KELAS : VI
NO : 08
Harimau sumatra
Harimau sumatra (bahasa Latin: Panthera tigris sondaica[2]) adalah subspesies harimau yang
habitat aslinya di pulau Sumatra, dan merupakan satu dari enam subspesies harimau yang
masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam
punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga
Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup
di taman-taman nasional di Sumatra. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda
genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi
spesies terpisah, bila berhasil lestari.[3]
Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan
tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor
harimau sumatra terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.
Pada tahun 2017, Satuan Tugas Klasifikasi Kucing dari Cat Specialist Group merevisi taksonomi
kucing sehingga populasi harimau yang hidup dan punah di Indonesia sekarang digolongkan
sebagai P. t. sondaica[2]
Ciri-ciri
Harimau sumatra adalah subspesies harimau terkecil.[4] Harimau sumatra mempunyai warna
paling gelap di antara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan
jaraknya rapat kadang kala dempet. Harimau sumatra jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci
dari kepala ke kaki atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound
atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai 60 cm. Betinanya rata-
rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang
harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau sumatra
merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga
jingga tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies
lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba.
Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau
ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat
berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
Habitat
Harimau sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing besar ini mampu hidup di
manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat
yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan
sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang
250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau sumatra mengalami
ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah,
lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian
dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan
jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki
wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena
tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan
manusia.
Jumlah Populasi
"Pelestarian satwa dapat berhasil apabila semua pihak bekerja sama. Data dari PVA
harimau sumatera menunjukkan populasi harimau sumatera di habitat alaminya tersisa 603
individu," kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), KLHK,
Wiratno kepada wartawan, Senin (29/7/2019).
Penyebab Kelangkaan
Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Penemuan
tentang perdagangan harimau tersebut tercermin dalam survei Profauna Indonesia yang
didukung oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW) pada bulan Juli - Oktober 2008.
Selama 4 bulan tersebut Profauna mengunjungi 21 kota/lokasi yang ada di Sumatra dan Jakarta.
Dari 21 kota yang dikunjungi Profauna, 10 kota di antaranya ditemukan adanya perdagangan
bagian tubuh harimau (48 %). Bagian tubuh harimau yang diperdagangkan meliputi kulit, kumis,
cakar, ataupun opsetan utuh.
Harga bagian tubuh harimau yang dijual itu bervariasi. Untuk yang utuh dijual seharga Rp. 5 juta
per lembar sampai dengan 25 juta per lembar. Sedangkan taring harimau ditawarkan seharga
Rp. 400.000 hingga Rp. 1,1 juta.
Kebanyakan bagian tubuh harimau tersebut dijual di toko seni, penjual batu mulia, dan penjual
obat tradisional. Untuk perdagangan bagian tubuh harimau paling banyak terjadi di Lampung.
Deforestasi dan degradasi hutan di Pulau Sumatra yang sangat besar akan mengancam
terhadap keanekaragaman hayati yang ada. Deforestasi dan degradasi akan menyebabkan
hilangnya hutan atau terpotong-potongnya hutan menjadi bagian-bagian kecil dan terpisah. Alih
fungsi hutan banyak digunakan untuk perkebunan, hutan tanaman industri, pemukiman, industri,
dll. Investigasi Eyes on the Forest (2008) melaporkan bahwa pembuatan jalan logging oleh Asia
Pulp & Paper (APP) sepanjang 45 km yang membelah hutan gambut di Senepis Propinsi Riau
mengakibatkan penyusutan luas hutan dan memicu peningkatan konflik manusia-harimau di
kawasan tersebut. Perusakan habitat dan perburuan hewan mangsa telah diketahui sebagai
faktor utama yang menyebabkan turunnya jumlah harimau secara dramatis di Asia[6]
Keberadaan harimau sumatra saat ini menjadi sebuah polemik tersendiri karena mengakibatkan
konflik antara manusia dan harimau. Rusaknya habitat alami harimau sumatra mengakibatkan
satwa ini tersingkir dari habitat alaminya, sehingga menimbulkan gangguan terhadap manusia.
Serangan harimau sumatra terhadap manusia dan hewan ternak telah sering terjadi. Serangan
harimau sumatra yang menewaskan 3 ekor ternak sapi terjadi di Desa Talang Kebun Kecamatan
Lubuk Sandi Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu[7]. Sementara itu dalam kurun waktu dua
tahun terakhir di Popinsi Sumatra Barat tercatat 26 kasus konflik harimau dengan manusia,
sebanyak 16 kasus menghilangkan nyawa manusia dan sisanya memangsa ternak
masyarakat.[8]
Masih maraknya perdagangan bagian tubuh harimau tersebut sudah dilaporkan Profauna
ke Departemen Kehutanan melalui Dirjen PHKA pada bulan April 2009, dengan harapan
pemerintah bisa mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi perdagangan satwa langka
yang dilindungi tersebut. Beberapa tindakan nyata telah diambil pemerintah untuk memerangi
perdagangan bagian tubuh harimau di Jakarta.
Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah daerah untuk Melindungi Kelestariannya
WWF Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, industri yang mengancam
habitat harimau, organisasi konservasi lainnya serta masyarakat lokal untuk
menyelamatkan Harimau Sumatera dari kepunahan. Pada tahun 2004, Pemerintah
Indonesia mendeklarasikan kawasan penting, Tesso Nilo, sebagai Taman Nasional
untuk memastikan masa depan yang aman bagi keberadaan Harimau Sumatera. Tahun
2010, pada KTT Harimau di St. Petersburg, Indonesia dan 12 negara lainnya yang
melindungi harimau berkomitmen dalam sebuah tujuan konservasi spesies ambisius dan
visioner yang pernah dibuat: TX2 – untuk menambah kelipatan jumlah harimau sampai
pada akhir tahun 2022, tahun Harimau selanjutnya.
WWF saat ini tengah melakukan terobosan penelitian tentang Harimau Sumatera di
Sumatera Tengah, menggunakan perangkap kamera untuk memperkirakan jumlah
populasi, habitat dan distribusi untuk mengidentifikasi koridor satwa liar yang
membutuhkan perlindungan. WWF juga menurunkan tim patroli anti-perburuan dan unit
yang bekerja untuk mengurangi konflik manusia-harimau di masyarakat lokal.