Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KONSERVASI BIODIVERITAS HUTAN TROPIKA

BASAH
ANCAMAN KEPUNAHAN BIODIVERSITAS (HEWAN
PRIMATA: PONGO PYGMAEUS)

Disusun Oleh:
Kelompok 5/B

Nama Nim
Clara Natalie Alfacia Tasiam 2007026071
Dewi Nur Oktania 2007026051
Maudy Rahayu 2007026064
Nubli Hazmi 2007026034
Nur Azizah Muthi’ah 2007026077

LABORATORIUM TUMBUHAN ANATOMI DAN SISTEMATIKA TUMBUHAN


PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITA MULAWARMAN
2022
KATA PENGANTAR

Bismillahhirrohmanirrohiim.
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa. Karena at
as rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan laporan mingguan ini guna meme
nuhi tugas kelompok untuk praktikum mata kuliah Konservasi Biodiversitas Huta
n Tropika Basah, dengan judul “ANCAMAN KEPUNAHAN
BIODIVERSITAS (HEWAN PRIMATA: PONGO PYGMAEUS)”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tidak terlepas dari ban
tuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik sehingga lapor
an ini dapat terselesaikan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan mas
ih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan ba
hkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semog
a laporan ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Samarinda, 07 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................1
1.1 Tinjauan Pustaka.......................................................................................1
1.2 Hasil Diskusi.............................................................................................3
BAB 2 PENUTUP.................................................................................................11
2.1 Kesimpulan..............................................................................................11
2.2 Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
LAMPIRAN..........................................................................................................14

ii
BAB 1
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Tinjauan Pustaka


Orangutan merupakan salah satu hewan primata dari 26 jenis endemik Indonesia.
Primate ini hanya bisa di temukan pada pulau Kalimantan dan sumatera. Orangutan
disumatera mempunyai nama latin yaitu Pongo abelii dan Pongo tapanuliensis. Dan yang
dipulau Kalimantan bernama Pongo pygmaeusyang memiliki 3 subspesies Pongo
pygmaeus pygmaeus, P. p. wrumbii dan P. p. morio. Orangutan yang berhabitat di hutan
liar tiap tahunnya mengalami berbagai ancaman. Contoh seperti peralihan hutan yang
menjadi perkebunan degradasi hutan, penangkapan dan perdagangan secara illegal.
Berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature atau IUCN
orangutan termasuk critically endangered. Oleh karena itu konservasi secara insitu tau
exsitu diharapkan bisa menjamin kelestarian hewan tersebut (Dalimunthe, 2020).
Indonesia mempunyai 40 spesies primata di dunia, 12 persen spesies mam
alia, 16 persen spesies amfibi dan reptilia, 17 persen spesies burung. 33 persen spe
sies serangga, 24 persen spesies fungi dan 10 persen varitas tanaman dunia, berad
a di indonesia. kerusakan hutan sebagai salah satu penyebab utama kepunahan sat
u-dua jenis binatang atau tanaman itu, disamping perburuan dan perdagangan illeg
al berarti guncangan atas keseimbangan ekosistem dunia. eksistensi ekosistem yan
g seimbang sangat penting untuk menyokong kehidupan manusia, dan bila ganggu
an itu berlanjut dalam waktu yang lama kemampuan ekosistem bumi menurun unt
uk menopang kehidupan seluruh makhluk di bumi (Supriana, 2017).
Kerusakan hutan yang semakin parah menyebabkan terganggunya keseimb
angan ekosistem hutan dan lingkungan disekitarnya yang berdampak negatif pada
sosial, budaya dan ekonomi masyarakat sekitar hutan. salah satu dampaknya adala
h semakin sering terjadi konflik ruang antara satwa liar dan manusia (supriana, 20
17).
Orangutan merupakan satwa primata terbesar yang ada di Indonesia, pada
saat daratan Asia merupakan satu kesatuan, orangutan memiliki sebaran yang
cukup luas di wilayah Asia. Pada saat terjadi peningkatan permukaan air laut,
Daratan yang tadinya menyatu menjadi terpisah-pisah menjadi pulau. Pemisahan

1
2

ini menjadi barrier yang membatasi pergerakan orangutan. Saat ini sebarannya
terbatas hanya di Kalimantan dan Sumatera. Pemisahan yang lama dengan
kondisi habitat yang berbeda telah memberi dampak lain terhadap orangutan.
Secara morphology terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara orangutan
Kalimantan dan Sumatera, selain itu pemanfaatan technology biology molekuler
juga telah dapat mengungkapkan adanya perbedaan yang nyata antara kedua
jenis ini, sehingga kedua orangutan kemudian dijadikan sebagai jenis yang
berbeda yaitu Pongo pygmaeus untuk orangutan Kalimantan dan P. abelii untuk
orangutan Sumatera, bahkan untuk orangutan yang berada di Kalimantan telah
dibedakan menjadi tiga anak jenis yaitu P. pygmaeus pygmaeus, P. p. morio dan
P. p. wurmbii. Dengan terungkapnya perbedaan jenis dan anak jenis Para ahli
menyebutkan bahwa primata ini memiliki sebaran yang terbatas pada saat ini,
yaitu hanya di Sumatera dan Kalimantan. Pembukaan lahan yang besar di kedua
pulau ini telah menyebabkan fragmentasi hutan yang terus berjalan secara luas
dan menjadi ancaman serius untuk konservasi orangutan. Berkurangnya habitat
orangutan mengakibatkan juga menurunnya jumlah populasi orangutan. Faktor
lain yang mempengaruhi jumlah populasi orangutan adalah perburuan, alih
fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan kerusakan habitat akibat
adanya pembalakan baik berijin ataupun tidak berijin.
Orangutan Sumatera memiliki rambut panjang, lebih tebal dan lebih
berbulu (wolly). Ciri lainnya, orangutan Kalimantan lebih tegap dan mempunyai
kulit, wajah dan warna rambut lebih gelap daripada yang ada di Sumatera, cirri
khusus lainnya orangutan jantan Kalimantan memiliki kantung tenggorokan yang
besar dan terjumbai, sdangkan orang utan jantan Sumatera memiliki kantung
tenggorokan yang lebih kecil. Orangutan jantan Kalimantan memiliki pinggiran
(flange) muka yang cenderung melengkung ke depan sebaliknya orangutan jantan
Sumatera memiliki pinggiran muka yang mendatar, namun perlu diperhatikan
bahwa ciri-ciri umum yang membedakan kedua anak jenis ini tidak mudah dilihat
di lapangan, terkecuali individu yang berada di kebun binatang atau penangkaran
yang memiliki kedua jenis ini dan diamati secara bersamaan, sehingga dapat
dilihat perbedaannya secara langsung.
3

Orangutan merupakan salah satu hewan herbivora, karena sebagian besar


makanannya berupa tumbuhan terutama buah-buahan, walau kadang dijumpai
makan rayap, telur atau burung sebagai makanan tambahannya. Jenis ini
merupakan jenis yang diurnal dan arboreal serta merupakan hewan yang termasuk
semi soliter (Wich et al., 2010), berbeda dengan group kera besar lainnya di
Afrika yang membentuk koloni atau group. Jantan menempati teritori tertentu dan
betina dapat menempati teritori tersebut. Pada saat musim kawin jantan dan betina
akan tinggal bersama selama beberapa hari, setelah itu pejantan akan
meninggalkan betina

1.2 Hasil Diskusi


1. Kelompok 1 (Nurul Fadilah)
Pertanyaan : Coba sebutkan apa saja hasil penelitian mengenai orang
hutan yang didapatkan oleh para peneliti? Sebab yang anda
jelaskan hanya berdasarkan pola atau cara penelitian?
Jawab : Program penelitian dan konservasi turut dilaksanakan
dengan semarak, satu diantaranya ialah SOCP (Sumatran
Orangutan Conservation Programme) hadir sebgai pusat
konservasi yang aktif dalam pengembangan poulasi liar
yang laik secara genetik dan mandiri, Kolaborasi aktif
dengan pemerintah Indonesia DItjen KSDAE dalam:1)
mengentaskan penangkapan dan penjualan secara illegal.
2)Rehabilitasi orang utan untuk dicek rekam medis dan
rehabilitasi dalam sekolah alam.3)penelitian secara nasional
dan internasional dalam monitoring dan reinduksi orang
utan Sumatra kembai ke habit.
Penelitian terkini mengenai orang utan berkutat pada
aktivitas kehidupan, pilihan makanan, jauhnya jarak
perjalanan harian, kemampuan dalam membuat sarang/
tempat tinggal hali ini berkonstribusi besar untuk evaluasi
faktor penting mengenai proses penyusuaian lingkungan
4

dalam mengoptimalkan prosedur program re-introduksi


Kembali ke habitat. Pengamatan ini bertujuan untuk tidak
meningkatkan kemungkinan hidup/sintas dalam program re-
introduksi tanpa mengganggu plasma nutfah seperti
program re-introduksi outbreeding yang dikhawatirkan
membahyakan dalam jangka Panjang (basalamah et
al,2018)

2. Kelompok 4 (Balqis Asri Salsabila)


Pertanyaan : Apa yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa/i bahkan
sebagai orang biasa untuk dapat turut andil dalam
pencegahan punahnya orangutan ini?
Jawab : Usaha pelestarian Raflessia sudah dialkukan oleh kebun R
aya Sejak tahun 1850-an .Penanganan Konservasi Rafflesi
a secara aktif perlu terus dilakukan karnea harus berpacu d
engan hilangnya Rafflesia di alam, Usaha konservasi seba
gian besar saat ini masih dilakuakan secara pasif yakni me
lindungi habitatnya. Sampai saat ini cara inilah yang palin
g efektif dilakakan dengan konservasi Kawasan Cagar Ala
m dan Kebun Raya. Tercatat sudah 10 upaya yang dilakuk
an sebagai program dari “habitat recovery.& Reinduction
“ yakni usaha konservasi melalui penelitian dengan hasil
yang beragam nan kemajuan yang signifikan (hal 16). Ha
sil akhir yang ingin dicapai adalah mengetahui teknik yan
g tepat untuk memperbanyak Rafflesia di alam, baik untuk
untuk keperluan konservasi in situ maupun ex situ sangat
bergantung pada elemen –elemen penting seperti teknik p
enyimpanan biji maupun teknik stimulasi inang baik seca
ra eksitu dan insitu bisa dipragmram sesuai dengan kebutu
han . Kesempatan atau peluang tumbuh yang minim turut
menyumbang kesukaran dan menjadi limiting factor, masi
5

h banyak informasi yang harus diperoleh untuk melanutka


n upaya konservasi Rafflesia ini. (Mursidawati, 2017).

3. Kelompok 2 (Anitha Octavhia)


Pertanyaan : Apakah sarang orang utan dapat dijadikan indokator keber
adaan orang utan ketika melakukan penelitian awal? dan a
pakah kalian tau cara membedakan sarang orang utan den
gan sarang hewan lain?

Jawab : Bisa, walaupun orang utan sering membuat sarang akan tet
api sarang yang dibuatnya tidak jauh dari tempat asalnya.
Sebagian besar kehidupan orang utan dihabiskan diatas po
hon, orang utan memilih pohon dengan kayu yang kuat ag
ara dapat menopangnya saaat beristirahat. Ukuran dari sar
ang orang utan sendiri bervariasi terantung dari bahan yan
g di dapat atau dipilih orang utan, tetapi ukurannya sarang
nya relatih besar sehingga dapat dibedakan dengan hewan
lainnya ataupun burung (Rifai, 2013). Dalam keseharian o
rang utan hampir 33% aktivitasnya adalah beristirahat di d
alam sangkar bersama anaknya dan orang utan dewasa leb
ih sering melakukan aktivitasnya di dalam sangkar ketimb
ang anak orang utan yang suka bermain dilua. Oleh karena
tu, keberadaan sarang dari orang utan bisa dijadikan indik
ator keberadaannya (Sihotang, 2019).

4. Kelompok 3 (Muhammad Arjunada Al Asad)


Pertanyaan : Mengapa orang utan itu langka, apakah ada factor lainnya?
Jawab : Karena orang utan adalah hewan endemik dan juga terma
suk kedalam salah satu primata cerdas yang sangat banyak
orang inginkan untuk dijadikan hewan peliharaan, sirkus, k
6

oleksi binatang dan lainnya. Beberapa faktor yang menyeba


bkan orang utan langka adalah penebangan pohon yang mer
usak habitat asli dari orang utan, perambahan atau pembuka
an lahan baru untuk tempat bermukim, perburuan hewan se
cara liar dan terus-menerus, dan pembukaan lahan hutan se
cara besar-besaran untuk perkebunan skala besar (Prayogo,
2014).

5. Kelompok 3 (Nur Ulmi)


Pertanyaan : Apakah konservasi insitusi dan eksitu yang dilakukan pem
erintah sudah terealisasikan secara nyata atau hanya seked
ar rencana terhadap kelangkaan orang utan?
Jawab : Menurut Internasional Union For Conservation of nature
and Natural Recources (IUCN) Red List Edisi tahun 2002,
orangutan dikelompokkan menjadu satwa Critically Endan
gered yaitu keberadaannya sangat terancam terhadap kepu
nahan atau langka, sehingga kebijakan pemerintah dalam
melakukan perlindungan hukum terhadap orangutan harus
sesuai dengan Convention on International in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora dikarenakan banyaknya p
enangkapan, pembunuhan dan perdagangan illegal satwa o
rangutan dari negara Indonesia. Peraturan perundangan ha
rus memiliki filosofi, asas, tujuan dan norma yang mendas
ar dan searah sesuai dengan kebijaksanaan lingkungan dis
ekitarnya, serta sesuai dengan peraturan internasional yang
ditetapkan (Irfan, 2013).

6. Kelompok 1 (Ummi Fadillah)


Pertanyaan : Apakah konservasi insitusi dan eksitu yang dilakukan
pemerintah sudah terealisasikan secara nyata atau hanya
sekedar rencana terhadap kelangkaan orang utan?
7

Jawab :
8

BAB 2
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
 Berdasarkan hasil diskusi yang menyebabkan kelangkaan tau kepunahan
orangutan yang terus menurun akibat dari ulah manusia..
 Bahwa kkonservasi insitu dan ex-situ telah diupayakn oleh pemerintah
setempat pada satwa orangutan dapat dilakukan penjagaan dan pelestarian
orangutan
 Dalam menghindari pelanggaran atau pelstarian dari orang utan secara
illegal maka masyarakat sekitar agar diberi sosialisasi mengenai penjagaan
orangutan
 Perbedaan sarang orangutan dengan satwa lain yaitu sarang orangutan
berada pada atas pohon sedangkan satwa lain berada pada ranting.
 Peran kita adalah bekerjasama dengan warga sekitar untuk menjaga
pepohonan
 Berdasarkan hasil diskusi bahwa kita bisa mengurangi penebangan illegal.

2.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum Ancaman Kepunahan Biodiversitas mengenai
orangutan dapat diganti dengan komodo yang berada di pulau Komodo.
DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, N. P., Alikodra, H. S., Iskandar, E., & Atmoko, S. S. U. (2020).


Manajemen Pakan dan Pemenuhan Nutrisi Orangutan Kalimantan (Pongo
pygmaeus). di Taman Safari Indonesia dan Taman Margasatwa
Ragunan. Jurnal Biologi Indonesia, 16(1).
Basalamah, Fitriah & ATMOKO, SRI & Perwitasari, Dyah & QAYIM, IBNUL &
SIHITE, JAMARTIN & van Noordwijk, Maria & Willems, Erik & Schaik,
Carel. (2018). Monitoring orangutan reintroduction: Results of activity bu
dgets, diets, vertical use and associations during the first year post-release
in Kehje Sewen Forest, East Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas. 19. 60
9-620.
Irfan, M. (2013). Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Satwa
Orang Utan yang Dilindungi Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1990
di Wilayah Ijin USAha Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus di Wilayah
Hukum Kabupaten Kutai Kartanegara) (Doctoral dissertation, PhD Thesis
Brawijaya University, 1-19.
Law, B. E., Hudiburg, T. W., Berner, L. T., Kent, J. J., Buotte, P. C., & Ha
rmon, M. E. (2018). Land use strategies to mitigate climate ch
ange in carbon dense temperate forests. Proceedings of the N
ational Academy of Sciences of the United States of America, 1
15(14), 3663–3668.
Rifai, M., Patana, P., & Yunasfi, Y. 2013. Analisis Karakteristik Pohon dan Saran
g Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Bukit Lawang Kabupaten Langkat
(Analysis of the Trees and Nest Characteristics of Sumatran Orangutan (Pon
go abelii) in Bukit Lawang, Langkat District). Peronema Forestry Science Jo
urnal, Vol 2(2), 130-136.
Sihotang, R. A., & Putri, K. A. 2019. AKTIVITAS HARIAN DAN POLA DISTR
IBUSI SARANG ORANGUTAN (Pongo abelii) DI STASIUN PENGAMA
TAN ORANGUTAN SUMATERA (SPOS) BUKIT LAWANG. BIOLOGIC
A SAMUDRA, Vol 1(2), 34-42.
Supriana, J. Konservasi Biodiversitas: Teori dan Praktik di Indonesia. Yayasan
Pustaka Obar Indonesia: Jakarta.
Prayogo, H., Thohari, A. M., Sholihin, D. D., & Prasetyo, L. B. 2014. Karakter K
unci Pembeda antara Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) dengan Oran
gutan Sumatera (Pongo Abelii). Bionatura, Vol 16(1).
Prayogo, H., Thohari, A. M., Sholihin, D. D., & Prasetyo, L. B. 2014. Karakter
Kunci Pembeda antara Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) dengan
Orangutan Sumatera (Pongo Abelii). Bionatura, 16(1): 52-58.

LAMPIRAN
(a)

Keterangan: (a) Lembar Pertanyaan hal. 1

Anda mungkin juga menyukai