Anda di halaman 1dari 13

Subtema: Konservasi Fauna

STRATEGI KONSERVASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERAN


KOMUNIKASI DALAM PELESTARIAN ORANG UTAN DI INDONESIA

Nama Penulis (Contoh: Ali Zaman)

Perguruan Tinggi (Contoh: Universitas Negeri Semarang)

Alamat E-mail (Contoh: sudahtahu@gmail.com)

No HP (Contoh 0856789012345)

Abstrak

Keberadaan orang utan yang semakin terancam di habitat aslinya harus di perhatikan semua orang baik
pemerintah yang menjadi andalan negara maupun masyarakat indoneisa itu sendiri. Kondisi itu sendiri dapat
kita lihat dari keberadaan orang utan yang mulai langka dan juga keberadaan orang utan di lokasi-lokasi
yang tidak seharusnya mereka berada hal itu dikarenakan habitat asli orang utan telah dirampah oleh manusia
sehingga konservasi orang utan sangat dibutuhkan dan dalam hal ini peran pemerintah dalam membuat
kebijakan sangat berperan penting sehingga pengelolaan konservasi bisa dijalankan dengan baik tidak hanya
kebijakan pemerintah namun peran komunikasi juga sangat di perlukan dimana dengan melkukan kampanye
pentingnya konservasi orang utan atau pentingnya menjaga kelestarian dan habitat orang utan peran
komunikasi tersebut dibuat dengan berdasarkan identifikasi khalayak sasaran terhadap masyarakat dan
berupa informasi tentang orang utan dan kondisi orang utan di Indonesia pada saat ini.

Key word: konservasi orang utan, ebijakan pemerintah, komunikasi


Subbab 1

Indonesia memiliki kawasan hutan hujan tropis terbesar ketiga setelah Brazil dan Kongo, serta memiliki nilai
biodiversity yang tinggi setelah Brazil Keanekaragaman hayati dan ekosistemnya merupakan salah satu
bagian yang terpenting dari sumber daya alam dan mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk
di lingkungan hidup. Hilangnya habitat merupakan sebuah ancaman nomor satu terhadap menurunnya satwa
liar di indoneisa, salah satu ancamannya yaitu perburuan dan perdagangan satwa ilegal.

Orang utan, salah satu satwa liar dilindungi di Indonesia yang statusnya saat ini terancam punah.Habitat
orangutan di Indonesia hanya ada di pulau Sumatera (Pongo abelii) dan Kalimantan (Pongo pygmaeus).
Orangutan merupakan hal yang penting dalam siklus ekosistem dimana peranannya di alam sebagai
stabilitator bagi regenerasi hutan. Oleh karena itu mempunyai peran penting terhadap regenerasi hutan orang
utan di sebut sebagai umbrella spesies.

Orangutan memiliki kesamaan DNA sebesar 97% dengan manusia serta memiliki karakteristik yang
menyerupai manusia.Selain itu saat ini habitat orangutan hanya bisa ditemui di pulau Sumatera Indonesia,
Borneo Indonesia dan sebagian kecil di Borneo Malaysia, yang membuat orangutan menjadi satwa endemik
di tempattempat tersebut yang tidak bisa ditemui di habitat lainnya. Keunikan tersebut yang mendorong
adanya permintaan orangutan untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan ataupun sirkus.

Populasi orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) semakin menurun akibat
tingginya kerusakan habitat yang disebabkan oleh aktivitas manusia (Santosa et al.2012).
Keberadaan habitat sangat penting sebagai penunjang kelangsungan hidup satwa, termasuk orangutan.
Salah satu habitat orangutan kalimantan yaitu Suaka Margasatwa (SM) Lamandau. Ancaman
habitat yang terjadi di SM Lamandau diantaranya kebakaran hutan, pembukaan lahan, dan
penebangan liar (Santoso 2010). Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Benua Asia,
dimana di Indonesia hanya terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Maple 1980). Spesies
primata ini tergolong ke dalam status endangered species (IUCN 2014). Keberadaan orangutan
kalimantan dilindungi oleh PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa di
Indonesia, namun hingga saat ini populasinya masih terancam. Kondisi tersebut diperlukan upaya
konservasi, sehingga populasi orangutan kalimantan tetap terjaga

Di dunia internasional menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) status
orangutan Kalimantan termasuk dalam kategori terancam punah (endangered) sedangkan orangutan
Sumatera termasuk kategori paling terancam punah (critically endangered). Convention on International
Trade in Endangered Species (CITES) mengatakan bahwa orang utan Indonesia termasuk kedalam status
appendix1, dimana merupakan spesies yang terancam punah bila perdagangan tidak di hentikan. Di
Indonesia orang utan merupakan satwa yang di lindungi dimana tercantum dalam Undang-Undang No.05
tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang secara tegas menyebutkan
(1) larangan menangkap (2) melukai (3) membunuh (4) menyimpan (5) memiliki (6) memelihara (7)
mengangkut (8) memindahkan (9) dan memperdagangkan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup
maupun dalam keadaan mati di dalam atau di luar wilayah Indonesia. Namun yang menjadi ancaman yaitu
kelestarian orang utan adalah hilangnya habitat asli mereka yang dikarenakan kebakaran hutan, penebangan
hutan, konversi hutan menjadi perkebunan, pertambangan, pemukiman, perburuan dan perdagangan ilegal.

Dalam jangka pendek orangutan mungkin dapat menyelamatkan diri. Namun dalam hutan yang kondisinya
yang tidak seperti semula maka orang utan akan sulit untuk bertahan hidup. Sementara orangutan lainnya
terdesak untuk bertahan hidup dengan masuk ke pemukiman penduduk yang akhirnya menyebabkan konflik
antara orangutan dan manusia.

Karena habitat mereka yang diganggu maka konservasi untuk orang utan harus dilakukan, kobservasi
merupakan sebuah upaya pelestarian lingkungan untuk mempertahankan keberadaan setiap komponen-
komponen lingkungan untuk pemamfataannya akan datang, konservasi itu sendiri merupakan upaya manusia
untuk melestarikan fauna dan flora dimana kawasan konservasi merupakan salahh satu cara yang di tempuh
untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan.

Subbab 2

Untuk mewujudkanya pelestarian salah satu hewan langka yang ada di Indonesia maka pemerintah
membuat suatu kebijakan dalam pelaksanaan konservasi orang utan dan pemerintah melalui direktorat
jendral perlindungan hutan dan konservasi alam menerbitkan suatu kebijakan yang terbentuk dalam UUD
1945 yang berisi Menekankan pada usaha perlindungan seperti perlindungan sistem penyangga, pengawetan
keanekaragaman jenis, aktivitas apa saja yang dilarang dan apa sanksi-sanksinya. UU ni juga menguraikan
kawasan suka alam serta masyarakat dan kawasan pelestarian. Penekanan lebih pada kawasan konservasi
daratan.( 1) UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya beserta
PP N0.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, tidak mengatur pengelolaan keanekaragaman
genetik, pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya dan alih fungsi , pengelolaan kawasan lindung. (2)
UU No 24/1992 Tentang Penataan Ruang beserta Keppres No 32/1990 tentang kawasan lindung,
Diperbaharui dengan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. Keppres No 32/1990 memberikan
wewenang kepada pemda untuk menetapkan kawasan lindung tetapi tidak untuk mengelolanya, mengatur
konservasi dan pemanfaatan lestari dan pembagian keuntungan yang adil dan alih teknologi .(3) UU No
5/1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity, mengatur perlindungan
pengetahuan tradisional dan keamanan hayati.(4) UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Mengatur asas dengan tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia serta hak kewajiban
dan peran masyarakat. (5) UU No 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS 2000 –
20004). Dimana hal ini mencakup rencana pengelolaan berbagai ekosistem namun tidak menyebutkan secara
spesifik dari keanekaragaman hayati.

Kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah tentang konservasi tidak hanya semata kebijkan umum namun
pemerintah juga mengeluarkan kebijakan secra sektoral yaitu: (1) UU No 41/1999 tentang Kehutanan; Sudah
diperbarui dengan Perpu No 1 tahun 2004 dan ditetapkan menjadi UU No.19 Tahun 2004 tentang kehutanan,
lebih mengatur perlindungan hutan sebagai kawasan dibandingkan sebagai ekosistem. (2) Keppres No
43/1978, Ratifikasi CITES Institusi: Dephut sebagai otoritas pengelola, LIPI sebagai otoritas ilmiah,
pembatasan, pelarangan dan pemantauan terhadap jenis flora dan fauna terutama yang terancam punah. (3)
Keppres No 48/1991 tentang Pengesahan Konvensi dan juga ketentuan tentang konservasi lahan basah
Lahan Basah (Ramsar) :Institusi : Dephut dan KLH, menentukan situs lahan basah yang mempunyai
kepentingan internasional (4) Inisiatif perumusan RUU Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetis ,
berupaya mengatur akses pada sumberdaya genetis dan pembagian keuntungan dari pemanfaatan
sumberdaya genetis (5) RUU Pembalakan Liar dan pemberantasan kejahatan kehutanan dengan peradilan
khusus serta percepatan proses penyidikan dan peradilan.

Tidak hanya itu pada lokakarya pengkajian status populasi pada tahun 2004 mengatakan bahwa gambaran
dari sebaran orang utn sumatera dan Kalimantan hanya sebanyak 61234 total populasi liar dan kondisi
penurunan populasi orang utan tersebut yaitu dimana terjadi kerusakan hutan sebagai habitat asli mereka dan
fragmentasi hutan tropis dataran rendah merupakan penyebab utama penyusutan populasi orangutan yang
sangat drastis di berbagai lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Fragmentasi hutan tersebut telah membagi
populasi orangutan di Sumatera ke dalam sebelas kantong populasi dengan ukuran yang berbeda-beda.

Dalam kasus ini pemerintah daerah atau pemda juga ikut andil dalam pelaksanaan konservasi orang utan
dimana perannya pemerintah daerah yaitu: (1) Melakukan penyuluhan dan sosialisasi pada masyarakat
tentang pemanfaatan hutan secara lestari. (2) Mengawasi peredaran kayu secara ketat dan menangkap
oknum yang terlibat dalam pembalakan dan perambahan hutan secara liar. (3)Memberikan izin Surat
Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) pada pengusaha atau masyarakat dari kawasan hutan yang status
dan pengelolaannya sudah jelas. (4) Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dengan memberikan
sumbangan bibit melalui Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Tidak hanya itu pemerintah
daerah juga seharusnya turut serta dalam konservasi orangutan melalui kerjasama dengan beberapa lembaga
swadaya masyarakat (LSM) terkait.

Tidak hanya pemerintah yang berhak ikut serta melaksanakan kebijakan konervasi orang utan namun
masyarakat atau lembaga pecinta hewan juga di haruskan mengikuti konservasi tersebut agar pelestarian
orang utan akan terjaga dimana peran mereka Peranan lembaga masyarakat, baik formal maupun informal
dalam mendukung pengelolaan hutan dan juga mengatur pengambilan kayu dan satwa, pengelolaan lahan,
dan perlindungan hutan. Namun peranana embaga masyarakat yang berada di desa lokal (formal maupun
informal) saat ini dalam mendukung pelestarian orangutan sangat lemah.

Tapi di beberapa lembaga seperti Balai Konservasi sumber Daya Alam (KSDA) mempunyai beberapa
strategi yaitu: (a) Menyusun rencana dan program perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati. b. Melakukan inventarisasi potensi tumbuhan, satwaliar, dan ekosistemnya pada
kawasan konservasi. (c) Melakukan pengelolaan kawasan konservasi di CADS, CA Dolok Sipirok, dan yang
lainnya. (d) Melakukan pengawasan pemanfaatan dan peredaran tumbuhan dan satwaliar. (e) Memberikan
izin dan bantuan tenaga pada lembaga lain untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya. (f) Melakukan
kerjasama dengan lembaga lain untuk melakukan pemantauan dan evaluasi kawasan konservasi. (g)
Melakukan program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan konservasi melalui rehabilitasi
habitat, pelatihan, dan pengembangan ekowisata.

Subbab 3

Dengan demikian kebijakan yang telah di keluarkan oleh pemreintah seperti UU No 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dapat kita lihat bahwa pemerintah pusat beserta
instasi lainnya mempunyai sebuah strategi dalam konservasi orang utan yaitu dengan melakukan Strategi
meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat
aslinya dimana Konservasi insitu merupakan kegiatan pelestarian orangutan di habitat aslinya. Strategi yang
mempunyai tujuan agar semua pemangku kepentingan bekerjasama dalam memantau pengelolaan konservasi
orang utan, dimana pemantapan kawasan, pengembangan serta relokasi kawasan budaya kehutanan atau
KBNK yang menjadi area konservasi merupakan beberapa aktivitas yang bisa ilakukan untuk penyelamatan

salah satu penyebab hilangnya habitat orang hutan yaitu perencanaan tata ruang yang tidak baik sehingga
program konservasi orang utan membutuhkan kawasan hutan yang tetap sebagai kawasan konservasi dan
tidak digunakan untuk yang lain. Hal ini akan sangat membantu dalam mengurangi tekanan orang utan yang
populasinya sangat terancam punah, alokasi hutan juga bisa dilakukan dengan tingkat tata ruang kabupaten,
provinsi, dan tingkat nasional. Penelitian menunjukkan bahwa 75% dari orangutan liar dijumpai di luar
kawasan konservasi, kebanyakan di kawasan hutan produksi yang dikelola oleh HPH/HTI dan atau hutan
lindung. Orang utan bisa bertahan di area kerja HPH yang dikelola dengan baik namun tidak begitu banyak
juga yang bisa bertahan pada daerah hutan tanaman disamping itu juga habitat orang utan banyak yang
berada pada kawasan budi daya non kehutanan yang dimana kawasan ini relative lebih mudah untuk
konservasi ke penggunaan lain dan hal itu dalam dunia usaha juga harus lilibatkan untuk mendapatkan
konservasi yang lebih baik.
Selanjutnya Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi
insitu orangutan dimana Konservasi eksitu yang dilakukan di kebun binatang, taman safari selain bermanfaat
bagi pelestarian orangutan juga harus menjadi sebuah sarana pendidikan dan peningkatan kepedulia
masyarakat terhadap orang utan, seperti kebun binatang dan lembaga lainnya harus mengelola dengan baik
dan professional sehingga konservasi bisa menjadi sarana pendidikan. Ada beberapa hal yang harus
dilakukan yaitu: (1) meningkatkan pembinaan. (2) monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan orangutan
di kebun binatang, khususnya menyangkut pemeliharaan dan kesehatan satwa. Jika terjadi penyelundupan
oang utan dari Indonesia ke luar negri maka menurut CITES orang utan tersebut harus dikembalikan ke
negara asalnya dan negara asal lah menanggung seluruh biaya, oleh karena itu harus ad kerjasama
internasional terhadap hal tersebut. Misalnya melalui mekanisme ASEAN WEN (Wildlife Enforcement
Network). Sementara itu, pengembalian orangutan ke habitatnya harus memenuhi persyaratan yang disusun
oleh IUCN.

Dan terakhir yaitu Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutandimana
Penelitian menjadi strategi penting dalam mendukung konservasi orangutan. Penelitian memberikan
informasi kepada pengelola bagaimana harus melakukan pengelolaan konservasi orangutan dan juga harus
disesuaikan dengan tingkat ancaman dan permasalahan pada orangutan dan habitatnya. Habitat yang semakin
sedikit dan timbulnya berbagai penyakit merupakan sebuah ancaman bagi keberlangsungan hidup
orangutan. Dan hal lain juga dibutuhkan adanya penelitian yang memadai tentang apakah orangutan dapat
bertahan hidup pada hutan-hutan yang sudah rusak (degraded forest areas) atau tidak. Selama ini, hampir
semua penelitian orangutan dilakukan di hutan primer dan hutan yang gangguannya relatif kecil. Penelitian
di hutan-hutan yang rusak perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana orangutan bisa dapat bertahan hidup
pada kondisi habitat yang kurang layak dan tidak punah. Penelitian dilakukan harus terkait dengan tempat
perkebunan dan areal pengusahaan hutan. Salah satu contoh penelitian di kawasan yang terganggu adalah
penelitian orangutan liar di Pusat Penelitian Orangutan Tuanan sejak Agustus 2003. Areal penelitian ini
terletak di area Mawas, Kapuas, Kalimantan Tengah. Penelitian dilakukan melalui kerjasama antara
beberapa universitas (dalam dan luar negeri) dan juga LSM lokal. Diman lokasi penelitian ini merupakan
bekas areal PLG dan bekas HPH. Namun keberadaan penelitian di suatu kawasan ternyata juga dapat
membantu melindungi kawasan tersebut baik secara langsung maupun tidak dari berbagai ancaman.
Keberadaan peneliti dan aktivitasnya trsebut paling tidak dapat terus memonitor langsung kondisi kawasan
serta ekologi satwa yang ada di kawasan konservasi tersebut.

Tidak hanya strategi pemerintah saja yang berperan penting dalam kesuksesan konservasi orang utan namun
media komunikasi juga sangat berperan penting dimana pemerintah atau lembaga masyarakat bisa
melakukan sebuah kampanye bahwa orang utan merupakan stawa yang di lindungi seperti yang dilakukan
oleh LSM Samarinda dimana mereka melakukan kegiatan School Visit. Dengan mengetahui siapa khalayak
sasaran yang dituju dapat pula ditentukan isi pesan yang akan disampaikan. LSM COP dan Orangufriends
Samarinda melakukan identifikasi khalayak sasaran yang dituju pada kegiatan School Visit dengan
segmentasi khalayak sasaran adalah pelajar sekolah dari tingkat TK / PAUD, SD dan sederajat, SMP dan
sederajat, dan SMA dan sederajat dan juga Komunikator atau penyampai pesan pada kegiatan School Visit
adalah anggota Orangufriends Samarinda, dilakukan secara bergantian di setiap School Visit dilaksanakan,
dengan gaya penyampaian yang berbeda satu sama lain. Efek komunikasi yang terjadi pada kegiatan School
Visit adalah pesan-pesan komunikasi yang disampaikan mampu membuka pengetahuan dan informasi baru
terkait dengan isu perlindungan orangutan dan habitatnya.

Dan dalam hal itu strategi konservasi sangat di butuhkan namun selain dari yang di buat oleh pemerintah
mereka seharusnya lebih gencar atau mengembangkan strategi terhadap konservasi orang utan itu sendiri
seperti pengembangan sumber daya manusia dengan melakukan kampanye melalui media komunikasi
seperti melalui media sosial yang sekarang banyak diminati oleh masyarakat.
Daftar Pustaka

Wanda Kuswanda, M. Bismark. (2007). Pengembangan Strategi Konservasi Dan Peran Kelembagaan Dalam
Pelestarian Orangutan Sumatera (Development Of Conservation Strategies And Institution Roles In The
Protection Sumatran Orangutan). Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Jurnal penelitian hutan dan
konservasi alam Vol. IV No. 6 : 627-643, 2007.

Teguh Muslim, Amir Ma’ruf. (2016). Karakteristik Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus morio) Pada
Beberapa Tipe Hutan Di Kalimantan Timur. Jurnal Seminar biologi 2016.

Kezea Yemima, Farid Rusdi. (2020). Strategi Komunikasi Pemasaran Sosial Borneo Orangutan Survival
Foundation (BOS Foundation) melalui Instagram. Jurnal komunikasi Vol. 4, No. 1, Maret 2020, Hal 40–45.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alamdepartemen Kehutanan. (2007).


Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007- 2017. Doi: Microsoft Word -
Orangutan_Action_Plan_COVER.doc (menlhk.go.id)

Jumlah Subbab menyesuaikan kebutuhan penulis

Daftar Pustaka (APA Style bisa dicari contohnya di internet)


Lampiran 1 Scan KTM

KTM yang discan

KTM
Lampiran 2 Lembar Pernyataan

Keterangan : yang dilampirkan adalah scan pernyataan keaslian (bukan mengisi saja) dengan contoh
sebagai berikut.
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ………………………..

NIM : ………………………..

Prodi : ………………………..

PT : ………………………..

No HP : ………………………..

Menyatakan bahwa esai saya yang berjudul ……………………………………...……….

……………………………………..…………………………………………………………………….
1. Merupakan karya asli saya dan tidak menjiplak karya orang lain
2. Tidak melebihi batas plagiarism 20%
3. Jika terbukti melakukan poin 1 dan 2, saya bertanggung jawab penuh terhadap apa yang saya
lakukan dan dinyatakan gugur sebagai peserta lomba.

Yang memberi pernyataan,

Materai 10.000 dan ttd

………………………………….
(nama lengkap)
Lampiran 3 Screenshot Hasil Turnitin

Contoh

Anda mungkin juga menyukai