satu lokasi geografi tertentu, seperti pulau, lungkang (niche), negara, atau zona ekologi tertentu.
Untuk dapat dikatakan endemik suatu organisme harus ditemukan hanya di suatu tempat dan
tidak ditemukan di tempat lain. Faktor fisik, iklim, dan biologis dapat menyebabkan endemisme.
Sebagai contoh karena isolasi geografi yang dialaminya dan tantangan ruang hidupnya
menyebabkan ia menjadi berbentuk khas.
Indonesia memiliki banyak hewan-hewan endemik diperkirakan terdapat lebih dari 165 jenis
mamalia, 397 jenis burung, lebih dari 150 reptilia, dan lebih dari 100 spesies amfibi yang tercatat

1
endemik di Indonesia. Salah satu hewan endemik Indonesia adalah Rusa Timor (Cervus
timorensis). diperkirakan asli berasal dari Jawa dan Bali, kini ditetapkan menjadi fauna identitas provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT).
Maka bedasarkan paparan diatas dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal menyangkut
endemisitas mengenai rusa timor ini sebagai salah satu hewan endemis yang dilindungi oleh
undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem,
PP. No. 8 Tahun 1990.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana klasifikasi rusa timor dalam tingkatan taksonomi?
2. Bagaimana morfologi dan perilaku rusa timor yang menjadikannya sebagai hewan
endemik?
3. Bagaimana asal-usul filogenik rusa timor?
4. Bagaimana manfaat dari keanekaragaman rusa timor bagi kelangsungan hidup manusia?
5. Bagimana keadaan konservasi rusa timor di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui klasifikasi rusa timor dalam tingkatan taksonomi.
2. Mengerahui ciri morfologi dan perilaku rusa timor yang menjadikannya hewan endemik.
3. Mengetahui asal-usul filogenik rusa timor berdasarkan tahapan evolusi.
4. Mengetahui manfaat dari keanekaragaman rusa timor bagi kelangsungan hidup manusia
5. Mengetahui keadaan konservasi rusa timor di Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Memahami klasifikasi rusa timor dalam tingkatan taksonomi.
2. Memahami ciri morfologi dan perilaku rusa timor yang menjadikannya hewan endemik.
3. Memahami asal-usul filogenik rusa timor berdasarkan tahapan evolusi.
4. Memahami manfaat dari keanekaragaman rusa timor bagi kelangsungan hidup manusia
5. Memahami keadaan konservasi rusa timor di Indonesia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sejak jaman penjajahan Belanda hampir seluruh jenis rusa asli Indonesia telah dilindungi
oleh ordonasi dan Undang-undang Perlindungan Satwa liar No. 134 dan 266 Tahun 1931 dari
segala bentuk pemburuan, penangkapan dan pemilikan. Perlindungan terhadap jenis Rusa di
Indonesia diperkuat lagi lewat Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 dan mencakup pada semua
jenis rusa.
Sedangkan pada tingkat internasional tercatat dalam UICN (International Union for
Concervation of Nature and Cultural Resource) rusa asli Indonesia termasuk dengan kategori
Endangered kelompok D1, yaitu jumlah individu dewasa diyakini kurang dari 250 ekor. Sebagai
akibat dari masuknya rusa ini ke dalam kelompok perlindungan tinggi, maka dalam organisasi
pemantau perdagangan hidupan liar dunia, CITES (Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Flora and Fauna), rusa termasuk satwa yang berada dalam
Appendix I. ini berarti bahwa pada setiap bentuk pemanfaatan yang akan dilakukan perlu
mendapatkan pertimbangan keilmiahan yang sangat mendalam dari instansi pemerintah yang
ditunjuk (Puslit Biologi LIPI, untuk Indonesia) dan pemanfaatannya hanya boleh dilakukan pada
turunan hasil penangkaran.

2.1 Klasifikasi Rusa Timor


Cervus Timorensis atau yang sering disebut rusa timor adalah salah satu jenis satwa yang
dilindungi undang-undang, oleh karena itu untuk dapat memanfaatkan satwa ini harus berada
pada koridor Undang-undang yang berlaku yang ditetapkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA).

3
Gambar 1. Rusa Timor Jantan ( Cervus Tomoresis Blog)

Klasifikasi Rusa dalam genus tersendiri sebagai Cervus disarankan oleh Van Bemmel (1949,
dikutip oleh Emmerson dan Tate 1993) yang berdasarkan distribusi geografis dari hewan-hewan
ini.
Wilson dan Mittermeier (2011) telah terdaftar tujuh timorensis subspesies: R. t. timorensis
(Timor), R. t. Djonga (Muna dan Buton), R. t. floresiensis (Flores), R. t. macassaricus
(Sulawesi), R. t. moluccensis (Maluku Islands), R. t. renschi (Bali), dan R. t. russa (Java).
Lainnya tidak setuju bahwa R. timorensis dapat dipisahkan menjadi subspesies dan menyarankan
bahwa perbedaan jelas antara kelompok yang tercantum di atas hanya karena efek genetik
populasi kecil, dan dampak lingkungan yang telah menyebabkan perkembangan fenotip (tapi
tidak secara genetik) yang berbeda populasi. Namun, telah diterima oleh beberapa penulis
misalnya Hill, Thomas dan Mackenzie. Bahwa penggunaan kata Jawa (yang ditunjuk R.
timorensis russa) dan Maluku rusa subspesies berbeda (R. t moluccensis.). Perbedaan ini telah
didasarkan pada beberapa kasus tentang asal-usul populasi, dan perbedaan dalam ukuran dan
bulu hewan (Mackenzie 1985, Groves dan Grubb 2011), dan karena itu tidak meyakinkan.
Namun, ada perbedaan yang jelas dalam musim kawin ketika dua "keturunan" dikelola di
lingkungan yang sama (Woodford 1994). Bahwa rusa Maluku mungkin dalam proses
berkembang jauh dari Jawa "orang tua" populasi sangat ditunjukkan oleh karya Emmerson dan
Tate (1993) yang menyimpulkan, atas dasar analisis phenetic dan cladistic, yang Rusa dari Jawa

4
dan Maluku harus dibagi ke dalam subspesies yang berbeda, dengan jarak genetik (Nei 1972)
dari sekitar 0,08. Validitas memisahkan enam subspesies lain yang disarankan oleh Grubb (2005)
rupanya belum ditetapkan.
Adapun klasifikasi taksonomi Rusa Timor berdasarkan IUCN adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Cetartiodactyla
Familia : Cervidae
Genus : Cervus
Spesies : Cervus timorensis (Blainville, 1822)
Sinonim
 Cervus celebensis Rorig, 1896
 Cervus hippelaphus G.Q. Cuvier, 1825
 Cervus lepidus Sundevall, 1846
 Cervus moluccensis Quoy dan Gaimard, 1830
 Cervus peronii Cuvier, 1825
 Cervus russa Muller dan Schlegel, 1845
 Cervus tavistocki Lydekker, 1900
 Cervus timorensis de Blainville, 1822
 Cervus timorensis subspecies rusa Muller dan Schlegel, 1845
 Cervus tunjuc Horsfield, 1830

Subspesies Rusa Timor. Whitehead (Schroder 1992) membagi jenis rusa timor (Cervus
timorensis) menjadi 8 subspesies (anak jenis), yaitu:
1. Cervus timorensis russa (Mul. Dan Schl., 1844) biasa ditemukan di Pulau Jawa
2. Cervus timorensis florensis (Heude, 1896) biasa ditemukan Pulau Lombok dan Pulau Flores
3. Cervus timorensis timorensis (Martens, 1936) biasa ditemukan P. Timor, P. Rate, P. Semau,
P. Kambing, P. Alor, dan P. Pantai
4. Cervus timorensis djonga (Bemmel, 1949) biasa ditemukan P. Muna dan P. Buton

5
5. Cervus timorensis molucensis (Q. dan G.,1896) biasa ditemukan Kep. Maluku, P.
Halmahera, P. Banda, dan P. Seram
6. Cervus timorensis macassaricus (Heude, 1896) biasa ditemukan P. Sulawesi
7. Cervus timorensis renschi (Sody, 1933)
8. Cervus timorensis laronesietes (Bemmel, 1949)

2.2 Morfologi dan Perilaku Rusa Timor


Rusa timor (Cervus timorensis) yang ditetapkan menjadi fauna identitas NTT, mempunyai
bulu berwarna coklat kemerah-merahan hingga abu-abu kecoklatan dengan bagian bawah perut
dan ekor berwarna putih.

Gambar 2 Kelompok rusa timor (foto: fotokita)

Rusa timor dewasa mempunyai panjang badan berkisar antara 195-210 cm dengan tinggi badan
mencapai antara 91-110 cm dengan rata-rata berat badan antara 103-115 kg.
Rusa jantan memiliki tanduk (ranggah) yang bercabang. Tanduk tumbuh pertama kali pada
saat jantan berumur 8 bulan. Setelah dewasa, tanduk menjadi sempurna yang ditandai dengan
terdapatnya 3 ujung runcing.

6
Gambar 3. Rusa Timor Betina (Foto : Foto kita)

Rusa timor (Cervus timorensis) merupakan hewan yang aktif di siang hari (diurnal) maupun
di malam hari (nokturnal), tergantung kondisi habitatnya.
Rusa timor sebagaimana rusa lainnya termasuk hewan pemamah biak yang menyukai daun-
daunan dan berbagai macam buah-buahan. Memakan berbagai bagian tumbuhan mulai dari
pucuk, daun muda, daun tua, maupun batang muda.
Dalam hal reproduksi, Rusa timor bersifat poligamus. Rusa betina mempunyai anak setiap
tahun dalam sekali musim kawin rata-rata satu ekor anak.
Pada musim kawin perilaku rusa mengalami perubahan. Pada awal musim kawin, rusa
menjadi gelisah dan peka terhadap kedatangan mahluk asing di lingkungannya. Rusa jantan lebih
peka terhadap kedatangan pejantan lain dan menantang pejantan lain untuk berkelahi untuk
mempertahankan atau memperebutkan betina. Meskipun hidup bersama dalam satu kelompok,
setiap rusa mengikuti siklus seksualnya masing-masing. Berdasarkan beberapa hasil penelitian,
terdapat kaitan erat antara masa birahi dengan terlepasnya tanduk-tanduk.
Rusa betina pada musim kawin akan berjalan dari daerah teritori pejantan satu ke daerah
teritori pejantan yang lain untuk memilih pejantan, dan akhirnya menetap pada daerah teritori
pejantan yang dipilihnya sampai terjadi perkawinan. Pada umumnya kopulasi terjadi pada malam
hari.
Rusa dapat bertahan hidup antara umur 15- 20 tahun dengan lama masa reproduksi dimulai
dari umur 1,5 tahun sampai 12 tahun. Anak rusa umur 4 bulan dapat mencapai bobot badan
7
17,35 kg untuk jantan dan 16,15 kg betina. Pada umur satu sampai dua tahun rusa sudah matang
secara reproduksi, dengan lama gestasi antara 7,5 bulan sampai 8,3 bulan. Bila ditangani secara
intensif, satu bulan setelah melahirkan rusa sudah dapat bereproduksi lagi terutama bila
dilakukan penyapihan dini dengan anak yang dilahirkan, umur sapih anak rusa secara alami yaitu
4 bulan.

2.2.1 Sifat Kualitatif


Sifat-Sifat kualitatif lebih banyak diatur atau ditentukan oleh genotipe individu. Pada rusa
timor sifat kualitatif yang dapat dilihat dengan jelas adalah warna bulu, warna kulit, pola warna,
bentuk kepala, bentuk badan dan bentuk tanduk.
Warna kulit rusa timor coklat kemerah-merahan sampai coklat gelap. Warna di bagian perut
lebih terang dari pada di bagian punggungnya. Jika dibandingkan denga warna rusa sambar
yang coklat kehitaman. Bentuk kepala lebih cekung dibandingkan dengan rusa sambar. Bentuk
badan dan tanduk lebih kecil dari pada rusa sambar
Berdasarkan penelitian Thohari et al. (1993), dari hasil analisis polimorfisme protein darah
yaitu pada lokus transferin, post albumin dan haemoglobin dapat digunakan sebagai indikator
mengidentifikasi perbedaan genetik diantara rusa timor, rusa sambar dan rusa bawean. Lokus
post albumin dianggap dapat dijadikan sebagai gen penanda untuk mengidentifikasi karakteristik
ketiga jenis rusa tersebut.
Perkembangan ukuran tanduk dapat digunakan untuk menduga umur rusa . Tanduk pertama kali
tumbuh pada umur kira-kira 1 tahun yang terdiri atas tanduk tunggal. Tanduk rusa timor besar,
langsing dan panjang. Velvet dan tanduk rusa timor merupakan salah satu sifat kualitatif yang
mempunyai nilai ekonomik tinggi.

8
Table 1 : Perkembangan Tanduk Rusa Jantan

Umur (bulan) Keadaan

4–6 Mulai nampak ada yang menonjol


7–9 Tanduk tumbuh/muncul ke luar
13 – 15 Tanduk tunggal tumbuh sempurna (20-30 cm)
24 Tanduk mempunyai 2 cabang
30 Tanduk mempunyai 3 cabang
84 Perkembangan tanduk sempurna (panjang 80 – 90 cm)
108 Jarak diantara cabang tanduk bertambah lebar

2.2.2 Sifat Kuantitas


Sifat-sifat kuantitatif yang dapat diukur pada rusa timor antara lain panjang badan, tinggi
badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang kepala, panjang ekor dan lainnya. Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkar dada, tinggi pinggul, panjang badan dan tinggi
badan memberikan kontribusi pada ukuran tubuh rusa. Secara umum dari hasil pengukuran
tubuh terhadap rusa timor, rusa sambar dan rusa bawean menunjukkan bahwa rusa sambar
relative lebih besar dari rusa timor kemudian rusa bawean (Thohari et al., 1993). Tubuh rusa
jantan lebih besar dibandingkan dengan tubuh rusa betina.
Semakin tinggi panjang pinggul dan panjang femur maka skor bentuk tubuh yang diperoleh
semakin tinggi. Hal yang sangat mempengaruhi keadaan sifat kuantitatif rusa disini adalah
keadaan lingkungan. Keadaan morfologi rusa sangat dipengaruh oleh keadaan atau habitat
dimana dia tinggal.
Daging rusa (venison) mempunyai persentase karkas 58 % (sapi 41% dan domba 43%).
Komposis energi yang dihasilkan dari lemak daging pada rusa 22% (sapi 33% dan domba 35-
47%), energi daging mencapai 628 joule/100 g. Kandungan protein daging 21% (tetap dengan
bertambahnya umur) dan 40% dari bagian karkas belakang (3/4 bagian karkas belakang
mempunyai harga tinggi).

9
2.2.3 Tingkah Laku
Tingkah laku hewan adalah ekspresi suatu hewan yang ditimbulkan oleh semua faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor dari dalam maupun dari luar yang berasal dari lingkungannya .
Sederhanya tingkah laku dapat diartikan sebagai gerak-gerik organisme. Sehingga perilaku
merupakan perubahan gerak termasuk perubahan dari bergerak menjadi tidak bergerak, dan
perilaku hewan merupakan gerak-gerik hewan sebagai respon terhadap rangsangan dalam
tubuhnya dengan memanfaatkan kondisi lingkungannya.
Berbagai macam tingkah laku rusa timor yang telah diamati oleh peneliti-peneliti, baik
tingkah laku harian maupun tingkah laku reproduksi. Tingkah laku seksual pada hewan, yang
tidak saling memilih pasangannya, akan menguntungkan proses domestikasi suatu jenis, juga
akan menguntungkan program pemuliaan yang menggunakan beberapa keturunannya yang
terbatas. Jantan ruminansia akan agresif selama musim kawin. Sifat jantan untuk mengawini
betina dan keberhasilan terjadinya perkawinan, tergantung pada tingkat agresifitas yang terjadi
pada jantan, daya tarik yang terjadi di antara jantan dan betina yang sedang berahi, tahapan
interaksi tingkah laku sebagai hasil dari kesediaan betina untuk kawin (matang secara
reproduksi) yang ditunjukkan dengan posisi tubuhnya untuk dapat dikawini dan reaksi pejantan
untuk menaiki betina untuk copulas.
Rusa timor memiliki tingkah laku memilih shelter (tempat berlindung) yang memiliki
ketersediaan sumber pakan dan minum serta tersedianya naungan yang jauh dari jangkauan
manusia. Rusa timor memiliki kebiasaan hidup berkelompok. Kebiasaan lainnya adalah
membuang feses bersamaan dengan mengkonsumsi pakan. Untuk tingkah laku reproduksi rusa
timor dimulai dari matang ratio, jumlah rusa timor pejantan tiap kelompok berjumlah 1:5 dan
memiliki sifat superior pejantan yang menjadi pemimpin dalam kelompok. Tingkah laku
reproduksi pada betina diawali dengan tingkah laku berahi. Saat rusa timor betina berahi lebih
sering menyendiri, nafsu makan menurun, dan relatif diam saat didekati pejantan. Berahi rusa
timor dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Musim hujan dengan pakan yang melimpah akan
meningkatkan kuantitas dan kualitas berahi betina.
Berbeda dengan betina, tingkah laku reproduksi pejantan apabila sedang libido, pejantan
mengitari rombongan betina untuk mencari betina yang sedang dalam masa birahi, apabila pada
saat tersebut ada lebih dari satu pejantan yang libido, maka akan terjadi pertarungan. Libido rusa
timor (Cervus timorensis) jantan dipengaruhi oleh ukuran tanduk. Jika pejantan dalam kondisi

10
tanggalnya ranggah, maka pejantan tidak akan mendekati betina rusa timor (Cervus timorensis).
Tanggalnya ranggah menyebabkan penurunan libido jantan pada rusa timor (Cervus timorensis).
Baik rusa jantan maupun betina sebelum terjadinya perkawinan memiliki tingkah laku
percumbuan. Tingkah laku percumbuan terdiri dari Snifing (berteriak memanggil pasangan),
Flehmen (mengendus-endus), Kissing (menciumi tubuh pasangan), kicking dan Nuding (menjilat
dan menyepak pasangan). Tingkah laku percumbuan tersebut dilakukan secara berurutan selama
30±8 menit, 7±1,5 menit, 3±0,8 menit, 1±0,1menit. Tahapan terakhir tingkah laku reproduksi
adalah coitus. Coitus pada rusa timor diawali dari proses mounthing (pejantan menaiki betina),
dilanjutkan dengan penetrasi alat reproduksi jantan kealat reproduksi betina. Mounthing
dilakukan oleh pejantan rusa timor pada saat perkawinan dilakukan sebanyak tiga kali sebelum
terjadi coitus.
Pada jantan, tingkah laku Flehmen dan kicking merupakan pola tingkah laku reproduksi
mencumbu yang paling sering dilakukan. Hal ini merupakan salah satu fungsi yang sangat
penting sebagai komunikasi secara kimiawi melalui indra penciuman. Tingkah laku betina pada
saat bercumbu dengan rusa jantan, lebih bersifat pasif dalam arti kata membiarkan dicumbu oleh
rusa jantan, hal ini hanya terjadi pada saat fase estrus. Namun sering juga sebaliknya, yang
mencumbu yaitu rusa timor betina, dengan cara menggesek-gesekan kepalanya pada leher rusa
jantan, kemudian menjilati bulu jantan disekitar perut yang menyebabkan penis jantan menjadi
ereksi. Ereksi pejantan ditandai dengan keluarnya gland penis dari preputium.
Betina siap untuk kawin setelah terangsang seksualitasnya . Tingkah laku rusa betina pada
saat kawin yaitu dengan berdiri tegak, bagian belakang pantat agak direndahkan, dan
membiarkan dirinya dinaiki oleh pejantan. rusa betina yang masih muda dan dalam keadaan
berahi, umumnya takut untuk dikawini jantan. Hal ini dibuktikan pada saat jantan berusaha
mendekat untuk mengawini betina muda, rusa betina sering kali lari bahkan seringkali
merebahkan dirinya ketanah, kemudian jantan akan mendorongnya untuk bangun. Sedangkan
betina dewasa dan telah beranak, pada umumnya lebih tenang menghadapi jantan. Betina muda
memiliki pola kurang sempurna, pada respon perkawinan dan tidak mencari pejantan
Hal lain yang perlu diketahui mengenai tingkah laku rusa timor selain tingkah laku
reproduksinya adalah tingkah laku kesehariannya. Adapun tingkah laku harian meliputi, tingkah
laku Ingesti, investigative, grooming (membersihkan diri), movement serta tingkah laku sosial.

11
Secara umum baik rusa timor jantan maupun betina melakukan aktivitas ingestive (makan-
minum) lebih banyak pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari lebih banyak waktu
digunakan untuk istirahat. Secara relatif ada perbedaan alokasi waktu yang digunakan untuk
aktivitas harian diantara rusa jantan dan betina. Untuk aktivitas makan, terlihat rusa betina relatif
menggunakan waktu lebih lama dibanding rusa jantan baik pagi maupun sore hari, begitu pula
untuk aktivitas lainnya.
Pada waktu merumput ini rusa akan lebih memilih hijauan yang paling disukai disekitar areal
tempat habitat rusa sampai batas tertentu, kemudian akan kembali ketempat semula memilih
jenis hijauan lainya. Rusa timor menyukai hijauan berdaun lunak dan basah serta bagian yang
muda seperti jenis legum dan rumput-rumputan. Saat merumput terdapat rusa yang menjadi
ketua rombongan yaitu betina tertua. Hal ini dikarenakan rusa betina lebih tanggap dalam
memilih rumput. Betina juga lebih tanggap terhadap bahaya luar dengan memberi tanda kepada
anggotanya dengan mengeluarkan suara atau berhenti sejenak merumput. Jika telah aman betina
akan menuntun kembali dalam merumput.
Pada kondisi alam rusa timor merupakan hewan yang hidup berkelompok, aktif pada siang
dan malam hari. Jumlah kelompok rusa dapat mencapai ratusan ekor apabila musim kawin. Rusa
timor sangat sensitif pada keadaan. Tingkah laku investigative merupakan tingkah laku waspada
terhadap gangguan yang mencurigakan, ditandai dengan menegakkan kepala tanpa bersuara serta
memandang lurus kesatu arah yang dianggap berbahaya. Rusa betina lebih tanggap terhadap
bahaya dan memberikan isyarat pada lainnya. Tingkah laku sosial rusa timor lainnya adalah
sulitnya mendekati rusa jantan apabila ranggah sudah matang. Dalam hal ini rusa jantan menjadi
lebih galak dan liar jika didekati selalu bersiap menyerang.
Pada musim kawin rusa akan bergabung dengan rusa yang dipelihara. Rusa jantan akan
beriringan dengan betina serta mengelilingi betina. Untuk mendapatkan betina, rusa jantan
berkelahi sampai ada pemenang, dan yang lemah akan tersingkir. Setelah perkawinan selesai,
maka rusa-rusa tersebut akan berkumpul seperti semula.
Aktivitas istirahat umumnya dilakukan sebagai aktivitas yang menyelingi aktivitas makan
yang dilakukan dengan berbaring di bawah pohon, semak atau hutan sambil memamahbiak.
Aktivitas ini juga dilakukan untuk berteduh dan berlindung dari terik sinar matahari dan menjaga
kestabilan suhu tubuh. Aktivitas bergerak (movement) biasa dilakukan rusa untuk berpindah dari
satu tempat ke tempat lain, umumnya dari satu areal vegetasi ke areal vegetasi lainnya untuk

12
mencari makan, atau untuk mencari tempat berlindung yang lebih aman akibat ada gangguan.
Aktivitas membersihkan diri (grooming) biasanya dilakukan antar induk betina dengan anak
rusa, antara jantan dengan betina atau bahkan dilakukannya sendiri disela-sela aktivitas makan
dan istirahat. Grooming biasa dilakukan rusa dengan cara menjilat-jilat bagian tubuhnya untuk
menghilangkan kotoran yang melekat di bagian tubuhnya.

2.3 Filogenik Evolusi


Lawton (2003) menyatakan bahwa ungulates pertama muncul dalam catatan fosil sekitar 50
juta tahun yang lalu, selama Eosen. Hewan ini kemudian berkembang menjadi dua kelompok :
mereka yang bahkan jumlah jari kaki (yang Artiodactyl) dan orang-orang dengan jumlah yang
tidak merata jari kaki (yang Perissodactyls).

Gambar 4. Filogenik Spesies Rusa

Ms Lawton menunjukkan bahwa rusa pertama tidak muncul di tempat sampai sekitar 25 juta
tahun setelah ini ungulates awal. Memang banyak hewan yang dianggap sebagai prekursor untuk
rusa - binatang seperti Syndyoceras, yang tampaknya untuk berbagi fitur dengan rusa, kuda,
jerapah dan antelop - memiliki outgrowths tulang tengkorak mirip dengan tanduk non-gugur dan

13
ditemukan di Amerika Utara sekitar 35 juta tahun yang lalu, selama Miosen. Sisa-sisa salah satu
tertua tanduk-shedding rusa dunia, Dicrocerus elegans, yang ditemukan dalam deposit sedimen
Eropa muncul antara 15 dan 30 yang lalu ini adalah rusa kecil, mirip dengan muntjacs yang kita
lihat sekarang (gambar 5), dan telah menyarankan bahwa muntjacs modern dan rusa berumbai
mungkin diturunkan dari jalur ini.

Gambar 5. Muntjacs

Rusa modern diperkirakan telah berevolusi dari nenek moyang mirip dengan chevrotains di
beberapa titik selama Oligosen (bagian dari pertengahan Tersier, sekitar 30 juta tahun yang lalu);
mereka hewan kecil dengan tanduk dan taring anjing sederhana besar yang hidup di hutan-hutan
tropis Old World.
Valerius Geist (2007) menunjukkan bahwa rusa berkembang dalam gejolak lingkungan
”gejolak tersebut menjadi semakin sering sebagai glasiasi kecil diselingi periode Tersier hangat
dan meningkat ke glasiasi utama . Pleistocene atau Ice Age "Dalam kontribusinya pada
Encyclopedia of Mamalia, Geist menjelaskan bagaimana awal Pliosen Eurasia (sekitar 5 juta
tahun yang lalu) melihat glasiasi semakin besar; gletser besar pulverise batu untuk menghasilkan
debu yang kaya mineral yang didistribusikan oleh air dan angin untuk membentuk tanah yang
sangat subur. Dr Geist menjelaskan: "rusa besar-antlered sehingga muncul berulang kali, dimulai

14
dengan glasiasi kecil di akhir Pliosen dan terus ke glasiasi utama dari Pleistosen dari sekitar 1,8
juta tahun yang lalu".
Tanggal yang tepat untuk penampilan rusa sulit dipastikan dan data molekuler sering
bertentangan dengan bukti fosil. Meskipun demikian, tampak bahwa banyak dari jenis rusa telah
ada sejak akhir masa Miosen. Fosil dan data molekuler menunjukkan bahwa Cervinae
memisahkan diri dari Muntiacinae sekitar 7 juta tahun yang lalu. Muntjacs telah bertahan hampir
tidak berubah sejak perpecahan ini, sementara rusa lain memiliki diversifikasi jauh (banyak yang
tampaknya telah terjadi di 2 juta tahun yang lalu). Dalam tulisan mereka tahun 1998 untuk
Prosiding Royal Society of London, Ettore Randi dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa Axis,
Dama dan Cervus berasal selama masa Miosen Atas, sedangkan garis keturunan evolusi utama di
antara spesies Cervus muncul dan menyimpang pada masa Pliosen. Dalam sebuah makalah
untuk jurnal Molecular filogenetik dan Evolution 2004, Christian Pitra dan tiga rekannya
menyajikan sebuah cladogram - sebagian besar mendukung kesimpulan dari Randi dan rekan-
rekannya - yang menunjukkan bahwa kedua Axis dan Dama muncul selama pertengahan Pliosen,
sekitar 5 juta tahun yang lalu. Data ini mengikat cukup baik dengan data fosil saat ini kami
miliki. Fosil pertama Cervus muncul di batas Miosen-Pliosen, antara 4,3 dan 6,8 juta tahun yang
lalu.
Spesies Eropa mampu menjajah Kepulauan Inggris ketika Laut Utara hampir mengering
selama Zaman Es terakhir. Rusa berkembang di Inggris selama berbagai periode interglasial dan
ada bukti fosil yang cukup untuk menunjukkan bahwa hutan lebat dari Zaman Batu yang pulang
ke besar rusa merah. Ketika es mundur sekitar 8.000 sampai 10.000 tahun yang lalu, jembatan
tanah ditutup dan rusa terputus dari seluruh Eropa. Sejak itu gejolak ekologi, di mana mereka
melakukannya dengan baik, telah disediakan oleh manusia.
Muncul beragamnya jenis spesies genus cervus ini bermula dari isolasi geografi. Hal serupa
juga dikemukakan oleh Campbell dkk (2003) bahwa proses-proses geologis dapat memisahkan
suatu populasi menjadi dua atau lebih terisolasi. Suatu daerah pegunungan bisa muncul dan
secara perlahan-lahan memisahkan populasi organisme yang hanya dapat menempati dataran
rendah; suatu glasier yang yang bergeser secara perlahan-lahan bisa membagi suatu populasi;
atau suatu danau besar bisa surut sampai terbentuk beberapa danau yang lebih kecil dengan
populasi yang sekarang menjadi terisolasi. Jika populasi yang semula kontinyu dipisahkan oleh
geografis sehingga terbentuk hambatan bagi penyebaran spesies, maka populasi yang demikian

15
tidak akan lagi bertukar susunan gennya dan evolusinya berlangsung secara sendiri-sendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu, kedua populasi tersebut akan makin berbeda sebab masing-
masing menjalani evolusi dengan caranya masing-masing (Widodo dkk, 2003).
Proses isolasi tersebut menimbulkan adanya perbedaan pada sekuen pada materi genetik
sperti dalam penelitian Yi Chuan Xue Bao (2004) yang berjudul Sequence Analysis and
Phylogeny of Deer (Cervidae) mtDNA control regions. Menyatakan bahwa adanya variasi urutan
keselarasan mengungkapkan variasi dalam 363 situs nukleotida (sekitar 34%) dari total urutan
sekuen yang dianalisis.

2.4 Manfaat Keanekaragaman Hayati Rusa bagi Kelangsungan Hidup Manusia


Pemanfaatan keanekaragaman hayati rusa bagi masyarakat harus secara berkelanjutan. Yang di
maksud dengan manfaat yang berkelajutan adalah manfaat yang tidak hanya untuk generasi sekarang
tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
 Sebagai Sumber Pendapatan
Diperlukan pengelolaan sebaiknya dari pemerintah dan setiap warga masyarakat untuk terus
melestarikan dan mengembangkan hewan rusa sebagai sebuah aset berharga untuk pendapatan
sebuah daerah dari segi wisata dan ekonomi.
 Sebagai Sumber Plasma Nutfah
Rusa timor sebagai hewan endemik perlu dilestarikan dan dikembangbiakan karena hewan ini
memiliki sifat-sifat unggul dalam spesiesnya. Sifat-sifat unggul itu dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan manusia.
 Manfaat Ekologi
Rusa timor pun memiliki peranan dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Ekosistem
dengan keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang tidak stabil. Bagi manusia,
keanekaragaman yang tinggi merupakan gudang sifat-sifat unggul (plasma nutfah) untuk
dimanfaatkan di kemudian hari.
 Manfaat Keilmuan
Sebagai hewan endemik rusa timor sangat penting dilestarikan dan merupakan lahan penelitian
serta pengembangan ilmu yang sangat berguna untuk kehidupan manusia.

16
2.5 Konservasi Rusa Timor

Rusa Timor diyakini endemik untuk Jawa dan Nusa Tenggara di Indonesia (Corbet dan Hill
1992, Heinsohn 2003, Grubb 2005). Telah diperkenalkan ke banyak pulau-pulau lain di wilayah
Indo-Pasifik (Corbet dan Hill 1992, Heinsohn 2003, Grubb 2005, Groves dan Grubb 2011).
Beberapa perkenalan rupanya terjadi di zaman kuno dalam masa kini Indonesia, ke Lesser Sunda
kepulauan, Sulawesi, dan Timor. Pada Timor, spesies mendiami kedua Timor Barat (bagian dari
Indonesia) dan Timor Leste (G. Semiadi pers. Comm. 2008).
Rusa timor pada dasarnya adalah spesies padang rumput tropis dan subtropis (Medway 1977;
Oka 1998) tetapi memiliki kemampuan adaptasi yang luas dengan populasi yang sukses bertahan
di hutan, gunung, semak belukar dan rawa-rawa (Whitehead 1993, Oka 1998, Rouys dan
THEUERKAUF 2003, Keith dan Pellow 2005).
Rusa timor ditemukan dari ketinggian 0 m dpl sampai dengan 900 m dpl (G. Semiadi pers.
Comm., S. Hedges pers. Comm. 2008). Beberapa subpopulasi membuat gerakan musiman;
misalnya, pada sejumlah populasi di Papua Nugini di wilayah perbatasan antara Papua Barat
Papua Nugini selama puncak musim hujan, sedangkan pada musim kemarau banyak pindah ke
pedalaman Papua Nugini (Semiadi 2006).
Habitat rusa timor berupa hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan savanna. Rusa
timor diketemukan di dataran rendah hingga pada ketinggian 2600 m di atas permukaan laut
(Direktorat PPA, 1978). Padang rumput dan daerah-daerah terbuka merupakan tempat mencari
makan, sedangkan hutan dan semak belukar merupakan tempat berlindung. Salah satu tempat
berlindung yang disukai oleh rusa timor (Cervus timorensis) adalah semak-semak yang
didominasi oleh kirinyuh (Eupatorium spp.), saliara (Lantana camara), gelagah (Saccarum
spontaneum) dan alang-alang (Imperata cylindrica). Rusa timor termasuk satwa yang mudah
beradaptasi dengan lingkungan yang kering bila dibandingkan dengan jenis rusa yang lain,
karena ketergantungan terhadap ketersediaan air relatif lebih kecil. Dengan kemampuan adaptasi
yang baik ini rusa timor mampu berkembangbiak dengan baik di daerah-daerah meskipun bukan
habitat asli.
Habitat yang disukai rusa timor adalah hutan yang terbuka, padang rumput, savana, semak,
bahkan sering dijumpai juga pada aliran sungai (sumber air) dan daerah yang berawa
(Garsetiasih 1996). Hoogerwerf (1970), Semiadi dan Nugraha (2004) serta IUCN (2008)

17
mengatakan, apabila berada di padang rumput rusa termasuk grasser sedangkan pada areal semak
dan hutan, rusa merupakan browser. Sebagai satwa herbivora, rusa timor mengkonsumsi
berbagai jenis rumput, herba dan buah-buahan yang jatuh atau berserakan di permukaan tanah.
Rusa timor diperkirakan berasal dari pulau Jawa dan Bali yang kemudian tersebar ke berbagai
wilayah di Indonesia. Bahkan telah diintroduksi juga ke berbagai negara seperti Australia,
Mauritius, Kaledonia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan Timor Populasi rusa timor secara
keseluruhan diperkirakan sekitar 10.000 hingga 20.000 ekor dewasa. Berdasarkan jumlah
populasi dan persebarannya, rusa timor dimasukkan dalam status konservasi “vulnerable”
(Rentan) oleh IUCN Red List.
Populasi rusa timor terbesar terdapat di TN. Wasur, Papua dengan populasi sekitar 8.000
ekor (1992). Populasi di Jawa justru megalami pengurangan yang sangat besar. Seperti di TN.
Baluran sekitar 1.000 ekor (2008).
Ancaman utama terhadap rusa timor berasal dari perburuan yang dilakukan oleh manusia
untuk mengambil dagingnya. Penurunan populasi juga diakibatkan oleh berkurangnya lahan dan
padang penggembalaan (padang rumput) di Taman Nasional yang menjadi habitat rusa timor.
Hilangnya padang rumput ini ada yang diakibatkan oleh konversi menjadi lahan pertanian dan
pemukiman juga oleh kesalahan pengelolaan seperti penanaman pohon.
Ancaman utama terhadap rusa timor berasal dari perburuan yang dilakukan oleh manusia
untuk mengambil dagingnya. Penurunan populasi juga diakibatkan oleh berkurangnya lahan dan
padang penggembalaan (padang rumput) di Taman Nasional yang menjadi habitat rusa timor.
Hilangnya padang rumput ini ada yang diakibatkan oleh konversi menjadi lahan pertanian dan
pemikiman juga oleh kesalahan pengelolaan seperti penanaman pohon yang yang kemudian
merubah padang rumput menjadi hutan semak seperti yang pernah terjadi di TN. Baluran.
Pengelolahan satwa liar merupakan bagian dari upaya konservasi satwa liar. Untuk menjaga
kelestarian populasi rusa maka diperlukan pengelolaan yang baik agar usaha-usaha pemanfaatan
hasil tersebut dapat tetap berlangsung. Untuk menghindari kepunahan dan sekaligus
memanfaatkan rusa secara optimal dan berkelanjutan dapat dilakukan melalui penangkaran
(konservasi ex-situ) dengan sistim ranch. Penangkaran rusa mempunyai prospek karena rusa
mudah beradaptasi dengan lingkungan di luar habitat alaminya, mempunyai tingkat produksi dan
reproduksi yang tinggi. Dalam pembangunan penangkaran ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu komponen habitat yang terdiri dari pakan, air, naungan (cover), dan ruang.

18
Usaha penangkaran dilakukan untuk menghindari kepunahan dan dalam rangka
memanfaatkan satwa liar secara optimal berazaskan kelestarian, karena dalam penangkaran
kehidupan satwa liar dikendalikan sebaik mungkin.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Rusa Timor memiliki nama ilmiah Cervus timorensis yang terdiri dari 8 sub spesies
berdasarkan sebaran daerah tempat habitannya.
2. Ciri morfologis rusa timor adalah hewan berkaki empat termasuk golongan pemamah
biak, dengan perbedaan yang jelas antara jantan dan betina. Secara perilaku termasuk
binatang diurnal dan memiliki siklus gestasi yang berlangsung selama 7.5 bulan yang
diawali masa kawin setelah terjadi kematangan secara seksual pada jantan dan betina.
3. Studi filogenik pada evolusi rusa menunjukan bahwa rusa timor termasuk ke dalam
kelompok genus cervus yang akibat isolasi habitat menjadikannya salah satu hewan
endemik, memiliki ciri-ciri genetik yang khas untuk masing-masing daerah habitatnya.
Secara garis besar genus cervus merupakan bagian dari family cervidae yang mula-mula
terbentuk 35-30 juta tahun yang lalu.
4. Manfaat dari keanekaragaman rusa timor bagi kelangsungan hidup manusia antara lain
sebagai sumber pendapatan, sebagai sumber plasma nutfah, bermanfaat dalam bidang
ekologi dan keilmuan.
5. Status konvervasi rusa timor menurut UICN adalah Endangered kelompok D1. Ancaman
terbesar pada populasi rusa timor adalah kegiatan pengalihan lahan oleh manusia seperti
pembukaan lahan untuk ladang serta perburuan.

3.2 Saran
1. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai rusa timor dari segi kajian
biomolekuler untuk menerangkan variasi sub spesies rusa timor.
2. Konservasi rusa timor harus dilakukan secara swadaya yang melibatkan masyarakat luas
melalui edukasi dan pengenalan arti penting keberadaan rusa timor sebagai salah satu
biodiversity dan komponen biotik ekosistem.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ibnu. 2010. Hewan Endemik Indonesia. Dalama : http://al-qaisha.blogspot.co.id/p/.html.


diunduh pada : 22 November 2015 .
Aslam. 2010. Keanekaragaman Hayati. dalam: Error! Hyperlink reference not valid.. diunduh pada :
22 November 2015 .
Hedges, S., Duckworth, J.W., Timmins, R., Semiadi, G. dan Dryden, G. 2015. Rusa timorensis.
Dalam The IUCN Red List of Threatened Species 2015 :
e.T41789A22156866.http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2015-
2.RLTS.T41789A22156866.en. diunduh pada : 22 November 2015.
Holmes, K.; J. Jenkins; P. Mahalin and J. Berini. 2011. "Cervidae" (On-line), Animal Diversity Web.
Dalam : http://animaldiversity.org/accounts/Cervidae
/http://www.wildlifeonline.me.uk/deer.html. diunduh pada : 22 November 2015.
Kasidi, Robertus. 2012. Populasi dan Konservasi Rusa Timor. Dalam :
http://ekologipopulasidankonservasirusatimor.blogspot.co.id/ diunduh pada : 22
November 2015.
Ridwan, Moh. 2013. RUSA TIMOR (Cervus timorensis).
http://mohridwanderwotubun.blogspot.co.id/2013/04/rusa-timor-cervus-
timorensis_15.html. diunduh pada : 22 November 2015
Shi YF1, Shan XN, Li J, Shi TY, Zheng AL. 2004. Sequence analysis and phylogeny of deer
(Cervidae) mtDNA control regions. Dalam :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15487510 diunduh pada : 22 November 2015
Wikipedia. 2015. Endemisme. Dalam : https://id.wikipedia.org/wiki/Endemisme. diunduh pada : 22
November 2015.

21

Anda mungkin juga menyukai