Anda di halaman 1dari 4

Harimau sumatra adalah populasi Panthera tigris sondaica[2] yang mendiami pulau

Sumatra, Indonesia dan satu-satunya anggota subspesies harimau sunda yang masih bertahan
hidup hingga saat ini. Ia termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah
(critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga
Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di
Pegunungan Bukit Barisan jama sejarah taman-taman nasional di Sumatra jaman pra-sejarah.
Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan
bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.[3]

Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan
tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor
harimau sumatra terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.

Pada tahun 2017, Satuan Tugas Klasifikasi Kucing dari Cat Specialist Group merevisi
taksonomi kucing sehingga populasi harimau yang hidup dan punah di Indonesia sekarang
digolongkan sebagai P. t. sondaica.[2]

Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal
sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang
lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener, “The Natural History of
Wild Cats”). Harimau kemudian berkembang di kawasan timur Asia di Tiongkok dan Siberia
sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat
daya menjadi harimau kaspia. Sebagian lagi bergerak dari Asia Tengah ke arah kawasan
pergunungan barat, dan seterusnya ke Asia Tenggara dan Kepulauan Sunda, sebagiannya lagi
terus bergerak ke barat hingga ke IndiaHarimau sumatra merupakan harimau yang memiliki
ukuran terkecil.[4] Harimau sumatra mempunyai warna paling gelap di antara semua
subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat dan juga
berhimpitan. Harimau sumatra jantan dewasa memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala
ke kaki atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau
sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dapat mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata
memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang
harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau sumatra
merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan
hingga jingga tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan
subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi
rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat.
Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut
lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.[butuh rujukan]

Habitat

Harimau sumatra pada tahun 1926.


Harimau sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing besar ini mampu hidup di
manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat
yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan
sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih
kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau sumatra
mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan
dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk
lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan
pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau
terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan sering kali mereka
dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan
yang tanpa sengaja dengan manusia.[butuh rujukan]

Makanan
Makanan harimau sumatra tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah mangsanya.
Sebagai pemangsa utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan populasi mangsa
liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi
yang mereka makan dapat terjaga. Mereka memiliki indra pendengaran dan penglihatan yang
sangat tajam, yang membuatnya menjadi pemburu yang sangat efisien. Harimau Sumatra
merupakan hewan soliter, dan mereka berburu pada malam hari, mengintai mangsanya
dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Mereka memakan apa pun
yang dapat ditangkap, umumnya babi hutan dan rusa, dan kadang-kadang unggas atau ikan.
Orangutan juga dapat jadi mangsa, akan tetapi mereka jarang menghabiskan waktu di
permukaan tanah, sehingga jarang ditangkap harimau. Harimau sumatra juga gemar makan
durian.

Dalam keadaan tertentu harimau sumatra juga memangsa berbagai alternatif mangsa seperti
kijang (Muntiacus muntjac), kancil (Tragulus sp), beruk (Macaca nemestrina), landak
(Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanica), beruang madu (Helarctos malayanus), dan
kuau raja (Argusianus argus).[5]

Harimau sumatra juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu mangsa. Luas
kawasan perburuan harimau sumatra tidak diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan bahwa
4-5 ekor harimau sumatra dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas 100 kilometer di
kawasan dataran rendah dengan jumlah hewan buruan yang optimal (tidak diburu oleh
manusia).

Perkembangbiakan
Harimau sumatra dapat berbiak kapan saja. Masa kehamilan adalah sekitar 103 hari. Biasanya
harimau betina melahirkan 2 atau 3 ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak 6 ekor.
Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh, meskipun anak harimau di kebun
binatang ada yang tercatat lahir dengan mata terbuka. Anak harimau hanya minum air susu
induknya selama 8 minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat,
namun mereka masih menyusu selama 5 atau 6 bulan. Anak harimau pertama kali
meninggalkan sarang pada umur 2 minggu, dan belajar berburu pada umur 6 bulan. Mereka
dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur 2 tahun anak harimau dapat
berdiri sendiri. Harimau sumatra dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20 tahun
dalam kurungan.

Ancaman

Seorang pria berpose bersama seekor harimau sumatra yang telah ditembak mati (foto antara
1890-1900).

Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Penemuan
tentang perdagangan harimau tersebut tercermin dalam survei Profauna Indonesia yang
didukung oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW) pada bulan Juli - Oktober
2008. Selama 4 bulan tersebut Profauna mengunjungi 21 kota/lokasi yang ada di Sumatra dan
Jakarta.

Dari 21 kota yang dikunjungi Profauna, 10 kota di antaranya ditemukan adanya perdagangan
bagian tubuh harimau (48 %). Bagian tubuh harimau yang diperdagangkan meliputi kulit,
kumis, cakar, ataupun opsetan utuh.

Harga bagian tubuh harimau yang dijual itu bervariasi. Untuk yang utuh dijual seharga Rp. 5
juta per lembar sampai dengan 25 juta per lembar. Sedangkan taring harimau ditawarkan
seharga Rp. 400.000 hingga Rp. 1,1 juta.

Kebanyakan bagian tubuh harimau tersebut dijual di toko seni, penjual batu mulia, dan
penjual obat tradisional. Untuk perdagangan bagian tubuh harimau paling banyak terjadi di
Lampung.

Deforestasi dan degradasi hutan di Pulau Sumatra yang sangat besar akan mengancam
terhadap keanekaragaman hayati yang ada. Deforestasi dan degradasi akan menyebabkan
hilangnya hutan atau terpotong-potongnya hutan menjadi bagian-bagian kecil dan terpisah.
Alih fungsi hutan banyak digunakan untuk perkebunan, hutan tanaman industri, pemukiman,
industri, dll. Investigasi Eyes on the Forest (2008) melaporkan bahwa pembuatan jalan
logging oleh Asia Pulp & Paper (APP) sepanjang 45 km yang membelah hutan gambut di
Senepis Propinsi Riau mengakibatkan penyusutan luas hutan dan memicu peningkatan
konflik manusia-harimau di kawasan tersebut. Perusakan habitat dan perburuan hewan
mangsa telah diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan turunnya jumlah harimau
secara dramatis di Asia[6]

Keberadaan harimau sumatra saat ini menjadi sebuah polemik tersendiri karena
mengakibatkan konflik antara manusia dan harimau. Rusaknya habitat alami harimau sumatra
mengakibatkan satwa ini tersingkir dari habitat alaminya, sehingga menimbulkan gangguan
terhadap manusia. Serangan harimau sumatra terhadap manusia dan hewan ternak telah
sering terjadi. Serangan harimau sumatra yang menewaskan 3 ekor ternak sapi terjadi di Desa
Talang Kebun Kecamatan Lubuk Sandi Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu.[7] Sementara
itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Popinsi Sumatra Barat tercatat 26 kasus konflik
harimau dengan manusia, sebanyak 16 kasus menghilangkan nyawa manusia dan sisanya
memangsa ternak masyarakat.[8]

Masih maraknya perdagangan bagian tubuh harimau tersebut sudah dilaporkan Profauna ke
Departemen Kehutanan melalui Dirjen PHKA pada bulan April 2009, dengan harapan
pemerintah bisa mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatas

Anda mungkin juga menyukai