Erosi tanah (soil erosion) adalah proses perpindahan partikel tanah yang
disebabkan oleh energi alami seperti angin serta air hujan dan merupakan gejala
alam yang wajar dan terus berlangsung. Erosi alam melaju seimbang dengan laju
pembentukan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan secara
berkesinambungan. Penggunaan lahan oleh manusia dapat meningkatkan laju
erosi melebihi laju pembentukan tanah. Erosi tersebut perlu dikendalikan dengan
tindakan konservasi tanah dan air (KTA).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan KTA yang terbaik
dalam penanaman kayu putih ditinjau dari laju aliran dan erosi permukaan.
Penelitian ini dilakukan di BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur selama bulan Desember 2010 hingga Maret 2011. Data yang
dikumpulkan berupa data curah hujan harian, aliran permukaan, erosi permukaan,
berat jenis tanah, karakteristik lahan dan penggunaannya.
Hasil pengukuran aliran dan erosi permukaan menunjukkan bahwa laju
aliran dan erosi permukaan di lahan bertanaman kayu putih, yang dicampur
dengan tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4) > lahan bertanaman kayu putih
dengan menggunakan teras bangku (plot 1) > lahan bertanaman kayu putih, yang
dicampur dengan tanaman jagung dan kemlandingan (plot3) > lahan bertanaman
kayu putih, dan jagung dengan menggunakan teras gulud (plot2). Aliran dan erosi
permukaan selama pengamatan 44 hari hujan di plot 4, plot 1, plot 3 dan plot 2
masing-masing adalah 2971,221 m3/ha dan 6,2352 ton/ha, 2929,378 m3/ha dan
6,0226 ton/ha, 2799,582 m3/ha dan 1,8167 ton/ha, 1384,071 m3/ha dan 1,2843
ton/ha.
Berdasarkan uji beda dua nilai rata-rata laju aliran permukaan di keempat
plot tersebut tidak berbeda nyata, sedangkan erosi permukaan di plot 4 tidak
berbeda nyata dengan plot 1, tetapi berbeda nyata dengan plot 3 dan plot 2. Erosi
di plot 3 tidak berbeda nyata dengan plot 2.
Berdasarkan hasil pendugaan aliran dan erosi permukaan selama satu tahun
menggunakan pendekatan regresi, laju aliran dan erosi permukaan di plot 4, plot
1, plot 3, dan di plot 2 masing-masing adalah 17370,97 m3/ha/thn dan 36,03
ton/ha/thn, 17295,72 m3/ha/thn dan 35,46 ton/ha/thn, 16291,23 m3/ha/thn dan
10,59 ton/ha/thn, 8269,77 m3/ha/thn dan 7,43 ton/ha/thn. Laju erosi permukaan
tersebut berdasarkan kriteria tingkat bahaya erosi dengan solum tanah adalah 90
cm termasuk ringan dan sedang.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penanaman kayu putih yang dicampur
dengan jagung dan menggunakan teras gulud berjarak 1–2 meter atau penanaman
kayu putih dengan menggunakan tanaman jagung yang rapat dan kemlandingan
merupakan praktik penggunaan lahan kayu putih terbaik dibandingkan dengan
yang lainnya.
Kata kunci : Erosi, Aliran Permukaan, Konservasi Tanah dan Air, Kayu Putih.
SUMMARY
YULIATNO BUDI SANTOSO. E14061300. Surface Run Off and Surface
Erosion on Forest Land Melaleuca cajuputi ROXB With Various Soil and Water
Conservation Measures at RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun Perum
Perhutani Unit II of East Java. Under supervised by HENDRAYANTO and
CORYYANTI.
Key words : Surface erosion, Surface run off, Soil and Water Conservation,
Eucalyptus plantations.
Laju Aliran dan Erosi Permukaan Di Lahan Hutan Tanaman
Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) Dengan Berbagai
Tindakan Konservasi Tanah Dan Air
(Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Laju Aliran dan Erosi
Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB)
Dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun,
BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
lainnya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Penulis
Judul Skripsi : Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan
tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) dengan
Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi
Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur)
Nama : Yuliatno Budi Santoso
NIM : E14061300
Departemen : Manajemen Hutan
Menyetujui:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui :
Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan pada Departement Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Penelitian dengan judul “Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan
Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) dengan Berbagai Tindakan
Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH
Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)” yang disajikan dalam skripsi ini
memuat mencari bentuk tindakan terbaik konservasi tanah dan air pada tegakan
kayu putih. Metode konservasi tanah dan air digunakan untuk mengurangi laju
aliran dan erosi permukaan serta mempertahankan agregat tanah sehingga tanah
tidak mengalami kerusakan. Kerusakan oleh tanah terjadi karena hilangnya unsur
hara, penjenuhan tanah oleh air dan erosi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Pola penggunaan lahan……………………………………………. .......... 26
2. Komposisi kelas hutan BKPH Sukun ....................................................... 27
3. Parameter statistik curah hujan selama pengamatan dan curah hujan
satu tahun Kecamatan Pulung................................ .................................... 28
4. Statistik aliran dan erosi permukaan ......................................................... 30
5. Model pendugaan aliran dan erosi permukaan .......................................... 31
6. Pendugaan regresi dan hari hujan…….. ................................................... 33
7. Tingkat bahaya erosi berdasarkan tebal solum tanah dan laju erosi…........ 33
vi
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Data aliran dan erosi permukaan selama pengamatan ................................ 43
2. Curah hujan selama pengamatan dan curah hujan sisa ............................... 45
3. Berat volume dan berat jenis tanah plot erosi ............................................ 45
4. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 1 (teras bangku) ......... 45
5. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan
plot 2 (teras gulud dan jagung)………………. ......................................... 45
6. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 3 (jagung dan
kemlandingan)………………………………………. ............................... 46
7. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 4
(kacang tanah dan kedelai)…………………………………… ................. 46
8. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 1 (teras bangku) .......... 46
9. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 2
(teras gulus dan jagung)…………………………………………… .......... 46
10. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 3
(tanaman jagung dan kemlandingan) ........................................................ 46
11. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 4
(tanaman kacang tanah dan kemlandingan)............................................... 47
12. Uji kesamaan antara curah hujan pengamatan dengan curah hujan
di Kecamatan Pulung……………………………………………………... 47
13. Nilai t hitung dalam uji t aliran permukaan antar plot erosi...................... 47
14. Nilai t hitung dalam uji t erosi permukaan antar plot erosi ....................... 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
untuk mencegah kerusakan lahan (Arsyad 2010). Konservasi tanah dan air (KTA)
merupakan salah satu tindakan untuk menanggulangi masalah tersebut. Dengan
menerapkan konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi,
menyediakan air dan mengurangi hilangnya unsur hara dalam tanah serta
menjadikan lahan tidak kritis lagi.
Praktik pembangunan hutan di Perum Perhutani diduga kurang
memperhatikan kaidah KTA sehingga dapat meningkatkan laju aliran dan erosi
permukaan yang akhirnya dapat menurunkan tingkat produktivitas lahan. Untuk
mengetahui dampak dari praktek pembangunan hutan terutama dalam kegiatan
penanaman yang dilakukan oleh Perhutani perlu dilakukan penelitian laju aliran
dan erosi permukaan dari lahan dengan praktek penanaman dan penggunaan
tindakan KTA tertentu. Penelitian ini mengambil kasus penanaman Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi ROXB).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
lahan), jenis tanah, ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya. Limpasan
permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar sering menyebabkan
pemindahan atau pengangkutan massa tanah secara besar-besaran.
Aliran permukaan mengandung bahan yang terlarut, bahan padat yang
tersuspensi, dan bahan kasar yaitu pasir serta kerikil dan batuan yang terletak di
dasar sungai (bed load). Bahan terlarut dan tersuspensi dalam aliran permukaan
dapat diketahui dengan mengambil contoh air kemudian diuapkan sehingga
seluruh bahan padat yang didapat dinamai jumlah bahan padat atau sendimen.
Banyaknya erosi dari suatu bidang tanah atau dari DAS dapat dihitung dengan
mengalikan konsentrasi sedimen dengan jumlah aliran permukaan pada suatu
kejadian hujan atau suatu jangka tertentu (Arsyad 2010).
tebing tidak ada atau jika pengelolaan tanah dilakukan sampai ke pinggir tebing
sungai (Arsyad 2010).
Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau
pemindahan atau gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar.
Berbeda dari bentuk erosi lainnya, pada tanah longsor pengangkutan tanah dalam
volume besar terjadi sekaligus. Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu
volume tanah di atas suatu lapisan kedap air serta tanah yang jenuh. Erosi internal
adalah terangkutnya butiran-butiran tanah ke bawah ke dalam celah-celah atau
pori-pori tanah, sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal
mungkin tidak menyebabkan kerusakan berarti karena sebenarnya bagian-bagian
tanah tidak terangkut keluar tempat tersebut, dan tanah akan baik kembali setelah
dilakukan pengolahan tanah (Arsyad 2010).
2.3.2. Ladang
Menurut Arsyad (2010), ladang adalah jenis usaha tani yang berpindah-
pindah dari satu bidang lahan ke bidang lain dalam siklus tertentu yang
mengandalkan sumber air dari curah hujan. Ancaman terhadap kelestarian
lingkungan masih cukup tinggi karena peladangan berpindah masih terjadi,
teknologi “bakar” masih dilakukan secara luas dan peranan ternak dalam kegiatan
6
usaha tani masih terbatas, sedangkan gangguan hewan ternak terhadap usaha tani
masih cukup tinggi (Kundarto 2005). Jika tanah bekas ladang tidak ditanami
tanaman tahunan akan tetapi dikembalikan kepada alam agar vegetasi alam
tumbuh kembali maka setelah 15 atau 20 tahun baru tanah tersebut dibuka
kembali (Arsyad 2010)
Sistem ladang hanya dapat dipertahankan jika kepadatan penduduk masih
memungkinkan waktu yang cukup untuk pertumbuhan kembali hutan.
Pencegahan erosi merupakan bagian utama dalam pengelolaan tanah perkebunan.
Usaha-usaha ditunjukan untuk mencegah erosi, memelihara kesuburan tanah dan
tata air, yang diterapkan sejak mulai pembukaan tanah dan berlangsung selama
perkebunan berdiri (Arsyad 2010).
pertumbuhan tanaman, dan iklim tanah penutup lahandan database tanaman untuk
kondisi yang umum yang terjadi di Amerika.
Model erosi WEPP menghitung kehilangan tanah sepanjang suatu lereng
dan hasil sendimen yang terdapat diujung bawah lereng tersebut. Erosi tanah pada
areal berlereng dinyatakan dalam dua komponen, yaitu pelepasan butir-butir tanah
oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan butir-butir tanah oleh aliran
permukaan dangkal, yang dikenal dengan komponen erosi antara alur (interrill
erosion), dan pelepasan butir-butir tanah oleh tegangan geser (shear sress) serta
pengangkutan oleh aliran terkonsentrasi yang dikenal dengan komponen erosi alur
(rill erosion) (Arsyad 2010).
dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas
mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah sehingga
memperbesar laju infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Sedangkan metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang
diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran
permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode
mekanik dalam konservasi tanah berfungsi (a) memperlambat aliran permukaan,
(b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak
merusak, (c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air kedalam tanah dan
memperbaiki aerasi tanah, dan (d) penyedia air bagi tanaman. Termasuk dalam
metode mekanik dalam konservasi tanah dan air adalah (1) pengolahan tanah, (2)
pengolahan tanah menurut kontur, (3) guludan, (4) parit pengelak, (5) teras, (6)
dam penghambat, waduk, kolam, rorak, (7) perbaikan drainase, dan (8) irigasi
(Arsyad 2010).
Menurut Hardiyatmo (2006), teras bangku merupakan metode konservasi
mekanik yang telah banyak diaplikasikan petani di Indonesia, khususnya di Pulau
Jawa. Metode ini sangat efektif untuk mencegah erosi dan aliran permukaan.
Kelemahannya tidak dapat diterapkan pada semua kondisi lahan, misalnya pada
tanah bersolum dangkal. Teknik konservasi ini juga tergolong mahal, sehingga
sulit diterapkan petani tanpa disertai subsidi dalam pembuatannya.
Teras gulud adalah guludan bersalur yang dibuat memanjang menurut arah
garis kontur atau memotong lereng (Arsyad 2010). Semakin pendek jarak teras
akan semakin kecil erosi yang terjadi pada lahan teras (Sinukaban 1994). Hasil
penelitian tentang teras gulud sebelumnya, diantaranya oleh (Lestari 2004)
menunjukkan bahwa luas guludan (Tinggi 15 cm dan lebar 20 cm) yang
dilengkapi saluran (kedalaman 15 cm dan lebar 20 cm) dan lubang resapan
(diameter 8 cm dan kedalaman 1 m) lebih efektif dalam menekan aliran dan erosi
permukaan serta menyelamatkan unsur hara lebih banyak dari pada bedengan
konvensional (lebar saluran 20 cm dan kedalaman saluran 15 cm).
ke bawah. Tanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi), merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri. Dari daunnya tumbuhan ini mengandung minyak atsiri
sekitar 0,5-1,5% tergantung efektivitas penyulingan dan kadar minyak yang
terkandung terhadap bahan yang disuling (anonymous a 2010). Daunnya berbentuk
lancip dengan tulang daun yang sejajar. Bunga kayu putih berwarna merah,
sedangkan kulit batang kayunya berlapis-lapis dengan permukaan terkelupas.
Keistimewaan tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di tempat yang kering,
di tanah yang berair, atau di daerah yang banyak memperoleh guncangan angin
atau sentuhan air laut.
Sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotiledonae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca Cajuputi
Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Pohon kayu putih
tumbuh baik di daerah air yang bergaram, angin bertiup kencang berhawa panas
dan sedikit dingin. Pohon kayu putih paling baik tumbuh di daerah yang
mempunyai ketinggian tempat kurang dari 400 meter dari permukaan laut.
Tanaman kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu
putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas
permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang
cukup baik untuk berkembang (anonymous a 2010).
Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak
atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama,
pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan
menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun
selalu diikuti dengan pemangkasan (anonymous a 2010).
15
Perum Perhutani (2006), Pohon Kayu Putih dapat tumbuh di atas tanah
yang kering dan tandus, bahkan pohon kayu putih dapat tumbuh pada tanah yang
berbatu, tanah-tanah yang buruk aerasinya. Perum Perhutani (2006), pohon kayu
putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang baik tentang tanahnya dan dapat
tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang sifat dan fisiknya buruk sehingga
dapat disebut tumbuhan jenis pioner. Pada tahun 1924 diadakan percobaan
penanaman kayu putih yang berasal dari Pulau Buru, di daerah Sukun, Pulung dan
Bondrang pada areal yang luasnya masing-masing 0,25 Ha.
Di Indonesia umumnya tanaman kayu putih berwujud sebagai hutan alam
dan hutan tanaman. Hutan alam terdapat di Maluku (Pulau Buru, Seram, Nusa
Laut dan Ambon), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Irian
Jaya, sedangkan yang merupakan hutan tanaman terdapat di Jawa Timur
(Ponorogo, Kediri, Madiun), Jawa Tengah (Solo dan Gundih), Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Barat. Spesies yang dapat menghasilkan minyak kayu putih
masih belum jelas, namun ada beberapa spesies yang sudah diketahui dapat
menghasilkan minyak kayu putih dan telah dibudidayakan manusia diantaranya
adalah Melaleuca leucadendron LINN, dengan ciri daun kecil, Melaleuca
Cajaputi ROXB, dengan ciri daun lebar dan Melaleuca viridiflora CORN, dari
ketiga jenis ini yang banyak digunakan untuk industri minyak kayu putih adalah
Melaleuca leucadendron LINN, tanaman ini dikembangkan dengan stek akar
batang maupun biji. (anonymous a 2010).
Menurut hasil penelitian Sinukaban (2007), laju aliran dan erosi
permukaan yang terjadi di lahan kayu putih umur 3 tahun tumpangsari dengan
kacang merah pada tanah Typic eutrandept lereng 60 % sebesar 1,24 mm/ha dan
100,8 kg/ha. Permukaan daun yang halus dan licin serta kedudukan yang
cenderung vertikal menyebabkan air dengan mudah lepas dan jatuh sebagai hujan
lolos tajuk atau mengalir ke ranting dan batang sehingga suplai air ke permukaan
tanah menjadi cukup tinggi dan pada gilirannya akan mengurangi daya
kemampuan tanaman untuk menahan aliran permukaan dan erosi.
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Berikut ini adalah gambar sketsa plot erosi, bak A, bak B dan bak C, serta
ombrometer manual.
Gambar 1. Bak A plot erosi Gambar 2. Bak B dan bak C plot erosi
d. Plot 4 (Lahan kayu putih dengan tanaman kacang tanah dan kedelai),
berupa lahan yang ditanami kayu putih sebanyak 32 pohon dan kacang tanah
hampir setengah plot serta kacang kedelai sisanya dengan kelerengan 20 %.
Sketsa plot 4 disajikan dalam Gambar 8.
pengamatan. Curah hujan harian selama satu tahun diperoleh dari instansi sekitar
lokasi pengamatan yang telah mengukur curah hujan minimal selama satu tahun.
Pengukuran erosi dan aliran permukaan menggunakan bak ukur erosi. Bak
ukur erosi terdiri dari plot ukur erosi yang memiliki panjang 22 m, tinggi 20 cm
dan lebar 8 meter. Plot dihubungkan dengan bak penampung berukuran panjang
59 cm, tinggi 20 cm dan lebar 20 cm (Bak A) dan bagian terendah bak ini
dilubangi 5 buah lubang. Lubang ke-3 atau lubang tengah dihubungkan ke bak
penampung (Bak B) yang dihubungkan dengan pipa paralon sepanjang 50 cm dan
Bak B diberi lubang sebanyak 8 buah lubang, dan lubang pertama disalurkan
dengan pipa paralon sepanjang 50 cm menuju bak penampung (Bak C).
Proses pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Mengukur tinggi muka air didalam bak A, bak B dan bak C di setiap plot
menggunakan penggaris atau meteran untuk mengetahui volume aliran
permukaan.
2. Mengaduk air dan tanah yang berada dalam bak penampung secara merata.
3. Mengambil contoh air dari bak A, bak B dan bak C masing-masing sebanyak
500-600 ml dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
4. Mendiamkan contoh air sampel selama 24 jam.
5. Setelah 24 jam, contoh air tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring
yang sebelumnya telah dioven selama 1 jam dalam suhu 105oC dan diketahui
beratnya (berat awal).
6. Memasukkan contoh tanah yang disaring tersebut kedalam oven sampai
memiliki berat yang konstan pada suhu 105oC.
7. Setelah dioven didiamkan sesaat kemudian ditimbang dan dicatat berat (berat
akhirnya).
didapat bobot isi tanah dengan pembagian antara berat kering tanah dan volume
ring sampel.
Uji beda nilai rata-rata digunakan untuk mengetahui kesamaan aliran dan
erosi permukaan antar plot erosi dilokasi pengamatan dan curah hujan di lokasi
pengamatan dengan curah hujan Kecamatan Pulung dalam periode waktu yang
sama dengan periode pengamatan dilakukan uji t dengan rumus :
X1 – X2
t hit = ……………………………………………………..(3)
S2gab √1/n1 + 1/n2
Keterangan
t hit : Nilai t hitung
X1 : Rata-rata kelompok 1
X2 : Rata-rata kelompok 2
2
S gab : Varian dari kedua kelompok
N1 : Jumlah sampel kelompok 1
N2 : Jumlah sampel kelompok 2
S2 1 : Varian kelompok 1
S2 2 : Varian kelompok 2
Bandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel dengan kriteria pengujian adalah :
H0 : µ1 = µ2 (-tα/2 < thit < t α/2), Terima H0 bila nilai thitung < ttabel
H1: µ1 ≠ µ2 (thit < -t α/2 dan thit > t α/2), Tolak H0 bila nilai thitung > ttabel
n
Etpi = ∑ (Epij)…..…………………………….…………..…………………(6)
j=1
HHt
Vi = x Vtpi………………...……………………..……………...….(7)
HHp
HHt
Ei = x Etpi………………………………………..…………………(8)
HHp
25
Keterangan :
Vi : Volume aliran permukaan tahunan (m3/ha/tahun) dari plot ke-i
Ei : Erosi tahunan (ton/ha/tahun) dari plot ke-i
Vtpi : Total volume aliran permukaan selama pengamatan (m3/ha)
Etpi : Total erosi permukaan selama pengamatan (ton/ha)
HHt : Jumlah hari hujan selama satu tahun (hari/tahun)
HHp : Jumlah hari hujan selama pengamatan (hari)
Vpij : Volume aliran permukaan (m3/ha) pada plot ke –i pada hari hujan ke-j
Epij : Volume erosi permukaan (ton/ha) pada plot ke – i pada hari hujan ke-j
i : Plot ke-i, i= 1,2,3dan 4
j : Hujan ke-j; j = 1,2,3,... dst (Jumlah hari hujan)
26
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.2. Iklim
Tipe iklim di wilayah BKPH Sukun menurut penentuan iklim Schmidt dan
Ferguson yang ditetapkan berdasarkan data curah hujan, yaitu perbandingan
jumlah Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Menurut segitiga Schmidt dan
Ferguson wilayah BKPH Sukun termasuk dalam tipe Iklim C dengan nilai Q
sebesar 43,9%. Curah hujan rata-rata selama 1 tahun adalah 2250 mm/thn dengan
27
suhu udara berkisar antara 18o s/d 31o celcius serta kelembapan berkisar antara
44-85% (Perum Perhutani 2006).
Tabel 2 dibawah ini. Kelas hutan produktif kayu putih hanya 62,3 % (2306,8 ha)
dari total luas kawasan (3710 ha). Sedangkan kawasan dibagian hutan sukun yang
seharusnya dapat dikelola sebagai areal produksi daun kayu putih seluas 3462,7
ha.
Tabel 2. Komposisi kelas hutan BKPH Sukun
Kelas Hutan Luas (Ha) Persen (%)
1 2 3
Produktif
KU I 407,9
KU II 682,7
KU III 525,7
KU IV 257,6
KU V 0
KU VI 0
KU VII 162,4
KU VIII 202,5
KU XI 68
Jumlah Produktif 2306,8 62,3
Tak Produktif
LTJL 0
TPR 135,5
TKL 105,3
TKPBK 915,1
Jumlah Tak Produtif 1155,9 31,2
Bukan Untuk Produksi
TBP 32,3
LDTI 31,2
HL 174,8
Jumlah Bukan Untuk Produksi 238,3 6,4
Jumlah Seluruh 3701
Sumber:RPHL KPH Madiun 2006
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
5.1.1. Curah hujan
Histograf curah hujan selama pengamatan disajikan dalam Gambar 9.
80
Curah hujan (mm/hari)
70
60
50
40
30
20
10
0
Tanggal
Hasil uji t antara curah hujan di lokasi pengamatan dengan curah hujan di
Kecamatan Pulung pada waktu yang sama dengan periode pengamatan
30
(03 Desember 2010 sampai 02 Februari 2011) menunjukkan bahwa CHp dan CHt
pada waktu yang sama tidak berbeda nyata. Hasil pengujian selengkapnya
disajikan di (Lampiran 12). Hal ini menunjukkan bahwa hujan menyebar merata
di Kecamatan Pulung pada saat pengamatan, namun curah hujan selama
pengamatan tidak mewakili variasi hujan selama satu tahun, yang ditunjukkan
oleh hujan rata-rata harian dan simpangan baku yang cukup berbeda.
5.1.2. Aliran dan erosi permukaan hasil pengukuran
Gambar 10 dan Gambar 11 merupakan kejadian hujan dan aliran
permukaan dan kejadian hujan dengan erosi permukaan selama pengamatan.
Hasil uji kesamaan dua nilai rata-rata (uji t) aliran dan erosi permukaan
(Lampiran 13 dan Lampiran 14) menunjukkan bahwa nilai tengah rata-rata aliran
permukaan lahan bertanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman kacang
tanah dan kedelai (plot 4) = lahan bertanaman kayu putih dengan menggunakan
teras bangku (plot 1) = lahan bertanaman kayu putih yang dicampur dengan
tanaman jagung dan kemlandingan (plot 3) = lahan bertanaman kayu putih dan
tanaman jagung dengan menggunakan teras gulud (plot 2), sedangkan nilai tengah
rata-rata erosi permukaan plot 4 = plot 1 > plot 3 = plot 2. Penggunaan lahan
bertanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman kacang tanah dan kedelai
(plot 4), memiliki laju aliran dan erosi permukaan terbesar yaitu sebesar 2971,221
m3/ha dan 6,2352 ton/ha, sedangkan penggunaan lahan bertanaman kayu putih
dan tanaman jagung dengan menggunakan teras gulud (plot 2) merupakan plot
yang memiliki nilai aliran dan erosi permukaan terkecil yaitu 1384,071 m3/ha dan
1,2843 ton/ha.
5.1.3. Analisis regresi hubungan hujan dengan aliran dan erosi permukaan
Berdasarkan hasil uji regresi non linier (polynomial) menunjukkan
terdapat pengaruh antara variabel bebas (curah hujan) terhadap varibel terikat
32
(aliran dan erosi permukaan). Model pendugaan aliran dan erosi permukaan
disajikan dalam Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Model pendugaan aliran dan erosi permukaan
F F Tabel
Nama Plot Model Persamaan R-Sq (%)
Hit (95%)
-4 2
Ap1= - 77,564 + 8,325Ch + 19x10 Ch 86,5% 99,22
Plot 1 -5 2
Ep1=- 0,1692 + 0,0189 Ch – 3,6x10 Ch 77,5% 53,54
2
Ap2= - 11,845 + 0,7355 Ch + 0,0608 Ch 95,8% 346,82
Plot 2 -4 2
Ep2= 0,0315 – 0,0043 Ch + 1x10 Ch 84,9% 84,66
2 3,30
Ap3 =- 82,369 + 9,4688 Ch – 0,0322 Ch 84,1% 81,84
Plot 3
Ep3 = - 0,0127 + 0,0001Ch + 8x10-5 Ch2 82,1% 71,24
2
Plot 4 Ap4 = -81,864 + 9,2309Ch – 0,0175 Ch 85,0% 87,81
-4 2
Ep 4= - 0,0381 + 0,0032Ch + 3x10 Ch 67,5% 32,22
Keterangan : Ap = Aliran permukaan (m3/ha/hari)
Ep = Erosi permukaan (ton/ha/hari)
Ch = Curah hujan (mm/hari)
y = -4E-05x 2 2
PLOT 1 + y = 0,000x
PLOT 2-
permukaan …
permukaan …
1,6 1,6
1,4 0,018x - 0,169 1,4 0,004x + 0,031
1,2 Erosi 1,2
Erosi
1 R² = 0,775 1 R² = 0,849
0,8 0,8
0,6 0,6
0,4 0,4
0,2 0,2
0 0
0 Curah50hujan … 100 0 Curah50hujan …100
Gambar 16. Hubungan erosi permukaan Gambar 17. Hubungan erosi permukaan
dengan curah hujan plot 1 dengan curah hujan plot 2
y = 8E-05x2 PLOT 3
PLOT 4
permukaan …
+ 0,001x…
Erosi permukaan
1,6
1,4 1,6
Erosi
1,2 1,4 y=
(ton/ha)
1
0,8 1,2
1
0,6 0,8
0,6 0,000x2…
0,4
0,2 0,4
0 0,2
0
0 50 100 0 50 100
Curah hujan … Curah hujan …
Gambar 18. Hubungan erosi permukaan Gambar 19. Hubungan erosi permukaan
dengan curah hujan plot 3 dengan curah hujan plot 4
5.1.4. Aliran dan erosi permukaan dugaan selama setahun
Pendugaan laju aliran dan erosi permukaan tahunan menggunakan rasio
jumlah hari hujan selama satu tahun dan menggunakan model regresi disajikan
dalam Tabel 6.
Tabel 6. Pendugaan regresi dan hari hujan
Nama Plot Pendugaan dengan Rasio Jumlah Pendugaan dengan Regresi
Hari Hujan
Ap Ep Ap Ep
(m3/ha/thn) (Ton/ha/thn) (m3/ha/thn) (Ton/ha/thn)
Plot 1 13445,94 27,64 17295,72 35,46
Plot 2 6353,02 5,89 8269,77 7,43
Plot 3 12850,16 8,34 16291,23 10,59
Plot 4 13637,85 28,62 17370,97 36,03
Keterangan : Ap = Aliran permukaan
Ep = Erosi permukaan
nilai yang kecil, dengan cara-2 hasilnya sedikit lebih besar. Hasil pendugaan erosi
satu tahun dengan menggunakan regresi memiliki ketepatan yang lebih baik. Hal
tersebut dikarenakan dengan menggunakan curah hujan satu tahun, nilai rata-rata
curah hujan dalam selang waktu yang sama dengan selang waktu pengamatan
lebih kecil dari nilai rata-rata dalam selang waktu sisanya (Lampiran 2), sehingga
pendugaan dengan rasio jumlah hari hujan tersebut cenderung underestimate.
Pendugaan dengan regresi memiliki nilai koefisien determinasi lebih besar dari
0,6 sehingga lebih baik digunakan.
5.1.5. Tingkat bahaya erosi
Berdasarkan Tabel 6 dan kriteria tingkat bahaya erosi menurut
Departemen Kehutanan (1986) (Tabel 7), serta solum tanah di lokasi penelitian
adalah 90 cm tingkat bahaya erosi di plot 2 dan plot 3 termasuk ringan (R),
sedangkan di plot 1 dan plot 4 temasuk sedang (S).
Tabel 7. Tingkat bahaya erosi berdasarkan tebal solum tanah dan laju
erosi
Tebal Solum Erosi Maksimum (ton/ha/thn)
(cm) <15 15-60 60-180 180-480 >480
>90 SR R S B SB
60-90 R S B SB SB
30-60 S B SB SB SB
<30 B SB SB SB SB
Ket: SR = Sangat ringan, R = Ringan, S = Sedang, B = Berat, SB = Sangat Berat
Sumber: Departemen Kehutanan (1986)
5.2. Pembahasan
5.2.1. Aliran dan erosi permukaan
Hasil pengukuran aliran dan erosi permukaan (Tabel 4) menunjukkan
bahwa nilai laju aliran dan erosi permukaan di lahan bertanaman kayu putih
yang dicampur dengan tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4) > lahan
bertanaman kayu putih dengan menggunakan teras bangku (plot 1) > lahan
bertanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman jagung dan
kemlandingan (plot 3) > lahan bertanaman kayu putih dan tanaman jagung
dengan menggunakan teras gulud (plot 2). Namun berdasarkan uji t
menunjukkan bahwa nilai rata-rata aliran permukaan dari keempat plot
tersebut tidak berbeda nyata (plot 4 = plot 1 = plot 3 = plot 2) (Lampiran 13),
sedangkan erosi permukaan dari plot 4 tidak berbeda nyata dengan erosi
permukaan dari plot 1, demikian juga erosi permukaan dari plot 3 tidak
36
berbeda nyata dengan erosi permukaan dari plot 2. Erosi permukaan dari dua
plot pertama lebih besar dari dua plot ke dua (plot 4 = plot 1 > plot 3 = plot 2)
(Lampiran 14).
Gambar 20. Bentuk penggunaan lahan kayu putih dengan teras bangku
(plot 1)
Alih ragam hujan menjadi aliran permukaan dari keempat plot secara
statistik tidak berbeda nyata, namun dari segi jumlah selama pengamatan
bebeda. Aliran permukaan dari plot 4 dan plot 1 lebih besar dari plot 3 dan
plot 2, sehingga energi aliran permukaan lebih besar yang menyebabkan erosi
permukaan dari plot 4 dan plot 1 menjadi lebih besar dibandingkan dari plot 3
dan plot 2.
Penggunaan lahan kayu putih dengan teras bangku menghasilkan
jumlah aliran dan erosi permukaan yang cukup besar karena teras bangku
pada bagian talud tidak memiliki tanaman penutup (Gambar 20) dan memiliki
kemiringan talud yang besar, hal ini membuat tanah menjadi mudah tererosi.
Banyaknya praktik teras bangku juga mempengaruhi laju aliran dan erosi
permukaan yang terjadi. Menurut Constantinesco (1976) dalam Arsyad (2010)
dengan kelerengan 20% maka terdapat 20 bangku per 100 meter dengan lebar
teras 5 meter. Artinya dengan panjang lereng 22 meter maka terdapat 4
sampai 5 bangku dengan lebar teras 5 meter. Bentuk penggunaan lahan kayu
putih dengan tanaman kacang tanah dan kedelai dan penggunaan lahan kayu
putih dengan teras bangku menghasilkan erosi permukaan yang tidak berbeda
nyata.
37
Gambar 21. Bentuk penggunaan lahan kayu putih yang dicampur tanaman
kacang tanah dan kedelai (plot 4)
Gambar 22. Bentuk penggunaan lahan kayu putih yang dicampur tanaman
jagung dan kemlandingan (plot 3)
Teras gulud yang dibangun pada plot 2 (Gambar 23) dengan jarak antar
gulud 1 – 2 meter dapat menahan aliran dan erosi permukaan sehingga
kecepatan aliran permukaan dapat direduksi sehingga mengurangi energi
aliran permukaan. Pembangunan teras gulud juga dapat menahan partikel
tanah yang terangkut aliran permukaan sehingga mengurangi laju erosi
permukaan sampai ke hilir.
Tingkat bahaya erosi dilihat dari laju erosi permukaan tahunan
berdasarkan hasil pendugaan menggunakan rasio jumlah hari hujan maupun
persamaan regresi, tergolong tingkat ringan dan sedang. Berdasarkan data tersebut
kedua penggunaan lahan tersebut tergolong baik (plot 2 dan plot 3) dari segi laju
erosi permukaan, sedangkan kedua penggunaan lahan perlu dievaluasi kembali
(plot 1 dan plot 4). Penentuan tingkat bahaya erosi yang digunakan berdasarkan
kedalaman solum tanah, hal tersebut disebabkan jika laju erosi lebih cepat dari
pembentukan tanah disertai kedalaman solum yang dangkal maka tanah akan
terkikis secara perlahan-lahan bahkan akhirnya dapat menyikap bahan induk naik
ke permukaan tanah.
39
Gambar 23. Bentuk penggunaan lahan kayu putih dengan tanaman jagung
teras gulud (plot 2)
5.2.2. Hubungan antara curah hujan dengan aliran dan erosi permukaan
Nilai koefesien determinasi (R2) hubungan curah hujan dengan aliran
permukaan berbentuk polynomial berkisar antara 80% sampai 90%, sedangkan
untuk hubungan antara curah hujan dengan erosi permukaan berkisar antara 60%
sampai 80%. Nilai R2 tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai R2 untuk
persamaan linear dan exponensial, sehingga model persamaan polynomial dipilih
40
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan
1. Penanaman kayu putih dengan menggunakan teras gulud dimana jarak antar
guludnya 1-2 meter dan tanaman jagung sebagaimana di plot 2 dan dengan
menggunakan tanaman jagung dan kemlandingan sebagaimana di plot 3
merupakan praktik penggunaan lahan terbaik dalam penanaman kayu putih
dibandingkan dengan penggunaan teras bangku (plot 1) dan penanaman kacang
tanah dan kedelai (plot 4).
2. Penggunaan teras bangku yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan teknis
pembuatan teras bangku dan tidak dapat mereduksi aliran dan erosi permukaan.
41
6.2. Saran
1. Dalam pembangunan hutan tanaman kayu putih, agar penggunaan teras gulud
dan tanaman jagung menjadi pertimbangan untuk mengendalikan terjadinya
aliran dan erosi permukaan.
2. Pembuatan bak ukur erosi perlu di perbaiki terutama pada bagian outlet dan
bentuk bak A. Pada bagian outlet sebaiknya di tengah plot dan mengerucut hal
ini bertujuan menghindari hasil pengukuran yang bersifat underestimate. Bak
A yang dibangun sebaiknya tidak terlalu rendah, sehingga dapat menampung
aliran permukaan.
3. Penelitian ini hanya difokuskan pada aliran dan erosi permukaan saja,
sedangkan aspek kehilangan unsur hara, pertumbuhan tanaman dan biaya
pembuatan tanaman dan tindakan konservasi tidak diperhatikan.
4. Pengukuran aliran dan erosi permukaan sebaiknya dilakukan minimal selama
satu siklus penggunaan lahan dalam setahun, dan akan lebih baik apabila
dilakukan beberapa tahun siklus penggunaan lahan dan dilakukan pengulangan
untuk setiap penggunaan lahan yang sama.
5. Pengukuran hujan juga sebaiknya menggunakan alat automatic yang bisa
mengukur intensitas dan lama hujan agar dapat diketahui energi kinetik hujan,
sehingga pengaruhnya terhadap aliran permukaan dan erosi dapat diketahui
secara lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bhestari PA. 2005. Integritas Konsep Keruangan Dalam Model Prediksi Erosi
USLE di Sub DAS Ciliwung Hulu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
42
Ellison WD. 1949. Protecting the land against the raindrop’s blast. Sci. Monthly
68.
Hardiyatmo CH. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada
Yogyakarta: University press.
Kundarto. 2005. Neraca air, Erosi tanah dan Traspor Lateral Hara NPK Pada
SistemPersawahan di Sub DAS Kali Babon, Semarang.
http://www.google.co.id/urbalittanah.litbang.deptan.go.id%2Fdokumentasi
%2Fprosiding%2Fmflp2003%2Fkundarto17. [4 Juli 2011].
Meyer LD, WC Harmon. 1979. Multiple intensity rainfall simulator for erosion
research on row sideslope. Trans. Amer. Soc. Agric. Eng. 22 :100
Osborn B. 1953. Field meansurentment of soil splash. J Soil and Water
Conservation. 8 : 255-260
Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Offset
.
Wischmeir WH. 1978. Use and Misuse of the universal soil loss equation. J Soil
and Water Conservasion. 31 (1) : 59
LAMPIRAN
45
Jumlah 683,69 2929,378 1384,07 2799,58 2971,22 6,022606 1,284316 1,816694 6,235231
Rata-rata 15,89977 86,15817 41,94151 82,34059 87,38884 0,177135 0,038919 0,053432 0,183389
4548
Lampiran 4. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 1 (teras bangku)
Sumber db Jk RKJ F hit F tabel
0,05 0,01
Regression 2 592807 296403 99,22 3,30 5,34
Residual 31 92609 2987
error
Total 32 685416
Lampiran 5. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 2 (teras gulud dan
jagung)
Sumber db Jk RKJ F hit F tabel
0,05 0,01
Regression 2 184873 92436,60 346,44 3,30 5,34
Residual 30 8005 266,80
error
Total 32 192878
4649
Lampiran 6. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 3 (jagung dan
kemlandingan)
Sumber db Jk RKJ F hit F tabel
0,05 0,01
Regression 2 462449 231225 81,84 3,30 5,34
Residual 31 87585 2825
error
Total 33 550034
Lampiran 7. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 4 (kacang tanah
dan kedelai)
Sumber db Jk RKJ F hit F tabel
0,05 0,01
Regression 2 549319 274659 87,81 3,30 5,34
Residual 31 96970 3128
error
Total 33 646288
Lampiran 8. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 1 (teras bangku)
Sumber db Jk RKJ F hit F tabel
0,05 0,01
Regression 2 2,29 1,14 53,54 3,30 5,34
Residual 31 0,66 0,02
error
Total 33 2,96
Lampiran 9. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 2 (teras gulus dan
jagung)
Sumber db Jk RKJ F hit F tabel
0,05 0,01
Regression 2 0,26 0,13 84,66 3,30 5,34
Residual 30 0,05 0,01
error
Total 32 0,31
Lampiran 10. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 3 (tanaman
jagung dan kemlandingan)
Sumber db Jk RKJ F hit F tabel
0,05 0,01
Regression 2 0,29 0,14 71,24 3,30 5,34
Residual 31 0,06 0,01
error
Total 33 0,35
50
47
Lampiran 11. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 4 (tanaman
kacang tanah dan kemlandingan)
Sumber db Jk RKJ F hit F tabel
0,05 0,01
Regression 2 3,31 1,65 32,22 3,30 5,34
Residual 31 1,59 0,05
error
Total 33 4,91
Lampiran 12. Uji kesamaan antara curah hujan pengamatan dengan curah hujan di
Kecamatan Pulung
Curah Hujan Curah Hujan di
Parameter Statistik
Pengamatan (CHp) Kecamatan Pulung (CHt)
Rata-Rata 15,70 17,70
Simpangan Baku 15,70 20,10
Observasi 44,00 41,00
t-value -0,51 0
p-value 0,615Tn 0
Ket: P = Taraf Nyata
** Berbeda Sangat Nyata (P < 0,01)
* Berbeda Nyata (P 0,01 – 0,05)
Tn
Tidak Berbeda Nyata (P > 0,05)
Lampiran 13. Nilai t hitung dalam uji t aliran permukaan antar plot erosi
t-Value Plot 1 Plot 2 Plot3 Plot 4
Plot 1 1,57 0,12 -0,04
Plot 2 -1,56 -1,65
Plot 3 -0,15
Plot 4
Ket : = Tidak ada nilainya
T-tabel (0,05) : 1,697
Lampiran 14. Nilai t hitung dalam uji t erosi permukaan antar plot erosi
t-value Plot1 Plot2 Plot3 Plot4
Plot 1 2,55 2,28 -0,07
Plot 2 -0,59 -2,11
Plot 3 -2,90
Plot 4
Ket : = Tidak ada nilainya
T-tabel (0,05) : 1,697