Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGANTAR BIOLOGI KONSERVASI

“KONSERVASI HARIMAU SUMATERA (Phantera tigris


sumatrae)

Disusun Oleh :

Kelompok : VII (Tujuh)

Nama : Hasriany Vellarenza (F1D016014)

Mahalia (F1D016044)

Dosen Pengampu : Dr. Darmi, M.S

Dr. Rizwar, M.S

Jurusan Biologi

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Bengkulu

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan sub spesies harimau


yang tersisa dari tiga subspesies yang ada di Indonesia. Kedua sub spesies
harimau lainnya, yaitu harimau bali (P. t. balica) dan harimau jawa (P.t. sondaica)
telah dinyatakan punah. Sub spesies harimau terakhir ini tersebar di 18 kawasan
konservasi di Sumatera dan hutan lainnya, yaitu hutan lindung dan hutan produksi

Sejak tahun 1996, harimau sumatera masuk dalam kategori sangat terancam
kepunahan (critically endangered) oleh The International Union for the
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) atau Badan Dunia untuk
Konservasi Alam dan Sumberdaya Alam. Harimau sumatera dalam upaya
konservasinya membutuhkan habitat yang memadai. Berdasarkan hasil analisis
terbaru, konservasi populasi harimau sumatera diprioritaskan pada 12 bentang
alam konservasi harimau (Tiger Conservaton Landscape/TCL) dan dua yang
menjadi prioritas global terletak di bentang alam yaitu, Kerinci Seblat dan Bukit
Tiga Puluh, sedangkan yang menjadi bentang alam regional meliputi Kuala
Kampar, Bukit Balai Rejang Selatan, Bukit Barisan Selatan, Rimbo Panti Batang
Gadis bagian barat, Rimbo Panti Batang Gadis bagian timur, Tesso Nilo, Bukit
Rimbang Baling, Berbak, Ekosistem Leuser, dan Sibolga. Sebagai salah satu
bentang alam global bagi habitat harimau sumatera, TNKS dengan luas habitat
sekitar 19.653 km2 yang mencakup hutan tropis dan lokasi ini juga menawarkan
harapan bagi pelestarian jangka panjang harimau sumatera, yaitu didukung spesies
satwa mangsa yang mencukupi (WWF, 2006).

Berdasarkan estimasi terbaru, TNKS memiliki perkiraan populasi sekitar 136


ekor. Populasi ini diduga merupakan terbesar di banding populasi harimau
sumatera di kawasan konservasi lainnya (Departemen Kehutanan, 2007).

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk mengatahui upaya yang harus
dilakukan dalam konservasi Harimau Sumatera dan dampak dari punahnya
Harimau Sumatera.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu dari


enam sub-spesies harimau yang masih tersisa di dunia. Kelima sub-spesies
lainnya adalah Harimau Amur/Siberia (Panthera tigris altaica), Harimau
Bengal/India (Panthera tigris tigris), Harimau Indochina (Panthera tigris
corbetti), Harimau China Selatan (Panthera tigris amoyensis), dan harimau
Malaya (Panthera tigris jacksoni) (WWF, 2010).
Harimau sumatera merupakan harimau terkecil dari keseluruhan sub-
spesies harimau, dengan panjang mencapai 2,5 meter dan berat 140 kilogram.
Warna bulunya lebih gelap dari jenis harimau lainnya dan bervariasi dari warna
kuning kemerahan sampai oranye gelap dengan belang berwarna hitam.
Perburuan, konflik antara harimau dengan manusia, dan terfragmentasi dan
perusakan habitat alami mereka, mengakibatkan penurunan populasi harimau
sumatera secara signifikan. Oleh karena itu sejak tahun 1996 lembaga
konservasi IUCN mengkategorikan harimau sumatera dsebagai satwa yang
Sangat Kritis Terancam Punah (critically endangered) (Dephut, 2007).
Selain itu harimau sumatera juga masuk dalam CITES Appendix I yang
artinya perdagangan internasional komersial dilarang.Keberadaan harimau
sumatera saat ini menjadi sebuah polemik tersendiri karena mengakibatkan
konflik antara manusia dan harimau. Rusaknya habitat alami harimau sumatera
mengakibatkan satwa ini tersingkir dari habitat alaminya, sehingga
menimbulkan gangguan terhadap manusia. Serangan harimau sumatera terhadap
manusia dan hewan ternak telah sering terjadi. Serangan harimau sumatera yang
menewaskan 3 ekor ternak sapi terjadi di Desa Talang Kebun Kecamatan Lubuk
Sandi Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu (Kompas, 2008b).
Sementara itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Popinsi Sumatera
Barat tercatat 26 kasus konflik harimau dengan manusia, sebanyak 16 kasus
menghilangkan nyawa manusia dan sisanya memangsa ternak masyarakat
(Kompas, 2008a).
Untuk mencegah gangguan harimau sumatera terhadap manusia dan
mempertahankan kelestarian spesies tersebut, maka sangat diperlukan upaya
konservasi terhadap harimau sumatera. Dengan demikian harimau sumatera
dapat dipertahankan kelangsungannya dan terhindar dari kepunahan seperti yang
telah dialami oleh harimau Bali (Panthera tigris balica) dan harimau Jawa
(Panthera tigris sondaica). Kedua harimau tersebut telah punah dalam 50 tahun
terakhir. Harimau Bali dan Jawa terakhir kali diketahui keberadaannya pada
akhir tahun 1930-an dan 1970-an.
Degradasi Habitat Harimau Sumatera

Seperti namanya, harimau Sumatera adalah satwa endemik Pulau


Sumatera. Menurut data Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam
(1994), pada tahun 1992 hanya terdapat sekitar 400 ekor harimau sumatera di lima
taman nasional (TN Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Way Kambas, TN
Berbak, dan TN Bukit Barisan Selatan) dan dua suaka margasatwa (Kerumutan
dan Rimbang), sementara 100 ekor lainnya berada di luar kawasan konservasi.
Namun jumlah tersebut diduga terus mengalami penurunan. Ancaman terbesar
terhadap kelestarian harimau sumatera adalah degradasi habitat alaminya karena
aktifitas manusia. Aktifitas manusia mengakibatkan semakin terfragmentasinya
habitat harimau sumatera, padahal pada area yang sempit harimau sumatera sulit
untuk hidup panjang. Hasil estimasi ekstrapolasi memperkirakan bahwa kepadatan
populasi harimau sumatera di Tesso Nilo (1,3 individu per 100 km2), Rimbang
Baling (0,7 individu per 100 km2), Suaka Margasatwa Kerumutan (2,3 individu
per 100 km2) (Hutajulu, 2003).

Taman Nasional Bukit Barisan Lampung mencapai 1,6 individu per 100
km2 (O’Brien et al., 2003), dan di Taman Nasional Way Kambas dengan
kepadatan mencapai 4,3 individu per 100 km2 (Franklin et al., 1999).

Lubis (2000) melaporkan rata-rata kepadatan harimau sumatera di Taman


Nasional Batang Gadis adalah 1,1 individu per 100 km2, dengan perbandingan
harima jantan dan betina 3 : 1. Berikut ini diuraikan penyebab degradasi habitat
dan populasi harimau sumatera.

1. Deforestasi dan Degradasi.

Deforestasi dan degradasi hutan di Pulau Sumatera yang sangat besar akan
mengancam terhadap keanekaragaman hayati yang ada. Deforestasi dan degradasi
akan menyebabkan hilangnya hutan atau terpotong-potongnya hutan menjadi
bagian-bagian kecil dan terpisah. Alih fungsi hutan banyak digunakan untuk
perkebunan, hutan tanaman industri, pemukiman, industri, dll. Investigasi Eyes on
the Forest (2008) melaporkan bahwa pembuatan jalan logging oleh Asia Pulp &
Paper (APP) sepanjang 45 km yang membelah hutan gambut di Senepis Propinsi
Riau mengakibatkan penyusutan luas hutan dan memicu peningkatan konflik
manusia-harimau di kawasan tersebut. Perusakan habitat dan perburuan hewan
mangsa telah diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan turunnya jumlah
harimau secara dramatis di Asia (Seidensticker et al., 1999).

Sementara itu Lynam et al. (2000) yang menyatakan bahwa harimau


sangat tergantung pada tutupan vegetasi yang rapat, akses ke sumber air, dan
hewan mangsa yang cukup.

2. Perburuan dan Perdagangan


Perburuan ilegal (illegal hunting) merupakan salah satu ancaman terhadap
kelestarian harimau sumatera. Bagian tubuh harimau yang diperjualbelikan
terutama kulit dan tulang untuk keperluan obat-obatan tradisional bahkan untuk
keperluan supranatural. Mills and Jackson (1994) melaporkan pada periode 1970
– 1993 tercatat sebanyak 3.994 kg tulang harimau sumatera diekspor dari
Indonesia ke Korea Selatan. Selain bagian tubuhnya, harimau sumatera juga
diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan dan simbol status.

3. Konflik dengan Manusia

Tingginya pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan


ekonomi telah menyebabkan peningkatan kebutuhan akan lahan. Alih fungsi hutan
untuk keperluan manusia menjadi tidak terhindarkan. Kehilangan habitat alaminya
menimbulkan potensi konflik antara manusia dengan harimau sumatera. Konflik
antara manusia-harimau merugikan kedua belah pihak; manusia rugi karena
kehilangan hewan ternak bahkan nyawa sedangkan harimau rugi karena akan
menjadi sasaran balas dendam manusia yang marah dan ingin membunuhnya.
Sementara itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Popinsi Sumatera Barat
tercatat 26 kasus konflik harimau dengan manusia, sebanyak 16 kasus
menghilangkan nyawa manusia dan sisanya memangsa ternak masyarakat
(Kompas, 2008a).

Lebih jauh Nythus and Tilson (2004) mencatat berturut-turut terdapat


sebanyak 48, 36, dan 34 kali konflik antara manusia dan harimau sumatera di
Propinsi Sumatera Barat, Riau, dan Aceh selama periode 1978 – 1997. Dalam
kurun waktu tersebut tercatat sebanyak 146 orang meninggal dunia, 30 orang
luka-luka, dan 870 ekor ternak terbunuh.

4. Kemiskinan

Kemiskinan masyarakat di sekitar hutan telah mendorong terjadinya


perambahan dan perusakan hutan berupa pembukaan hutan untuk keperluan
pemukiman, perladangan, dan perkebunan. Kerusakan dan fragmentasi hutan yang
merupakan habitat harimau akan mengakibatkan gangguan terhadap kelestarian
harimau. Selain itu masyarakat juga menggantungkan hidup pada sumberdaya
hutan. Secara tradisional masyarakat memburu satwa yang merupakan mangsa
harimau untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kemiskinan mendorong
masyarakat memburu satwa liar untuk kebutuhan makannya dan juga untuk dijual.
Perburuan satwa liar yang merupakan mangsa harimau sumatera sangat
berpengaruh terhadap kelestarian harimau sumatera. Karena harimau sumatera
sangat tergantung dengan kelimpahan mangsanya.

5. Berkurangnya Mangsa
Dalam struktur piramida makanan, harimau merupakan top
predator. Satwa predator ini setiap hari harus mengkonsumsi 5 – 6 kg daging yang
sebagian besar (75%) terdiri atas hewan-hewan mangsa dari golongan rusa
(Sunquist et al., 1999).

Pakan utama harimau sumatera adalah rusa sambar (Cervus unicolor) dan
babi hutan (Sus scorfa) (Wibisono, 2006).

Dalam keadaan tertentu harimau sumatera juga memangsa berbagai


alternatif mangsa seperti kijang (Muntiacus muntjac), kancil (Tragulus
sp), beruk (Macaca nemestrina), landak (Hystrix brachyura), trenggiling (Manis
javanica), beruang madu (Helarctos malayanus), dan kuau raja (Argusianus
argus). Sriyanto dan Rustiati (1997) secara jelas menunjukkan adanya hubungan
positif antara penyusutan mangsa dengan populasi harimau. Tingginya laju
deforestasi dan degradasi hutan juga akan mengakibatkan penurunan mangsa
harimau sumatera. Semakin sedikitnya mangsa juga akan mengakibatkan
penurunan populasi harimau sumatera.

Upaya Konservasi Harimau Sumatera

Payung hukum kegiatan konservasi di Indonesia telah tertuang dan


dilindungi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi
harimau sumatera awalnya bermana Sumatra Tiger Project (STP) telah dimulai
tahun 1995 di Taman Nasional Way Kambas Propinsi Lampung. Saat ini kegiatan
yang bernama Program Konservasi Harimau Sumatera, juga dikembangkan di
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Propinsi Jambi dan Riau dan Kawasan
Konservasi Harimau Senepis Buluhala Propinsi Riau. Upaya konservasi harimau
sumatera sebenarnya bukan semata hanya bertujuan untuk menjaga kelestarian
harimau sumatera saja, tetapi juga melindungi spesies lainnya. Karena harimau
sumatera merupakan species payung (umbrella species) yang artinya dengan
melindungi spesies ini secara tidak langsung juga melindungi spesies lainnya yang
hidup di habitat yang sama.

Upaya konservasi harimau sumatera bertujuan untuk mempertahankan


kelestarian harimau sumatera. Beberapa upaya tersebut adalah sebagai berikut :

Memulihkan dan meningkatkan populasi harimau sumatera beserta bentang


alamnya pulih. Upaya konservasi in-situ merupakan program utama konservasi
harimau sumatera dengan memulihkan populasi harimau dan habitat alaminya.
Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain adalah :

– Membangun dan meningkatkan koneksitas antara habitat-habitat utama


harimau sumatera melalui pengembangan koridor dalam rangka memperluas
daerah bagi harimau sumatera untuk menjelajah. Karena harimau sumatera
memerlukan teritori (wilayah) yang luas untuk mendapatkan mengsa yang cukup.
Semua potensi habitat dan sebaran harimau sumatera perlu dimasukkan sebagai
bahan pertimbangan utama dalam proses perencanaan zonasi taman nasional
(Lubis, 2000).

 Membina kekayaan genetik unit-unit populasi harimau sumatera, terutama


pada habitat yang kritis untuk menghindari erosi ragam genetik melalui
pengembangan restocking populasi dan translokasi.
 Mengembangkan upaya pengelolaan mitigasi konflik untuk
menyelamatkan harimau yang bermasalah dengan relokasi, translokasi,
dan penetapan kawasan pelepasliaran alami.
 Meningkatkan program pemantauan terhadap populasi, ekologi, dan
habitat harimau sumatera dengan memperkuat dasar hukum dan kapasitas
aparatur yang berwenang.

Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah ukuran populasi secara


biologis dan ekologis harimau sumatera dalam jumlah ideal dan habitat serta
daerah jelajah harimau sumatera tidak berkurang, bahkan diharapkan dapat
bertambah.

Meningkatkan infrastuktur dan kapasitas instansi terkait dalam pemantauan


dan evaluasi terhadap upaya konservasi harimau sumatera dan satwa mangsanya.
Kegiatan yang dilakukan adalah :

 Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dengan melaksanakan


berbagai program peningkatan kapasitas tim konservasi harimau sumatera
baik yang dikelola oleh pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun
masyarakat.
 Memperkuat infrastrukur instansi yang melakukan pelaksanaan dan
pemantauan konservasi harimau. Selain itu juga dilakukan penyusunan
rencana pengelolaan konservasi pada setiap bentang alam harimau
sumatera sesuai dengan karakteristik dan potensi di lapangan.
 Mengembangkan pusat informasi terpadu tentang konservasi harimau
sumatera yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat.

Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah terlaksananya pemantauan


kinerja konservasi harimau sumatera secara efektif oleh Kementrian Kehutanan
selaku penanggung jawab utam beserta mitra kerjanya.

Membangun jejaring kerja dan infrastruktur komunikasi dan menciptakan


kelompok masyarakat yang peduli dan bertanggung jawab terhadap kelestarian
harimau sumatera. Konservasi harimau sumatera adalah tanggung jawab semua
pihak. Oleh karena itu harus dijalin jejaring kerja dan komunikasi yang baik
diantara semua pihak. Kegiatan yang dilakukan adalah :
 Membangun jaringan komunikasi dan kemitraan untuk meningkatkan
kerjasama konservasi di semua tingkatan baik lokal, nasional, maupun
internasional.
 Mengembangkan pengawasan terpadu dan intensif antara pemerintah,
lembaga non pemerintah, dan masyarakat terhadap kegiatan konservasi.
Selain itu juga dilakukan pendidikan dan penyadartahuan masyarakat
secara terpadu dan berkesinambungan tentang pentingnya konservasi
harimau sumatera.
 Membangun mekanisme pendanaan yang berkelanjutan dalam mendukung
kegiatan konservasi harimau sumatera.

Indikator kebersasilannya adalah terbangunnya komunitas konservasi harimau


sumatera di Indonesia yang berjalan dengan baik dan dapat berafiliasi dan
membangun jaringan (networking) dengan jaringan konservasi harimau
internasional.

Membangun program konservasi ex-situ yang bermanfaat dan selaras


dengan upaya kelestarian harimau sumatera di alam. Konservasi ex-
situ merupakan salah satu alternatif untuk menjaga kelestarian harimau sumatera.
Saat ini terdapat 371 ekor harimau sumatera di penangkaran baik di dalam
maupun di luar negeri (Departemen kehutanan, 2007).

Namun diperlukan regulasi yang mengatur pemanfaatan hasil penangkaran


harimau sumatera. Perlu dirumuskan standar-standar konservasi ex-situ agar
sesuai dengan standar etika dan kesejahteraan bagi harimau sumatera. Selain itu
kajian skema conservation/breeding loan dapat dikembangkan dan reintroduksi
harimau sumatera dapat dilaksanakan dengan efektif.

Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah konservasi harimau sumatera di


luar kawasan konservasi mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak dan
program konservasi ex-situ harimau sumatera dapat mendukung konservasi in-
situ secara efektif.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manusia sebagai mandate cultural haruslah memelihara bumi dan


memanfaatkan sumberdaya dan daya dukungnya secara bertanggung jawab.
Terancamnya kelestarian harimau sumatera tidak lepas dari tindakan manusia
yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu upaya konservasi harimau
sumatera mendesak untuk segera dilakukan dengan konsisten dan didukung
seluruh stake holder dengan merasa memiliki dan membantu upaya pelaksanaan
konservasi.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau


Sumatra (Panthera tigris sumatrae) 2010 – 2017. Departemen Kehutanan.
Jakarta.

Direktorat Perlidungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1994. Strategi Konservasi


Harimau Sumatera. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Eyes on the Forest. 2008. Laporan Investigasi Eyes on The Forest : Asian Pulp &
Paper Mengancam Hutan Senepis, Habitat Harimau Sumatra, serta Iklim
Global. www.eyesontheforest.or.id (Diakses 4 Oktober 2018).

Franklin, N., Bastoni, S., Siswomartono, D., Manansang, J., and Tilson, R.
1999.Last of the Indonesian tigers: a cause for optimism. In Siedensticker,
J., Christie, S. & Jackson, P. (eds). Riding the tiger: Tiger conservation in
human dominated landscapes. Cambridge University Press. Cambridge.

Hutajulu, M.B. 2007. Studi Karakteristik Ekologi Harimau Sumatra [Panthera


tigris sumatrae (Pecock, 1929)] Berdasarkan Camera Trap di Lansekap
Tesso Nilo – Bukit Tiga Puluh, Riau. Tesis Program Pasca Sarjana
Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia.

Kompas. 2008a. Terkam Orang, Harimau Sumatera Diburu. Harian Kompas Edisi
31 Januari 2008.

Kompas. 2008b. Harimau Mengganas di Bengkulu, Memangsa Tiga Sapi. Harian


Kompas Edisi 20 Februari 2008.

Lubis, A.F. 2009. Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris


sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Pengelolaan dan
Zonasi Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal
Propinsi Sumatra Utara. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara

Lynam, A.J., T. Palasuwan, J. Ray, and S. Galster. 2000. Tiger Survey


Techniques and Conservation Handbook. Wildlife Conservation Society
Thailand Program. Bangkok.

Anda mungkin juga menyukai