a. Aliran Empirisme
Aliran ini dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan inggris yang raionalis
bernama John Locke (1632-1704). Aliran ini bertolak dari Lockean tradition
yang lebih mengutamakan perkembangan manusia dari sisi empirikyang secara
eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal
manusia (Umar Tirtarahardja,2000:194). Secara etimologis empirisme berasal
dari kata empiri yang berarti pengalaman. Pokok pikiran yang dikemukakan
oleh aliran ini menyatakan bahwa pwngalaman adalah sumber pengetahuan,
sedangkan pembawaan yang berupa bakat tidak diakuinya.
Menurut aliran empirisme bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya
dalam keadaan kosong bagaikan “tabula rasa” yaitu sebuah meja berlapis lilin
yang tidak dapat ditulis apapun di atasnya. Sehingga pendidikan memiliki peran
yang sangat penting bahkan dapat menentukan keberadaan anak. Pendidikan
dikatakan “Maha Kuasa” artinya Pendidikan memiliki kekuasaan dalam
menentukan nasib anak. John Locke menganjurkan agar pendidikan disekolah
dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan rasio dan bukan perasaan. Aliran ini
meyakini bahwa dengan memberikan pengalaman melalui didikan tertentu
kepada anak, maka akan terwujudlah apa yang diinginkan. Sementara itu
pembawaan yang berupa kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir
diabaikan sama sekali. Penganut aliran ini masih berkeyakinan bahwa manusia
dipandang sebagai makhluk yang dapat dimanipulasi karena keberadaannya
yang pasif.
b. Aliran Nativisme
Menurut Zahara Idris(1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus berarti
terlahir. Seseorang berkembang berdasarkan pada apa yang dibawanya sejak
lahir. Adapun inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan
produk dari faktor pembawaanyang berupa bakat. Aliran ini dikenal juga
dengan aliran pesimistik karena pandangannya yang menyatakan, bahwa orang
yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik
untuk menjadi baik, Begitu pula sebaliknya. Namun demikian aliran ini
berpendapat bahwa pendidikan sama sekali tidak berpengaruh terhadap
perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang diberikan tidak sesuai
dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya.
c. Aliran Naturalisme
d. Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Aliran ini semakin
dikenal setelah kedua aliran sebelumnya yakni empirisme dan nativisme tidak
lagi banyak memiliki pengikut. Inti ajaran konvergensi adalah bahwa bakat,
pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan
pembentukan pribadi seseorang. Sehubungan dengan hal itu teori. Konvergensi
yang dikemukakan William Stern berpendapat bahwa:
Pendidikan memiliki kemungkinan untuk dilaksanakan, dalam arti dijadikan
penolong kepada anak untuk mengembangkan potensi.
Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aliran konvergensi
dipandang lebih realistis, sehingga banyak diikuti oleh para pakar pendidikan.
c. Sekolah Kerja
d. Pengajaran Proyek
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, ada salah seorang putera Indonesia
yang bernama Raden mas Soewardi Soerjaningrat. Ia gemar menulis dengan
menggunakan bahasa Belanda yang halus dan mengandung sindiran terhadap
pemerintah Belanda, tulisannya bejudul “Alks ik een Nederlander was” yang
artinya Andai saja saya seorang Belanda. Dari tulisannya yang dianggap tajam
oleh pemerintah Belanda inilah ia dibuang di Negeri Belanda.
Ketika berada di tempat pembuangan beliau merasa bebas dalam menyatakan
pendapat-pendapatnya, sedang di tanah air sendiri yang dikuasai oleh
pemerintah penjajah Belanda justru kebebasannya terganggu. Dari kecintaannya
terhadap pendidikan yang sekaligus merupakan perwujudan dari cita-citanya,
maka pacta tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta didirikanlah suatu taman kanak-
kanak yang diberi nama Taman Indriya. Kemudian berkembang lagi dan
semakin luas hingga seluruh lembaganya diberi nama perguruan Kebangsaan
Taman Siswa.
Pada jaman penjajahan Belanda, Taman Siswa bersikap “noncooperative” dan
menolak pemberian subsidi. Di dalam melaksanakan konsep pendidikannya
Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai berikut:
Asas merdeka untuk mengatur dirinya sendiri. Hendaknya setiap peserta didik
dapat berkembang menurut kodrat dan bakatnya,namun mereka dididik dengan
sistem among atau tut wuri handayani.
Asas Kebudayaan yang dalam hal ini kebudayaan Indonesia sendiri.
Asas kerakyatan, pendidikan dan pengajaran harus diberikan kepada seluruh
rakyat.
Asas kekuatan sendiri (berdikari). Dengan demikian segala pembelanjaan
ditutup dengan uang pendapatan sendiri.
Asas berhamba kepada anak.
Pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan dua tahun berikutnya
berhasil disusun dasar-dasar Taman Siswa yang dikenal dengan Panca Darma.
Kelima dasar yang dimaksud adalah:
Kemanusiaan
Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap seluruh makhluk
Allah SWT.
Kodrat Hidup
Termasuk Kodrat hidup adalah pembawaan.
Kebangsaan
Tidak boleh bersifat chauvinistic ( menyombongkan kehebatan bangsa sendiri)
dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum manusia.
Kebudayaan
Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik harus mengajak peserta didik
meresapi jiwa bangsa yang terwujud dalam kebudayaannya.
Kemerdekaan Kebebasan
Perlu juga diketahui bahwa ruang pedidikan INS terdiri atas empat tingkatan
yaitu:
Ruang rendah Sekolah Dasar 7 tahun.
Ruang antara tahun (sambungan ruang rendah). Siswa tamatan HIS atau
Schakel tidak langsung dapat diterima pada ruang dewasa, tetapi harus masuk
ruang antara lebih dahulu.
Ruang dewasa 4 tahun (sambungan ruang antara atau ruang tengah).
Sistem ini tidak mendapat tanggapan yang diharapkan dari daerah lain karena
terlalu banyak menuntut pengorbanan dari pendidiknya. Mereka harus berani
hidup sangat sederhana dan mungkin dalam kekurangan. Keuntungan dari
pendidikannya hanya dirasakan secara perorangan.
KESIMPULAN
Untuk menilai suatu perkembangan terhadap manusia, kita bisa memandang
dari segi empirik secara eksternal dan dapat memandang dari bakat yang
mereka miliki. Jadi aliran yang lebih cocok untuk dunia pendidikan adalah
aliran konvergensi karena aliran ini mengakui bakat, pembawaan dan
lingkungan yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga mereka mampu
mengembangkan potensinya tanpa suatu halangan apapun. Jadi aliran ini
dipandang lebih realistis.Serta dari hal-hal tersebut muncul juga beberapa
gerakan-gerakan baru dalam pendidikan seperti yang ada di pembahasan.
Thedeller's Blog
Skip to content
Home
my personality
my profile
my videos
← Pengaruh Internet
Hakikat dan Pengertian Hakikat Pendidikan →
Aliran empirisme
Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke
(1632-1704) yang mengembangkan teori Tabula rasa anak lahir di dunia
bagaikan meja lilin atau kertas putih yang bersih. Pengalaman empiric yang
dipoerleh dari lingkungan yang berpengaruh besar dalam menentukan
perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut
environtalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab
pendidikan dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan
diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman
itu dapat membentuk perilaku yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran nativisme
Aliran nativisme bertolak dari Leibnitrian tradition yang menekankan
kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil
perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak
kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan
perkembangan anak, karena hasil pendidikan tergantung pada pembawaan.
Schoompnheaur (filsuf Jerman 1788-1860) berpendpat bahwa bayi itu lahir
sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil
akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawah sejak lahir.
Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak
akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi baik. Pendidikan yang tidak
sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk
perkembangan anak sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natives yang artinya
adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar dalam mempengaruhi
perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak
mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya, kalau
anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan baik. Pembawaan buruk dan
baik ini tidak dapat diubah kekuatan dari luar.
Aliran naturalism
Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi artinya memusatkan kesatu
titik. Jadi menurut teori konvergensi:
Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi lainnya
dari anak, namun upaya penciptaan lingkungan untuk mengembangkan bakat
dan kemampuan itu diusahakan pula secara optimal. Dengan kata lain,
meskipun peranan pandangan empirisme dan nativisme tidak sepenuhnya
ditolak, tetapi penerimaan itu dilakukan dengan pendekatan eksistis fungsional
yakni diterima sesuai dengan kebutuhan, namun di tempatkan dalam latar
pandangan yang konvergensi seperti telah dikemukakan, tumbuh-kembang,
manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas, dan anugerah.
Faktor terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan
yang ikut menentukan nasib manusia (Sulo lipu la sulo, 1981: 30-46).
Gerakan baru dalam pendidikan dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan
pendidikan di Indonesia
Dari hasil yang didapat dari observasi dan tes, dapatlah ia menetapkan, bahwa
anak-anak mengamati dan mengingat secara global (keseluruhan). Keseluruhan
lebih dulu daripada bagian-bagian. Jadi ini berdasar atas prinsip psikologi
Gestlat. Dalam mengajarkan membaca dan menulis, ternyata dengan
mengajarkan kalimat lebih mudah diajarkan daripada huruf-huruf secara
tersendiri. Metode ini bersifat ideo visual sebab arti sesuatu kata ini yang
diajarkan itu selalu diasosiasikan dengan tanda tulisan atau suatu gambar yang
dapat dilihat.
Sekolah kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-
pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J A
Comenius menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan,
bahasa dan tangan (kterampilan, kerja tangan). J. H. Pestalozzi mengajarkan
bermacam-macam mata pelajaran pertukangan di sekolahnya. Perlu
dikemukakan bahwa sekolah kerja bertolak dari pandangan individu tetapi juga
demi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, sekolah berkewajiban
menyiapkan warga negara yang baik yakni 1) tiap orang adalah pekerja dalam
salah satu lapanga jabatan; 2) tiap orang wajib menymbangkan tenaganya
untuk kepentingan negara, dan 3) dalam menunaikan kedua tugas tersebut
haruslah telah diusahakan kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga
negara ikut membantu mempertinggi dan menyempurnakan kesusilaan dan
keselamatan negara.
Pengajaran Proyek
Dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran proyek diletakkan oleh John
Dewy, namun pelaksanaannya dilakukan oleh pengikutnya,utamanya W. H.
Kilpatrick. Dewey menegaskan bahwa sekolah haruslah sebagai mikrokosmos
dari masyarakat (become a microcosm of society); oleh karena itu, pendidikan
adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukanya penyiapan untuk
kehidupan di masa depan (education is process of living and not a preparation
for future living). Ulich 1950;318). Proyek itulah yang menyebabkan mata
pelajaran-pelajaran itu tidak terpisah-pisah antara yang satu dengan yang lain.
Pengajaran berkisar di sekitar pusat-pusat minat sewajarnya.
Rangkuman
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini dan masa yang akan datang terus
berkembang. Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut aliran dan atau gerakan baru
dalam pendidikan. Aliran/gerakan tersebut mempengaruhi pendidikan di seluruh
dunia, termasuk pendidikan di Indonesia. Dari sisi lain, di Indonesia juga
muncul gagasan-gagasan tentang pendidikan, yang dapat dikategorikan sebagai
aliran pendidikan, yakni taman siswa dan INS kayu taman.
Kajian tentang berbagai aliran dan atau gerakan pendidikan itu akan
memberikan pengetahuan dan wawasan historis kepada tenaga kependidikan.
Hal itu sangat historis kepada tenaga pendidik dapat memahami, dan pada
gilirannya, kelak dapat memberi konstribusi terhadap dinamika pendidikan itu.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan dan
wawasan historis tersebut, setiap tenaga kependidikan diharapkan memiliki
bekal yang memadai dalam meninjau berbagai masalah yang dihadapi, serta
pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan atau tindakan sehari-
hari.
a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang
mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia,
dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan
bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan,
sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang
diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia
sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal
dari alm bebaqs ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam
bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke.
b. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang
menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Hasil prkembangan tersebut
ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran.
Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.
c. Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa
semua anak baru dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK.
Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi
lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat
merusak pembawaan baik anak itu.
d. Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat
bahwa seorang anak dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan
baik maupun pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama
mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada
waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
c. Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari
pandangan-pandangan yang mementingkan pendidikan
keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius menekankan agar
pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan.
J.H. Pestalozzi mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran
pertukaran di sekolahnya.
d. Pengajaran Proyek
Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode
mengajar di Indonesia, antara lain dengan nam pengajaran proyek,
pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa
pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk
memandang dan memecahkan persoalan secara konprehensif.
Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting,
utamanya masyarakat maju.
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Dari dulu sampai sekarang ini pendidikan merupakan hal yang paling penting
untuk membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik, dan masalah sukses
tidaknya pendidikan tidak lepas dari faktor pembawaan dan lingkungan.
Pembawaan dan lingkungan merupakan hal yang tidak mudah untuk di jelaskan
sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak sedikit.
Telah bertahun-tahun lamanya para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan
lain-lain memikirkan dan berusaha mencari jawaban,
tentang perkembangan manusia itu sebenarnya bergantung kepada pembawaan
ataukah lingkungan. Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa pendapat
dari aliran-aliran klasik, di antaranya aliran nativisme, naturalisme, empirisme
dan konvergensi, serta pengaruhnya terhadap pemikiran dan praktek pendidikan
di Indonesia, serta pandangan islam terhadap pendidikan.
B.RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian Aliran Nativisme, Empirisme, Konvergensi, Naturalisme,
Progresivisme, Konstruktivisme.?
C.TUJUAN
Dalam pembahasan kali ini pemakalah mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pendapat aliran-aliran pendidikan.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Dasar Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A . Aliran Nativisme
Aliran nativisme (aliran pesimistik). Aliran nativisme menyatakan bahwa
perkembangan seseorang merupakan produk dari pembawaan yang berupa
bakat. Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan
nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang
“berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk
menjadi baik. Orang yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu
dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik.
1. Tokoh tokoh aliran nativisme
· ArthurSchopenhauer
Dilahirkan di Danzig pada tanggal 22 Februari 1788. Schopenhauer dibesarkan
oleh keluarga pembisnis. Ia merupakan seorang jenius dengan karyanya yang
terkenal adalah The World as Will and Representation. Ia mempunyai
pandangan bahwa Pembawaanlah yang maha kuasa, yang menentukan
perkembangan anak. Lingkungan sama sekali tidak bisa mempengaruhi, apalagi
membentuk kepribadian anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor
pembawaannya, yang berarti juga ditentukan oleh anak itu sendiri
· ImmanuelKant
Di lahirkan di Konigsberg pada 22 April 1724. Ia merupakan filsof Jerman dan
karyanya yang terkenal adalah Kritik der Reinen Vernunft. Ia berpendapat
bahwa :
1. Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan
panca indra. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
2. Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah
peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh:
orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi
peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan
jalan.
3. Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang
memutuskan pengharapan manusia.
· Gottfried Wilhemleibnitz
Merupakan filsuf Jerman yang lahir di Leipzig, pada 1 Juli 1646. Gottfried
mempunyai pandangan bahwa perkembangan manusia sudah ditentukan sejak
lahir. Manusia hidup dalam keadaan yang sebaik mungkin karena dunian ini
diciptakan oleh Tuhan.
C. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran
empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting
hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai factor-faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan manusia.
Aliran filsafat yang dipeloporinya disebut “personali.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
· WilliamStrern
William Strern lahir pada 29 april 1871, ia merupakan penemu konsep
intelligence quotient atau IQ. William berpendapat bahwa anak dilahirkan
dengan pembawaan baik maupun buruk. Baik buruknya seseorang tergantung
dari pembawaan dan lingkungan.
· Al Ghazali
Al Ghazali lahir pada tahun 450 H atau 1058 M di desa Thus. Al Ghazali
berpendapat bahwa batas awal berlangsungnya pendidikan adalah sejak
bersatunya sperma dan ovum sebagai awal kejadian manusia. Adapun mengenai
batas akhir pendidikan adalah tidak ada karena selama hayatnya manusia
dituntut untuk melibatkan diri dalam pendidikan sehingga menjadi insan kamil.
Kemakmuran dan kejayaan suatu bangsa sangat bergantung pada sejauhmana
keberhasilan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Selain itu, pengajaran
dan pendidikan harus dilaksanakan secara step by step.sme”, sebuah pemikiran
filosofis yang sangat berpengaruh terhadap disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan
dengan manusia. Di antara disiplin ilmu yang menggunakan asas personalisme
adalah “personologi” yang mengembangkan teori yang komprehensif (luas dan
lengkap) mengenai kepribadian manusia (Rober, 1988).
Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungan
dengan proses perkembangan diatas, penyusun pandangan bahwa factor yang
memengaruhi tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya
terdiri atas dua macam:
· Faktor Internal yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang
meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut
mengembangkan dirinya sendiri.
· Faktor Eksternal yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri siswa yang
meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa
tersebut dengan lingkungannya.
Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
factor pembawaan maupun factor lingkungan sama-sama mempunyai peranan
yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat
menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak
tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai
contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah
juga hasil konvergensi.
Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada
anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah
berkembangnya potensi yang kurang baik.
Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan. Aliran
konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat
dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat
variasi pendapat tentang factor mana yang paling penting dalam menentukan
tumbuh-kembang itu. Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan
berbagai pendapat/gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru sebagai
fasilitator ataukah informator, teknik penilaian pencapaian siswa dengan tes
objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavioral,
penekanan pada peran tknologi pengajaran (The Teaching Machine, belajar
berprogram, dan lain-lain). dan sebagainya.
D. Aliran Naturalisme
Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh
seorang filusuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme
naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai
pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil
perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidkan yang di
terimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan
baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti
dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseausebagai berikut:”semua anak
adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di
tangan manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik Rousseau mengajukan
“pendidikan alam” artinya anak hendaklah di biarkan tumbuh dan berkembang
sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak
mencampurinya.
Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang di berikan orang dewasa
malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu, aliran ini juga di sebut
negativisme.
Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak, seperti di
ketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan pendidikan, sampai
saat ini malahan terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin di perlukan.
Tokoh aliran ini adalah J.J. Rousseau. la adalah filosof Prancis yang hidup
tahun 1712-1778. Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang
lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan
menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering
disebut Negativisme. Dalam aliran Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang
proses pembelajaran dintaranya adalah :
a) Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi
interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan
perkembangan didalam dirinya secara alami.
b) Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Pendidik berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan
lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan
yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan
sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik
sendiri.
c) Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat
dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar
anak didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan
lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Aliran filsafat naturalisme didukung oleh tiga aliran besar yaitu realisme,
empirisme dan rasionalisme. Pada dasarnya, semua penganut naturalisme
merupakan penganut realisme, tetapi tidak semua penganut realisme merupakan
penganut naturalisme. Imam Barnadib menyebutkan bahwa realisme merupakan
anak dari naturalisme. Oleh sebab itu, banyak ide-ide pemikiran realisme
sejalan dengan naturalisme. Salah satunya adalah nilai estetis dan etis dapat
diperoleh dari alam, karena di alam tersedia kedua hal tersebut
Dimensi utama dan pertama dari pemikiran aliran filsafat naturalisme di bidang
pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan
alam. Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua makhluk, karena
kemampuannya dalam berfikir. Peserta didik harus dipersiapkan kepada dan
untuk Tuhan. Untuk itu pendidikan yang signifikan dengan pandangannya
adalah pendidikan ketuhanan, budi pekerti dan intelek. Pendidikan tidak hanya
sebatas untuk menjadikan seseorang mau belajar, melainkan juga untuk
menjadikan seseorang lebih arif dan bijaksana..
Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah
dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi
penganut paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan
dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama dalam keberadaan aliran filsafat
naturalisme karena belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu
fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang
natural juga. Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek,
melainkan mengajar murid.
Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat terkenal yang
diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang terkenal berjudul
“Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?”. Kelima tujuan itu adalah (1)
Pemeliharaan diri; (2) Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak
didik; (4) Memelihara hubungan sosial dan politik; (5) Menikmati waktu luang.
Spencer juga menjelaskan tujuh prinsip dalam proses pendidikan beraliran
naturalisme, adalah (1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam; (2)
Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik; (3) Pendidikan harus
berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak; (4) Memperbanyak ilmu
pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan; (5) Pendidikan
dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak; (6) Praktik
mengajar adalah seni menunda; (7) Metode instruksi dalam mendidik
menggunakan cara induktif; (Hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam
akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus
dilakukan secara simpatik.
E . Aliran Progresivisme
Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan
yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat
menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya. Aliran
ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu
ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika dibanding
makhluk lain.
Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh ke-cerdasannya
sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan
menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta
didiknya. Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan
rohani, namun juga termanifestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang
berada dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu
dioptimalkan. Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan
sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang
berlangsung di sekitarnya, sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di
luar sekolah.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman
menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah
sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu
dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk
:mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang
baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu
dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi
penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil
belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman sebaya
Tokoh-tokoh Progresivisme
1. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia
menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata
pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk
membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas
dasar ilmu perilaku.
2. John Dewey (1859 – 1952)
Teori Dewey tentang sekolah adalah “Progressivism” yang lebih menekankan
pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka
muncullah “Child Centered Curiculum”, dan “Child Centered School”.
Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang
belum jelas
3. Hans Vaihinger (1852 – 1933)
Hans VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian
dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir
ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-
kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika
pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal
orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna
saja.
· Pandangan Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa
terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat
progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan
otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-
pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya
kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes
(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai
dengan zamannya.Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan
jenisnya yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core
Curriculum.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental
didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan
yang komplek.
Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan
terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core
curriculum mengandung ciri-ciri integrated curriculum, metode yang
diutamakan yaitu problem solving.
Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak
dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotor.
F . Aliran Konstruktivisme
Jean Piaget psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, teori
pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Menurut Piaget setiap
organisme harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat bertahan
hidup. Analog dengan hal tersebut manusia (siswa) pada kenyataanya
berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang
harus ditanggapinya secara kognitif. Maka siswa harus mengembangkan skema
pemikiran yang lebih umum atau rinci atau perlu perubahan, menjawab,
menginterpretasikan pengalaman tersebut. Dengan cara ini pengetahuan
seseorang terbentuk dan selalu berkembang.
Konstruktivisme menekankan perkembangan dan konsep dan pengertian yang
lebih mandalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika
seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap
tidak akan berkembang pengetahuannya.
Pengetahuan berguna jika pengetahuan tersebut mampu memecahkan persoalan
yang ada. Pengetahuan merupakan proses yang terus berkembang. ( Great
News: 2008) Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru,
apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta suatu makna dari apa yang dipelajari ( Wikipedia : 2008).
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. (Whandi:2008).Senada dengan pengertian sebelumnya
Callahan juga mengatakan bahwa konstruktivisme menginginkan adanya
perbaikan kondisi manusia pada umumya ( Pidarta :2000).
Penerapan pendidikan dengan pola konstruktivisme diwujudkan dengan
mengajak siswa secara aktif membangun konsep-konsep kognitif. Guru tidak
sekedar memberi, namun siswa mencari secara aktif, dan mengembangkannya.
Satu contoh misalnya dalam pembelajaran sain. Siswa terlebih dahulu diajak
untuk mengamati fenomena-fenomena alam yang ada seperti pelangi, banjir,
merebaknya hama tanaman tertentu. Melalui fenomena yang ada, guru
mengarahkan siswa untuk mencari penyebabnya. Siswa menemukan sendiri
penyebab terjadinya pelangi, banjir ataukah hama.
Pengetahuan tidak berhenti sampai di sini, pengetahuan siswa tentang penyebab
terjadinya banjir, digunakan siswa untuk mencari solusi pencegahan banjir yang
banyak terjadi. Penerapan solusi pencegahan banjir, memerlukan pengetahuan-
pengetahuan yang baru, disinilah terlihat dinamikan pengetahuan. Pengetahuan
semakin berkembang pada diri siswa, dan dicari sendiri secara aktif oleh siswa.
Pengetahuan baru ini juga menciptakan perbaikan, banjir berkurang. Dan
pengetahuan baru jelas merupakan tindakan bermakna, sebab memberikan
manfaat pada perbaikan lingkungan.
· ciri-ciri konstruktivisme dalam pembelajaran
1. Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah
ada.
2. Siswa membina sendiri pengetahuan
3. Proses pembinaan pengetahuan pada siswa melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran yang terdahulu dengan pembelajaran yang
terbaru
4. Membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang sudah ada
5. Ketidak-seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama
6. Bahan pengajaran dikaitkan dengan pengalaman siswa untuk menarik
minat belajarnya
Pembelajaran konstruktivisme sebaiknya melibatkan guru yang konstruktif pula.
Guru tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi guru membantu
siswa membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, dengan memberikan
kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Guru memberikan kepada siswa anak tangga untuk membawa siswa kepada
pemahaman yang lebih tinggi dan siswa harus memanjat sendiri anak tangga
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia,karena setiap
kelompokmanusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orangtuanya.
Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa aliran yang sampai sekarang
masih di anut oleh masyarakat adalah aliran konvergensi, karena merupakan
aliran yang menggabungkan antara aliran nativisme dan empirisme dan juga
merupakan aliran yang sempurna.
Sedangkan masyarakat Indonesia mayoritas juga menganut aliran konvergensi
Di dalam proses belajar pembelajaran , guru harus memilih teori yang sesuai
dengan karakter siswanya agar kesuksesan dapat tercapai dengan baik.dengan
itu antar guru dan siswa akan terbentuk suatu hubungan yang aktif dan
interaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Suwarno,wiji.2006.Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan.Yogyakarta:Ar-ruzz media
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2010), cet,
15http://rimmu.wordpress.com/2010/02/08/Aliran Aliran
pendidikan.http://7assalam9.wordpress.com/2012/01/28/Aliran Aliran
pendidikan
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati.2001.Ilmu Pendidikan.jakarta:PT Rineka Cipta
BAB IIIPENUTUPA.
Kesimpulan
a.
Aliran Empirisme
c.
Aliran Naturalisme
d.
Aliran Konvergensi
e.
Aliran Progresivisme
f.
Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico yang kemudian
dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran ini menegaskan bahwa
pengetahuanmutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri
seseorang, melalui pengalaman yang diterima lewat pancaindra, yaitu
penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian,
aliran ini menolak adanyatransfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang
kepada orang lain karena perbuatan itu akan sia-sia saja.
lima asas pendidikan Menurut Ki Hadjar Dewantara: "Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat
lima asas dalam pendidikan yaitu :
1. Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan
yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat alam,
baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
2. Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan
kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan,
dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
3. Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar
yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan
sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
4. Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka,
perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan
bangsa lain.
5. Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan
kodratnya sebagai makhluk Tuhan.
3 Asas tersebut jika di implementasikan dalam Dunia Pendidikan dapat diartikan Sebagai
Berikut:
1. Ing Ngarso Sung Tulodo: Di depan seorang Guru harus dapat memberikan contoh
atau Teladan yang baik kepada siswa-siswinya.
2. Ing Madya Mangun Karso: Di Tengah atau bersama-sama dengan Siswa, Seorang
guru diharapkan dapat aktif bekerjasama dengan Siswa dalam Usaha mencapai tujuan
pendidikan.
3. Tut Wuri Handayani: Di Belakang, Seorang Guru harus mampu mengarahkan dan
Memotivasi peserta Didik agar dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
2011
Asas-asas Pendidikan
Universitas Negeri Medan
Abstrak : Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Pandangan terhadap
hakikat manusia merupakan tumpuan berpikir utama yang sangat penting dalam pendidikan. Salah
satu dasar utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri
sendiri. Seperti diketahui, manusia dilahirkan hamper tanpa daya dan sangat tergantung pada orang
lain (orangtuanya, utamanya Ibu) namun memiliki potensi yang tanpa batas untuk dikembangkan.
Bayi itu melalui pendidikan dapat dikembangkan menjadi calon pakar yang dapat merancang dan
membuat pesawat angkasa luar yang dapat menjelajahi ruang angkasa, dan mampu merekayasa
genetika yang memicu revolusi hijau dengan berbagai bibit unggul, ataupun sebaliknya mampu
membuat bom yang dapat menghancurkan manusia dan kebudayaannya.
Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang
dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber baik dari kecendrungan umum
pendidikan di dunia maupun yang bersumber dari pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah
upaya pendidikan di Indonesia.
Kata Kunci : Tut wuri handayani, Ing madya mangun karsa, Ing ngarsa sung tulada
Pendahuluan:
Ketika kita dihadapkan pada suatu tata kelola pendidikan, maka di titik itu pulalah kita akan
sering bersinggungan dengan apa yang disebut asas-asas – dalam hal ini asas-asas pendidikan. Hal ini
karena asas-asas pendidikan telah disepakati sebagai ‘suatu kebenaran yang menjadi dasar atau
tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan.
Sistem pendidikan Indonesia mengenal adanya asas-asas pendidikan. Asas yang pertama
adalah asas Tut Wuri Handayani (berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti ‘Jika di belakang
mengawasi dengan awas’). Asas pendidikan yang kedua adalah asas ‘Belajar Sepanjang Hayat;’
sedang asas yang ketiga adalah asas ‘Kemandirian dalam Belajar’, asas yang keempat adalah asas
kasih saying, asas yang kelima adalah asas demokrasi, asas yang ketujuh adalah asas keterbukaan
dan transfaransi,asas yang kedelapan adalah asas tanggungjawab, asas yang kesembilan adalah asas
kualitas dan asas yang terakhir adalah Panca darma Taman Siswa.
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan secara singkat konsep dasar asas-asas pendidikan di
Indonesia tersebut. Selain itu, penulis juga bermaksud untuk ikut menjelaskan apa saja manifestasi
asas-asas pendidikan tersebut dalam dunia pendidikan Indonesia modern.
Pembahasan
Dari kutipan tersebut kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tujuan dari pembelajaran ala
Taman Siswa – dan pendidikan di Indonesia pada umumnya – adalah menciptakan “kehidupan yang
tertib dan damai (Tata dan Tenteram, Orde on Vrede)” (Tirharahardja, 1994: 119). Dalam
perkembangan selanjutnya, Perguruan Taman Siswa menggunakan asas tersebut untuk melegitimasi
tekad mereka untuk mengubah sistem pendidikan model lama – yang cenderung bersifat paksaan,
perintah, dan hukuman – dengan “Sistem Among” khas ala Perguruan Taman Siswa.
Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah “pamong.” Sesuai dengan semboyan Tut Wuri
Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih cenderung menjadi navigator peserta didik
yang “diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau
dipaksa” (Tirtarahardja, 1994: 120).
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:
Ing Madya Mangun Karsa (jika ditengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi)
Agar diperoleh latar keberlakuan awal dari asas tut wuri handayani, perlu dikemukakan
ketujuh asas perguruan nasional Taman Siswa tersebut. Seperti diketahui perguruan nasional Taman
Siswa yang lahir pada tanggal 3 Juli 1922 berdiri diatas tujuh asas yang merupakan asas perjuangan
untuk menghadapi pemerintah colonial Belanda serta sekaligus untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan sifat yang nasional dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut yang secara
singkat disebut “ Asas 1922” adalah sebagai berikut :
a. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya
persatuan dalam perikehidupan umum.
b. Bahwa pengajaran harus member pengatahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir dan bathin
dapat memerdekakakn diri.
c. Bahwa pengajar harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d. Bahwa pengajar harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
e. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir maupun batin hendaklah
diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apapun dan dari siapapun yang
mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.
f. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri
segala usaha yang dilakukan.
g. Bahwa dalam mndidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan
segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas pertama ( butir a ) yang menegaskan bahwa
setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri ( zelf-veschikkingsrecht ) dengan mengikat
tertibnya persatuan dalam prikehidupan umum. Dari asasnya yang pertama ini jelas bahwa tujuan
yang hendak dicapai oleh Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai ( tata dan tentram,
orde on Vrede). Kehidupan yang tertib dan damai hendaknya dicapai menurut dasar kodrat alam
sebagai sifat lahir dan manifestigasi kekuasaan Tuhan. Asas ini pulalah yang mendorong Taman
Siswa untuk mengganti system pendidikan cara lama yang menggunakan perintah, paksaan,
hukuman, dengan sistem khas Taman Siswa, yang didasarkan pada perkembangan kodrati. Dari asas
ini pulalah lahir “Sistem among”, dimana guru memperoleh sebutan “ Pamong”, yaitu sebagai
pemimpin yang berdiri dibelakang dengan semboyan “ Tut Wuri Handayani”, yaitu tetap
mempengaruhi dengan member kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak
terus menerus dicampuri, diperintah, atau dipaksa. Pamong hanya wajib menyingkirkan segala
sesuatu yang merintangi jalannya anak serta hanya bertindak aktif dan mencampuri tingkah laku
atau perbuatan anak apabila mereka sendiri tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai rintangan
atau ancaman keselamatan atau gerak majunya. Jadi, “ Sistem among “ adalah cara pendidikan yang
dipakai dalam sistem Taman Siswa dengan maksud mewajibkan pada guru supaya mengingati dan
mementingkan kodrat irodatnya para siswa dengan tidak melupakan segala keadaan yang
mengelilinginya.
Dua semboyan lainnya, sebagai bagian tak terpisahkan dari tut wuti handayani, pada
hakikatnya bertolak dari wawasan tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsure perintah,
paksaan, ataupun hukuman, tidak ada campur tangan yang dapat mengurangi kebebasan anak untuk
berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri. Dari sisi lain, pendidik setiapa saat siap member uluran
tangan apabila diperlukan oleh anak. Ing ngarsa sung tulada ( didepan member contoh) adalah hal
yang baik mengingat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru. Ing madya mangun karsa (
ditengah membangkitkan kehendak) diterapkan dalam situasi kurang bergairah atau ragu-ragu untuk
mengambil keputusan atau tindakan, sehingga perlu diupayakan untuk memperkuat motivasi. Ketiga
semboyan tersebut sebagai satu kesatuan asas ( Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa,
dan tut wuri handayani ) telah menjadi asas penting dalam pendidikan di Indonesia.
Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa yang tercantum dalam Undang-
undang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut Wuri Handayani termanifestasi ke dalam sistem
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung sebagai
pemberi dorongan karena adanya pergeseran paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari
“teacher oriented” kepada “student oriented.”
Dalam KTSP, guru bukan lagi sekedar “penceramah” melainkan pemberi dorongan, pengawas,
dan pengarah kinerja para peserta didik. Dengan sistem kurikulum yang terbaru ini, para pendidik
(guru) diharapkan mampu melejitkan semangat atau motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran
proses pengajaran dan pembelajaran hanya akan berjalan lancar, efektif dan efisien manakala ada
semangat yang kuat dari para peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan.
Maka bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan wujud manifestasi dari asas pendidikan
Indonesia “Kemandirian dalam Belajar.”
Asas belajar sepanjang hayat ( life long learning ) merupakan sudut pandang dari sisi lain
terhadap pendidikan seumur hidup ( life long Education). Pendidikan seumur hidup merupakan a
concept (P. Lengrand, 1970) yang new significance of an old idea (Dave, 1973) tetapi universally
acceptable definiation is difficult (Cropley, 1979). Oleh karena itu, UNESCO Institute for Education
(UIE Hamburg) menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan
yang harus :
3. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfillment) setiap individu.
Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang dan
dimplementasi dengan memperhatikan dua dimensi (Hameyer, 1979: 67-81; Sulo Lipo La Sulo, 1990:
28-30) sebagai berikut :
a. Dimensi vertical dari kurikulum sekolah yang meliputi: Di samping keterkaitan dan kesinambungan
antartingkatan persekolahan, harus pula terkait dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
Termasuk dalam dimensi vertical itu antara lain pengkajian tentang :
1) Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan peserta didik, termasuk relevansi bahan ajaran
dengan masa depan dan pengintegrasian masalah kehidupan nyata ke dalam kurikulum.
2) Kurikulum dan perubahan sosial-kebudayaan itu karena peserta didik justru akan hidup dalam sosial-
kebudayaan yang telah berubah setelah menamatkan sekolahya.
3) “The forecasting curriculum” yajni perancangan kurikulum berdasarkan suatu prognosis, baik
tentang perilaku peserta didik pada saat menamatkan sekolahnya, pada saat hidup ia dalam sistem
yang sedang berlaku, maupun pada saat ia hidup dalam sistem yang telah berubah di masa depan.
4) Keterampilan bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan, terutama dalam kaitannya dengan
struktur pengetahuan yang sedang dipelajari dengan penguasaan kerangka dasar untuk memperoleh
keterpaduan ide bidang studi itu.
5) Penyiapan untuk memikul tanggung jawab, baik tentang dirinya sendiri maupun dalam bidang
sosial/pekerjaan, agar kelak dapat membangun masyarakatnya.
6) Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik, yakni pengalaman di keluarga
untuk pendidikan dasar, dan demikian seterusnya.
7) Untuk mempertahankan motivasi belajar secar permanen, peserta didik harus dapat melihat
kemnfaatan yang akan didapatnya dengan tetap mengikuti pendidikan itu, seperti kesempatan
baginya, mobilitas pekerjaan, pengembangan kepribadiannya, dan sebagainya.
b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan pengalaman di luar sekolah. Termasuk dalam dimensi horizontal antara lain :
1) Kurikulum sekolah merefleksikan kehidupan di luar sekolah; kehidupan di luar sekolah menjadi objek
refleksi teoretis di dalam bahan ajaran di skolah, sehingga peserta didik lebih memahami persoalan-
persoalan pokok yang terdapat di luar sekolah.
2) Memperluas kegiatan belajar di luar sekolah: Kehidupan di luar sekolah dijadikan tempat kajian
empiris, sehingga kegiatan belajar-mengajar terjadi di dalam dan di luar sekolah.
3) Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar mengajar, baik sebagai narasumber
dalam kegitan belajar di sekolah maupun dalam kegiatan belajar di sekolah maupun dalam kegiatan
belajar di luar sekolah.
Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatiakan kedua dimensi itu akan
mengakrabkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Kemampuan
dan kemauan menggunakan sumber-sumber belajar yang tersedia itu akan member peluang
terwujudnya belajar sepanjang hayat. Dan masyarakat yang mempunyai warga yang belajar
sepanjang hayat akan menjadi suatu masyarakat yang gemar belajar (learning society). Dengan kata
lain, akan tewujudlah gagasan pendidikan seumur hidup seperti yang tercermin di dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia.
Jika diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat ini, maka pendekatan yang sangat
mungkin digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pendekatan “Pembalajaran dan
Pengajaran Kontekstual.” Sedang dalam konteks pendidikan di Indonesia, konsep “Pembelajaran dan
Pengajaran Kontekstual” sedikit banyak telah termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Selain KTSP – yang notabene merupakan bagian dari pendidikan formal,
maka Asas Belajar sepanjang Hayat juga termanifestasi dalam program pendidikan non-formal,
seperti program pemberantasa buta aksara untuk warga Indonesia yang telah berusia lanjut, dan
juga program pendidikan informal, seperti hubungan sosial dalam masyarakat dan keluarga
tentunya.
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya
dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asus
kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Dalam kegiatan belajar-
mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemndiriaan dalam belajar itu dengan menghindari campur
tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan. Selanjutnya, asas belajar
sepanjanghayat hanya dapat diwujudkan apabila didasrkan pada asumsi bahwa peserta didik mau
dan mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang
hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang menjadi
agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta didik kesempatan untuk
“berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri” tentunya sama dengan konsep dari “mandiri”
yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna “menghindari campur tangan guru namun
(guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas Kemandirian
dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas
Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator,
penyampai informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi
Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam
bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler – sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam
kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B. Johnson (2009) berpendapat
bahwa dalam Pembelajaran Mandiri, seorang guru yang berfaham “Pembalajaran dan Pengajaran
Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru ‘privat’ (Johnson, 2009: 177). Sebagai
mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan
pengalaman yang membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan
sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru ‘privat,’
seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar
mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009).
Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan
baik, maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana
mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009:
179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu
menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”
Perwujudan asas kemandidrian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama
sebagai fasilisator dan motivator, di samping peran-peran lain: Informator, organisator, dan
sebagainya. Sebagai ( memudahkan peesrta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut.
Sedang sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk
memenfaatkan sumber belajar itu. Pengemabangan kemandirian dalam belajar ini seyogianaya
dimulai dalam kegiatan intrakurikuler, yang dikembangakan dan dimantapkan selanjutnya dalam
kegiatan kurikuler dan ekstra-kurikuler. Atau, untuk latar perguruan tinggi: Dimulai dalam kegiatan
tatap muka, dan dikembangakan dan dimantapkan dalam kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri.
Kegiatan tatap muka atau intrakulikuler terutama berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan
cara-cara pemanfaatan berbagai sumber belajar di dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan
mandiri, atau kegiatan ko- dan ekstrakurikuler itu.
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar dan atau kegiatan belajar-mengajar yang dapat
memberi peluang pengembangan kemandirian dalam belajar. Cara belejar siswa aktif (CBSA)
merupakan salah satu pendekatan yang member peluang itu, karena siswa dituntut mengambil
prakarsa dan atau memikul tanggung jawab tertentu dalam beljar-mengajar di sekolah, umpamanya
melaui lembaga kerja. Disamping itu, beberapa jenis kegiatan belajar mandiri akan sangat
bermanfaat dalam mengembangkan kemandirian dalam belajar itu, seperti belajar melalui modul,
paket belajar, pengajaran berprogram, dan sebagainya. Keseluruhan upaya itu akan dapat terlaksana
dengan semestinya apabila setiap lembaga pendididkan, utamanya sekolah, di dukung oleh suatu
pusat sumber belajar, di samping bahan pustaka di perpustakaan, seperi rekaman elektronik, ruang-
ruang belajar (tutorial) sebagai mitra kelas, dan sebagainya. Dengan dukungan PSB itu asas
kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangakan.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, diciptakan dengan kasih dan agar
hidup dilandasi oleh kasih, maka kasih sayang harus menjadi bagian yang melekat pada diri masing-
masing individu. Kasih sayang adalah salah satu kodrat Tuhan Yang Maha Kuasa dan diberikan
didalam lubuk hati yang paling dalam pada diri manusia, karena itu pelaksanaan proses kegiatan
pendidikan harus menerapkan asas kasih sayang. Dimata Tuhan Yang Maha Kuasa manusia sama,
tidak ada perbedaan sekalipun berbeda dalam ras, suku, golongan, bahasa dan budaya, status sosial
ekonomi, bahkan jenis kelamin itu hanyalah perbedaan yang sifatnya sementara, namun dalam
harkat dan martabat manusia tidak ada perbedaan dihadapan Tuhan. Demikian juga peserta didik
dan pendidik adalah sama tidak ada bedanyadihadapan Tuhan, mereka berbeda hanyalah dari segi
waktu dan kesempatan. Peserta didik memiliki harkat dan martabat sebagai manusia, juga memiliki
kasih sayang, butuh dikasihi dan butuh mengasihi, sama halnya dengan pendidik.
Dalam proses pelaksanaan kegiatan pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik dan
pendidik, peserta didik dengan peserta dididk, pendidik dengan staf lainnya di sekolah, dan peserta
didik dengan staf lainnya di sekolah. Interaksi tersebut harus dibangun diatas dasar kasih sayang
yang terarah pada pembentukan kepribadian, dengan menanamkan nilai-nilai yang bermakna dalam
kehidupan untuk hidup nyaman, aman, damai, dan sejahtera. Kehidupan yang aman, damai, dan
sejahtera tidak akan terwujud bila tidak dibangun diatas dasar kasih sayang. Kasih sayaang
hakikatnya adalah kerelaan mengabdi atau berkorban demi kebahagiaan orang lain, seseorang
bukan lagi berfikir dan berbuat hanya untuk dirinya akan tetapi hidupnya sebahagian adalah untuk
orang lain. Kehidupan yang bermakna merupakan muara dari kasih sayang. Memang harga diri perlu
dalam hidup, akan tetapi yang lebih utama adalah hidup yang bermakna, orang bijak bermanfaat
dalam hidup, jauh lebih bermanfaat dan bermakna orang bajik dalam hidup. Kehidupan yang
dilandasi kasih sayang bukan mencari kesalahan melainkan memaafkan kesalahan dan mencari
solusi untuk mengatasi kesalahan atau kelemahan. Interaksi yang terjadi dalam proses pendidikan
harus didasarkan pada:
a. Kelemah lembutan
b. Kemurahan hati
c. Kesabaran
d. Kesederhanaan
e. Ketulusan
f. Kejujuran
Interaksi yang didasarkan pada asas tersebut yang berlangsung dalam proses pendidikan, itulah
yang disebut dengan interaksi edukatif. Suasana dan hubungan “interaksi edukatif” antara pendidik
dengan peserta didik dengan peserta didik terjalin dalam “kasih sayang” (Nursid Sumaatmadja.
2002:60). Menciptakan dan membina kasih sayang antara pendidik dengan peserta didik, selain
memelihara hubungan yang harmonis, terutama juga membina dan menumbuhkan kasih sayang
dalam diri peserta didik sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa, yang sejogyanya diwarisi oleh
setiap individu sebagai ciptaan Tuhan. Komunikasi kasih sayang dalam suasana interaksi edukatif,
diharapkan dapat membina kemampuan peserta didik berkomunikasi dengan siapapun, dalam
kesempatan yang bagaimanapun, dan kurun waktu yang bagaimanapun, tetap dalam suasana
harmonis diliputi oleh kasih sayang.
Asas kasih sayang memiliki makna yang sangat berarti dalam proses kegiatan pendidika yang
dilandasi oleh tanggungjawab menciptakan dan membina sumberdaya manusia yang perilakunya
berpijak pada kasih sayang.
5. Asas Demokrasi
Di atas dalam pembahasan asas kasih sayang telah dijelaskan bahwa manusia sebagai ciptaan
Tuhan Yang Maha Kuasa memiliki persamaan hak di hadapan Tuhan di dunia ini. Konsep ini sebagai
pengertian yang hakiki yang harus diketahui dan diwujudkan bersama sebagai anggota atau individu
dalam kehidupan masyarakat – bangsa dan negara Indonesia. Kesamaan kedudukan dan hak sebagai
manusia mengandung arti bahwa hidup dan kehidupan yang satu dengan yang lainnya sangat
tergantung dan pengaruh mempengaruhi, bukan menjadi alat dan diperalat untuk memenuhi
kebutuhan orang atau kelompok tertentu. Karena itu sangat dituntut dalam kehidupan manusia
adanya kepedulian msing - masing sebagai umat manusia, dengan mengabaikan kualitas, pangkat,
status, atau posisinya masing-masing.
Para ahli telah mengemukakan pengertian tentang demokrasi yang pada mulanya konsep ini
digunakan dalam pemerintahan atau politik. Dewasa ini demokrasi tidak dibatasi kepada pengertian
politik, tetapi juga menyangkut hal – hal dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, dan HAM. Demokrasi
telah merupakan suatu sikap dan cara hidup baik di dalam lingkungan terbatas maupun di dalam
lingkungan bernegara (H. A. R. Tilaar. 2002: 28). Pada dasarnya hakikat demokrasi adalah kesetaraan
hak dan kewajiban sebagai umat manusia serta upaya bersama untuk mencapai kesejahteraan
bersama. Kesederajatan umat manusia, penduduk, rakyat, pada suasana demokrasi, menjadi acuan
bersama. Namun demikian, aturan main, tanggung jawab tiap orang tetap menjadi dasar pegangan,
sehingga tidak terjadi bebas tak terbatas dan mekanisme sesuka hati. Derajat, kehormatan, hak, dan
kewajiban tiap orang sebagai anggota masyarakat, tetap dihormati.
Berdasarkan makna demokrasi di atas, asas demokrasi yang dikembangkan dan diterapkan pada
proses dan kegiatan pendidikan, mengacu kepada kesetaraan antar subyek sebagai umat manusia
dalam suasana interaksi edukatif, sesuai dengan posisi serta tugas masing – masing. Pendidik
berbeda dengan peserta didik, menjadi acuan, dalam rangka membentuk serta mengembangkan
peserta didik sebagai sumber daya manusia yang bersikap mental demokratis.
Penerapan demokrasi sebagai salah satu dalam praktek pelaksanaan pendidikan menjadi sarana
serta wadah pembinaan peserta didik menjadi manusia yang demokratis sesuai dengan hak dan
kewajibannya sebagi warga negara serta kedudukannya sebagai umat manusia yang beradab. Hal
inilah yang menjadi makna asas demokrasi dalam proses kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, para
pendidik yang di awali dari orang tua dan pendidik lainnya di sekolah serta di masyarakat hendaknya
benar – benar memahami dan menghayati makna demokratis dalam pendidikan.
Keterbukaan sebagai fenomena yang berkenaan dengan prilaku manusia yang terkait dengan
hati nurani, kebijakan, dan suatu keputusan (Nursid Sumaatmadja). 2002: 63). Keterbukaan
mengandung makna bahwa apa yang dilakukan dan apa yang ada dalam diri seseorang dapat dan
harus diketahui orang lain, tidak ada yang tersembunyi atau rahasia dalam dirinya. Beban yang ada
pada diri dinyatakan dengan terbuka pada orang lain sehingga dapat dengan segera di temukan
solusi atau cara pemecahan untuk mengatasi masalah yang dihadapi, dengan demikian hidup
menjadi ringan dan tehindar dari kehidupan yang steres.
Dalam praktek pelaksanaan pendidikan tidak terlas dari kebijakan atau pengambilan keputusan
terutama dalam pendidikan formal di sekolah yang dilakukan oleh pendidik baik secara pribadi
maupun kelompok pendidik terhadap peserta didik yang menyangkut individu ataupun kelompok
peserta didik. Misalnya, (Kualitatif ataupun kuantitatif) mengenai hasil prestasi belajar yang di capai
peserta didik dalam bidang tertentu adalah suatu keputusan. Oleh karena itu, maka dalam
penetapan pemberian nilai tersebut harus ada keterbukaan tentang prosedur yang digunakan
pendidik dalam menentukan nilai dimaksud sehingga peserta didik benar-benar dapat termotivasi
untuk meningkatkan usaha dan kreatifitasnya dalam belajar.
Dengan adanya keterbukaan dalam menetapkan sesuatu yang berkitan dengan pengambilan
keputusan, akan mengurangi dan bila mungkin meniadakan timbulnya kecurigaan dalam pihak yang
menerima keputusan. Keputusan yang di ambil merupakan hasil kesepakatan atau sekurang-
kurangnya, orang atau subyak yang dikenai keputusan telah mengetahui criteria yang digunakan
dalam pengambialan keputusan itu. Hal ini merupakan jaminan terjadinya tanggung jawab dan
sekaligus akan menimbulakan dan meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) dari semua
pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut. Selain untuk membina adanya tanggung jawab dan
rasa memiliki pada semua pihak yang terkait, tidak kalah pentingnya adalah membina timbulnya rasa
kejujuran pada diri subyek didik dan juga para pendidik dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan transparansi atau transparan dapat diartikan dengan bening, walaupun ada yang
menghalangi atau yang membatasi namun tetap terlihat dengan jelas (Nursid Sumaatmadja. 2002:
63). Keterbukaan atau transparansi sering disatukan dalam penggunaannya karena makna yang
dikandung adalah kejujuran. Terbuka dan transparan berarti tidak ada yang tersembunyi apalagi
dibohongi. Dengan demikian, keputusan atau tindakan maupun perbutan yang dilakukan, dilakukan
dengan tulus, jujur, senang hati, dan bertanggung jawab.
Bila dikaitkan dengan asas demokrasi seperti yang di jelaskan di atas, ketrbukaan dan
transparansi merupakan komponen prilaku yang sangat penting. Demokrasi yang sesungguhnya
tidak akan munkin terjadi dalam kehidupan masyarakat-bangsa dan Negara Indonesia apabila
ketrbukaan dan transparansi tidak terwujud dalam hidup dan kehidupan setiap warga Negara.
Karena itu, penerapan asas demokrasi tidak dapat dipisahkan dari asas keterbukaan dan
transparansi.
Pengembangan dan penerapan asas keterbukaan dan transparansi dalam proses pelaksanaan
kegiatan pendidikan, berarti bahwa program, kebijakan, dukungan dan perangkat-perangkat lainnya,
harus didasari oleh kejujuran, tidak ada yang ditutup-tutupi, serta tidak ada kebohongan. Dengan
demikian, segala kegiatan, penerimaan, perangkatan, kebijakan, program, dan keputusan yang
menyangkut pendidikan, harus berasaskan keterbukaan serta transparansi, tidak dicemari oleh
kebohongan. Melalui pendidikan yang berasaskan keterbukaan dan transparansi diharapkan akan
tercipta sumber daya manusia yang jujur, tulus, dan berdedikasi tinggi, yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat-bangsa dan Negara Indonesia saat ini dan waktu-waktu mendatang. Keterbukaan dan
transparansi akan memerangi kebencian, iri hati, dendam, menang sepihak, mengambil jalan pintas
untuk keuntungan sesaat dan kelompok tertentu, kebohongan dan sejenisnya yang merupakan
penyakit yang mencemari kehidupan masyarakat – bangsa dan Negara menuju masyarakat adil,
makmur dan sejahtera.
7. Asas Tanggungjawab
Aktivitas yang dilakukan dalam proses pendidikan harus selalu di dasarkan pada asas
tanggungjawab, karena kegiatan apapun yang dilakukan dalam pendidikan selalu diarahkan untuk
mencapai tujuan yakni mendidik dan membimbing peserta didik agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan dan segala potensi yang dimiliki. Sekecil
apapun tindakan atau perbuatan yang dilakukan pendidik dalam proses pendidikan harus dapat
dipertanggungjawabkan dari segi pencapaian tujuan, bukan berdasarkan selera, atau kemauan
pendidik. Secara lebih luas dan menyeluruh, tangggungjawab itu meliputi tanggungjawab kepada diri
sendiri, kepada keluarga, kepada masyarakat-bangsa dan Negara Indonesia, dan terutama
tanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha tahu.
Aktualisasi dari pengembangan dan penerapan asas tangggungjawab dalam proses pelaksanaan
kegiatan pendidikan akan tercermin dalam pemilihan dan penetapan materi, metode, strategi,
pelaksanaan, hubungan pendidik dengan peserta didik, samapi pada evaluasi, harus bersumber dan
bermuara kepada pencapaian tujuan pendidikan atau pembelajaran. Pendidikan tanpa asas
tanggungjawab, bukanlah pendidikan dalam pengertian yang hakiki untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang memiliki sifat dan sikap bertanggungjawab pada penampilan, prilaku, tindakan,
serta perbuatannya.
8. Asas Kualitas
Asas kualitas berkaitan dengan mutu hasil pendidikan yang akan dicapai. Kualitas hasil akan
bergantung atau dipengaruhi oleh kualitas proses pelaksanaan yang mencakup materi, metode,
strategi, pelaksanaan, hubungan pendidik dengan peserta didik, pengelolaan, sampai pada evaluasi
hasilnya sebagaimana dijelaskan diatas. Dengan demikian asas kualitas dalam proses dan kegiatan
pendidikan, dapat dikatakan sebagai muara dari asas-asas pendidikan sepanjang hayat, kasih sayang,
demokrasi, keterbukaan dan transparansi, serta tanggungjawab.
Proses kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas, haruslah berlandaskan asas kualitas dalam segala perangkat, kerja, dan kinerjanya.
Kegiatan pendidikan yang berlandaskan kualitas akan dapat melahirkan peserta didik menjadi
manusia yang berkualitas yang menyangkut jasmani, keterampilan, etos kerja, intelektual,
emosional, sosial, spiritual, dan akhlak mulia sebagai pribadi utuh, jujur, terbuka, dan bermakna bagi
hidup dan kehidupan diri sendiri dan orang lain.
Dinamika kehidupan yang telah berkembang dan berada dalam suasana global dan
perdagangan bebas, menghadapkan berbagai hambatan dan tantangan sekaligus peluang untuk
peningkatan kemampuan dan keterampilan untuk mengisi peluang pasar bebas. Daya saing akan
semakin tinggi, dan ukuran yang digunakan adalah bukan saja tergantung pada kualitas hasil akan
tetapi justru lebih diutamakan pada kualitas proses pencapaiannya. Dalam mengantisipasi dinamika,
baik yang positif menguntungkan, maupun yang negative merugikan, bangsa Indonesia sebagai
warga dunia, harus memiliki kualitas, kualitas penguasaan IPTEK, kualitas keterampilan, kualitas etos
kerja, sosial kemasyarakatan, emosional, dan kualitas spiritual. Tanpa memiliki kualitas-kualitas
seperti itu, bangsa Indonesia akan semakin tergantung kepada bangsa lain, menjadi sapi perah
bangsa lain dalam segala aspek khidupan. Oleh karena itu, penerapan dan pengambangan asa
kualitas dalam proses pendidikan, sangat strategis untuk membiana peserta didik menjadi sumber
daya manusia yang berkualitas dalam segala aspek kehidupan manusia.
Untuk memperjelas keterkaitan pengembangan dan penerapan asas-asas pendidikan yang telah
dijelaskan diatas, berikut ini akan disajikan gambar dengan harapan akan dapat lebih memperjelas
asas tersebut dan kaitannya satu dengan lainnya.
Gambar 2. Penerapan Berbagai Asas dlam Proses Pendidikan untuk membina Sumber Daya Manusia (SDM)
yang manusiawi.
9. Panca Darma Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara, tokoh Pendidikan Nasinal Indonesia, menerapkan Panca Darma pada
perguruan yang didirikan beliau yang disebut dengan Taman Siswa di Yogyakarta. Dlam pelaksanaan
pendidikannya di Taman Siswa diterapkan lima asas yang disebut dengan Panca Darma, yang
meliputi :
2. Asas Kemerdekaan
3. Asas Kebudayaan
5. Asas Kemanusiaan
Asas inilah yang mendasari pelaksanaan pendidikan Taman Siswa, sehingga pendidikan yang
dilaksanakan benar-benar sesuai dengan masyarakat , bangsa, dan Negara Indonesia, pada waktu itu
masih dalam jajajhan bangsa Belanda. Beliaulah yang pertama melaksanakan pendidikan dengan
berlandaskan pada budaya bangsa Indonesia, dan karenanya beliau dianugerahi sebagai Bapak
Pendidikan Indonesia, dan tanggal lahir dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional. ( Tim Pengajar
2011 )
Kesimpulan
Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas yang menegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak mengatur dirinya sendiri ( zelf-veschikkingsrecht ) dengan mengikat tertibnya
persatuan dalam prikehidupan umum.
Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar-mengajar di sekolah seyogyanya mengemban
sekurang-kurangnya dua misi, yakni membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif, dan
serentak dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari
belajar sepanjan hayat.
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar member istilah “berjalan sendiri” tentunya sama
dengan konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna “menghindari
campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan”.
Suasana dan hubungan “interaksi edukatif” antara pendidik dengan peserta didik dengan
peserta didik terjalin dalam “kasih sayang”.
Kesamaan kedudukan dan hak sebagai manusia mengandung arti bahwa hidup dan kehidupan
yang satu dengan yang lainnya sangat tergantung dan pengaruh mempengaruhi, bukan menjadi alat
dan diperalat untuk memenuhi kebutuhan orang atau kelompok tertentu. Karena itu sangat
dituntut dalam kehidupan manusia adanya kepedulian msing - masing sebagai umat manusia,
dengan mengabaikan kualitas, pangkat, status, atau posisinya masing-masing.
Daftar Pustaka
Johnson, Elanie B. PH. D., (2009): Contextual Teaching and Learning; Mizan Media Utama, Bandung.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. (2005): Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Pengikut
Mengenai Saya
Arsip Blog
▼ 2011 (9)
o ► November (1)
o ▼ Oktober (8)
JURNAL ASAS –ASAS PENDIDIKAN (kelompok 8)
JURNAL HAKIKAT MANUSIA (KELOMPOK 2)
JURNAL LANDASAN – LANDASAN PENDIDIKAN (kelompok 7)...
JURNAL HAKIKAT PEMBELAJARAN (kelompok 6)
JURNAL HAKIKAT PENDIDIKAN (KELOMPOK 1)
JURNAL HAKEKAT MASYARAKAT (kelompok 3)
JURNAL HAKIKAT PESERTA DIDIK (kelompok 4)
postingan pertama!!!!!! ^^
Template Awesome Inc.. Gambar template oleh sndrk. Diberdayakan oleh Blogger.