Anda di halaman 1dari 25

9 786023 610440

Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0


UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016

UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA TERKAIT


PERUBAHAN IKLIM

Tim Penyunting:
Priyono, Alif Noor Anna, Agus Anggoro Sigit,
Yuli Priyana, Choirul Amin

Terselenggara atas kerjasama:

Fakultas Geografi Badan Informasi Geospasial Ikatan Geograf Indonesia


UMS (BIG) (IGI)

Diterbitkan oleh:

2016

i
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016
UPAYA PENGURANGAN
RISIKO BENCANA TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Tim Penyunting: Priyono, Alif Noor Anna, Agus Anggoro Sigit, Yuli Priyana, Choirul Amin

ISBN: ISBN: 978-602-361-044-0

Surakarta: Muhammadiyah University Press


ix, qq, 586 hal, 5 cm

Copyright @2016
Hak penerbitan ada pada Muhammadiyah University Press

Semua hak dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memproduksi dan menyebarluaskan dalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis sebelumnya dari penerbit.

ii
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Kata Pengantar
Dekan Fakultas Geografi UMS

Yang kami hormati para geograf, peneliti dan pendidik geografi, dan segenap
peserta Seminar Nasional Geografi UMS 2016. Perubahan iklim merupakan tantangan
global terbesar abad 21 karena dampak yang ditimbulkannya mempengaruhi berbagai
sektor kehidupan manusia. Sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis
Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap dampak dari perubahan
iklim.
Kenaikan permukaan air laut, meluasnya kekeringan dan banjir, angin kencang,
longsor lahan, kebakaran hutan, hingga menurunnya produksi pertanian, dan
meningkatnya prevalensi penyakit terkait iklim merupakan dampak perubahan iklim
yang sudah dan akan terus terjadi di Indonesia. Maka jika kita tidak segera belajar untuk
mengurangi risikonya, jutaan rakyat akan menanggung akibat buruknya. Pengurangan
risiko bencana membutuhkan keterlibatan semua pihak. Kerja sama masyarakat,
perguruan tinggi, pemerintah, dan stakeholder lainnya diharapkan dapat mewujudkan
ketangguhan menghadapi bencana terkait perubahan iklim tersebut.
Dilatarbelakangi oleh pemikiran tersebut Fakultas Geografi UMS
menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Upaya Pengurangan Risiko Bencana
Terkait Perubahan Iklim”. Kegiatan ini merupakan ajang komunikasi antar penggiat
geografi di Indonesia, sehingga didapatkan penelitian dan pengabdian pada masyarakat
yang berkualitas dan memiliki daya guna untuk mengurangi risiko bencana terkait
perubahan iklim.
Alhamdulillah, Seminar Nasional ini memperoleh sambutan yang hangat dari
para geograf dan peneliti baik di tanah air dan bahkan dari manca negara, yaitu dari
University of Canterbury, New Zealand. Hal ini terbukti dari banyaknya jumlah abstrak
yang masuk, yaitu 72 judul abstrak yang dikirim dari berbagai penjuru tanah air, seperti
Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, NTT, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DIY dan Jawa
Tengah.
Setelah melalui proses blind review (tanpa nama) oleh tim review yang terdiri
dari Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. (Fakultas Geografi UGM) dan Dr. Kuswadji Dwi
Priyono, M.Si. (Fakultas Geografi UMS) terdapat 70 judul abstrak yang lolos untuk
dipresentasikan dalam seminar ini.
Kami sebagai penyelenggara tak sempurna dalam melayani para peserta
sekalian. Oleh karena itu, dengan setulus hati Kami mohon maaf jika ada kekurangan.
Kami juga sampaikan apreasiasi dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
semua pihak yang telah membantu terselenggaranya seminar ini.
Semoga Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 ini bermanfaat baik bagi
masyarakat umum maupun bagi pengembangan keilmuan, terutama dalam menambah
khasanah literatur tentang pengurangan risiko bencana terkait perubahan iklim.

Surakarta, 5 Juli 2016


Dekan Fakultas Geografi UMS
Drs. Priyono, M.Si.

iii
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

SUSUNAN PANITIA

Penanggung Jawab : Drs. Priyono, M.Si


Tim Pengarah : 1. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si
2. Dr. Ir. Imam Harjono, M.Si
3. Drs. Suharjo, MS
4. Drs. Dahroni, M.Si
5. Drs. M. Musiyam, M.Tp.
Ketua : Dra. Alif Noor Anna, M.Si
Sekretaris : Choirul Amin, S.Si., M.M.
Bendahara : Dodi Purwanto, SE.
Tim Review Makalah : 1. Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si.
2. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si.
Moderator Sidang Komisi : 1. Drs. Munawar Cholil, M.Sc.
2. Choirul Amin, S.Si., M.M.
3. Agus Anggoro Sigit, M.Sc.
4. Drs. Suharjo, M.S
5. Drs. Yuli Priyana, M.Si
1. Sie Makalah : 1. Rudiyanto, S. Si
2. Bondan Jati K
3. Ambar Asmoro
4. Danang S
5. Nurul
6. Miftakhul Jannah
7. Iin

2. Sie Persidangan :1. Agus Anggoro Sigit, S. Si, M. Sc.


2. Rahardiansyah
3. Ardi rimbawan
4. Heri Widyatmoko
3. Sie Pubdekdok : 1. Yusuf M. Ibrahim
2. Saktiawan
4. Sie Acara : 1. Ir. Taryono, M.Si.
2. Rahma Anisa
3. Taufani
4. M. Fatkhur
5. Sie Among Tamu : 1. Drs. Dahroni, M.Si
2. Regina Ayutiara
3. Cut Fanny
4. Rina Dwi Rahmawati
5. Vista Inawati
6. Imania Jefri
6. Sie Konsumsi : Dra. Umrotun, M.Si. dan Kantin Hotel Syariah Solo
7. Tempat dan Perlengkapan : 1. Rahmat (TU)
2. Agus Sutanto (TU)
8. Tim Kesekretariatan : 1. Suprihdiono
2. Mukhlis Akbar

iv
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................................ i


Halaman Katalog Dalam Terbitan (KDT).................................................................................. ii
Kata Pengantar Dekan Fakultas Geografi UMS ...................................................................... iii
Susunan Panitia Seminar......................................................................................................... iv
Daftar Isi ................................................................................................................................. v

MAKALAH PEMBICARA UTAMA


1. Climate Change Adaptation and Mitigation Strategy (Disaster Risk Reduction in
Indonesia) ............. ........................................................................................................... a
Oleh: Prof. Dr. H. A. Sudibyakto, MS (Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia
(IABI))
2. Penguatan Masyarakat dalam Menghadapi Risiko Bencana Terkait Perubahan Iklim...... p
Oleh: H. Budi Setiawan, S.T. (Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
3. Peran Data Geospasial dalam Mendukung Pengurangan Risiko Bencana Terkait
Perubahan Iklim.................................................................................................................. v
Oleh: Dr. Priyadi Kardono, M.Sc. (Kepala Badan Informasi dan Geospasial (BIG))

MAKALAH PESERTA
KOMISI A
Mitigasi Bencana Terkait Perubahan Iklim #1
1. Kerentanan Banjir di DAS Cisadane .. .................................................................................... 1
Oleh: Endang Savitri dan Irfan B. Pramono (Balai Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pengelolaan DAS, Surakarta)
2. Status Terkini Prediksi Curah Hujan MK 2016 dan MH 2016/2017 (Studi Kasus: Daerah
Istimewa Yogyakarta) ........................................................................................................... 9
1 1 1 1
Oleh: Eddy Hermawan , Haries Satyawardhana , Adi Witono , Sinta Berliana , dan Shailla
2 1 2
Rustiana ( Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN dan GFM IPB-Bogor)
3. Dampak Perubahan Iklim Global terhadap Tingkat Kekritisan Air Meterologis di DAS
Bengawan Solo Hulu ............................................................................................................. 25
Oleh: Alif Noor Anna, Kuswaji Dwi Priyono, Suharjo, Yuli Priyana (Fakultas Geografi UMS)
4. Penatagunaan Lahan Sebagai Upaya Mitigasi Banjir di Kabupaten Ngawi............................ 38
Oleh: Arina Miardini dan Pranatasari Dyah Susanti (Balai Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pengelolaan DAS, Surakarta)
5. Kadar Air Bahan Bakar Permukaan di Bawah Tegakan Pinus Merkusii (Studi Kasus Desa di
Hutan Rakyat Cangkurawok, Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor) .. .............................. 52
1 2 1
Oleh: Aris Sudomo dan Nurhuda Adi Prasetiyo ( Balai Penelitian dan Pengembangan
2
Teknologi Agroforestry dan Balai Penelitian Kehutanan Kupang,)
6. Tingkat Kerentanan Iklim di Taman Nasional Bali Barat ....................................................... 61
Oleh: Beny Harjadi (BPTKP DAS Surakarta)
7. Kajian Kelembagaan dan Regulasi Penanggulangan Bencana di Kabupaten Bojonegoro .... 74
Oleh: Dian Ayu Larasati dan Bambang Hariyanto (Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)

v
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

8. Mitigasi Bencana Erosi Kepesisiran di Pantai Kwaru dan Samas, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta ............................................................................................................. 93
1 2 3 1
Oleh: Dwi Sri Wahyuningsih , Mega Dharma Putra , dan Th. Retno Wulan ( Parangtritis
2 3
Geomaritime Science Park, Fakultas Geografi UGM, Badan Informasi Geospasial)
9. Analisis Spasial Kemampuan Infiltrasi Sebagai Bagian dari Indikasi Bencana Kekeringan
Hidrologis di DAS Wedi, Kabupaten Klaten-Boyolali. ............................................................ 101
Oleh:Agus Anggoro Sigit (Fakultas Geografi UMS)
10. Analisis Perubahan Nilai Pendugaan Evapotranspirasi Potensial Akibat Perubahan Iklim di
Kawasan Hutan Tanaman Eucalyptus Pellita ......................................................................... 112
Oleh: Agung Budi Supangat (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan
DAS)
11. Manfaat Lingkungan Penyerapan Karbon Hutan Pinus pada Beberapa Kelas Tempat
Tumbuh di Jawa..................................................................................................................... 123
Oleh: Yonky Indrajaya (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry)

KOMISI B
Mitigasi Bencana Terkait Perubahan Iklim #2
1. Mitigasi Bencana Terhadap Bahaya Longsor (Studi Kasus di Kabupaten Kuningan,
Jawa Barat) ........................................................................................................................... 132
Oleh: Nur Ainun Jariyah dan Syahrul Donie (Peneliti di Balai Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS, Surakarta)
2. Analisis Tingkat Kerawanan dan Teknik Mitigasi Longsor di Sub DAS Merawu..................... 139
Oleh: Pranatasari Dyah Susanti dan Arina Miardini (Balai Penelitian dan Pengembangan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Surakarta)
3. Analisis Spasial Indeks Kekeringan Kabupaten Sukoharjo Menggunakan Metode SPI
(Standardized Precipitation Index) ........................................................................................ 151
Oleh: Rahmanita Lestari, Nurul Hidayah, Ambar Asmoro (Fakultas Geografi UMS)
4. Estimasi Dampak PerubahanIklim Terhadap Kerawanan Banjir Lahar di Magelang,
Jawa Tengah .......................................................................................................................... 162
Oleh: Suprapto Dibyosaputro, Ahmad Cahyadi, Henky Nugraha, dan Slamet Suprayogi
(Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi UGM)
5. Telaah Eutrofikasi pada Waduk Alam Rawapening … ........................................................... 170
Oleh: Ugro Hari Murtiono dan Agus Wuryanta (Peneliti Madya pada Balai Penelitian
Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Surakarta)
6. Cadangan Karbon dalam Biomassa Pohon di Situ Gede, Kota Tasikmalaya .......................... 182
Oleh: Yonky Indrajaya dan Soleh Mulyana (Balai Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Agroforestry)
7. Emisi dan Sekuestrasi Karbon dari Kegiatan Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat ................................................................................................................. 192
Oleh: Yonky Indrajaya dan M. Siarudin (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Agroforestry)
8. Sinergi Perguruan Tinggi-Pemerintah-Masyarakat dalam Pengurangan RIsiko Bencana
Alam....................................................................................................................................... 202
Oleh: Sri Maryati (Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian, Fakultas Matematika dan IPA,
Universitas Negeri Gorontalo)
9. State of The Economic and Social Disaster of The Community Boyolali ................................ 208
Oleh: Burhanuddin, Tika Mamik , Ina Rifqiyana, dan Hasim Musthofa (Prodi Pendidikan
Geografi FKIP UMS)

vi
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

10. Kondisi Iklim dan Mikrohabitat Fisik Daerah Endemis Schistosomiasis di Dataran Tinggi
Napu Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah .................................................................. 217
1 2 1 1
Oleh: Mujiyanto , Triwibowo A. Garjito , Hayani Anastasia , Yusran Udin , Ade
1 1
Kurniawan ( Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber
2
Binatang (P2B2) Donggala, Balitbang Kesehatan Kemenkes RI, Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga, Balitbang
Kemenkes RI)

KOMISI C
Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim
1. Pengembangan Pueraria Javanica (PJ) Sebagai Resiliensi Ekonomi Terhadap Perubahan
Iklim di Desa Penyangga Taman Nasional Meru Betiri, Jember …......................................... 229
Oleh: S. Andy Cahyono dan C. Yudi Lastiantoro (Balai Penelitian Teknologi Kehutanan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Surakarta)
2. Kajian Lahan Kritis Sub Daerah Aliran Ci Keruh di Kawasan Cekungan Bandung .................. 238
Oleh: Asep Mulyadi dan Jupri (Prodi Pendidikan Geografi UPI-Badung)
3. Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Rehabilitasi Mangrove dalam Rangka
Mitigasi Perubahan Iklim ....................................................................................................... 250
Oleh: Heru Setiawan (Balai Penelitian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)
4. Adaptasi Petani Lada Terhadap Perubahan Iklim Di Desa Lawonua dan Desa Simbune,
Sulawesi Tenggara ................................................................................................................. 260
1 1 2 (1
Oleh: Endah Suhaendah , Eva Fauziyah , dan Gerhard ES Manurung Balai Penelitian
2
dan Pengembangan Teknologi Agroforestry, ICRAF)
5. Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana Perubahan Iklim di
Perkebunan Kopi PT. Nusantara IX ........................................................................................ 269
Oleh: Hendrik Boby Hertanto,S.Pd,M.Si (SMA MTA Surakarta)
6. Strategi Coping Masyarakat Pulau Kecil dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim....... 288
Oleh: Heru Setiawan (Balai Penelitian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)
7. Bentuk-bentuk Adaptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus di
Desa Pelangwot Kecamatan Laren Lamongan) ..................................................................... 299
Oleh: Imam Arifa’illah Syaiful Huda (Universitas Gadjah Mada)
8. Minimalisasi Risiko Bencana Melalui Adaptasi MARKISA (Masyarakat Miskin Sadar) Akan
Dampak Pemanasan Global di Desa Lambusa....................................................................... 315
Oleh: Jul Hasan (Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Jurusan Geografi, Universitas
Halu Oleo, Kendari)
9. Strategi Adaptasi Masyarakat terhadap Bencana Kekeringan di Kawasan Karst ................. 323
Oleh: Priyono, Choirul Amin, Arif Jauhari (Fakultas Geografi UMS)
10. Adaptasi dan Mitigasi Fenomena el niño di Provinsi Nusa Tenggara Timur........................ 334
Oleh: Muhammad Husain Hasan dan Maria Floriani Mongko (Jurusan Pendidikan
Geografi FKIP Universitas Nusa Cendana)
11. Adaptasi Masyarakat Petani Lahan Sawah Terhadap Bencana Banjir Rob di Sebagian
Wilayah Kecamatan Kedung, Jepara, Jjawa Tengah .............................................................. 341
1 2 2 3
Oleh: Mega Dharma Putra , Dani Prasetyo , Isna Pujiastuti , dan Th. Retno Wulan
1 2 3
( Parangtritis Geomaritime Science Park; Bantul, Fakultas Geografi UGM, BIG)
12. Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Kekeringan di Kabupaten Grobogan,
Jawa Tengah .......................................................................................................................... 348
Oleh: Chatarina Muryani, Sarwono dan Dwi Hastuti (Universitas Sebelas Maret, Surakarta)

vii
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

KOMISI D
Pendidikan dan Pendampingan Masyarakat Tangguh Bencana Terkait Perubahan Iklim

1. Dampak Pembuangan Limbah Tapioka Terhadap Kualitas Air Tambak di Kecamatan


Margoyoso Kabupaten Pati .................................................................................................. 357
Oleh: Bambang Hariyanto dan Dian Ayu Larasati (Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
2. Peningkatan Kapasitas Desa Tangguh Bencana Terhadap Dampak Perubahan Iklim di Desa
Jangkaran Kabupaten Kulonprogo......................................................................................... 368
1 2 1
Oleh: Dian Aditya Mandana Putri dan Rio Christy Handziko ( Magister Menejemen
2
Bencana UGM, Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA UNY)
3. Strategi Pengurangan Risiko Abrasi di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah............... 389
1 1,2 1
Oleh: Edwin Maulana Theresia Retno Wulan Dwi Sri Wahyuningsih , I Wayan Wisnu
3 3 1 2
Yoga Mahendra , dan Etik Siswanti ( Parangtritis Geomaritime Science Park, BIG,
3
Fakultas Geografi UGM)
4. Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Kawasan Konservasi Hutan di Gunung
Galunggung Kabupaten Tasikmalaya..................................................................................... 399
Oleh: Erni Mulyanie dan Erwin Hilman Hakim (Pendidikan Geografi FKIP Universitas
Siliwangi; Tasikmalaya)
5. Pola Tanam Masyarakat Petani Parangtritis Menyiasati Kebutuhan Sinar Matahari dan
Musim Kemarau; Studi Kasus Lahan Pertanian di Dusun Grogol VII dan Grogol VIII, Desa
Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY ....................................................... 411
1,2,3 1 2,4 2,4
Oleh: Farid Ibrahim , Fiqih Astriani , Th. Retno Wulan , Mega Dharma Putra , Dwi
2,4 5 1 2
Sri W. , dan Anggara Setyabawana P. ( Fakultas Geografi UMS, Parangtritis
3 4
Geomaritime Science Park, Ikatan Alumni Geografi Indonesia, Fakultas Geografi UGM,
5
Statistik UII)
6. Pengetahuan Mahasiswa Tentang Sensitivitas Perubahan Iklim .......................................... 418
1 2 3 1,2,
Oleh: Febriyana Niken Yuliartika , Ayu Sekartaji dan Miftahul Arozaq ( Mahasiswa
3
Prodi Pendidikan Geografi FKIP UMS, Pusat StudiMitigasi Bencana Pendidikan Geografi
FKIP UMS)
7. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Pengembangan Pertanian di Kepulauan Tanimbar ... 423
Oleh: Bambang Riadi (Badan Informasi Geospasial)
8. Bencana Sosial Masyarakat Adat di Hilir DAS Seruyan dan Perubahan Iklim Lokal (Studi
Kasus di Provinsi Kalimantan Tengah) ................................................................................... 437
Oleh: Jaka Suryanta dan Niendyawati (Peneliti di Badan Informasi Geospasial)
9. Belajar Bersama Petani: Pendampingan untuk Mengurangi Dampak Kerusakan Lahan di
Kawasan Hutan ...................................................................................................................... 451
Oleh: Nana Haryanti (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS)
10. Pengaruh Karakteristik Masyarakat terhadap Kesiapsiagaan pada Daerah Bahaya Banjir di
Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan ........................ 462
Oleh: Rosalina Kumalawati Prodi Geografi, Jurusan Penddikan IPS, FKIP UNLAM; Kota
Banjarmasin)
11. Kajian Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung Naga dalam Pengelolaan Lingkungan
Berbasis Mitigasi Bencana ..................................................................................................... 472
Oleh: Ruli As’ari dan Nandang Hendriawan (Pendidikan Geografi FKIP Universitas
Siliwangi; Tasikmalaya)

viii
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

12. Pemanfaatan Bukit Sepuluh Ribu untuk Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis
Lingkungan............................................................................................................................. 487
Oleh: Siti Fadjarajani dan Ruli As’ari (Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi;
Tasikmalaya)
13. Pendidikan dan Pendampingan Masyarakat Tangguh Bencana Kekeringan di Kecamatan
Kualin dan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur ..................................................................................................................................... 495
Oleh: Ignasius Suban Angin dan Nurmasa Atapukang (Jurusan Pendidikan Geografi FKIP
Universitas Nusa Cendana Kupang)
KOMISI E
Aplikasi PJ dan SIG untuk Data Base Bencana terkait Perubahan Iklim
1. Uji Akuisisi Data dengan UAV untuk Monitoring Kondisi Mangrove dalam Mencegah Abrasi
Air Laut (Studi Kasus: Pesisir Baros, Tirtoargo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul) ….. .. 499
1 1,3,5 2,3,4
Oleh: Anggara Setyabawana Putra , Edwin Maulana , Theresia Retno Wulan , Puji
6 6 6 1
Nurhidayah , Made Ditha Ary Sanjaya , Fuad Alwi Swastiko ( Ilmu Statistika UII,
2 3
Parangtritis Geomaritime Science Park, BIG, Program Doktor Fakultas Geografi UGM,
5 6
Magister Manajemen Bencana UGM; Jurusan Teknik Geodesi UGM)
2. Simulasi Perubahan Tata Guna Lahan Berbasis SIG Pada Hidrograf Aliran Sungai Cisangkuy
Kabupaten Bandung ............................................................................................................. 508
Oleh: Dadang Subarna (Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN Bandung)
3. Kualitas Situ di Kabupaten Bogor Berdasar Interpretasi Data Satelit Penginderaan Jauh
Serta Pengaruhnya dalam Pengendalian Banjir Sungai Ciliwung .......................................... 521
Oleh:Jaka Suryanta (Badan Informasi Geospasial)
4. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penyusunan Peta Kerentanan Gerakan Tanah
DAS Serayu Hulu ................................................................................................................... 534
Oleh: Rokhmat Hidayat (Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian PU)
5. Pemetaan Potensi Air Tanah dalam Menggunakan Metode Geolistrik di Kabupaten
Ponorogo Sebagai Antispasi Bencana Kekeringan................................................................. 549
Oleh: Sorja Koesuma, Sulastoro, Sarjoko Lelono, dan Agus Prijadi Saido (Pusat Studi
Bencana, LPPM UNS)
6. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan dan Iklim Melalui Aplikasi Model SWAT untuk
Memprediksi Tata Air das Cimuntur, Kabupaten Ciamis....................................................... 556
Oleh: Edy Junaidi dan Wuri Handayani (Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Agroforestry)
7. Perbandingan Ekstraksi Brightness Temperatur Landsat 8 Tirs Tanpa Atmosphere
Correction dan dengan Melibatkan Atmospheric Correction untuk Pendugaan Suhu
Permukaan............................................................................................................................. 568
1 2 3 1
Oleh: Farid Ibrahim , Fiqih Atriani , Th. Retno Wulan , Mega Dharma Putra , dan Edwin
1 1 2 3
Maulana ( Parangtritis Geomaritime Science Park, Fakultas Geografi UMS, BIG)
8. Application of Structure from Motion (SfM) for Physical Geography and Natural Hazard
(Aplikasi Fotogrametri SfM dalam Kajian Geografi Fisik dan Kebencanaan)......................... 577
1,3 2,3 3 1
Oleh: Aditya Saputra , Trias Rahardianto , dan Christopher Gomez ( Geography
2 3
Faculty UMS, Civil Engineering Politeknik Negeri Malang, Geography Department
University of Canterbury New Zealand
9. Smart EWS : Sebelas Maret Early Warning Sistem: Aplikasi Deteksi Dini Bencana Banjir
Sungai Bengawan Solo Berbasis Android .............................................................................. 588
1 2 3
Oleh: Mohtar Yunianto , Fendi Aji Purnomo , Sarngadi Palgunadi Yohanes , Sorja
1 2 2 1 2
Koesuma , Rudi Hartono , Nanang Maulana ( Progdi Fisika UNS, Progdi D3 Teknik
3
Infomatika UNS, Progdi Informatika UNS)

ix
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

10.Penentuan Lingkungan Permukiman Rawan Banjir dan Upaya Penanggulangan Banjir di


Kota Semarang....................................................................................................................... 597
Oleh : Heri Tjahjono (Universitas Negeri Semarang)
11. Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi Banjir Bandang di Sumatera Barat................... 612
Oleh: Faiqotul Falah dan Endang Savitri (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Pengelolaan DAS Surakarta)
12. Perilaku Masyarakat Terhadap Kelestarian Fungsi-fungsi DAS di Pulau Bintan .................... 626
Oleh: Syahrul Donie (Peneliti di Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS)

x
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

PENATAGUNAAN LAHAN SEBAGAI UPAYA MITIGASI


BANJIR DI KABUPATEN NGAWI
Arina Miardini dan Pranatasari Dyah Susanti
Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS Surakarta
E-mail: arinamiardini@gmail.com

ABSTRAK - Tekanan terhadap lahan saat ini cenderung meningkat akibat


pemanfaatan lahan yang eksploitatif dan melebihi daya dukung lingkungan
yang diperparah dengan tingginya pertumbuhan penduduk. Hal ini
mengakibatkan lahan menjadi terdegradasi/lahan kritis termasuk terjadi di
Kabupaten Ngawi. Luasan lahan potensial kritis sampai sangat kritis di
Kabupaten Ngawi adalah sebesar 78240,87 ha atau 56,18% dari total
luasan kabupaten. Tingginya luasan lahan kritis ini menjadi ancaman
terhadap daya dukung yang akan berdampak pada ketidakseimbangan
hidrologi, salah satu manifestasinya yaitu terjadinya banjir. Banjir akan
menjadi bencana jika bersifat merusak dan mengakibatkan kerugian jiwa
dan material sehingga perlu dilakukan upaya mitigasi banjir untuk
mengurangi risiko banjir. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu
melalui penatagunaan lahan agar serasi dengan arahan alokasi ruang.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan penatagunaan lahan melalui
analisis keserasian penggunaan lahan exsisting dengan pola ruang RTRW
dalam upaya mitigasi banjir di Kabupaten Ngawi. Penelitian ini
menggunakan data sekunder berupa peta RBI skala 1:25000, Landsat 8
116/65, peta limpasan, peta pola ruang dan dokumen RTRW Kabupaten
Ngawi tahun 2011. Analisis yang dilakukan berupa analisis spasial
penggunaan lahan existing dan analisis keserasian penggunaan lahan
terhadap pola ruang RTRW. Pola ruang Kabupaten Ngawi terdiri dari
kawasan budidaya sebesar 127484,93 ha (91,54%) dan kawasan lindung
sebesar 11783,25 ha (8,46%). Hasil keserasian penggunaan lahan dengan
pola ruang menunjukkan bahwa sebesar 106560,57 ha (76,51%) serasi,
26007,93 ha (18,67%) belum serasi dan 6699,69 ha (4,81%) tidak serasi.
Pada kawasan lindung terdapat 56,64% penggunaan lahan yang tidak serasi
0,17 % belum serasi dengan pola ruang dan 43,19 % yang serasi. Upaya
pengendalian banjir dilakukan melalui penatagunaan lahan sesuai arahan
RTRW melalui pengoptimalan fungsi lindung disertai dengan teknik
konservasi tanah dan air baik menggunakan metode vegetatif maupun
metode teknis yang didukung oleh kerjasama antar stakeholders.

Kata Kunci: penatagunaan lahan, RTRW, Kabupaten Ngawi, mitigasi, banjir

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, tanah, relief, air
dan vegetasi serta benda yang berada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya
terhadap penggunaan lahan (Arsyad, 2000). Dalam Undang-Undang 37 tahun
2014 tentang Konservasi Tanah dan Air disebutkan bahwa lahan adalah bagian

38
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah
beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief,
aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat
pengaruh manusia. Adanya tekanan penggunaan lahan yang eksploitatif dan
melebihi daya dukung lingkungan diperparah dengan pertumbuhan penduduk
yang tinggi akan mengakibatkan lahan menjadi terdegradasi/ lahan kritis
termasuk di Kabupaten Ngawi.
Berdasarkan data BPDAS Solo (2012) luasan lahan potensial kritis sampai
sangat kritis di Kabupaten Ngawi adalah sebesar 78240,87 ha atau 56,18% dari
total luasan kabupaten. Tingginya luasan lahan kritis ini menjadi ancaman
terhadap daya dukung DAS yang akan berdampak pada ketidakseimbangan
hidrologi dalam DAS. Salah satu akibat ketidakseimbangan hidrologi dalam DAS
adalah terjadinya banjir. Banjir merupakan indikator kerusakan DAS yang
disebabkan oleh menurunnya infiltrasi akibat berkurangnya penutupan vegetasi
dan ketidaksesuaian penggunaan lahan (Sinukaban, 2007). Berdasarkan data
RTRW Kabupaten Ngawi (2011) telah terjadi alih fungsi lahan pada kawasan
hutan lindung dan kawasan resapan air terutama pada sebagian Kecamatan
Kendal, Jogorogo, Ngrambe, Sine, Mantingan dan Bringin. Kawasan rawan banjir
di Kabupaten Ngawi berada di sekitar DAS Bengawan Solo dan DAS Kali Madiun.
Beberapa penyebab terjadinya banjir antara lain disebabkan oleh semakin
berkurangnya kawasan resapan air, dan semakin rusaknya hutan dan kawasan
konservasi di wilayah hulu.
Banjir akan menjadi bencana jika bersifat merusak dan mengakibatkan
kerugian jiwa dan material sehingga perlu dilakukan upaya mitigasi banjir untuk
mengurangi risiko banjir. Pada tahun 2007 merupakan peristiwa banjir terbesar
di Kabupaten Ngawi yang menyebabkan 11 kecamatan terendam dengan korban
meninggal sebanyak 14 orang (Roqib, 2007). Berdasarkan data BNPB (2016)
bahwa dalam kurun 2012-2015 telah terjadi banjir pada tiap tahunnya di
Kabupaten Ngawi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui
penatagunaan lahan. Penatagunaan lahan adalah upaya mengatur penggunaan
lahan agar serasi dengan arahan alokasi ruang. Arahan alokasi ruang yang
tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Kabupaten Ngawi telah
membuat perencanaan wilayah tersebut dalam bentuk RTRW tahun 2010-2030
telah dilegalkan dalam Perda Kabupaten Ngawi Nomor 10 Tahun 2011.
RTRW ini akan menjadi alat penyusunan program dan pengendalian
pemanfaatan ruang serta menjadi perangkat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan berwawasan tata ruang. Permasalahan tidak
mantapnya tata ruang wilayah menyebabkan penggunaan lahan seringkali tidak
sesuai atau tidak mengikuti tata ruang yang ada. Sebagai implikasinya dari
persoalan tersebut menyebabkan terjadinya konflik dalam penggunaan lahan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah melakukan penatagunaan lahan melalui
analisis keserasian penggunaan lahan exsisting dengan pola ruang RTRW dalam
upaya mitigasi banjir di Kabupaten Ngawi. Diharapkan dengan diketahuinya
luasan lahan yang tidak serasi dan belum serasi dengan RTRW diperoleh hasil

39
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

evaluasi dan monitoring pelaksanaan arahan RTRW. Hasil evaluasi dan


monitoring dapat digunakan oleh pembuat kebijakan dalam hal ini Pemerintah
kabupaten Ngawi dalam perencanaan penentuan kebijakan terutama dalam
upaya mitigasi banjir.

METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Ngawi Jawa Timur dengan luasan
139268,19 ha. Secara administrasi Kabupaten Ngawi yang mencakup 19
Kecamatan, 217 desa dan 4 kelurahan. Batas Kabupaten Ngawi yaitu:
Sebelah utara : Kabupaten Bojonegoro, Grobogan dan Blora
Sebelah timur : Kabupaten Madiun
Sebelah barat : Kabupaten Sragen
Sebelah selatan : Kabupaten Magetan dan Madiun
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Peta RBI Skala
1:25000, Peta Limpasan, Peta Pola Ruang Kabupaten Ngawi, Dokumen RTRW
Kabupaten Ngawi tahun 2010-2030, Citra Landsat 8 tahun 2015 Path/row
119/65. Alat yang digunakan antara lainNotebook ASUS Core i3 kapasitas RAM 6
GB dan harddisk 500 GB, Software Arc GIS 10.1 dan Software Ms.Word dan Ms.
Excel.
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara secara kuantitatif dengan tabulasi dan
kualitatif deskriptif. Analisis ketidaksesuaian terhadap RTRW dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat ketidaksesuaian antara penggunaan lahan
terhadap RTRW. Analisis dilakukan dengan melakukan overlay peta penggunaan
lahan 2015 dengan peta rencana pola ruang. Hasil yang diperoleh dalam analisis
ini adalah tabel keserasian penggunaan lahan. Hasil analisis diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu serasi, tidak serasi, dan belum serasi. Serasi berarti penggunaan
lahan yang ada sesuai dengan arahan RTRW, tidak serasi berarti penggunaan
lahan yang ada tidak sesuai arahan RTRW. Penggunaan lahan dianggap belum
serasi apabila peruntukan lahan masih belum serasi dengan RTRW namun masih
bisa disesuaikan. Hasil keserasian tersebut kemudian dilakukan penatagunaan
lahan dengan menyesuaikan penggunaan lahan existing dengan RTRW sehingga
diketahui potensi banjir yang dapat dikurangi di Kabupaten Ngawi.

HASIL
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Ngawi terdiri dari 9 klasifikasi yang di
dominasi oleh Kebun sebesar 35248,78 ha (25,31). Lahan pertanian juga
merupakan tutupan lahan yang dominan di Kabupaten Ngawi. Pertanian seluas
55609,79 ha yang terdiri dari Sawah irigasi sebesar 22,76% dan sawah tadah
hujan 17,17% dari luas Kabupaten Ngawi. Data penggunaan lahan pada Tabel 1.

40
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Tabel 4. Penggunaan lahan di Kabupaten Ngawi


No Penggunaan Lahan Luas (ha) Prosentase (%)
1 Air Tawar 821,68 0,59
2 Belukar 3036,05 2,18
3 Hutan 487,44 0,35
4 Kebun 35248,78 25,31
5 Pemukiman 25110,05 18,03
6 Rumput 306,39 0,22
7 Sawah Irigasi 31697,44 22,76
8 Sawah Tadah Hujan 23912,35 17,17
9 Tegalan 18620,16 13,37
Jumlah 139268,19 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Pola Ruang Kabupaten Ngawi


Kabupaten Ngawi memiliki pola ruang yang terbagi dalam kawasan
budidaya sebesar 127484,93 ha (91,54%) dan kawasan lindung 11783,25 ha
(8,46%). Kawasan lindung di Kabupaten Ngawi terdiri dari hutan lindung (hutan
lindung dan kawasan resapan air), kawasan pelestarian alam dan cagar budaya
(Arca Banteng, Benteng Van Den Bosch, Bumi perkemahan Selondo, candi
pendem dan musium trinil) dan kawasan perlindungan setempat (sempadan
sungai besar, sempadan sungai kecil, sempadan waduk, sungai, waduk Dero,
waduk Kedung Bendo dan waduk Pondok). Sedangkan pada kawasan budidaya
terdiri dari hutan produksi, kawasan industri, perkebunan, pemukiman dan
pertanian. Secara rinci pola ruang di Kabupaten Ngawi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 5. Pola Ruang Kabupaten Ngawi


No Pola Ruang Luas (ha) Prosentase (%)
Kawasan Budidaya 127484,93 91,54
1 Hutan Produksi 492,74 0,39
2 Kawasan Industri 38,09 7,73
3 Kawasan Perkebunan 13,42 35,24
4 Kawasan Permukiman 2,66 19,84
5 Kawasan Pertanian 0,98 36,81
Kawasan Lindung 11783,25 8,46
1 Hutan Lindung 6261,67 53,14
2 Kawasan Pelestarian Alam dan Cagar Budaya 1095,49 17,50
3 Kawasan Perlindungan Setempat 321,68 29,36
Jumlah 139268,19 100,00
Sumber: Pola Ruang Kabupaten Ngawi,2011

41
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Pola Ruang RTRW


Penggunaan lahan dan rencana tata ruang memiliki kaitan yang erat. Hal
ini disebabkan pemerintah daerah yang telah mengeluarkan rencana umum pola
ruang akan berupaya agar penggunaan lahan tidak menyimpang dari rencana
yang telah disusun tersebut (Fitriyanto, 2013). Hasil keserasian penggunaan
lahan dengan pola ruang menunjukkan bahwa sebesar 106560,57 ha (76,51%)
serasi, 26007,93 ha (18,67%) belum serasi dan 6699,69 ha (4,81%) tidak serasi.
Pada kawasan budidaya sebesar 79,59% penggunaan lahan sudah serasi dengan
pola ruang, 20,38% belum serasi dan hanya 0,02% yang tidak serasi. Pada
kawasan lindung sebesar 56,64% penggunaan lahan tidak serasi, 0,17% belum
serasi dan 43,19% serasi. Berikut ini hasil analisis kesesuaian penggunaan lahan
dengan pola ruang RTRW yang telah direncanakan pada Kabupaten Ngawi (Tabel
3).

Tabel 6. Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Pola Ruang RTRW


Kabupaten Ngawi
No Pola Ruang Penggunaan Lahan Kriteria Luas (ha) Prosentase (%)
Kawasan Budidaya
1 Kawasan Industri Belukar Belum Serasi 284,33 0,20
2 Kawasan Industri Kebun Belum Serasi 1916,58 1,38
3 Kawasan Industri Rumput Belum Serasi 8,83 0,01
4 Kawasan Industri Sawah Irigasi Belum Serasi 3916,00 2,81
5 Kawasan Industri Sawah Tadah Hujan Belum Serasi 2493,08 1,79
6 Kawasan Industri Tanah Ladang Belum Serasi 1226,52 0,88
7 Kawasan Perkebunan Belukar Belum Serasi 1502,80 1,08
8 Kawasan Perkebunan Rumput Belum Serasi 171,08 0,12
9 Kawasan Perkebunan Tanah Ladang Belum Serasi 14262,80 10,24
10 Kawasan Permukiman Rumput Belum Serasi 4,79 0,00
11 Kawasan Permukiman Sawah Irigasi Belum Serasi 191,60 0,14
12 Kawasan Permukiman Tanah Ladang Belum Serasi 9,11 0,01
13 Hutan Produksi Hutan Serasi 492,74 0,35
14 Kawasan Perkebunan Kebun Serasi 28975,53 20,81
15 Kawasan Permukiman Pemukiman Serasi 25079,30 18,01
16 Kawasan Pertanian Sawah Irigasi Serasi 26824,10 19,26
17 Kawasan Pertanian Sawah Tadah Hujan Serasi 20099,88 14,43
18 Kawasan Industri Air Tawar Tidak Serasi 9,06 0,01
19 Kawasan Perkebunan Air Tawar Tidak Serasi 8,25 0,01
20 Kawasan Permukiman Air Tawar Tidak Serasi 5,73 0,00
21 Kawasan Pertanian Air Tawar Tidak Serasi 2,85 0,00
Kawasan Lindung
22 Kawasan Perlindungan Belukar Belum Serasi 20,43 0,01
Setempat
23 Hutan Lindung Kebun Serasi 2885,98 2,07
24 Kawasan Pelestarian Alam dan Kebun Serasi 984,41 0,71
42
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

No Pola Ruang Penggunaan Lahan Kriteria Luas (ha) Prosentase (%)


Cagar Budaya
25 Kawasan Perlindungan Air Tawar Serasi 798,33 0,57
Setempat
26 Kawasan Perlindungan Kebun Serasi 420,29 0,30
Setempat
27 Hutan Lindung Belukar Tidak Serasi 1203,79 0,86
28 Hutan Lindung Rumput Tidak Serasi 32,23 0,02
29 Hutan Lindung Sawah Irigasi Tidak Serasi 91,17 0,07
30 Hutan Lindung Sawah Tadah Hujan Tidak Serasi 402,06 0,29
31 Hutan Lindung Tanah Ladang Tidak Serasi 1646,44 1,18
32 Kawasan Pelestarian Alam dan Belukar Tidak Serasi 13,76 0,01
Cagar Budaya
33 Kawasan Pelestarian Alam dan Pemukiman Tidak Serasi 26,39 0,02
Cagar Budaya
34 Kawasan Pelestarian Alam dan Sawah Irigasi Tidak Serasi 213,03 0,15
Cagar Budaya
35 Kawasan Pelestarian Alam dan Sawah Tadah Hujan Tidak Serasi 557,44 0,40
Cagar Budaya
36 Kawasan Pelestarian Alam dan Tanah Ladang Tidak Serasi 266,47 0,19
Cagar Budaya
37 Kawasan Perlindungan Belukar Tidak Serasi 13,36 0,01
Setempat
38 Kawasan Perlindungan Kebun Tidak Serasi 70,62 0,05
Setempat
39 Kawasan Perlindungan Pemukiman Tidak Serasi 2,52 0,00
Setempat
40 Kawasan Perlindungan Rumput Tidak Serasi 92,67 0,07
Setempat
41 Kawasan Perlindungan Sawah Irigasi Tidak Serasi 468,03 0,34
Setempat
42 Kawasan Perlindungan Sawah Tadah Hujan Tidak Serasi 358,17 0,26
Setempat
43 Kawasan Perlindungan Tanah Ladang Tidak Serasi 1215,67 0,87
Setempat
Jumlah 139268,19 100,00
Sumber: Hasil analisis, 2016.

43
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Gambar 1. Peta Keserasian Penggunaan Lahan dan Pola Ruang Kabupaten


Ngawi

PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan
Berdasarkan hasil analisis penggunaan lahan paling dominan di
Kabupaten Ngawi adalah Kebun. Jenis produksinya antara lain: kelapa (di
Kecamatan Sine, Kecamatan Jogorogo, Kecamatan Paron dan Kecamatan
Widodaren), tebu, tembakau virginia, tembakau rakyat, cengkeh dan melinjo
yang mempunyai nilai jual cukup tinggi. Terjadinya perubahan fungsi lahan
perkebunan menjadi tegalan/ladang kering, dan adanya penebangan tanaman
perkebunan sehingga mengakibatkan penurunan tingkat produksi.

44
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Pertanian merupakan sektor yang sangat potensial di Kabupaten Ngawi.


Potensi pertanian terdiri dari sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Persawahan
tersebar di kawasan perkotaan maupun perdesaan. Komoditi pertanian terbesar
di Kabupaten Ngawi adalah padi, jagung dan kedelai yang terkonsentrasi di
beberapa lokasi yakni di sebagian wilayah Kecamatan Padas, sebagian wilayah
Kecamatan Kasreman, sebagian wilayah Kecamatan Kedunggalar, sebagian
wilayah Kecamatan Paron, sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe. Banyaknya
lahan sawah yang dilanda banjir sehingga sering kali mengakibatkan gagal panen
dan hasil panen yang kurang maksimal sehingga berpengaruh terhadap produksi
pertanian.
Kawasan pemukiman merupakan penggunaan lahan terbesar ketiga yaitu
18,03% dari luas Kabupaten Ngawi. Pemukiman pada dasarnya dapat dibagi
menjadi dua kelompok yakni pemukiman perdesaan dan perkotaan. Kawasan
perdesaan di Kabupaten Ngawi adalah Kecamatan Karangannyar dengan
ditunjang Kecamatan Geneng, Widodaren, mantingan, Kedunggalar dan Pitu.
Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang dominasi kegiatannya
difungsikan untuk kegiatan yang bersifat kekotaan dan merupakan orientasi
pergerakan penduduk yang ada pada wilayah sekitarnya.
Tegalan di Kabupaten Ngawi sebesar 13,37% dari luas Kabupaten Ngawi
merupakan lahan kering yang letaknya terpisah dengan pemukiman biasanya
ditanami tanaman semusim dengan proporsi yang lebih besar dibandingkan
tanaman berkayu maupun tahunan. Jenis tanaman yang terdapat ditegalan
antara lain jenis tanaman palawija (jagung, ketela pohon dan kedelai), beberapa
tempat tegalan juga ditanami tebu, sedangkan tanaman tahunan berupa jati,
mahoni, randu, dan tanaman buah.
Potensi hutan di Kabupaten Ngawi sangat kecil yaitu hanya sebesar
0,35%. Padahal Kabupaten Ngawi masih mempunyai Kawasan Hutan Lindung
yang terdiri dari 3 KPH yaitu KPH Ngawi, KPH Sadaran dan KPH Lawu, seluas
3.086 Ha. Namun mengalami penurunan fungsi akibat alih fungsi lahan. Pada
kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air pada beberapa bagian terdapat
alih fungsi, seperti pada sebagian wilayah Kecamatan Kendal, Jogorogo,
Ngrambe, Sine, Mantingan dan Bringin. Beberapa masalah pada sektor
kehutanan di Kabupaten Ngawi telah tercantum dalam RTRW Ngawi antara lain:
1) kurangnya proporsi kawasan dengan peruntukan sebagai hutan lindung, 2)
Hutan produksi di Kabupaten Ngawi banyak yang mengalami kerusakan dan tidak
produktif, 3) Perkembangan kawasan budidaya banyak yang merambah kawasan
lindung atau kawasan hutan produksi.

Arahan Kebijakan RTRW Kabupaten Ngawi


RTRW Kabupaten Ngawi tahun 2010-2030 telah dilegalkan dalam Perda
Kabupaten Ngawi Nomor 10 Tahun 2011. Tujuan penataan ruang kabupaten
Ngawi adalah untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten sebagai lumbung
pertanian Jawa-Bali yang didukung oleh industri dan perdagangan. Untuk
mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah maka ditetapkan dengan kebijakan
terutama yang terkait dengan penelitian yaitu pengoptimalan potensi sumber

45
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak dan resiko bencana
dengan strategi meliputi :
a. mengendalikan secara ketat kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
lindung;
b. mengefektifkan pengelolaan kawasan budidaya melalui pendekatan kajian
lingkungan hidup berdasarkan daya dukung dan daya tampung;
c. menghindari pengembangan kawasan yang rawan terhadap bencana alam
gunung api, banjir dan longsor;
d. mengembangkan sistem peringatan dini dari kemungkinan adanya bencana
alam;
e. mengembangkan bangunan tahan gempa pada daerah terindikasi rawan
gempa; dan
f. menetapkan jalur evakuasi pada setiap kawasan bencana.
Kebijakan dan strategi tersebut tertuang dalam rencana pola ruang
wilayah kabupaten yang terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Pola ruang untuk kawasan lindung terdiri atas: a) Kawasan hutan lindung; b)
Kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c)
Kawasan perlindungan setempat;d) Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;
e) Kawasan rawan bencana alam; dan f) Kawasan lindung geologi.pola ruang
untuk kawasan budidaya terdiri atas: a) Kawasan peruntukan hutan produksi; b)
Kawasan peruntukan pertanian; c) Kawasan peruntukan perkebunan; d) Kawasan
peruntukan perikanan; e) Kawasan peruntukan pertambangan; f) Kawasan
peruntukan industri; g) Kawasan peruntukan pariwisata; h) Kawasan peruntukan
permukiman; i) Kawasan peruntukan lainnya; dan j) Kawasan pertahanan dan
keamanan.

Pola Ruang Kabupaten Ngawi


Alokasi ruang pemanfaatan dapat diketahui dalam rencana pola ruang.
Pemanfaatan yang dimaksud adalah untuk kegiatan sosial, ekonomi, dan
pelestarian lingkungan. Penentuan alokasi ruang pemanfaatan yang jelas dapat
digunakan sebagai dasar dalam pemberian ijin pemanfaatan ruang wilayah.
Selain itu akan dihasilkan keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang
(Permen PU Nomor 16/PRT/M/2009). Pola ruang Kabupaten Ngawi terdiri dari
kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Dalam dokumen RTRW Ngawi (2011) disebutkan bahwa Kawasan Lindung
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai
sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Kawasan lindung di kabupaten ngawi terdiri dari kawasan lindung, kawasan
pelestarian alam dan cagar budaya serta kawasan perlindungan setempat.
Kawasan hutan lindung di Kabupaten Ngawi meliputi kawasan hutan di kaki
Gunung Lawu di Kecamatan Jogorogo, Ngrambe dan Sine. Penggantian luas
hutan di Kabupaten Ngawi yang masih kurang, terbentur dengan kurang
tersedianya lahan serta kegiatan pembangunan wilayah. Kawasan Resapan Air
terletak di Kecamatan Jogorogo, Ngrame dan Sine. Kawasan perlindungan

46
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

setempat meliputi kawasan sempadan sungai, dan kawasan sekitar


danau/waduk. Penetapan kawasan sempadan sungai ini juga merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan fungsi pelestarian DAS Bengawan Solo yang
termasuk dalam aliran Sungai Bengawan Solo dan Kali madiun. Di Kabupaten
Ngawi terdapat 3 (tiga) waduk/bendungan yaitu Waduk Pondok, Waduk Sangiran
dan Waduk Kedung Bendo. Luas sempadan waduk di Kabupaten Ngawi kurang
lebih 368,53 Ha. Kawasan pelestarian alam yang ada di wilayah Kabupaten Ngawi
meliputi obyek wisata alam dan cagar budaya. Kawasan pelestarian alam
terdapat di Bumi Perkemahan Selondo, , sedangkan Kawasan cagar budaya
terdapat di Museum Trinil (Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar), Benteng Van
Den Bosch (Kelurahan Pelem Kecamatan Ngawi), Arca banteng (Dusun Reco
Banteng Desa Wonorejo Kecamatan Kedunggalar), Candi Pandem (Dusun
Pandem Desa Krandegan Kecamatan Ngrambe).
Pola ruang untuk kawasan budidaya di Kabupaten Ngawi pada garis
besarnya terdiri atas lima peruntukan yaitu hutan produksi, kawasan peruntukan
industri, perkebunan, permukiman dan pertanian. Hutan produksi di Kabupaten
Ngawi merupakan bagian dari KPH Ngawi. Kawasan pertanian banyak dijumpai
pada wilayah bagian Selatan, Tengah, Timur dan Barat. Di Kabupaten Ngawi
perkebunan banyak terdapat di Kecamatan Karangjati, Bringin, Kasreman, Padas,
Ngrambe, Kendal, Jogorogo dan Sine. Kawasan peruntukan industri di Kabupaten
Ngawi akan dikembangkan dalam bentuk kawasan industri besar, industri
sedang, dan home meliputi Kecamatan Ngawi dan Kasreman. Pengembangan
kawasan industri sedang terletak Kecamatan Ngawi, Geneng dan Karangjati.
Kawasan permukiman pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni
permukiman permukiman perdesaan dan perkotaan. Kawasan permukiman
perdesaan yang terletak pada wilayah pegunungan dan dataran tinggi kegiatan,
pengembangan permukiman diarahkan pada pertanian tanaman keras,
perkebunan dan sebagian hortikultura, dan pariwisata. Kawasan ini terdapat di
Kecamatan Jogorogo, Geneng, Karangannyar, Sine, Ngrambe dan Kendal.
Kawasan agropolitan di KabupatenNgawi adalah Kecamatan Karangannyar
dengan ditunjang Kecamatan Geneng, Widodaren, mantingan, Kedunggalar dan
Pitu.

Keserasian Penggunaan Lahan terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten Ngawi


Hasil keserasian penggunaan lahan dengan pola ruang menunjukkan
bahwa sebesar 106560,57 ha (76,51%) serasi, 26007,93 ha (18,67%) belum serasi
dan 6699,69 ha (4,81%) tidak serasi. Pada kawasan budidaya sebesar 79,59%
penggunaan lahan sudah serasi dengan pola ruang, 20,38% belum serasi dan
hanya 0,02% yang tidak serasi. Pada kawasan lindung sebesar 56,64%
penggunaan lahan tidak serasi, 0,17% belum serasi dan 43,19% serasi. Pada
kawasan budidaya sebesar 79,59% penggunaan lahan sudah serasi dengan pola
ruang, 20,38% belum serasi dan hanya 0,02% yang tidak serasi. Pada kategori
serasi terdapat pada pola ruang hutan produksi, perkebunan, pemukiman dan
pertanian. Kategori belum serasi terdapat pada kawasan industri yang
diperuntukkan belukar, kebun, rumput, sawah irigasi, sawah tadah hujan dan

47
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

tanah ladang. Pola belum serasi juga terdapat pada kawasan perkebunan yang
diperuntukkan sebagai rumput dan tanah ladang. Pada kawasan permukiman
juga belum serasi dengan penggunaan lahannya sebagai rumput, sawah irigasi
dan tanah ladang. Pada kategori belum serasi terdapat pada penggunaan lahan
air tawar yang seharusnya adalah kawasan industri, perkebunan, pemukiman
dan pertanian. Pada kawasan budidaya terdapat 20,41% atau sebesar 26013,37
ha kategori belum serasi dan tidak serasi yang perlu dilakukan penatagunaan
lahan.
Penggunaan lahan dengan kategori serasi di kawasan lindung ditemukan
pada peruntukan hutan lindung, Kawasan Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
dan kawasan perlindungan setempat. Kategori belum serasi terdapat di kawasan
perlindungan setempat yang pada penggunaan lahannya berupa semak belukar.
Kategori tidak serasi terdapat pada pola ruang hutan lindung yang dilaih
fungsikan sebagai sawah irigasi, sawah tadah hujam dan tanah ladang. Kategori
tidak serasi juga terdapat pada kawasan pelestarian alam dan cagar budaya yang
diperuntukkan sebagai belukar, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujam
dan tanah ladang. Pada kawasan perlindungan setempat juga banyak digunakan
sebagai belukar, kebun, pemukiman, rumput, sawah tadah hujan,sawah irigasi
dan tanah ladang. Pada kawasan lindung terdapat 56,81% atau sebesar 6694,25
ha kategori belum serasi dan tidak serasi yang perlu dilakukan penatagunaan
lahan.
Ketidakserasian baik tidak serasi maupun belum serasi dalam kawasan
lindung dan kawasan budidaya tentunya akan memberi kontribusi terhadap
kerusakan DAS. Menurut Ritohardoyo (2013), apabila DAS tidak dikelola sesuai
rencana tata ruang akan memberikan dampak seperti bencana banjir, longsor,
dan lebih lanjut sedimentasi. Pada kawasan lindung yang seharusnya berfungsi
lindung pada kondisi existing tidak serasi dengan pola ruang RTRW, akibat
adanya ketidaksesuaian penggunaan lahan ini merupakan salah satu penyebab
peningkatan kejadian banjir terutama banjir limpasan. Sasaran penatagunaan
lahan di Kabupaten Ngawi adalah lahan dengan kriteria belum serasi dan tidak
serasi pada kawasan lindung maupun budidaya yaitu sebesar 23,48% atau
32707,62 ha.

Mitigasi Banjir di Kabupaten Ngawi


Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi banjir yang
diakibatkan oleh ketidaksesuaian penggunaan lahan yaitu melalui upaya mitigasi.
Mitigasi adalah suatu upaya untuk mengurangi dampak suatu bencana baik
bencana alam, karena ulah manusia maupun gabungan dari keduanya yang
terjadi di masyarakat (Lampiran Permendagri, 2006). Dalam lampiran tersebut
juga dijelaskan bahwa terdapat 4 hal penting dalam upaya mitigasi, yaitu
tersedianya peta kerawanan bencana, sosialisasi bencana bagi masyarakat yang
rawan bencana, pengetahuan tentang usaha penyelamatan diri saat terjadi
bencana dan pengaturan serta penataan kawasan rawan bencana. Mitigasi
bencana banjir dapat dilakukan dalam 3 tahap, yaitu pencegahan, penanganan
dan pasca bencana.

48
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan bencana


bencana banjir adalah melalui penatagunaan lahan yang disertai dengan teknik
konservasi tanah dan air. Berdasarkan perhitungan limpasan di Kabupaten Ngawi
bahwa jika penggunaan lahan existing sesuai dengan pola ruang terutama pada
kawasan yang teridentifikasi belum serasi dan tidak serasi, maka nilai limpasan
pada kriteria ekstrim akan menurun sebesar 710,27 ha (0,51%), kriteria limpasan
tinggi akan berkurang sebesar 5138,99 ha (3,69%) dan kriteria limpasan normal
akan meningkat sebesar 5849,26 ha (4,20%). Tabel 4 menunjukkan simulasi nilai
limpasan di Kabupaten Ngawi.

Tabel 4.Simulasi Limpasan Pada Kabupaten Ngawi


No Limpasan Luas (ha) Prosentase (%) Simulasi Limpasan Luas (ha) Prosentase (%)
1 Ekstrim 1309,12 0,94 Ekstrim 598,85 0,43
2 Normal 89939,40 64,58 Normal 95788,66 68,78
3 Tinggi 48019,67 34,48 Tinggi 42880,68 30,79
Jumlah 139268,19 100,00 139268,19 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi aliran


permukaan dari lahan sebagai penyebab utama banjir. Salah satunya adalah
konservasi tanah dan air. Konservasi tanah dan air dapat dibagi menjadi 3 yaitu
vegetatif, mekanik dan kimia, tetapi umumnya metode yang mudah digunakan
adalah metode vegetative dan mekanik. Berikut ini beberapa hal yang dapat
digunakan sebagai upaya pengendalian banjir. Diantaranya:
a. Metode vegetatif
Menurut Subagyono et al., (2003) beberapa hal yang dapat dilakukan
sebagai upaya untuk konservasi secara vegetatif adalah: reforestasi, agroforestri,
alley cropping, strip cropping, grass cropping, cover crop, crop rotation,
tumpangsari dan tumpang gilir. Sementara itu menurut Monde (2010)
pemanfaatan mulsa atau tanaman penutup tanah dapat digunakan sebagai
penahan air serta dapat membantu mencegah terjadinya erosi. Pramono et al.,
(2016) juga menyampaikan bahwa peningkatan ruang terbuka hijau dapat
dilakukan melalui pembuatan hutan kota, tanaman di kompleks perumakan,
perkantoran ataupun pabrik.
b. Metode mekanik
Metode mekanik menurut Hardjowigeno (2010) berfungsi untuk
memperlambat aliran permukaan serta menampung dan menyalurkan aliran air
permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Monde (2010) menyampaikan
bahwa pembuatan rorak dan lubang resapan dapat digunakan dalam metode ini.
Lebih jauh Pramono et al., (2016) menjelaskan bahwa rorak, jebakan air, embung
dan dam penahan dapat dibangun di daerah hulu, sementara sumur resapan
dapat dibangun pada wilayah pemukiman, sedangkan pada kawasan industri dan
perkantoran dapat dibangun kolam resapan serta peningkatan kapasitas
drainase pada daerah hilir.

49
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Upaya penatagunaan lahan yang disertai dengan tekhnik konservasi


tanah dan air harus dilakukan melalui pendekatan kolaboratif. Hal ini
dikarenakan penilaian banjir pada dasarnya berada dalam kesatuan unit
hidrologi dalam satuan DAS atau Sub DAS. Kabupaten Ngawi berada pada DAS
Solo yang mencakup 21 sub DAS. Pada 21 Sub DAS tersebut wilayahnya meliputi
8 kabupaten (Blora, Bojonegoro, Grobogan, karanganyar, Madiun, Magetan,
Ngawi dan Sragen) sehingga pengendalian banjir di Kabupaten Ngawi tidak hanya
melibatkan satu Kabupaten saja namun kabupaten terkait dalam satu kesatuan
unit hidrologi. Salah satu bentuk konsep perencanaan melalui pendekatan
kolaboratif adalah rencana pengelolaan terpadu yang terintegrasi dari hulu
sampai hilir.
Rencana tata ruang dan rencana pengelolaan DAS adalah dua bentuk
perencanaan yang memerlukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi
antar para pihak baik dalam penetapan kebijakan, perencanaan program dan
kegiatan maupun dalam implementasi dan pengendalian penyelenggaraan
pengelolaan DAS. Pelibatan pemangku kepentingan (stakeholders) diperlukan
untuk merumuskan strategi (kebijakan dan program/kegiatan) pencapaian
tujuan yang disepakati bersama atas dasar karakter khas kondisi sumberdaya
alam. Sehingga dengan penatagunaan lahan yang memperhatikan aspek
perencanaan tata ruang dan DAS sebagai satu kesatuan ekosistem maka upaya
mitigasi dapat optimal dan berkelanjutan.

KESIMPULAN
Kabupaten Ngawi termasuk bagian DAS Solo yang memiliki potensi banjir
ekstrim-tinggi sebesar 35,42% dari luas Kabupaten Ngawi. Permasalahan utama
di Kabupaten Ngawi adalah adanya alih fungsi lahan. Hasil keserasian
penggunaan lahan dengan pola ruang menunjukkan bahwa sebesar 106560,57
ha (76,51%) serasi, 26007,93 ha (18,67%) belum serasi dan 6699,69 ha (4,81%)
tidak serasi. Pada kawasan lindung terdapat 56,64% penggunaan lahan yang
tidak serasi 0,17 % belum serasi dengan pola ruang dan 43,19 % yang serasi.
Upaya pengendalian banjir dilakukan melalui penatagunaan lahan sesuai arahan
RTRW melalui pengoptimalan fungsi lindung dan penyesuaian pada kawasan
yang teridentifikasi tidak serasi serta belum serasi seluas 32707,62 ha. maka nilai
limpasan pada kriteria ekstrim akan menurun sebesar 710,27 ha (0,51%), kriteria
limpasan tinggi akan berkurang sebesar 5138,99 ha (3,69%) dan kriteria limpasan
normal akan meningkat sebesar 5849,26 ha (4,20%). Upaya penatagunaan lahan
ini juga disertai dengan teknik konservasi tanah dan air baik menggunakan
metode vegetatif maupun metode teknis yang didukung oleh kerjasama antar
stakeholders.

50
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 ISBN: 978-602-361-044-0
UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA
TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

REFERENSI
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan ketiga.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
BNPB. 2016. Data Bencana.
Dihttp://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/databanjirall.php.
Diakses tanggal 1 Mei 2016.
BPDAS Solo. Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu DAS Solo. 2011.
BPDAS Solo. Direktorat Jenderal Rehablitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Departemen Kehutanan
Hardjowigeno. S. 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Kementrian Dalam Negeri. 2006. Pedoman Umum Mitigasi Bencana. Kementrian
Dalam Negeri. Jakarta.
Monde. A. 2010. Pengendalian Aliran Permukaan Dan Erosi Pada Lahan Berbasis
Kakao Di Das Gumbasa, Sulawesi Tengah. Media Litbang Sulteng III (2) :
131–136.
Pemerintah Kabupaten Ngawi. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor
10 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi
Tahun 2010-2030.
Pramono. I. B., Savitri. E., Donie. S., Basuki. T.M., Supangat. A.B., Cahyono. A. A.
dan Putro. R.B.W.M. 2016. Restorasi DAS Ciliwung. UNS Press. Surakarta.
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Negara. Jakarta
Ritohardoyo, S. (2013). Penggunaan dan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Roqib. M. 2007. Banjir Ngawi Sebabkan 14 Orang Tewas.
http://news.okezone.com /read/2007/12/30/1/71545/banjir-ngawi-
sebabkan-14-orang-tewas. Diakses pada tanggal 24 Mei 2016.
Sinukaban, N. 2007. Peranan Konservasi Tanah dan Air dalam Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air 20042007.
Masyarakat Konservasi Tanah dan Air. Jakarta
Subagyono. K., Marwanto. S. dan Kurnia. U. 2003. Teknik Konservasi Tanah
Secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah. Bogor

51

Anda mungkin juga menyukai