Anda di halaman 1dari 5

Flora dan fauna Indonesia bagian barat (tipe Asiatis)

Rusa
Spesies rusa berkisar dari ukuran yang sangat besar hingga sangat kecil. Rusa terkecil adalah pudu Selatan. Beratnya hanya sekitar 9 kg dan tingginya hanya
sekitar 14 inci 36 cm saat dewasa. Sementara itu, rusa terbesar adalah moose. Ia dapat tumbuh hingga 2 meter, dari kuku ke bahu, dan beratnya sekitar
820kg. Semua spesies rusa memiliki tanduk, kecuali rusa air Cina, dan hanya rusa jantan yang memiliki tanduk, kecuali rusa Kutub. Baik rusa Kutub jantan
maupun betina, keduanya memiliki tanduk. Tanduk rusa tumbuh dari struktur pendukung bertulang yang disebut pedicels. Tanduk ditutupi "beludru", yang
kaya akan saraf dan pembuluh darah. Ketika tanduk sudah dewasa, beludru yang menutupinya akan mati dan rusa mulai menggosokkan tanduknya ke
pohon atau tumbuh-tumbuhan. Habitat rusa Rusa ditemukan di seluruh dunia, kecuali Benua Australia dan Antartika. Sementara benua lain memiliki
beragam spesies rusa, Afrika hanya memiliki satu, yakni rusa merah Barbary. Rusa hidup di banyak ekosistem yang berbeda. Mereka bisa hidup di lahan
basah, hutan gugur, padang rumput, hutan hujan, semak belukar kering, hingga pegunungan. Terkadang, ketika pemukiman manusia terlalu dekat dengan
habitatnya, rusa bisa membuat diri mereka nyaman di lingkungan manusia.

Banteng

Banteng (dari bahasa Jawa/Sunda: banthèng; nama spesies: Bos javanicus) atau tembadau adalah spesies hewan yang sekerabat dengan sapi dan ditemukan
di berbagai wilayah Asia Tenggara. Banteng jantan dan betina memiliki perbedaan yang mencolok (dimorfisme seksual): pejantan biasanya berkulit cokelat
gelap atau hitam, berbadan besar dan kekar, sedangkan banteng betina lebih langsing dan memiliki kulit cokelat muda. Banteng memiliki bercak besar
berwarna putih di bagian bokong. Baik pejantan maupun betina memiliki tanduk, umumnya dengan panjang 60 hingga 75 cm. Ilmuwan umumnya
membaginya menjadi tiga subspesies: banteng jawa, banteng indocina, dan banteng kalimantan. Banteng liar biasanya lebih besar dibandingkan banteng
yang telah didomestikasi oleh manusia.

Banteng aktif pada siang dan malam hari, tetapi aktivitas malam lebih umum di daerah yang banyak dikunjungi manusia. Kawanan banteng di alam liar
terdiri dari 2 hingga 40 ekor banteng dengan hanya satu pejantan. Banteng adalah hewan dalam golongan herbivora dan memakan berbagai tumbuhan
seperti rumput, teki, tunas, daun, bunga, dan buah-buahan. Banteng sering minum air, terutama dari air yang tenang, tetapi mampu bertahan beberapa hari
tanpa air di musim kemarau. Fisiologi reproduksi banteng tidak banyak diketahui, tetapi mungkin mirip dengan sapi eropa yang telah banyak diamati. Induk
banteng mengandung dalam jangka 285 hari (lebih dari 9 bulan, atau seminggu lebih lama dibandingkan sapi eropa) dan kemudian melahirkan seekor anak
banteng saja. Banteng ditemukan di berbagai jenis habitat di jangkauan alamiahnya, termasuk hutan bertumbuhan peluruh, setengah peluruh, bagian
bawah hutan montana, lahan pertanian yang ditinggalkan, serta daerah rerumputan.

Populasi banteng liar terbanyak berada di Kamboja, Jawa, Kalimantan (terutama Sabah, Malaysia) dan Thailand. Banteng ternak dapat ditemukan di Bali,
pulau-pulau timur Indonesia (seperti Sulawesi, Sumbawa, Sumba), Australia, Malaysia, dan Papua Nugini. Banteng ternak di Indonesia disebut sapi bali, dan
jumlahnya mencapai hampir 25% dari seluruh populasi sapi di Indonesia. Peternakan banteng dilakukan untuk menghasilkan daging, dan kadang digunakan
sebagai hewan pekerja. Banteng feral ditemukan di Australia Utara (berasal dari banteng ternak yang didatangkan pada masa kolonisasi Britania dan
kemudian dilepas dan menjadi liar), dan kemungkinan di Kalimantan Timur, Pulau Enggano, serta Kepulauan Sangihe. Banteng liar dinyatakan
sebagai spesies genting dalam Daftar Merah IUCN. Di tempat hidup alamiahnya, banteng liar terancam oleh perburuan liar (untuk makanan, olahraga, obat
tradisional, dan diambil tanduknya), hilangnya habitat, fragmentasi habitat, dan penyakit. Banteng dianggap sebagai hewan yang dilindungi di semua negara
tempatnya hidup dan sebagian besar hanya ditemukan di daerah yang dilindungi (kecuali mungkin Kamboja).

Rotan
Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus. Puak
Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus anggota, dengan daerah persebaran di bagian tropis Afrika, Asia dan Australasia. Ke dalam puak ini termasuk
pula marga Salacca ( misalnya salak), Metroxylon (misalnya rumbia/sagu), serta Pigafetta yang tidak memanjat, dan secara tradisional tidak digolongkan
sebagai tumbuhan rotan.
Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2–5 cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi oleh duri-duri panjang, keras,
dan tajam. Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari herbivora, sekaligus membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan sulur. Suatu
batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Batang rotan mengeluarkan air jika ditebas dan dapat digunakan sebagai cara bertahan hidup di alam
bebas. Badak jawa diketahui juga menjadikan rotan sebagai salah satu menunya.
Sebagian besar rotan berasal dari hutan di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Indonesia memasok 70% kebutuhan
rotan dunia. Sisa pasar diisi dari Malaysia, Filipina, Sri Lanka, dan Bangladesh.
Rotan cepat tumbuh dan relatif mudah dipanen serta ditransprotasi. Ini dianggap membantu menjaga kelestarian hutan, karena orang lebih suka memanen
rotan daripada kayu.

Jati

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 50-70 m. Berdaun besar, yang luruh
di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku (തേക്ക്) dalam bahasa Malayalam, bahasa di
negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f.

Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang
paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat
mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit
sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi
produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras. Beberapa alternatif telah dilakukan
untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau
bakteri. Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.

Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain leaf spot disease yang disebabkan
oleh Phomopsis sp., Colletotrichum gloeosporioides, Alternaria sp., dan Curvularia sp., leaf rust yang disebabkan oleh Olivea tectonea, dan powdery
mildew yang disebabkan oleh Uncinula tectonae. Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-
1994. Infeksi tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan. Karakterisasi dari infeksi ini adalah adanya necrosis berwarna coklat muda pada pinggir
daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, petiol, dan ujung batang yang mengakibatkan
bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan. Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh
bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan.

Flora dan fauna Indonesia bagian peralihan (tipe Wallacea)

Maleo
Maleo Senkawor atau Maleo (disebut juga Panua oleh masyarakat Gorontalo) yang memiliki nama ilmiah Macrocephalon maleo adalah sejenis burung
gosong berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55 cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon. Yang unik dari
maleo adalah, saat baru menetas anak burung maleo sudah bisa terbang.
Ukuran telur burung maleo beratnya 240 gram hingga 270 gram per butirnya, ukuran rata-rata 11 cm, dan perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari
ukuran telur ayam Namun saat ini mulai terancam punah karena habitat yang makin sempit dan telur-telurnya yang diambil oleh manusia. Diperkirakan
jumlahnya kurang dari 10.000 ekor saat ini.

Komodo
Komodo atau lengkapnya biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies biawak besar yang terdapat di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang,
dan Gili Dasami di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Hewan ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora. Nama
lain dari komodo adalah buaya darat, walaupun komodo bukanlah spesies buaya.
Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 meter dan beratnya bisa
mencapai 100 kg. Komodo merupakan pemangsa puncak di habitatnya karena sejauh ini tidak diketahui adanya hewan karnivora besar lain selain biawak ini
di sebarang geografisnya.
Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka menjadi salah satu hewan paling terkenal di dunia. Sekarang, habitat komodo
yang sesungguhnya telah menyusut akibat aktivitas manusia, sehingga lembaga IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap
kepunahan. Biawak komodo telah ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan habitatnya dijadikan taman nasional,
yaitu Taman Nasional Komodo, yang tujuannya didirikan untuk melindungi mereka.

Cengkeh
Cengkih atau cengkeh (Syzygium aromaticum) adalah kuncup bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkih adalah tanaman
asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Eropa dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkih
ditanam terutama di Indonesia dan Madagaskar; selain itu juga dibudidayakan di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Cengkih umumnya memiliki musim panen
yang bervariasi di negara-negara penghasilnya. Tumbuhan ini adalah flora identitas Provinsi Maluku Utara.

Cendana
Cendana adalah pohon penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi,
campuran parfum, serta sangkur keris (warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selama berabad-abad. Konon di Sri Lanka kayu ini digunakan
untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak abad ke-9. Di Indonesia, kayu ini banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Timor,
meskipun sekarang bisa ditemukan pula di Pulau Jawa dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya.
Cendana termasuk tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena
perakarannya sendiri tidak sanggup mendukung kehidupannya. Karena prasyarat inilah cendana sukar dikembangbiakkan atau dibudidayakan.
Kayu cendana wangi (Santalum album) kini sangat langka dan harganya sangat mahal. Di Indonesia, kayu cendana dari Timor juga sangat dihargai. Sebagai
gantinya sejumlah pakar aromaterapi dan parfum menggunakan kayu cendana jenggi (Santalum spicatum). Kedua jenis kayu ini berbeda konsentrasi bahan
kimia yang dikandungnya, dan oleh karena itu kadar harumnya pun berbeda.
Kayu cendana dianggap sebagai obat alternatif untuk membawa orang lebih dekat kepada Tuhan. Minyak dasar kayu cendana, yang sangat mahal dalam
bentuknya yang murni, digunakan terutama untuk penyembuhan cara Ayurveda, dan untuk menghilangkan rasa cemas.
Tanaman cendana ini sangat langka akibat dieksploitasi berlebihan
Flora dan fauna Indonesia bagian timur (tipe Australis)

Matoa

Matoa (Pometia pinnata) adalah tanaman buah khas Papua. Pohon matoa tergolong besar dengan tinggi rata-rata 18 meter dan berdiameter rata-rata
maksimum 100 cm. Pohon matoa umumnya berbuah sekali dalam setahun. Biasanya, pohon ini berbunga pada bulan Juli sampai Oktober dan berbuah tiga
atau empat bulan kemudian. Penyebaran buah matoa di Papua hampir terdapat di seluruh wilayah dataran rendah hingga ketinggian ± 1200 m dpl. Pohon
ini tumbuh baik pada daerah yang kondisi tanahnya kering (tidak tergenang) dengan lapisan tanah yang tebal. Iklim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
yang baik adalah iklim dengan curah hujan yang tinggi (>1200 mm/tahun). Matoa juga terdapat di beberapa daerah di Sulawesi, Maluku, dan Papua New
Guinea. Buah matoa memiliki rasa yang manis.

pohon sagu,

kuskus, cendrawasih,

Anda mungkin juga menyukai