Anda di halaman 1dari 5

HARIMAU SUMATRA & UPAYA PELESTARIAN

Harimau Sumatera, atau Panthera tigris sumatrae, merupakan satu dari enam sub-spesies


harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Namun, kini keberadaannya sedang di
ambang kepunahan.
Sebagai predator utama dalam rantai makanan, tentu menurunnya populasi harimau Sumatera
akan berpengaruh pada keseimbangan ekosistem hutan. Pada tahun 1970-an jumlah harimau
Sumatera mencapai 1.000 ekor, namun sekarang jumlahnya menurun hingga di angka 350
ekor saja di luar sana.
Banyak faktor memang yang menyebabkan kepunahan harimau Sumatera ini, seperti
hilangnya habitat hidup karena pembukaan lahan oleh manusia hingga aksi perburuan
harimau sumatera yang menggunakan jerat harimau hingga senapan api.
Keberadaan harimau sumatera kini harus menjadi perhatian penuh bukan hanya pemerintah
tetapi juga masyarakat Indonesia khusunya saudara kita di Sumatera. Harimau Sumatera
memiliki nilai budaya yang tinggi bagi warga Sumatera, baik sebagai inspirasi seni bela diri
maupun sebagai maskot. Jangan sampai nasibnya sama dengan harimau Jawa dan Bali yang
kini sudah dinyatakan punah.
Ciri-ciri
Harimau sumatra merupakan harimau yang memiliki ukuran terkecil.[4] Harimau
sumatra mempunyai warna paling gelap di antara semua subspesies harimau lainnya, pola
hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat dan juga berhimpitan. Harimau sumatra jantan
dewasa memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke kaki atau sekitar 250 cm panjang
dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari
jantan dapat mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198
cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau sumatra lebih tipis daripada
subspesies harimau lain. Warna kulit harimau sumatra merupakan yang paling gelap dari
seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga jingga tua. Subspesies ini juga
punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau
jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-
sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui
menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang.
Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
Habitat
Harimau sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing besar ini mampu hidup di
manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat
yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan
sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih
kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau sumatra
mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan
dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk
lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan
pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau
terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan sering kali mereka
dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan
yang tanpa sengaja dengan manusia.[butuh rujukan]
Makanan
Makanan harimau sumatra tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah
mangsanya. Sebagai pemangsa utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan
populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara
mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga. Mereka memiliki indra pendengaran
dan penglihatan yang sangat tajam, yang membuatnya menjadi pemburu yang sangat efisien.
Harimau Sumatra merupakan hewan soliter, dan mereka berburu pada malam hari, mengintai
mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Mereka memakan
apa pun yang dapat ditangkap, umumnya babi hutan dan rusa, dan kadang-kadang unggas
atau ikan. Orangutan juga dapat jadi mangsa, akan tetapi mereka jarang menghabiskan waktu
di permukaan tanah, sehingga jarang ditangkap harimau. Harimau sumatra juga gemar makan
durian.
Dalam keadaan tertentu harimau sumatra juga memangsa berbagai alternatif mangsa
seperti kijang (Muntiacus muntjac), kancil (Tragulus sp), beruk (Macaca nemestrina), landak
(Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanica), beruang madu (Helarctos malayanus), dan
kuau raja (Argusianus argus).
Harimau sumatra juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu
mangsa. Luas kawasan perburuan harimau sumatra tidak diketahui dengan tepat, tetapi
diperkirakan bahwa 4-5 ekor harimau sumatra dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas
100 kilometer di kawasan dataran rendah dengan jumlah hewan buruan yang optimal (tidak
diburu oleh manusia).

Perkembangbiakan
Harimau sumatra dapat berbiak kapan saja. Masa kehamilan adalah sekitar 103 hari.
Biasanya harimau betina melahirkan 2 atau 3 ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak
6 ekor. Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh, meskipun anak harimau di
kebun binatang ada yang tercatat lahir dengan mata terbuka. Anak harimau hanya minum air
susu induknya selama 8 minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat,
namun mereka masih menyusu selama 5 atau 6 bulan. Anak harimau pertama kali
meninggalkan sarang pada umur 2 minggu, dan belajar berburu pada umur 6 bulan. Mereka
dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur 2 tahun anak harimau dapat
berdiri sendiri. Harimau sumatra dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20 tahun
dalam kurungan.

Seberapa Buruk Kehilangan Habitat di Lanskap Konservasi Harimau di


Sumatera?
Sebuah penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh para peneliti dari Universitas
Minnesota, RESOLVE, Universitas Stanford, Smithsonian, Universitas Maryland, dan World
Resources Institute (WRI) menunjukkan bahwa harimau dapat diselamatkan dari ambang
kepunahan selama lanskap yang tersisa dipantau dan dilindungi secara efektif. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kurang dari 8 persen dari total 76 Lanskap Konservasi Harimau
(mencakup wilayah seluas hampir 79,600 km2) hilang antara 2001-2014. Kehilangan ini
lebih rendah dari yang diantisipasi, mengingat habitat harimau yang secara umum tersebar di
wilayah perekonomian yang berkembang dengan cepat. Berita menggembirakan lainnya
adalah bahwa koridor Khata di Lanskap Terai Arc di Nepal, yang menghubungkan Taman
Nasional Bardia di Nepal dan Cagar Alam Harimau Katerniaghat di India, mengalami
peningkatan tutupan pohon sebesar 2.7 persen dari luas total wilayahnya dalam 14 tahun
terakhir, yang kemungkinan telah berdampak pada munculnya 32 harimau antara 2009 dan
2013 di Bardia. Nepal dan India secara umum juga mengalami peningkatan populasi harimau
sebesar 61 dan 31 persen pada 2001-2014 berkat program kehutanan berbasis masyarakat dan
upaya anti perburuan.
Sayangnya, hasil penelitian tersebut untuk wilayah Asia Tenggara berbeda dari Nepal
dan India. Sebagian besar (98 persen) kehilangan habitat harimau terjadi hanya di 10 Lanskap
Konservasi Harimau di Indonesia dan Malaysia. Analisis terhadap data Global Forest Watch
menunjukkan bahwa enam Lanskap Konservasi Harimau prioritas di Sumatera telah
kehilangan 12.5 persen hutannya dalam 14 tahun terakhir. Kampar-Kerumutan mengalami
kehilangan tutupan pohon tertinggi, yaitu seluas 3389.5 km2 (34 persen dari total luas
wilayahnya), diikuti dengan Bukit Tigapuluh dengan kehilangan tutupan pohon seluas
2983.21 km2 (42 persen dari total luas wilayahnya), dan Kerinci Seblat dengan kehilangan
tutupan pohon seluas 2361.60 km2 (8.35 persen dari total luas wilayahnya). Walaupun
demikian, Bukit Balai Rejang Selatan, Bukit Barisan Selatan, dan Leuser mengalami
kehilangan tutupan pohon kurang dari 270 km2 (kurang dari 9 persen total wilayah), dan
Leuser hanya mengalami kehilangan tutupan pohon seluas 0.09 persen dari total luas
wilayahnya. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga lanskap harimau tersebut masih relatif utuh
dan masih ada harapan untuk melindungi habitat harimau Sumatera yang tersisa.
Analisis kami juga menunjukkan bahwa lebih dari 12,000 km2 konsesi kelapa sawit
dan hutan tanaman industri (HTI) berada di dalam Lanskap Konservasi Harimau di Sumatera,
yaitu seluas 16 persen dari total wilayah Lanskap Konservasi Harimau yang diamati. Hal ini
menunjukkan bahwa konversi hutan alami menjadi perkebunan telah menjadi pemicu utama
kehilangan habitat harimau di Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bahwa tiga
Lanskap Konservasi Harimau yang mengalami kehilangan tutupan pohon terluas juga banyak
mengalami tumpang tindih dengan konsesi kelapa sawit dan HTI. Wilayah konsesi tersebut
tumpang tindih dengan 48 persen lanskap Kampar Kerumutan, 42 persen lanskap Bukit
Tigapuluh, dan 13.5 persen lanskap Kerinci Seblat.
Bagaimana Kita Dapat Menyelamatkan Habitat Harimau di Sumatera?
Kita tidak dapat lagi membiarkan punahnya harimau Sumatera. Banyak riset
menemukan bahwa kehilangan habitat, perburuan terhadap mangsa harimau, dan perburuan
harimau adalah tiga ancaman utama terhadap populasi harimau di Sumatera. Analisis kami
menyoroti ancaman dari perkebunan kelapa sawit dan HTI terhadap Lanskap Konservasi
Harimau di Indonesia, yang sebagian besar telah ditetapkan sebagai taman nasional atau
suaka margasatwa. Oleh karena itu, penetapan habitat harimau menjadi kawasan konservasi
saja tidaklah cukup. Dibutuhkan upaya kolaboratif untuk memastikan bahwa habitat spesies
ikonis ini dapat tetap dilindungi dan dilestarikan.
Untuk melindungi habitat harimau Sumatera yang tersisa, diperlukan pemantauan
secara terus menerus. Data berbasis satelit untuk memantau perubahan hutan hampir seketika
seperti Global Forest Watch akan berguna untuk mendeteksi gangguan atau pengubahan
Lanskap Konservasi Harimau untuk peruntukan lahan lainnya. Di lapangan, keterlibatan
masyarakat setempat untuk melindungi habitat harimau dan memerangi perburuan liar sangat
krusial. Pemerintah perlu mengintegasikan pengelolaan Lanskap Konservasi Harimau dengan
perencanaan tata guna lahan wilayah di sekitarnya, termasuk mengatasi berbagai tantangan
yang berkaitan dengan pertumbuhan populasi manusia. Terakhir, merestorasi wilayah yang
terdegradasi atau terdeforestasi di dalam Lanskap Konservasi Harimau sangat penting.
Pelajaran dari Nepal, yang berhasil meningkatkan jumlah harimau dengan melindungi dan
memperluas tutupan pohon dalam Lanskap Konservasi Harimau, memberikan kita secercah
harapan.

Upaya Pelestarian

Harimau sumatra berada di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra di Dharmasraya,


Sumatra Barat, Indonesia

Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia adalah perbuatan kriminal, karena


melanggar Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya. Berdasarkan pasal 21 dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990
poin (d) bahwa "setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki,
kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat
dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam atau di luar Indonesia". Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat
dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimum
100 juta.

Memulihkan dan meningkatkan populasi harimau sumatra beserta bentang alamnya


pulih. Upaya konservasi in-situ merupakan program utama konservasi harimau sumatra
dengan memulihkan populasi harimau dan habitat alaminya. Beberapa kegiatan yang
dilakukan antara lain adalah:

1. Membangun jaringan komunikasi dan kemitraan untuk meningkatkan kerjasama


konservasi di semua tingkatan baik lokal, nasional, maupun internasional.
Mengembangkan pengawasan terpadu dan intensif antara pemerintah, lembaga non
pemerintah, dan masyarakat terhadap kegiatan konservasi. Selain itu juga dilakukan
pendidikan dan penyadartahuan masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan
tentang pentingnya konservasi harimau sumatra. Membangun mekanisme pendanaan
yang berkelanjutan dalam mendukung kegiatan konservasi harimau sumatra.
2. Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dengan melaksanakan berbagai
program peningkatan kapasitas tim konservasi harimau sumatra baik yang dikelola
oleh pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat. Memperkuat
infrastrukur instansi yang melakukan pelaksanaan dan pemantauan konservasi
harimau. Selain itu juga dilakukan penyusunan rencana pengelolaan konservasi pada
setiap bentang alam harimau sumatra sesuai dengan karakteristik dan potensi di
lapangan. Mengembangkan pusat informasi terpadu tentang konservasi harimau
sumatra yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat.
3. Membangun dan meningkatkan koneksitas antara habitat-habitat utama harimau
sumatra melalui pengembangan koridor dalam rangka memperluas daerah bagi
harimau sumatra untuk menjelajah. Karena harimau sumatra memerlukan teritori
(wilayah) yang luas untuk mendapatkan mengsa yang cukup. Semua potensi habitat
dan sebaran harimau sumatra perlu dimasukkan sebagai bahan pertimbangan utama
dalam proses perencanaan zonasi taman nasional. Membina kekayaan genetik unit-
unit populasi harimau sumatra, terutama pada habitat yang kritis untuk menghindari
erosi ragam genetik melalui pengembangan restocking populasi dan translokasi.
Mengembangkan upaya pengelolaan mitigasi konflik untuk menyelamatkan harimau
yang bermasalah dengan relokasi, translokasi, dan penetapan kawasan pelepasliaran
alami. Meningkatkan program pemantauan terhadap populasi, ekologi, dan habitat
harimau sumatra dengan memperkuat dasar hukum dan kapasitas aparatur yang
berwenang

Anda mungkin juga menyukai