TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1 Pengertian
reproduksi wanita tepatnya pada organ leher rahim (Rasjidi, 2008). Kejadian Lesi
Pra Kanker Leher Rahim dengan hasil pemeriksaan IVA Positif merupakan
abnormalitas pada leher rahim, sehingga dapat memicu terjadinya prakanker leher
rahim.
Tahap prakanker leher rahim yang biasa disebut displasia terdiri dari
displasia ringan, sedang, berat dan KIS. Perkembangannya menjadi kanker invasif
dan perubahannya memerlukan waktu antara 10-20 tahun. Hal ini dikarenakan
periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10
tahun.
rahim yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada
wanita dibawah usia 35 tahun. Menurut Benson KL, 2% dari wanita yang berusia
40 tahun akan menderita kanker leher rahim dalam hidupnya. Hal ini
15
16
tahun untuk terjadinya kanker invasif sehingga sebagian besar terjadinya atau
Dengan demikian, temuan dini melalui skrining rutin dapat mencegah progresi
dari kondisi prainvasif menjadi invasif. Konsep regresi spontan serta lesi yang
menjadi lesi invasive atau kanker leher rahim, sehingga diakui masih banyak
2.1.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker leher rahim atau kanker
leher rahim di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sedangkan
kematian akibat kanker di usia produktif. Hampir 80% kasus berada di negara
meninggal dunia. Sebelum tahun 1930, kanker leher rahim merupakan penyebab
memasyarakat sehingga angka kejadian kanker leher rahim masih tetap tinggi
(Rasjidi, 2008).
17
2.1.1.3 Etiologi
Virus (HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi
HPV virus risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe lain yang
bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV
tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52,
56, 58, 59, 69 dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa
penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan
oleh tipe 16 dan 18. Dari kedua tipe ini HPV16 sendiri menyebabkan lebih dari
50% kanker leher rahim. Seseorang yang sudah terinfeksi HPV16 memiliki
Kanker leher rahim merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher
rahim dari sebuah sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Kanker ini
lebih sering ditemukan pada daerah anatomis yang khas yang dikenal sebagai
zona transisi antara epitel kolumnar (endoleher rahim) menjadi epitel berlapis
terjadi akibat terpapar lingkungan asam vagina. Lapisan endoleher rahim yang
dilapisi oleh epitel kolumnar akan mengalami metaplasia menjadi epitel skuamosa
tanpa lapisan tanduk. Selama masa pubertas dan kehamilan, zona transisi pada
18
daerah ektoleher rahim meluas. Hal inilah yang memfasilitasi infeksi dari HPV.
90% dari kanker leher rahim merupakan keganasan yang berkembang dari epitel
kolumnar endoleher rahim. Epitel skuamosa bertingkat yang melapisi leher rahim
Pada keadaan normal, lapisan epitel ini tetap dipertahankan ketebalannya melalui
mekanisme apoptosis dan pengelupasan lapisan teratas dari epitel ini, sedangkan
lapisan basal akan membentuk lapisan baru. Namun bila terdapat infeksi HPV
yang menetap ditambah dengan kofaktor lain, maka sel skuamosa yang
lesi prakanker. Sel-sel ini nantinya akan terus membelah secara tidak terkendali
(yang merupakan sifat dari kanker) dan menjadi kanker sel skuamosa (WHO,
2008).
Melihat dari perjalanan kanker ini, hampir 90% kasus berasal dari epitel
permukaan (epitel skuamosa). Pada epitel tersebut akan terlihat bakal kanker yaitu
prakanker. Keadaan tersebut dimulai dari yang bersifat ringan sampai karsinoma
in situ yang semuanya dapat didiagnosa dengan skrining atau penapisan. Dalam
tingkat ke tingkat yang lain. Untuk terjadinya perubahan, diperlukan waktu 10-20
tahun. Namun jika sudah menjadi kanker stadium awal, penyakit ini dapat
Pada tahap prakanker sering tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala
biasanya berupa keputihan yang tidak khas, atau ada perubahan setitik yang bisa
19
hilang sendiri. Pada tahap selanjutnya (kanker) dapat timbul gejala berupa
keputihan atau keluar cairan kanker dari vagina yang biasanya berbau, perdarahan
diluar siklus haid, perdarahan setelah melakukan senggama, timbul kembali haid
setelah haid (menopause), nyeri daerah panggul, gangguan buang air kecil
Kecepatan pertumbuhan kanker leher rahim tidak sama antara kasus yang
satu dengan kasus yang lain. Namun, pada penyakit yang pertumbuhannya sangat
lambat bila diabaikan sampai lama akan juga tidak mungkin terobati. Jika tumor
tumbuh berjalan dengan sangat cepat, bila dikenali sejak dini akan mendapatkan
hasil pengobatan yang lebih baik. Semakin dini penyakit tersebut dideteksi dan
dilakukan terapi yang adekuat semakin memberi hasil terapi yang sempurna
(Rasjidi, 2008).
medis dan studi diagnostik yang lebih pasti. Skrining terkadang dipertukarkan
untuk diagnosis. Tes skrining, seperti tes penglihatan, pengukuran tekanan darah,
Papsmear, pemeriksaan darah dan x-rays dada dilakukan pada kelompok besar
atau populasi. Tes skrining memiliki titik potong yang digunakan untuk
20
menentukan nama orang yang berpenyakit dan nama yang tidak. Diagnosis
diberikan kepada pasien secara perorangan oleh dokter atau institusi perawatan
skrining dapat dilakukan oleh teknisi medis dibawah pengawasan dokter. Skrining
tidak ditujukan untuk menyaingi diagnosis, tetapi lebih sebagai proses yang
dirujuk untuk diagnosis. Diagnosis tidak hanya memperkuat atau menyanggah tes
skrining, tetapi juga dapat membantu menetapkan validitas, sensitivitas dan uji
terorganisasi dengan target pada kelompok usia yang tepat dan sstem rujukan
yang dapat digunakan adalah pemeriksaan sitologi berupa Pap tes konvensional
atau sering dikenal dengan Tes Pap dan pemeriksaan sitologi cairan (Liquid Base
visual dengan asam asetat (IVA) serta inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI)
(Marliana, 2011). Perbedaan metode skrining kanker leher rahim dapat dilihat
seperti Indonesia.
Metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) sudah dikenalkan sejak
1925 oleh Hans Hinselman dari Jerman, tetapi baru diterapkan sekitar tahun 2005.
Skrining dengan metode IVA dilakukan dengan cara sangat sederhana, murah,
nyaman, praktis, dan mudah. Sederhana, yaitu dengan hanya mengoleskan asam
asetat (cuka) 3-5% pada leher rahim lalu mengamati perubahannya, dimana lesi
prakanker dapat terdeteksi bila terlihat bercak putih pada leher rahim. Murah
dan tidak menyakitkan. Praktis, artinya dapat dilakukan dimana saja, tidak
23
spekulum dan lampu. Mudah, karena dapat dilakukan oleh bidan dan perawat
yang terlatih, juga memiliki keakuratan sangat tinggi dalam mendeteksi lesi atau
luka pra kanker, yaitu mencapai 90 persen. Beberapa karakteristik metode ini
metode IVA sebagai cara skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang
memiliki sumber daya terbatas ini dilakukan sebagai salah satu masukan dalam
sensitivitas sekitar 66-69% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif
(positive predective value) dan nilai prediksi negatif (negative predective value)
5. Wanita yang tidak sedang hamil (walaupun bukan suatu hal yang rutin,
menstruasi.
3. Sarung tangan
4. Masker
12. Perlak
pemeriksaan.
termasuk spekulum steril atau yang telah di-DDT, kapas lidi dalam
wadah bersih, botol berisi larutan asam asetat dan sumber cahaya yang
memadai.
c. Bawa klien ke ruang pemeriksaan. Minta klien untuk buang air kecil
vagina klien.
Cuci tangan secara merata dengan sabun dan air sampai benar-benar
kembali.
f. Pakai sepasang sarung tangan periksa yang baru pada kedua tangan.
2) Tes IVA
dapat terlihat.
rahim. Dengan cara ini petugas memiliki satu tangan yang bebas
bergerak.
d. Pindahkan sumber cahaya agar leher rahim dapat terlihat dengan jelas.
trichormonas).
pemeriksaan IVA
pemeriksaan IVA. Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan
oleskan pada leher rahim. Bila perlu, gunakan kapas lidi bersih untuk
j. Periksa SSK dengan teliti. lihat apakah leher rahim mudah berdarah,
apakah ada bercak putih yang tebal atau epithel acetowhite yang
k. Bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap rahim dengan kapas
l. Bila pemeriksaan visual pada leher rahim telah selesai, gunakan kapas
lidi yang baru untuk menghilangkan sisa asam asetat dari leher rahim
n. Jika hasil tes IV negatif, catat hasil temuan tes IVA bersamaan dengan
acetowhite, yang merupakan ciri adanya lesi pra kanker, catat hasil
bersama klien. Jika hasil tes IVA negatif beritahu kapan klien harus
p. Jika hasil tes IVA positif atau diduga ada kanker, katakan pada klien
jika kepastian waktu rujukan dapat disampaikan pada waktu itu juga.
Menurut Bertiani (2009) dalam Nifa (2016), ada beberpa kategori yang
IVA Positif
(lesi <75%, lesi <2mm di luar batas krioprob
termasuk ujung prob, tidak ada perluasan dinding
vagina ke dalam kanal di luar jangkauan krioprob)
2.1.4 Faktor yang diduga berhubungan dengan Kejadian Lesi Pra Kanker
Leher Rahim
2.1.4.1 Usia
ditemukan pada usia 30-50 tahun, namun sebagian besar kejadian lesi prakanker
leher rahin dengan IVA positif meningkat pada usia ≥35 tahun (Wahyuningsih,
2014). Orang yang telah hidup lebih lama, terpajan agen penyebab kanker
melindungi diri dari karsinogen dan semakin melemahnya sistem kekebalan tubuh
(Lestari, 2016).
Umur responden pada penelitian ini adalah 20-68 tahun dengan rata-rata
dua kategori, yaitu <35 tahun dan ≥35 tahun. Dasar pengelompokkan umur ini
adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh (Setyarini, 2009) dan di perkuat
dengan teori yang menyatakan bahwa wanita yang berumur 35-50 tahun dan
(Wahyuningsih, 2014).
32
Infeksi HPV dipengaruhi faktor umur dan kondisi imunitas pasien, kedua
faktor ini juga mempengaruhi nilai positif palsu. Nilai positif palsu adalah tes
DNA HPV positif namun setelah melalui pengujian lain seperti kolposkopi, IVA
dan pap smear ternyata tidak ditemukan kelainan yang mengacu pada kanker leher
rahim. Nilai positif palsu menurun sampai tiga kali lipat untuk pasien yang
sistem imunitas yang cukup untuk mengurangi infeksi HPV, sedangkan wanita
yang berumur di atas 30 tahun cenderung mengalami infeksi HPV yang peresisten
atau menetap. Risiko terjadinya kanker leher rahim meningkat 2 kali lipat pada
kurang dan hal ini mempengaruhi imunitas tubuh. Studi deskriptif dan analitik
memperlihatkan hubungan yang kuat antara kejadian kanker leher rahim dengan
tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat dengan infeksi HPV
rendah tidak mampu membeli pembalut wanita yang berkualitas tinggi atau sabun
individu, para ibu yang berpenghasilan rendah tersebut pasti sulit menerapkan
Penelitian yang dilakukan oleh Aris W (2015) dalam Lestari & Fibriana
peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Hal ini juga
merupakan faktor risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim dengan IVA positif
kanker leher rahim dibandingkan dengan wanita yang memiliki anak dibawah 3.
Karena paritas merupakan faktor risiko kanker leher rahim. Dengan banyaknya
kehamilan sehingga dalam proses melahirkan anak mungkin saja memiliki efek
meningkatkan risiko infeksi HPV. Trauma pada jalan lahir tersebut apabila tidak
menimbulkan infeksi alat genetalia bagian atas dan perlukaan yang tidak sembuh
dapat menjadi keganasan. Selain itu juga bisa karena pengaruh hormonal pada
saat kehamilan telah berpengaruh pada leher rahim yaitu pengaruh hormon
kolumner leher rahim selama kehamilan yang menyebabkan dinamika baru epitel
metaplasik imatur yang dapat meningkatkan risiko transformasi sel serta trauma
pada leher rahim sehingga terjadi infeksi HPV persisten. Hal ini dibuktikan pada
suatu studi kohort dimana didapatkan bahwa infeksi HPV lebih mudah ditemukan
pada wanita hamil dibandingkan yang tidak hamil. Selain itu, pada kehamilan
Hasil penelitian (Jasa, 2016) sejalan dengan teori Manuaba dkk (2009)
bahwa jumlah kelahiran dengan jarak pendek dan terlalu banyak merupakan
faktor resiko terkena kanker leher rahim. Menurut teori Arum (2015) dalam (Jasa,
2016) memiliki banyak anak juga bisa memicu terjadinya kanker leher rahim. Saat
dilahirkan, janin akan melewati leher rahim dan menimbulkan trauma pada leher
rahim. Jika hal ini terjadi terus-menerus, maka leher rahim akan terinfeksi dan
bisa menimbulkan kanker leher rahim. Bila memiliki banyak anak, makin sering
pula terjadi trauma pada leher rahim. Berdasarkan hasil penelitian dan teori di atas
organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan
Hubungan paparan asap rokok dengan kejadian lesi prakanker leher rahim
(IVA positif) diuji menurut proporsi paparan asap rokok antara kelompok yang
35
lesi prakanker dengan tidak lesi prakanker leher rahim. Hasil yang didapatkan
bahwa paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terjadinya lesi prakanker
leher rahim sebesar 4,8 kali dibandingkan tidak terkena paparan asap rokok.
perempuan yang terpapar asap rokok berisiko lebih tinggi 3 kali untuk mengalami
kanker rahim dibandingkan perempuan yang tidak terpapar, dan dilaporkan pula
bahwa 6 juta perempuan Meksiko umur 12-65 tahun yang tidak pernah merokok
terpapar asap rokok. Para peneliti menanyakan secara langsung pada perempuan
tentang paparan asap rokok di rumah dan di tempat kerja. Penelitian ini juga
sejalan dengan hasil penelitian yang mengatakan merokok 20 batang setiap hari
memiliki risiko untuk terkena kanker tujuh kali dibanding tidak merokok atau
merokok 40 batang perhari, risiko terkena kanker menjadi 14 kali dibanding tidak
merokok.
semakin tinggi risiko untuk terkena kanker leher rahim. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh tembakau yang mengandung bahan karsinogen, baik yang dihisap
sebagai rokok atau dikunyah. Pada wanita perokok konsentraso nikotin pada getah
leher rahim 56 kali lebih tinggi dibanding dalam serum. Efek langsung bahan
tersebut pada leher rahim akan menurunkan status imun lokal, sehingga dapat
menjadi ko-karsinogen. Dalam penelitian ini paparan asap rokok didapat di rumah
dan tempat kerja dimana terkena paparan asap rokok dengan rata-rata 5,5
jam/hari. Kandungan nikotin dalam asap rokok masuk dalam lendir yang
menutupi leher rahim sehingga menurunkan ketahanan alami sel leher rahim
36
terhadap perubahan abnormal. Bahan kimia tersebut dapat merusak DNA pada
sel-sel leher rahim dan berkontribusi terhadap berkembangnya kanker leher rahim.
Selain itu merokok secara aktif ataupun pasif menurunkan sistem kekebalan
tubuh. Imun yang menurun akan mempercepat tumbuhnya HPV sebagai penyebab
proporsi kasus kanker leher rahim terbesar terjadi kelompok responden yang
pernah menderita infeksi kelamin (66,7%). Dari hasil uji chi square diperoleh nilai
0.000 (P, 0.05) artinya bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
responden yang pernah mengalami infeksi kelamin dengan kejadian kanker. Telah
dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks, dan usia saat melakukan
hubungan seks yang pertama. Resiko meningkat lebih dari 10 kali bila bermitra
seks 6 atau lebih. Resiko juga meningkat bila berhubungan dengan pria beresiko
tinggi, pria yang melakukan hubungan seks dengan multiple mitra seks atau yang
penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV
diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita
yang mempunyai riwayat kelamin berisiko terkena kanker leher rahim (Setyarini,
2009).
37
manusia. IMS kemungkinan menyebabkan terjadinya lesi pada leher rahim yang
Selain itu IMS pada wanita kemungkinan juga mempengaruhi daya tahan tubuh
positif. Dalam penelitian Melva (2008) menemukan keadaan yang tidak berbeda
risiko 10,7 kali lebih tinggi mengalami lesi prakanker leher rahim dibandingkan
dengan yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, dan penggunaan <5 tahun
meningkatkan risiko sebesar 3,0 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
epitel leher rahim yang terlihat setelah pemakaian pil kontrasepsi selama 5 tahun
langsung pada epitel leher rahim. Andrijono mengemukakan pendapat yang sama
yaitu penggunaan selama 10 tahun dapat meningkatkan risiko sampai dua kali.
38
Kontrasepsi oral atau lebih dikenal dengan pil KB merupakan salah satu
faktor yang masih diduga berkaitan dengan terjadinya kanker leher rahim. Wanita
yang didagnosa positif HPV dan pernah menggunakan kontrasepsi oral >5 tahun
memiliki risiko 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak pernah
respon imun sehingga meningkatkan kerentanan leher rahim terhadap infeksi HPV
(Kurniati, 2012).
bahwa usia pertama kali menikah berhubungan dengan lesi prakanker leher rahim
dengan IVA positif. Kontak seksual usia muda erat kaitannya dengan terjadinya
lesi prakanker leher rahim dengan IVA positif. Menurut Heru Priyanto S
(2011:19) dalam jurnal Lestari & Fibriana (2016), bahwa pada epitel atau lapisan
dinding vagina dan leher rahim pada wanita berusia <20 tahun belum terbentuk
terluar dari lapisan epitel (epitel superfisialis) vagina belum terbentuk sempurna.
39
Bila terjadi lesi/luka mikro di vagina atau leher rahim, dapat terjadinya infeksi
perubahan sel leher rahim. Sel-sel leher rahim masih belum matang. Sel-sel
tersebut tidak rentan terhadap zat-zat kimia yang dibawa oleh sperma. Dan segala
macam perubahannya. Jika belum matang, ketika ada rangsangan sel yang tumbuh
tidak seimbang dengan sel yang mati. Dengan begitu maka kelebihan sel ini bisa
berubah menjadi sel kanker. Berdasarkan hasil penelitian dan teori di atas bahwa
perkawinan dalam usia muda yaitu <20 tahun sangat berpengaruh terhadap
Ada dua macam keputihan yaitu normal dan yang tidak normal. Keputihan
yang normal bila lendir berwarna bening, tidak berbau dan tidak gatal. Bila salah
Menurut arum (2015) dalam Jasa (2015) bahwa keputihan yang dibiarkan
terus menerus juga bisa menyebab timbulnya kanker leher rahim. Hampir setiap
wanita mengalami keputihan. Tetapi, keputihan tersebut ada yang normal dan ada
pula yang tidak normal. Dikatakan keputihan normal jika keputihan itu terjadi
pada masa subur, yaitu pada pertengahan siklus menstruasi. Keputihan normal
juga bisa terjadi saat menjelang dan sesudah menstruasi. Lendirnya berwarna
bening, encer, tidak berbau, dan tidak menimbulkan rasa gatal. Ketika keputihan
menimbulkan rasa gatal, berbau dan berwarna itu merupakan indikasi keputihan
leher rahim adalah keputihan yang tidak normal yang dibiarkan terus menerus
tanpa diobati. Berdasarkan hasil penelitian dan teori tersebut dapat disimpulkan
bahwa keputihan yang terus menerus dan tidak diobati merupakan resiko
Iritasi yang berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya perubahan
sel, yang akhirnya menjadi kanker (Aris W, 2015) dalam jurnal (Lestari, 2016).
di sekitar vulva sehingga adanya iritasi menjadi tempat tumbuh HPV sedangkan
sabun antiseptik akan membunuh semua bakteri, bukan hanya yang berbahaya
(Dewi, 2013).
Kebiasaan mencuci vagina dengan antiseptik berupa obat cuci vagina dan
deodoran untuk menjaga kebersihan dan kesehatan vagina atau alasan lain dapat
menigkatkan risiko kanker leher rahim. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
>4, bahkan ada yang menggunakan detergen untuk mencuci organ kewanitaan
pembersih khusus area kewanitaan yang kadar pH-nya 3-4 dan ada izin dari
tinggi karena akan mengakibatkan kulit kelamin menjadi keriput dan mematikan
bakteri yang mendiami vagina. Iritasi yang berlebihan dan terlalu sering dapat
41
vagina menggunakan bahan kimia dengan kadar pH yang tidak cocok sebaiknya
tidak dilakukan secara rutin, kecuali jika ada indikasi misalnya infeksi yang
Pasangan seksual lebih dari 1 orang akan meningkatkan risiko 6,19 kali
lebih besar untuk mengalami lesi pra kanker leher rahim dibandingkan dengan
responden yang memiliki pasangan seksual 1 orang saja. Pada prinsipnya setiap
pria memiliki protein spesifik berbeda pada spermanya. Protein tersebut dapat
menyebabkan kerusakan pada sel epitel serviks. Sel epitel serviks akan
mentoleransi dan mengenali protein tersebut tetapi jika wanita itu melakukan
hubungan dengan banyak pria maka akan banyak sperma dengan protein spesifik
berbeda yang akan menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks
sehingga akan menghasilkan luka. Adanya luka akan mempermudah infeksi HPV.
Risiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat lebih besar pada wanita yang
seksual. Dengan kata lain, sperma yang mengandung komplemen histone yang
dapat bereaksi dengan DNA sel serviks bisa juga menyebabkan serviks terinfeksi,
sehingga terjadi kanker. Cairan sperma (semen) pria bersifat alkalis juga dapat
42
menimbulkan perubahan pada sel-sel epitel serviks (neoplasma dan displasia) dan
serviks uterus. Infeksi HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada 70-80% penderita
kanker serviks, sehingga sejumlah itu pula yang diharapkan dapat menikmati
protection dengan tipe lain. Vaksin yang mengandung vaksin HPV 16 dan 18
disebut sebagai vaksin bivalent, sedangkan vaksin HPV tipe 16, 18, 6 dan 11
kehidupan seks, dan kebersihan. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi
yang lebih tinggi umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna
manusia, usaha mengatur pengetahuan semula yang ada pada seorang individu
serta pendidikan juga menjadi tolak ukur yang penting dalam perubahan-
kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik (Mayrita & Handayani,
2014).
menderita kanker leher rahim membuat seseorang memiliki risiko kanker leher
rahim lebih besar 2-3 kali dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai
riwayat kanker leher rahim di keluarganya. Hal ini disebabkan adanya kondisi
44
(Mannopo, 2016).
Kanker leher rahim bukan penyakit turun menurun, tetapi yang diturunkan
menderita kanker leher rahim merupakan salah satu faktor risiko kanker leher
rahim. Selain itu mempunyai riwayat keluarga kanker leher rahim berdampak
dirasakan (perceived of severity) lebih tinggi terkait penyakit kanker leher rahim.
Persepsi kerentanan yang tinggi dan ketakutan akan tingkat keparahan penyakit
dalam hal ini adalah dengan melakukan vaksinasi HPV (Sari & Syahrul, 2014).
penyebabnya, selain itu biasanya abortus terjadi jika lama kehamilan <20 minggu
Riwayat abortus merupakan salah satu faktor risiko kanker leher rahim.
terjadinya kanker. Wanita yang pernah melakukan abortus ≥ 1 kali berisiko 3,37
kali lebih besar untuk menderita kanker leher rahim dibandingkan wanita yang
dialami oleh seorang wanita selama hidupnya. Risiko tinggi jika pernah terjadi
abortus baik sengaja maupun tidak sengaja sebanyak lebih atau sama dengan satu
kali dan risiko rendah jika tidak pernah terjadi abortus. Berdasarkan hasil analisis
menunjukkan bahwa proporsi kejadian kanker leher rahim lebih banyak pada ibu
yang riwayat abortus ≥ 1 kali sebesar 84,5% dibandingkan dengan yang tidak
mempunyai riwayat abortus sebesar 15,5%. Usia kehamilan < 20 tahun dapat
memperbesar risiko ibu mengalami abortus, akibat dari ketidaksiapan mental dari
calon ibu. Abortus juga dapat disebabkan oleh suami yang mempunyai lebih dari
satu pasangan dimana wanita yang hamil diperhadapkan dengan problema sosial,
disamping itu kesempatan suami untuk terkena penyakit akibat hubungan seksual
tersebut dapat menyebabkan janin yang ada di dalam kandungan akan mengalami
infeksi dan menyebabkan kematian. Abortus yang dilakukan secara sengaja atau
secara tradisional mempunyai risiko yang sangat tinggi karena keamanannya tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Sisa jaringan, serta tindakan yang tidak steril serta
tidak aman secara medis akan berakibat timbulnya pendarahan dan sepsis. Bila
menginfeksi akan semakin besar dan pada kondisi tersebut sel-sel epitel serviks
akan membelah menjadi kondisi yang tidak normal yang akan mengarah pada
disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, makanan dan gaya hidup. Cara
berat badan, sehingga diperlukan diet dan olahraga secara teratur. Peningkatan
dapat terjadi karena adanya kegagalan inhibiting pada sekresi hormon di hipofisis
meningkatkan nafsu makan. Selain itu juga merangsang tubuh untuk mengubah
Dewi, I. G. A. A. (2013). Laporan hasil penelitian Paparan asap rokok dan higiene
diri merupakan faktor risiko lesi prakanker leher rahim di Kota Denpasar
for cervical pre- cancer lession in Denpasar , 2012 P. Public Health and
2015.
Timur.
Lestari, N. D. (2016). Kejadian IVA Positif Pada Wanita Berusia 30-50 Tahun.
Mannopo, I. (2016). Hubungan paritas dan usia ibu dengan kanker serviks di rsu
prof. kandou manado tahun 2014. Jurnal Skolastik Keperawatan, 2(1), 46–
58.
http://journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/view/22/23
Rahim Pada Penderita Yang Datang Berobat Di Rsup H. Adam Malik Medan
Kabupaten Sukoharjo.
49
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=411329&val=4933&titl
Sari, A. P., & Syahrul, F. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan
2(3), 321–330.
https://doi.org/10.21109/kesmas.v5i6.125
the Age of First Sexual Contact Abd Its Duration With Positive Via Test, 56,
1–10.
Melalui Deteksi Dini dengan Metode Iva. Forum Ilmiah, 11, 192–209.