Anda di halaman 1dari 16

KONSERVASI HARIMAU SUMATERA

(Panthera tigris sumatrae)

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Beauty Desfitri Mandar (1806103010053)

Dara Tri Oktaviani Bulan (1806103010069)

Nurul Azmi (1806103010042)

Raiyatul Jannah (1806103010046)

Salwa Afniola (1806103010072)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt atas Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah untuk matakuliah BIODIVERSITAS.
Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad saw atas segala jasa dan
kesungguhannya menyampaikan Risalah Allah dimuka bumi dan semoga beliau memberi
syafaatnya kepada kita di Hari Kiamat.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan dan rintangan selalu


mengiringi. Namun atas bantuan, dorongan dan bimbingng dosen serta kerjasama teman-
teman sekelompok yang akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat
teratasi. Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk memperluas ilmu serta untuk
menambah wawasan khususnya mengenai “Konservasi Harimau Sumatera”. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf
apabila dalam modul ini masih banyak terdapat kesalahan. Kami sebagai penulis sadar
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan deemi kebaikkan kami untuk ke depan.

20 Spetember 2020

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………. 2

Daftar Isi …………………………………………………………………… 3

BAB 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah ………………………………………………… 4


1.2. Rumusan Masalah …….………………………………………………… 5
1.3. Tujuan …………………………………………………………………... 5

BAB 2 Pembahasan

2.1 Kondisi Harimau Sumatera Saat Ini …………………………………….. 6

2.2 Ancaman Terhadap Kelestarian Harimau Sumatera ……………………. 7

2.3 Upaya Konservasi Harimau Sumatera ………………………………….. 12

BAB 3 Penutup

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 15

3.2 Saran …………………………………………………………………….. 15

Daftar Pustaka ……………………………………………………………... 16

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Flora dan fauna khas Sumatra tersebar luas dengan aneka karakteristiknya yang
beragam dan sangat unik. Harimau Sumatra merupakan satu dari enam sub-spesies
harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi
satwa kritis yang terancam punah (critically endangered). Kelima sub-spesies lainnya
adalah Harimau Amur/Siberia (Panthera tigris altaica), Harimau Bengal/India
(Panthera tigris tigris), Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti), Harimau China
Selatan (Panthera tigris amoyensis), dan harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni)
(WWF, 2010).
Harimau Sumatera memerlukan tiga kebutuhan dasar yaitu ketersediaan hewan
mangsa yang cukup, sumber air , dan tutupan vegetasi yang rapat untuk tempat
menyergap mangsa. Harimau merupakan satwa yang soliter, jarang dijumpai
berpasangan, kecuali pada harimau betina beserta anak-anaknya. Harimau dapat
berkomunikasi melalui bau-bauan dan suara. Harimau mempunyai indra penciuman
yang kuat dan seringkali meninggalkan tanda berupa urin dengan bau yang khas. Tanda
tersebut berfungsi sebagai penanda jalan, penanda wilayah kekuasaan atau sebagai alat
komunikasi informasi yang lebih spesifik seperti identitas individu, periode waktu
individu harimau lewat pada areal tertentu, dan penanda estrus pada harimau betina
(Ganesa, 2012, p.49)
Sejak tahun 1996 harimau sumatera dikategorikan sebagai sangat terancam
kepunahan (critically endangered) oleh IUCN (Cat Specialist Group 2002). Pada tahun
1992, populasi harimau sumatera diperkirakan hanya tersisa 400 ekor di lima taman
nasional (Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas, Berbak dan Bukit Barisan
Selatan) dan dua suaka margasatwa (Kerumutan dan Rimbang), sementara sekitar 100
ekor lainnya berada di luar ketujuh kawasan konservasi tersebut (PHPA 1994). Jumlah
tersebut diduga terus menurun.
Dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia
IUCN, menyatakan bahwa Harimau Sumatra ini merupakan satu-satunya sub-spesies
harimau yang masih ada di Indonesia setelah Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.

4
Ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau sumatera adalah aktivitas manusia,
terutama konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan seperti perkebunan,
pertambangan, perluasan pemukiman, transmigrasi dan pembangunan infrastruktur
lainnya. Selain mengakibatkan fragmentasi habitat, berbagai aktivitas tersebut juga
sering memicu konflik antara manusia dan harimau, sehingga menyebabkan korban di
kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan tersingkirnya harimau dari
habitatnya.
Untuk mencegah gangguan harimau sumatera terhadap manusia dan
mempertahankan kelestarian spesies tersebut, maka sangat diperlukan upaya
konservasi terhadap harimau sumatera. Dengan demikian harimau sumatera dapat
dipertahankan kelangsungannya dan terhindar dari kepunahan seperti yang telah
dialami oleh harimau Bali (Panthera tigris balica) dan harimau Jawa (Panthera tigris
sondaica).

1.2 Rumusan Masalah

a) Bagaimana kondisi harimau sumatera pada saat ini?


b) Apa saja ancaman terhadap kelestarian harimau sumatera?
c) Apa upaya konservasi yang dilakukan untuk melestarikan harimau sumatera?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui bagaimana kondisi harimau sumatera
pada saat ini dan mengetahui apa-apa saja perbuatan manusia yang sebenarnya sangat
berpengaruh besar pada kelestarian harimau sumatera di habitatnya. Dan juga mengetahui
bagaimana upaya konservasi yang dapat dilakukan oleh manusia untuk kelangsungan juga
kelestarian harimau sumatera baik yang dapat dilakukan secara mandiri maupun upaya
yang akan dilakukan oleh pemerintah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Harimau Sumatera Saat Ini

Berasal dari pulau Sumatera Indonesia, harimau ini dianggap sangat terancam
punah oleh Persatuan Indonesia untuk Konservasi Alam. Jumlah yang diyakini masih
hidup di alam liar kurang dari 400 ekor dan sebanyak 300 ekor berada di penangkaran.
Menurut TRAFFIC, jaringan pemantauan perdagangan satwa liar global, perburuan liar
merajalela dan menyebabkan hampir seluruh kematian hewan ini. Bagian-bagian tubuh
harimau banyak digunakan dalam pengobatan tradisional, terutama di China, meskipun
bukti ilmiahnya sangat banyak bahwa mereka tidak memiliki nilai manfaat.

Satwa dengan nama latin Panthera tigris sumatrae ini pun berstatus kritis atau
critically endagered. Seperti dikatakan Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
(BBKSDA) Sumut Hotmauli Sianturi pada Senin (31/8/2020) Populasi harimau Sumatra di
Sumatra Utara (Sumut) diprediksi tersisa 33 ekor lagi. Sedangkan untuk keseluruhan di
wilayah Pulau Sumatra, jumlah yang tersisa hanya 400-600 ekor.

Bisa dikatakan, populasi kecil harimau sumatera berada di dataran rendah yang
terfragmentasi. Sedangkan populasi besarnya ada di habitat yang tersambung dengan
tulang punggung Pulau Sumatera-Bukit Barisan. Bukit Barisan adalah habitat pembeda
harimau sumatera dengan harimau di Jawa. Lereng curam dan dataran tinggi, memberikan
faktor kesulitan tersendiri untuk diakses manusia. Ketika hutan semakin tergerus dari sisi
timur dan barat, Bukit Barisan menjadi satu-satunya habitat alami tersisa yang cukup luas
untuk ditempati, meski bukan habitat paling ideal. Sementara Jawa, tidak memiliki jajaran
gunung sehingga fragmentasi hutan lebih cepat terjadi.

Perkembangan infrastruktur, perkebunan dan permukiman, perilaku alami harimau


sumatera yang memiliki daya jelajah luas (jantan dewasa dapat mencapai 250 km2),
perburuan satwa mangsa, peternakan tradisional yang digembalakan terbuka di pinggiran
hutan merupakan sejumlah faktor utama pemicu konflik. Hingga pertengahan tahun 2020,
konflik harimau dengan manusia berulang kali terjadi. Setidaknya, 7 ekor ditangkap
setelah berkonflik, rinciannya di Sumatera Selatan (1 ekor), Riau (2 ekor), Aceh (2 ekor),
dan di Sumatera Barat (2 ekor). Sedangkan harimau yang mati akibat perburuan, diawali

6
konflik, ada di Aceh (1 ekor), Sumatera Utara (1 ekor), Riau (1 ekor), dan Bengkulu (1
ekor).

Walaupun demikian, seekor harimau sumatera lahir di kebun binatang Polandia.


Hal ini diungkapkan pejabat setempat pada Jumat, 24 Juli 2020. Anakan harimau sumatera
yang berjenis kelamin perempuan ini lahir saat penguncian yang diakibatkan virus corona
pada 20 Mei 2020 lalu di Kebun Binatang Wroclaw, namun pemberitaannya memang baru
diumumkan ke publik. Harimau sumatera yang baru lahir ini berasal dari indukan berusia 7
tahun, Nuri dan jantan berusia 11 tahun. Adapun keduanya merupakan bagian dari progam
pemuliaan global yang bertujuan menyelamatkan spesies dari kepunahan.

Jika dipadukan dengan beberapa hasil kajian terkini, saat ini populasi harimau
sumatera terdapat setidaknya di 18 kawasan konservasi dan kawasan hutan lain yang
berstatus sebagai hutan lindung dan hutan produksi yang terpisah satu sama lain.
Berdasarkan data perkiraan antar waktu menunjukkan bahwa populasi harimau sumatera
cenderung menurun dari tahun ke-tahun. Sejauh ini pemerintah telah bekerjasama dengan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional maupun internasional dalam melakukan
studi dan pengelolaan harimau sumatera. Kontribusi para LSM sangat berguna terutama
dalam penelaahan populasi dan ekologi serta membantu pendampingan masyarakat sekitar
hutan yang terganggu oleh keberadaan harimau sumatera. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan beberapa kawasan konservasi harimau sumatera dan juga organisasi nasional
maupun internasional yang ikut bekerjasama didalamnya.

Tabel 1. Kawasan konservasi harimau sumatera dan organisasi yang terlibat

7
Seperti halnya sub spesies harimau lainnya, harimau sumatera adalah jenis satwa yang
mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya di alam bebas, sepanjang
tersedia cukup mangsa dan sumber air (Schaller 1967; Sunquist 1981; Seidensticker dkk.
1999), serta terhindar dari berbagai ancaman potensial. Di Sumatera, harimau sumatera
terdapat di hutan hujan dataran rendah hingga pegunungan, dengan ketinggian antara 0 –
3.000 meter di atas permukaan laut dan menghuni berbagai jenis habitat, seperti hutan
primer, hutan sekunder hutan pantai, hutan rawa gambut, hutan tebangan, perkebunan,
hingga belukar terbuka.
Pada gambar 2 ditunjukkan bentang alam negara Indonesia yang dianggap sebagai
daerah prioritas untuk pengelolaan dan pelestarian harimau sumatera. Sebagaimana satwa
liar lainnya, harimau memerlukan perlindungan manusia dan pengelolaan yang benar.
Mereka membutuhkan perlindungan dari perburuan, cukup mangsa dan daerah jelajah
yang luas. Pada daerah-daerah ini diharapkan untuk dapat menjadi prioritas untuk
menghindari kepunahan harimau sumatera yang sampai saat ini masih banyak diburu untuk
kepentingan manusia.

Gambar 1. Bentang alam konservasi harimau yang dianggap perlu mendapat prioritas
pengelolaan (Sanderson dkk. 2006)

8
2.2 Ancaman Terhadap Kelestarian Harimau Sumatera
A. Deforestasi dan Degradasi
Deforestasi dan degradasi hutan di Pulau Sumatera yang sangat besar akan
mengancam terhadap keanekaragaman hayati yang ada. Deforestasi dan degradasi
hutan di Pulau Sumatera merupakan salah satu ancaman yang signifikan terhadap
kelestarian keanekaragaman hayati di pulau ini, terutama terhadap jenis-jenis
mamalia besar yang memiliki daerah jelajah yang luas seperti harimau Deforestasi
dan degradasi akan menyebabkan hilangnya hutan atau terpotong-potongnya hutan
menjadi bagian-bagian kecil dan terpisah. Alih fungsi hutan banyak digunakan
untuk perkebunan, hutan tanaman industri, pemukiman, industri, dll.
Investigasi Eyes on the Forest (2008) melaporkan bahwa pembuatan jalan
logging oleh Asia Pulp & Paper (APP) sepanjang 45 km yang membelah hutan
gambut di Senepis Propinsi Riau mengakibatkan penyusutan luas hutan dan
memicu peningkatan konflik manusia-harimau di kawasan tersebut. Perusakan
habitat dan perburuan hewan mangsa telah diketahui sebagai faktor utama yang
menyebabkan turunnya jumlah harimau secara dramatis di Asia (Seidensticker et
al., 1999). Sementara itu Lynam et al. (2000) yang menyatakan bahwa harimau
sangat tergantung pada tutupan vegetasi yang rapat, akses ke sumber air, dan hewan
mangsa yang cukup.
Hilangnya hutan yang cukup luas dan cepat pada dasawarsa terakhir
menyebabkan luas habitat harimau sumatera berkurang dan terpecah menjadi
bagian-bagian kecil yang terpisah satu dengan yang lain. Holmes (2003)
memperkirakan hampir 6.700.000 hektar tutupan hutan telah menghilang dari pulau
ini antara 1985 – 1997 (Tabel 5). Sedangkan antara tahun 2000 – 2005 Departemen
Kehutanan memperkirakan deforestasi di Pulau Sumatera mencapai 1.345.500 ha,
dengan rata-rata per tahun sebesar 269.100 ha.
B. Perburuan dan Perdagangan
Ancaman lain yang membahayakan kelangsungan hidup dan keberadaan
harimau sumatera adalah perburuan illegal. Perburuan ilegal (illegal hunting)
merupakan salah satu ancaman terhadap kelestarian harimau sumatera. Hasil dari
kegiatan ilegal ini merupakan sumber potensial untuk mensuplai produk asli
harimau yang beredar di pasar gelap, terutama kulit dan tulang. Bagian tubuh

9
harimau yang diperjualbelikan terutama kulit dan tulang untuk keperluan obat-
obatan tradisional bahkan untuk keperluan supranatural.
Mills and Jackson (1994) melaporkan pada periode 1970 – 1993 tercatat
sebanyak 3.994 kg tulang harimau sumatera diekspor dari Indonesia ke Korea
Selatan. Selain bagian tubuhnya, harimau sumatera juga diperjualbelikan sebagai
hewan peliharaan dan simbol status. Harga tulang harimau di pasar internasional
cenderung naik dari waktu ke waktu. Sementara itu hukum pasar pun berlaku, di
mana harga tulang akan meningkat dengan semakin langkanya ketersediaan di
pasaran dan sebaliknya. Di pasar Korea Selatan, harga perkilogram tulang harimau
diperkirakan sekitar US$26,- pada tahun 1973, dan meningkat hingga sekitar
US$238.
C. Konflik
Tingginya pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan
ekonomi telah menyebabkan peningkatan kebutuhan akan lahan. Alih fungsi hutan
untuk keperluan manusia menjadi tidak terhindarkan. Kehilangan habitat alaminya
menimbulkan potensi konflik antara manusia dengan harimau sumatera. Konflik
antara manusia-harimau merugikan kedua belah pihak yaitu manusia yang rugi
karena kehilangan hewan ternak bahkan nyawa sedangkan harimau rugi karena
akan menjadi sasaran balas dendam manusia yang marah dan ingin membunuhnya.
Sementara itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Provinsi Sumatera Barat
tercatat 26 kasus konflik harimau dengan manusia, sebanyak 16 kasus
menghilangkan nyawa manusia dan sisanya memangsa ternak masyarakat
(Kompas, 2008). Lebih jauh Nythus and Tilson (2004) mencatat berturut-turut
terdapat sebanyak 48, 36, dan 34 kali konflik antara manusia dan harimau sumatera
di Propinsi Sumatera Barat, Riau, dan Aceh selama periode 1978 – 1997. Dalam
kurun waktu tersebut tercatat sebanyak 146 orang meninggal dunia, 30 orang luka-
luka, dan 870 ekor ternak terbunuh. Hasil kajian lain yang dilakukan TRAFFIC
mengungkapkan setidaknya 35 ekor harimau sumatera telah terbunuh akibat
konflik antara harimau dan manusia selama kurun waktu dua tahun.

10
Gambar 3. Frekuensi konflik antara harimau sumatera dan manusia di berbagai daerah.

D. Kemiskinan
Kemiskinan masyarakat di sekitar hutan telah mendorong terjadinya perambahan
dan perusakan hutan berupa pembukaan hutan untuk keperluan pemukiman, perladangan,
dan perkebunan. Kerusakan dan fragmentasi hutan yang merupakan habitat harimau akan
mengakibatkan gangguan terhadap kelestarian harimau. Selain itu masyarakat juga
menggantungkan hidup pada sumberdaya hutan. Secara tradisional masyarakat memburu
satwa yang merupakan mangsa harimau untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Kemiskinan mendorong masyarakat memburu satwa liar untuk kebutuhan makannya dan
juga untuk dijual. Perburuan satwa liar yang merupakan mangsa harimau sumatera sangat
berpengaruh terhadap kelestarian harimau sumatera. Karena harimau sumatera sangat
tergantung dengan kelimpahan mangsanya.

Catatan Badan Pusat Statistik (2006) mengindikasikan pendapatan masyarakat


sekitar hutan di Sumatera sekitar Rp 300.000,- – Rp 400.000,- per kepala keluarga per
bulan. Angka ini jauh di bawah upah minimum buruh di setiap provinsi di Indonesia.
Perburuan satwa mangsa harimau oleh masyarakat tersebut sangat berpengaruh pada
kelestarian harimau sumatera, karena sebagai pemangsa keberadaan mereka sangat
tergantung pada kelimpahan satwa mangsanya. Ironisnya, perburuan satwa mangsa
harimau di Sumatera dapat dilakukan secara terbuka dan aman karena belum mendapatkan

11
perhatian serius dari pihak yang berwenang dan kalangan penggiat konservasi harimau
sumatera. Keadaan ini diperburuk dengan rendahnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat sekitar hutan terhadap pentingnya melestarikan sumberdaya alam bagi
kehidupan. Banyak masyarakat sekitar hutan yang melakukan penebangan liar dan
pembukaan hutan untuk perkebunan dan perladangan, yang pada akhirnya mengakibatkan
kerusakan dan fragmentasi habitat harimau sumatera serta menurunnya kualitas ekosistem
hutan.

2.3 Upaya Konservasi Harimau Sumatera

Payung hukum kegiatan konservasi di Indonesia telah tertuang dan dilindungi


dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Konservasi harimau sumatera awalnya
bernama Sumatera Tiger Project (STP) tleah dimulai tahun 1995 di Taman Nasional Way
Kambas Propinsi Lampung. Upaya konservasi harimau sumatera sebenarnya bukan semata
hanya bertujuan untuk menjaga kelestarian harimau sumatera saja, tetapi juga melindungi
spesies lainnya. Karena harimau sumatera merupakan spesies payung (umbrella spesies)
yang artinya dengan melindungi spesies ini secara tidak langsung juga melindungi spesies
lainnya yang hidup di habitat yang sama.

Upaya konservasi harimau sumatera bertujuan untuk mempertahankan kelestarian


harimau untuk mempertahankan kelestarian harimau sumatera. Beberapa upaya tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Memulihkan dan meningkatkan populasi harimau sumatera beserta bentang


alamnya pulih. Upaya konservasi in-situ merupakan program utama konservasi
harimau sumatera dengan memulihkan populasi harimau dan habitat alaminya.
Beberapa kegiatan yang dilakukan anatara lain adalah :
 Membangun dan meningkatkan koneksitas anatara habitat-habitat utama
harimau sumatera melalui pengembangan koridor dalam rangka memperluas
daerah bagi harimau sumtera untuk menjelajah. Karena harimau sumatera
memerlukan teritori (wilayah) yang luas untuk mendapatkan mangsa yang
cukup. Semua potensi habitat dan sebaran harimau sumatera perlu dimasukkan
sebagai bahan pertimbangan utama dalam proses perencanaan zonasi taman
nasional (Lubis, 2009).

12
 Membina kekayaan genetic unit-unit populasi harimau sumatera, terutama pada
habitat yang kritis untuk menghindari erosi ragam genetik melalui
pengembangan restocking populasi dan translokasi.
 Mengembangkan upaya pengelolaan mitigasi konflik untuk menyelamatkan
harimau yang bermasalah dengan relokasi, translokasi, dan penetapan Kawasan
pelepasliaran alami.
 Meingkatkan program pemantauan terhadap populasi, ekologi, dan habitat
harimau sumatera dengan memperkuat dasar hukum dan kapasitas aparatur
yang berwenang. Indikator keberhasilan dalam kegiatan ini adalah ukuran
populasi secara biologis dan ekologis harimau sumatera dalam jumlah ideal dan
habitat serta daerah jelajah harimau sumatera tidak berkurang bahkan
diharapkan dapat bertambah.
2. Meningkatkan infrasruktur dan kapasitas instansi terkait dalam pemantauan dan
evaluasi terhadap upaya konservasi harimau sumatera dan satwa mangsanya.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
 Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dengan melaksanakan berbagai
program peningkatan kapasitas tim konservasi harimau sumatera baik yang
dikelola oleh pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat.
 Memperkuat infrastruktur instansi yang melakukan pelaksanaan dan
pemantauan konservasi harimau. Selain itu juga dilakukan penyusunan rencana
pengelolaan konservasi pada setiap bentang alam harimau sumatera sesuai
dengan karakteristik dan potensi di lapangan.
 Mengembangkan pusat informasi terpadu tentang konservasi harimau sumatera
yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat.

Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah terlaksananya pemantauan kinerja


konservasi harimau sumatera secara efektif oleh Kementrian Kehutanan selaku
penanggung jawab utama besertamitra kerjanya.

3. Membangun jejaring kerja dan infrastrujtur komunikasi dan menciptakan kelompok


masyarakat yang peduli dan bertanggung jawab terhadap kelestarian hariamau
sumatera. Konservasi harimau sumatera adalah tanggung jawab semua pihak. Oleh

13
karena itu harus dijalin jejaring kerja dan komunikasi yang baik diantara semua
pihak. Kegiatan yang dilakukan adalah:
- Membangun jaringan komunikasi dan kemintraan untuk meningkatkan
kerjasama konservasi di semua tingkatan baik local, nasional, maupun
internasional.
- Mengembangkan pengawasan terpadu dan intensif antara pemerintah,
Lembaga non-pemerintah, dan masyarakat terhadap kegiatan konservasi. Selain
itu juga dilakukan Pendidikan dan pemyadartahuan masyarakat secara terpadu
dan berkesinambungan tentang pentingnya konservasi harimau sumatera.
- Membangun mekanisme pendanaan yang berkelanjutan dalam mendukung
kegiatan konservasi harimau sumatera.

Indikator keberhasilannya dalam kegiatan ini adalah terbangunnya komunitas


konservasi harimau sumatera di Indonesia yang berjalan dengan baik dan dapat
berafiliasi dan membangun jaringan (network) dengan jaringan konservasi harimau
internasional.

4. Membangun program konsevasi ex-situ yang bermanfaat dan selaras dengan upaya
kelestarian harimau sumatera di alam. Konservasi ex-situ merupakan salah satu
alternative untuk menjaga kelestarian harimau sumatera. Saat ini terdapat 371 ekor
harimau sumatera di penangkaran baik di dalam maupun di luar negeri (Dephut,
2007). Nmaun diperlukan regulasi yang mengatur pemanfaatan hasil penangkaran
harimau sumatera. Perlu dirumuskan standar-standar konservasi ex-situ agar sesuai
dengan standar etika dan kesejahteraan bagi harimau sumatera. Selain itu kajian
skema conservation/ breeding loan dapat dikembangkan dan reintroduksi harimau
sumatera dapat dilaksanakan dengan efektif.
Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah konservasi harimau sumatera di luar
Kawasan konservasi mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak dan program
konservasi ex-situ harimau sumatera dapat mendukung konservasi insitu secara
efeftif.

14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia sebagai mandate cultural haruslah memelihara bumi dan menfaatkan bumi
dan sumberdaya serta daya dukungnya secara bertanggung jawab. Terancamnya
kelestarian harimau sumatera tidak lepas dari tindakan manusia yang tidak bertanggung
jawab. Oleh karena itu upaya konservasi harimau sumatera mendesak utuk segera
dilakukan dengan konsisten dan didukung seluruh stake holder dengan merasa
memiliki dan membantu upaya pelaksanaan konservasi.

3.2 Saran
- Memanfaatkan alam semaksimal mungkin untuk kehidupan yang lebih baik
- Lingkungan akan seimbang jika dinamika rantai makanan, jarring-jaring dan
piramida makanannya terjaga dengan baik dan tidak ada rantai yang hilang atau
punah. Oleh karena itu kita sebagai makhluk hidup yang sempurna hendaknya peduli
terhadap lingkungan sekitar dan menjaga ekosistem alam yang ada agar tetap terjaga
kelestarian dan keseimbangannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ganesa, Ari, and Aunurohim Aunurohim. "Perilaku Harian Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae) dalam konservasi ex-situ Kebun Binatang Surabaya." Jurnal Sains
dan Seni ITS 1.1 (2012): E48-E53.
Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatra
(Panthera tigris sumatrae) 2010 – 2017. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Direktorat Perlidungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1994. Strategi Konservasi Harimau
Sumatera. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Eyes on the Forest. 2008. Laporan Investigasi Eyes on The Forest: Asian Pulp & Paper
Mengancam Hutan Senepis, Habitat Harimau Sumatra, serta Iklim Global.
www.eyesontheforest.or.id (Diakses 02 Juni 2010).
Lubis, A.F. 2009. Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai
Salah Satu Pertimbangan Dalam Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Batang
Gadis Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Tesis Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera.
Lynam, A.J., T. Palasuwan, J. Ray, and S. Galster. 2000. Tiger Survey Techniques and
Conservation Handbook. Wildlife Conservation Society-Thailand Program.
Bangkok.
Mills, J. A., and P. Jackson. 1994. Killed for a Cure: A Review of the Worldwide Trade in
Tiger Bone. TRAFFIC International.Cambridge, UK.

16

Anda mungkin juga menyukai