Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu kepunahan Elang Hitam telah merebak dikalangan masyarakat sejak
dulu, para ilmuan berargumentasi jika kondisi terus berulang, dapat diprediksikan
beberapa puluh tahun lagi kita, anak cucu kita, dan generasi mendatang terancam
tidak dapat melihat Elang Hitam di Indonesia lagi.
Berdasarkan hasil penelitian, yang memicu terjadinya kepunahan hewan
buas di Indonesia adalah terjadinya ketidak pedulian masyarakat terhadap
lingkungan hidup sekitar. Di Indonesia ini hewan-hewan langka semakin hari
semakin terdesak kehidupannya oleh beberapa aktivitas manusia dan perubahan
iklim. sehingga, banyak terdapat hewan yang berkurang jumlahnya dan lambat
tahun mengalami kepunahan.
Dengan melihat kondisi yang telah dipaparkan tersebut, penyusun merasa
prihatin. Oleh karena itu penyusun merasa terdorong untuk menyusun makalah ini
dengan judul Elang Hitam. Makalah ini kami susun dengan harapan semoga
penyusun dan pembaca dapat mengetahui mengenai elang hitam.
B. Rumusan Masalah
Apa Pengertian Elang Hitam?
Bagaimana Karakteristik Elang Hitam?
Bagaimana Penyebaran dan kebiasaan ?
Apa Makanan?
Bagaimana Status konservasi?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Pengertian Elang Hitam
Untuk mengetahui Bagaimana Karakteristik Elang Hitam
Untuk mengetahui Bagaimana Penyebaran dan kebiasaan
Untuk mengetahui Makanan elang hitam
Untuk mengetahui Bagaimana Status konservasi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Elang Hitam
Burung Elang merupakan salah satu hewan berdarah
panas, memiliki sayap serta tubuh yang diselubungi bulu
pelepah. Sebagai burung, burung elang berkembang biak dengan
langkah bertelur dan memiliki cangkang yang keras didalam
sarang yang dibuatnya. Elang hitam adalah sejenis burung pemangsa dari
suku Accipitridae, dan satu-satunya anggota marga Ictinaetus. Dinamai demikian
yalah karena warna bulunya yang seluruhnya berwarna hitam. Meski ada pula
beberapa jenis elang yang lain yang juga berwarna hitam. Sesuai namanya, sosok
elang hitam mudah dikenali dari warna hitam (meski ada rona kemerahan) yang
mendominasi bulu tubuhnya. Tapi tak semuanya serba hitam. Ada aksen berupa
garis-garis putih pucat pada ekornya. Kakinya ber-warna kuning. Iris matanya
cokelat.
Untuk mengetahui jenis kelaminnya, amati bagian pangkal paruh atau
dikenal dengan istilah sera. Jika warnanya kuning dengan ujung paruh hitam, itu
jantan. Pada betina, seranya berwarna lebih pucat, bahkan cenderung putih. Satu
lagi yang membedakan, tubuh pejantan lebih kecil daripada betinanya.
Elang hitam termasuk anggota Accipitridae, suku terbesar di antara jenis
burung pemangsa atau raptor. Menurut pakar raptor, di seluruh dunia jumlah
anggota sukuAccipitridae sebanyak 217 spesies dalam 64 marga. Marga paling
kecil di antaranyaIctinaetus yang anggotanya cuma satu, yaitu Ictnaetus
malayensis atau elang hitam. Orang Inggris mengenalnya sebagai indian black
eagle.
Tidak seperti para sepupunya yang lain, elang hitam memiliki daerah
sebaran yang luas. Mulai dari India, Cina Tenggara, Asia Tenggara, Sulawesi,
Kepulauan Maluku, dan Sunda Besar. Elang hitam bisa tinggal di daerah dekat
laut sampai ketinggian sekitar 2.700 m dari permukaan laut. Anda yang sering
mendaki Gunung Merapi berpeluang besar untuk dapat menikmati anggunnya si
hitam ini. Ia membubung tinggi dengan cara unik: terbang dengan sayap

terpentang penuh dalam kecepatan lambat, tanpa kepakan, seperti mengapung di


udara. Sejenak ia terbang berputar-putar di atas hutan, lalu tiba-tiba menukik di
atas kehijauan lereng bukit dengan segala keanggunannya. Bentangan sayap elang
hitam dewasa bisa mencapai 1,5 m. Ukuran bodinya antara 70 80 cm.
Terkadang ia terbang di depan mulut gua, berputar-putar sambil mengintip,
siapa tahu ada mangsa yang bisa disikat. Kelelawar atau burung sriti yang sedang
asyik bermain tanpa menyadari ada marabahaya bisa menjadi sasaran empuk.
Terbang dengan kecepatan rendah memang salah satu kepiawaiannya. Itu berkat
bulunya yang panjang dan lembut. Manuver terbang pelan ini sangat membantu
elang keluar-masuk sarang dengan mudah. Maklum, sarangnya bertengger di atas
pohon yang tinggi, lebat, dengan tanaman merayap. Biasanya ia menyukai pohon
yang berada di bibir jurang. Karena itu, ia harus bisa landing dengan mulus.
?

Elang hitam

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:

Animalia
Chordata
Aves
Accipitriformes
Accipitridae
Ictinaetus

Spesies:

Blyth, 1843
I. malayensis
Nama binomial
Ictinaetus malayensis
Temminck, 1822

Penyebaran dan Ras burung elang hitam terdapat di India, Cina tenggara,
Asia tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Besar. Tersebar di dataran rendah
dan perbukitan sampai ketinggian 1400m di Jawa sampai pada ketinggian 3000 m.
Terdapat dua sub-spesies yang dikenal: perniger (Hodgson, 1836) India Utara
dan Nepal; Juga di India Selatan (Barat & Timur Ghats, Orissa) dan Sri Lanka.
malayensis (Temminck, 1822) Burma, China Selatan (Yunnan, Fujian) dan
Taiwan, Indochina, Semenanjung Malaysia, Sunda Besar, Sulawesi dan Maluku;
mungkin juga ditemukan di Kep. Banggai dan Sula.
B. Karakteristik Elang Hitam
Ukuran tubuh elang hitam termasuk besar yaitu 70 cm. dan bewarna hita,
memiliki sayap dan ekor panjang, tampak sangat besar saat terbang. Terdapat
bercak warna pucat pada bagian pangkal bulu primer dan garis-garis samar pada
ekor. Sayap terbentang lurus, sedikit membentuk huruf V, dengan pangkal sayap
lebih sempit daripada di tengahnya, serta bulu primer yang terdalam membengkok
khas, membedakannya dari elang brontok(Spizaetus cirrhatus) bentuk yang hitam.
Elang hitam juga sering terbang perlahan, rendah dekat kanopi (atap tajuk)
hutan.Bulu Primar lebih menjari. Terdapat 2 pose terbang, saat gliding (meluncur)
dan soaring (mengintai). Saat gliding bulu paling ujung menekuk kedalam, dan
saat soaring bulu ini terbentang dan terlihat menyamping.Meluncur dengan mudah
di sisi-sisi bukit berhutan dan sela-sela pepohonan. Seringkali berpasangan.
Elang Hitam merupakan penghuni dunia lama. Elang Hitam adalah
pemakan daging (karnivora). Elang hitam memiliki rentang umur yang panjang,
dan laju reproduksi yang rendah. Seluruh elang berpasangan secara monogami.

Struktur rangka dan otot elang yang unik membuat burung ini memiliki
kemampuan terbang jarak jauh, elang mampu menempuh jarak sejauh 4000 mil
dari kawasan Asia tengah hingga ke kawasan Afrika. Tulang pada burung elang
(dan burung-burung besar seperti albatros atau vulture) memiliki sifat pneumatic
(rangka memiliki rongga yang dipenuhi oleh udara). Selain sifat tulang,
kemampuan terbang jarak jauh juga ditunjang oleh modifikasi otot dan sayap.
Berat otot pada burung elang terletak pada pusat gravitasinya, sayap berukuran
besar dan lebar untuk memudahkan aliran udara menaikkan tubuhnya. Sifat
tulang, berat otot, dan ukuran sayap yang unik ini membuat elang dengan bobot 7
Kg menjadi seringan bulu ketika terbang. Selain itu juga dapat membuat elang
mampu terbang tanpa mengepakkan sayapnya. Kita dapat lihat ketika elang
soaring di udara, sayapnya terbentang dengan lebar tanpa dikepakkan. Sayap
dikepakkan biasanya untuk menambah kecepatan terbang, terutama ketika berburu
mangsa.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, organisasi konservasi dunia IUCN
memasukkan elang hitam ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan).
Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang
dilindungi oleh undang-undang.
C. Penyebaran dan kebiasaan
Burung elang mempunyai habitat mulai dari padang rumput, hutan, kebun,
sumber air yang dikelilingi pohon, perkebunan teh, hutan dekat perkampungan,
bahkan hingga di pinggir perkotaan. Umumnya hidup di daerah berketinggian di
bawah 1.500 m dpl meskipun terkadang ditemukan juga hingga di ketinggian
2.200 m dpl. Elang hitam menyebar luas mulai dari India, Sri Lanka hingga Asia
Tenggara, Sunda Besar, Sulawesi dan Maluku. Burung ini hidup memencar di
dataran rendah, hutan perbukitan hingga wilayah yang bergunung-gunung pada
ketinggian sekitar 1.400 m (di Jawa hingga sekitar 3.000 m) dpl. Memangsa aneka
jenis mamalia kecil, kadal, burung dan terutama telur, elang hitam dikenal sebagai
burung perampok sarang. Melayang indah, burung ini kerap teramati terbang
berpasangan di sisi bukit atau lereng gunung yang berhutan. Dengan tangkas dan

mudah elang ini terbang keluar masuk dan di sela-sela tajuk pepohonan. Cakarnya
yang tajam terspesialisasi untuk menyambar dan mencengkeram mengsanya
dengan efektif.
Sarang berukuran besar terbuat dari ranting-ranting dan dedaunan yang
tersusun tebal, diletakkan pada cabang pohon yang tinggi di hutan yang lebat.
Bertelur satu atau dua butir, bulat oval, sekitar 65 x 51 mm, berwarna kuning tua
bernoda coklat kemerahan. Di Jawa musim kawin elang hitam biasanya pada
sekitar bulan Mei. Sarangnya lumayan besar, sekitar 1,2 x 0,3 m dengan
kedalaman antara 16 dan 32 cm. Struktur sarang disangga oleh ranting dan ditutup
dengan dedaunan. Usai membuat sarang, biasanya elang jantan terbang dan
menari-nari di sekitar sarang yang telah dibuat untuk menunjukkan bahwa dia
sudah memiliki kawasan teritorial, sekaligus sebagai peringatan agar elang jantan
lain tidak mendekat atau memasuki wilayah kekuasaannya. Ini penting untuk
menjamin tersedianya sumber makanan diwilah tersebut.
Tarian udara yang diperagakan elang jantan juga menjadi daya tarik
pasangannya. Selanjutnya, elang jantan dan betina terbang memutar beriringan
dan kemudian elang betina

akan mencari dahan pohon dekat sarang dan

bertengger di sana sambil merentangkan sayapnya yang menandakan bahwa elang


betina siap di buahi.
Beberapa hari sebelum bertelur, elang betina hanya berdiam diri di
sarangnya hingga tiba saatnya bertelur, ia cuma sanggup bertelur satu butir.
Bentuknya oval pendek berwarna putih kusam dengan bercak-bercak cokelat.
Diameternya sekitar 58,9 x 49,6 mm. Selama masa bertelur hingga selesai
mengerami, elang jantan akan dengan setia menyiapkan makanan untuk
pasangannya.
Setelah 41 hari lamanya elang betina mengeram barulah anak elang
menetas. Begitu anak elang keluar dengan menjebol dinding cangkangnya, anak
elang mula-mula hanya dibalut bulu-bulu kapas berwarna abu-abu kecokelatan.
Seminggu kemudian bulunya berubah warna menjadi putih. Begitu berumur satu
bulan, mulailah sedikit demi sedikit tumbuh bulu jarum, yaitu bulu-bulu normal
seperti kepunyaan elang dewasa.

Anak elang hitam mulai belajar terbang setelah 4 5 bulan umurnya.


Begitu bisa terbang, ia akan mendapat pelajaran berburu dari induknya. Sampai
umur setahun lebih ia masih terus dalam pengawasan elang dewasa sebelum
saatnya hidup mandiri. Itu sebabnya elang hitam hanya bertelur setiap dua tahun
sekali. Itu pun cuma sebutir.
Satu hal yang patut diteladani, elang hitam tergolong satwa monogami,
tidak suka ganti-ganti pasangan alias tetap setia pada satu pasangan sampai salah
satu atau keduanya mati. Belum diketahui dengan pasti berapa lama elang hitam
mampu bertahan hidup di alam. Namun, menurut laporan yang bisa
dipertanggungjawabkan, beberapa jenis elang mampu bertahan hidup sampai
umur 20 tahun.
D. Makanan
Burung pemangsa anak ayam, serangga, dan mamalia kecil ini ternyata
juga dikenal sebagai pemangsa kepiting. Bisa dibayangkan betapa kuatnya
cengkeraman kaki dari burung yang mempunyai habitat di rawa, danau, dan laut
ini. Elang ini juga mempunyai tingkat kecepatan terbang naik turun yang tinggi
sehingga mampu memburu mangsanya dengan sigap. Sebagai burung elang,
kemampuan mencari mangsanya juga dipengaruhi dengan sorotan matanya yang
sangat tajam. Cara lain untuk mencari mangsa yaitu dengan terbang rendah di atas
permukaan air sambil mengamati mangsanya sebelum menjadi makanannya.
Namun, sebagai predator, dia mempunyai kebiasaan memperoleh makanan yang
buruk juga yaitu dengan merebut makanan dari burung lain yang lebih kecil atau
lebih lemah darinya.walet, burung, kelelawar, tikus, kadal, telur burung menjadi
makanan utamnya Adi (2003) menyatakan Elang hitam adalah hewan
pemangsa atau predator. Makanan utamanya hewan mamalia
kecil layaknya tikus, tupai, kadal, ikan serta ayam,. Paruh elang
hitam tidak bergigi namun melengkung serta kuat untuk
mengoyak-oyak daging dari mangsanya. Burung ini juga memiliki
sepasang

kaki

yang

kuat

serta

kuku

yang

tajam

serta

melengkung untuk mencengkeram mangsa dan burung elang

memiliki

daya

penglihatan

penglihatan

tersebut

yang

sangatlah

tajam,

berguna

ketajaman
dalam

daya

memburu

mangsa dari jarak yang tidak bisa terkira juahnya. Elang memiliki
sistem pernapasan yang baik serta sanggup untuk membekali
oksigen dalam jumlah banyak yang mana dibutuhkan saat
terbang. Jantung burung elang terdiri dari empat bilik layaknya
manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sedangkan bilik
bawah biasa di kenal sebagai ventrikel
.
E. Status konservasi
Sebagai burung pemangsa, elang hitam menduduki puncak rantai makanan
dalam ekosistemnya. Meskipun populasinya masih terbilang banyak, burung ini
menyebar terbatas di wilayah-wilayah yang berhutan. Elang hitam dilindungi oleh
undang-undang RI. Sedangkan menurut IUCN, burung ini berstatus LC (least
concern, beresiko rendah). Jenis satwa ini termasuk satwa yang dilindungi, jadi
tidak bisa diperjual belikan dan dipelihara secara bebas mengingat secara
keseluruhan di wilayah Indonesia populasi dan habitatnya sudah sangat
berkurang. Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit akibat
minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan
global, dan dampak pestisida. Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di
Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha
dan Gunung Halimun.
Tidak seperti Elang Bondol yang habitatnya mulai berkurang drastis dan
diambang kepunahan, elang hitam ini populasinya masih cukup banyak, tapi
meskipun demikian elang hitam ini juga dilindungi oleh Undang-undang Republik
Indonesia sama halnya seperti elang bondol, jadi mungkin bagi mereka yang hobi
memelihara burung elang dari jenis apapun harus siap berhadapan dengan
undang-undang ya...tapi kok masih banyak saja ya yang memeliharanya ?? yang
menjual pun ada yang menjualnya secara terang-terangan tanpa rasa takut. Tapi
memang sih kalau di pelosok-pelosok, mereka yang memelihara burung elang ini
adalah hasil tangkapan mereka sendiri.

Karena habitat hidupnya di pegunungan, beberapa daerah di Sumedang


tentunya menjadi tempat yang nyaman dan cocok bagi kehidupan elang ini....oleh
sebab itu tidak heran kalau lumayan banyak juga yang memelihara elang hitam ini
disini, salah satunya adalah elang hitam di atas yang gambarnya sempat saya
abadikan. Menurut pemiliknya, elang ini kabur beberapa hari setelah foto atau
gambar ini diambil, pastinya elang ini juga ingin terbang bebas dan menjalani
dunianya sendiri,

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Elang hitam adalah sejenis burung pemangsa dari suku Accipitridae, dan
satu-satunya anggota marga Ictinaetus. Dinamai demikian yalah karena warna
bulunya yang seluruhnya berwarna hitam. Meski ada pula beberapa jenis elang
yang lain yang juga berwarna hitam. Sesuai namanya, sosok elang hitam mudah
dikenali dari warna hitam (meski ada rona kemerahan) yang mendominasi bulu
tubuhnya. Tapi tak semuanya serba hitam. Ada aksen berupa garis-garis putih
pucat pada ekornya. Kakinya ber-warna kuning. Iris matanya cokelat.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Animalia
Filum:
Chordata
Kelas:
Aves
Ordo:
Accipitriformes
Famili:
Accipitridae
Genus:
Ictinaetus
Blyth, 1843
Spesies:
I. malayensis

DAFTAR PUSTAKA
Adi Mustika, di Yogyakarta & Y.D.S. Agus Suron: Majalah INTISARI Agustus
2003
BirdLife International. 2004. Spizaetus cirrhatus. In: IUCN 2007. 2007 IUCN Red
List of Threatened Species.. Diakses 25/12/2007.
Gamauf, Anita; Gjershaug, Jan-Ove; Rv, Nils; Kvaly, Kirsti & Haring,
Elisabeth (2005): Species or subspecies? The dilemma of taxonomic
ranking of some South-East Asian hawk-eagles (genus Spizaetus). Bird
Conservation International 15(1): 99117.
Grimmett, Richard; Inskipp, Carol, Inskipp, Tim & Byers, Clive (1999): Birds of
India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, Bhutan, Sri Lanka, and the Maldives.
Princeton University Press, Princeton, N.J.. ISBN 0-691-04910-6
MacKinnon, J. 1993. Panduan lapangan pengenalan Burung-burung di Jawa dan
Bali. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta. ISBN 979-420-150-2.
Hal. 103-104.
Noerdjito, M. dan I. Maryanto. 2001. Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi
Perundang-undangan Indonesia. Cet-2. Puslit Biologi LIPI. Bogor. ISBN
979-579-043-9. Hal. 47.

Anda mungkin juga menyukai