Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ACARA IV

Buffering
Dwi Prasetya Adhi (20405244009)/B1

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum sistem informasi geografi acara satu dengan judul acara Buffering
adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa dapat melakukan proses Buffering
2. Mahasiswa dapat melakukan analisis potensi rawan banjir
3. Mahasiswa dapat membuat Peta Potensi Rawan Banjir.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan praktikum acara empat dengan judul acara Buffering adalah
sebagai berikut.
a. Seperangkat komputer dengan spesifikasi yang memadai
b. ArcGIS 10.6.1.
2. Bahan
Bahan yang digunakan praktikum acara empat dengan judul acara Buffering adalah
sebagai berikut.
a. Data shapefile Kota Magelang

Gambar 4.1 Data Shapefile Kota Magelang


b. Data shapefile Batas Kecamatan Kota Magelang
c. Data shapefile Sungai Kota Magelang
d. Data shapefile Kecamatan Magelang Selatan
e. Data shapefile Kali Manggis

C. Dasar Teori
Buffering merupakan salah satu teknik analisis pada SIG. Buffer merupakan teknik analisis
yang mengidentifikasi hubungan antara suatu titik dengan area di sekitarnya atau disebut
sebagai Proximity Analysis (analisis faktor kedekatan) (Aqli, 2010). Proximity analysis adalah salah
satu analisis yang digunakan dalam penentuan lahan untuk keperluan strategi pemasaran dalam
suatu bisnis. Secara anatomis Buffer merupakan suatu zona yang mengarah keluar dari sebuah
objek pemetaan apakah itu sebuah titik, garis, atau area (Prahasta, 2002). Dengan pembuatan
buffer akan terbentuk suatu area yang melingkupi objek spasial dalam peta dengan jarak/zona
tertentu (Sugandi, 2009).

Gambar 4.2 Buffer yang terbentuk dari elemen titik, garis, dan area
Dalam proses buffer terdapat tiga unsur bentuk dengan menyesuaikan elemen yang ada,
yaitu elemen titik, elemen garis, dan elemen area. Buffer yang terbentuk dari titik biasanya
menggambarakan kondisi mengenai cakupan pelayanan dari sebuah fungsi di titik tersebut.
Sementara pada buffer yang terbentuk dari unsur garis dan polygon lebih banyak
menggambarkan kondisi dampak dari fenomena yang terkandung dalam unsur peta tersebut.
Contohnya dalam hal ini adalah cakupan luapan sungai atau dampak kebisingan di jalan raya.
Khususnya pada bentuk poligon, terdapat dua jenis buffer yang terbentuk berdasarkan arahnya,
yaitu keluar dan ke dalam. Buffer yang terbentuk ke dalam disebut sebagai set-backs sebagai
representasi dari kondisi poligon tersebut pengaruhnya terhadap suatu regulasi, contohnya garis
sempadan bangunan atau rencana perluasan jalan atau lahan yang kemudian berdampak pada
lahan yang menjadi poligon tersebut. Bentuk buffer yang berangkat dari elemen titik dalam peta.
Buffer dapat berhierarki dalam skala tertentu untuk menunjukkan pengaruh suatu nilai terhadap
area yang dilingkupinya. Pada bentuk buffer yang berangkat dari elemen garis atau unsur path,
dapat menggambarkan nilai yang terkandung dalam garis tersebut sebagai kondisi tertampung.
Contohnya dalam sungai atau kanal. Yang terakhir bentuk Buffer yang terbuat dari unsur
polygon seperti contohnya merepresentasikan dampak keberadaan danau atau suatu kawasan
yang mewadahi suatu kegiatan (DeMers, 2009).

Gambar 4.3 Bentuk Buffer yang berangkat dari elemen titik (kiri), garis (tengah), dan kanan (area)
Kecenderungan yang terjadi dari buffer-buffer yang terbentuk adalah antara lain;
terbentuknya barrier atau batas buffer dalam jangkauan tertentu dari objek peta dan adanya area
yang overlapping atau tumpang-tindih yang berasal dari beberapa buffer. Dari batas buffer yang
terbentuk dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan mengenai cakupan atau jangkauan pelayanan
apabila dibaca dalam orientasi yang keluar. Dalam orientasinya yang memusat pada sumber
buffer, dapat dirumuskan kesimpulan mengenai keterjangkauan akses karena buffer terbentuk
dari jarak-jarak yang sudah ditentukan sebelumnya (Aqli, 2010).
Dalam teknik analisis buffer, salah satunya bisa dimanfaatkan dalam mengetahui potensi
tingkat kerawanan banjir. Banjir merupakan keadaan terpendamnya suatu daratan oleh
genanagan air karena volume air meningkat akibat hujan lebat, luapan air sungai atau tanggul
sungai yang jebol dan menjadi salah satu bencana alam yang sering terjadi di berbagai daerah.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan dari tahun 2015 -
September 2019 bencana banjir menempati posisi kedua dalam urutan bencana alam yang sering
terjadi di Indonesia. Kondisi dari bentuk morfologi Indonesia yang beragam serta memiliki
banyak sungai, menyebabkan Indonesia sering mengalami banjir setiap musim penghujan.
Penyebab banjir di Indonesia umumnya terjadi akibat penebangan hutan tanpa tindakan
reboisasi, pembuangan sampah di aliran sungai, serta pembangunan rumah di bantaran sungai
(Prasetyo dan Hariyanto, 2017:98). Faktor - faktor tersebut akan mengakibatkan penurunan dari
fungsi DAS dan dapat menyebabkan parahnya bencana banjir. Fenomena DAS yang kritis dapat
menyebabkan kemampuan penurunan DAS, saat musim hujan berlangsung akan terjadi banjir
dan saat musim kemarau akan terjadi kekeringan karena tidak dapat menyimpan cadangan air
(Setyowati dan Suharini, 2014:2). Peningkatan kerusakan DAS dapat dilihat dari adanya
peningkatan bencana banjir khususnya di daerah hilir karena banyaknya sedimentasi yang
terbawa dari hulu akibat perubahan penggunan lahan yang ekstrem.
Bencana banjir di setiap daerah memiliki karakteristik berbeda-beda, untuk itu
pengambilan keputusan setiap daerah akan berbeda pula. Perencanaan pembangunan di daerah
yang rawan banjir diperlukan untuk meminimalisir kerugian yang dapat ditimbulkan dari bencana
banjir. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan peta daerah rawan banjir.
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2006 tentang pedoman umum mitigasi
bencana menyebutkan bahwa salah satu hal yang penting dalam mitigasi bencana adalah
tersedianya informasi dan peta kawasan rawan bencana. Peta ini dapat digunakan untuk
pengambilan beberapa keputusan seperti pengembangan lahan konservasi atau pengembangan
daerah DAS yang kritis, pembuatan atau penempatan untuk kawasan pemukiman, penetuan
lokasi pabrik, pembuatan tanggul atau waduk baru, dan kebijakan lainnya. Mitigasi bencana yang
dilakukan bisa secara struktural maupun non-struktural (Ningrum dan Ginting, 2020). Mitigasi
struktural adalah upaya yang dilakukan demi meminimalisir bencana seperti dengan melakukan
pembangunan kanal khusus untuk mencegah banjir dan dengan membuat rekayasa teknis
bangunan tahan bencana, serta infrastruktur bangunan tahan air. Di mana infrastruktur bangunan
yang tahan air nantinya diharapkan agar tidak memberikan dampak yang begitu parah apabila
bencana tersebut terjadi. Sedangkan mitigas non-struktural merupakan upaya yang dilakukan
selain mitigasi struktur seperti dengan perencanaan wilayah dan asuransi. Dalam mitigasi non
struktur ini sangat mengharapkan dari perkembangan teknologi yang semakin maju. Harapannya
adalah teknologi yang dapat memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya
suatu bencana.
Pengklasifikasian daerah rawan banjir dapat menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG).
SIG dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai fenomena data spasial, dari sisi
lokasi, keterkaitan dengan fenomena spasial lain serta perubahan antar waktu sebuah fenomena
spasial (Budiyanto, 2016:7). Proses analisis dibantu melalui software ArcGIS dalam membuat Peta
Potensi Tingkat Kerawanan Banjir. Analisis menggunakan teknik Buffering, dengan elemen garis
(sungai) yang digunakan dalam objek analisisnya. DAS yang digunakan untuk objek analisis
buffering disesuaikan dengan ukuran luasnya. Tabel kelas klasifikasi buffer dapat dilihat pada
Tabel 4.1 dan 4.2. Buffer yang menginformasikan dampak banjir dari suatu elemen garis yang
mewakili sungai, bermanfaat untuk menginformasikan dampak dari resiko banjir (Aqli, 2010).
Tabel 4.1 Kelas Klasifikasi Buffer Aliran Sungai Besar (luas >500 km2)
No Jarak Buffer (meter) Keterangan
1 0-200 Rawan
2 201-500 Cukup Rawan
3 >500 Tidak Rawan
Sumber: Hasan, 2015.

Tabel 4.2 Kelas Klasifikasi Buffer Aliran Sungai Kecil (luas <500 km2)
No Jarak Buffer (meter) Keterangan
1 50 Rawan
2 100 Cukup Rawan
3 150 Tidak Rawan
Sumber: Hasan, 2015.

D. Langkah Kerja
1. Displaying data
1) Buka software ArcMap 10.6 di bagian desktop, jika tidak ada klik Start lalu cari ArcMap
10.6
2) Lalu pilih Add Data pada bagian toolbars dan Buka folder Bahan Praktikum Acara 5 pilih
data shapefile Batas Administrasi Kota Magelang; shapefile sungai Kota Magelang; dan
shapefile permukiman Kota Magelang.
3) Lalu akan muncul data vektor berupa batas administrasi Kota Magelang; sungai Kota
Magelang; dan permukiman Kota Magelang.
2. Clip
1) Masukkan data vektor berupa batas administrasi Kota Magelang dan Sungai Kota
Magelang dan pilih Geoprocessing pada bagain toolbars dan pilih Clip
2) Pada bagian Input Features masukkan data Kecamatan Magelang Selatan
3) Pada bagian Clip Features masukkan data batas Kota Magelang
4) Lalu pada bagian Output Features pilih lokasi penyimpanan dan beri nama
Clip_Magelang Selatan
5) Selanjutnya lakukan Clip pada data Sungai Kota Magelang dengan melakukan Input
Features isikan data Kali Manggis
6) Pada bagian Clip Features masukkan data Kecamatan Magelang Selatan
7) Lalu pada bagian Output Features pilih lokasi penyimpanan dan beri nama Clip Kali
Manggis
3. Multiple Ring Buffer
1) Lakukan buffering pada data hasil Clip Kali Manggis
2) Pilih ArcToolbox lalu klik bagian Analysis Tools dan pilih Proximity
3) Pada bagian Proximity pilih Multiple Ring Buffer
4) Pada bagian Input Features masukkan data hasil Clip Kali Manggis dan beri nama
filenya dengan MultipleBufferKaliManggis dan simpan
5) Pada bagian Distance diinputkan 50, 100, dan 150
6) Pada bagian Buffer Units pilih Meters lalu pilih OK
4. Intersect
1) Pilih Geoprocessing pada bagian toolbars dan pilih Intersect
2) Lalu bagian Input Features pilih data MultipleBufferKaliManggis, Kecamatan
Magelang Selatan, dan Permukiman Kecamatan Magelang selatan.
3) Beri nama file IntersectBufferKaliManggis dan pilih lokasi penyimpanan lalu klik Ok
4) Hasil intersect tadi dibuka atribut tabelnya, lalu pilih Add Field
5) Beri nama kolom baru berupa TingkatKerawanan dan type pilih Text
6) Lalu klik Start Editing tambahkan kelas Sangat Rawan pada jarak 50m; kelas Agak
Rawan pada jarak 100m; dan kelas Rawan pada jarak 150m
7) Lalu tambahkan kolom lagi dengan pilih Add Field dan beri nama kolom Luas Area
dengan type Double
8) Klik kanan pada kolom Luas Area pilih Calculate Geometry
9) Bagian Property pilih Area lalu tentukan sistem koordinat menjadi WGS 1984 UTM
Zone 49S
10) Untuk bagian Units pilih Hectare lalu klik Ok
5. Simbolisasi
1) Klik kanan pada data yang akan diberi simbolisasi (IntersectBufferKaliManggis) dan
pilih properties lalu pilih Symbology pada bagian Show pilih Categories
2) Lalu klik Unique Values dan bagian Value Field pilih TingkatKerawanan lanjut klik Add
All Values
3) Lalu simbol area berupa kesesuaian lahan hutan akan muncul
4) Untuk pemilihan warna tiap kesesuaian lahan bisa diedit melalui double klik pada
symbol/value dan bisa pilih pewarnaan
5) Atau jika ingin otomatis bisa pilih pada bagian Color Ramp dan disesuaikan dengan
kesesuaian lahannya
6. Layouting
1) Pada bagian toolbars View pilih Layout View
2) Untuk menambahkan grid klik kanan pada layout pilih Properties dan Grids
3) Untuk menambahkan komponen peta lainnya bisa pilih melalui bagian toolbars Insert
4) Pada bagian toolbars Insert terdapat beberapa pilihan untuk menampilkan Legend,
Tittle, Text, North Arrow, Scale Bar,dan Scale Text
5) Untuk menampilkan Legenda pilih melalui Insert, pilih Default semua dan klik Next
sampai selesai kemudian klik Finish
6) Untuk melakukan perubahan teks pada legenda maka klik kanan pada legenda lalu pilih
Convert to Graphics
7) Lalu klik kanan pilih Ungroup dan klik pada teks yang ingin diubah
8) Untuk menambahkan Inset dengan memilih Insert pada bagian toolbars dan klik Data
Frame dan Add Data shapefile batas provinsi se-Indonesia
9) Lalu bisa tambahkan grid pada bagian Inset dengan klik kanan pilih Poperties dan pilih
Grids
10) Lalu ekspor hasil layouting dengan pilih File pada bagian toolbars dan pilih Export Map
11) Pilih format JPG/PNG dengan resolusi 300 dpi lalu beri nama dan klik Ok.
E. Hasil dan Pembahasan Praktikum
Hasil
Gambar 4.4 Tabel Luas Area Permukiman yang Berpotensi Terhadap Bencana Banjir
Gambar 4.5 Hasil Layouting Peta Potensi Kerawanan Banjir Kecamatan Magelang Selatan
Pembahasan
Pada praktikum kali ini mempraktikkan teknik analisis SIG berupa buffering. Teknik
buffering sering digunakan dalam membantu analisis spasial berupa pembuatan zona-zona
tertentu. Buffer ini mengidentifikasi hubungan antara suatu titik dengan area di sekitarnya atau
disebut sebagai Proximity Analysis (analisis faktor kedekatan) (Aqli, 2010). Proximity analysis
adalah salah satu analisis yang digunakan dalam penentuan lahan untuk keperluan strategi
pemasaran dalam suatu bisnis. Secara sederhanna buffer akan menghasilkan suatu zona yang
mengarah keluar dari sebuah objek pemetaan apakah itu sebuah titik, garis, atau area (Prahasta,
2002). Dengan pembuatan buffer akan terbentuk suatu area yang melingkupi objek spasial dalam
peta dengan jarak/zona tertentu.
Karena analisis digunakan dalam penentuan potensi kerawanan banjir, maka elemen yang
dipakai berupa data garis yaitu data sungai. Pada bentuk buffer yang berangkat dari elemen garis
atau unsur path, dapat menggambarkan nilai yang terkandung dalam garis tersebut sebagai
kondisi tertampung (DeMers, 2009). Data yang dipakai berupa data line dari objek sungai di
Kecamatan Magelang Selatan (Kali Manggis). Kali Manggis adalah bagian dari DAS Progo yang
merupakan irigasi primer di Kota Magelang Luas Kali Manggis secara fungsional yaitu sebesar
33,6 km2. Berdasarkan tabel 4.1 Kali Manggis termasuk ke dalam kelas klasifikasi buffer aliran
sungai kecil karena luas <500 km2. Dengan begitu analisis buffer menggunakan acuan jarak kelas
Rawan dengan jarak 50m; kelas Cukup Rawan dengan jarak 100m; dan kelas Tidak Rawan dengan
jarak 150m dari Kali Manggis. Kali Manggis sendiri mengaliri Kota Magelang dari bagian utara
hingga ke selatan yang melewati Kecamatan Magelang Selatan. Kali Manggis diperuntukkan
sebagai irigasi di mana irigasi yang ada berfokus untuk produksi pertanian padi sebesar 5
ton/hektar dan 45.412,5 ton/tahun (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, 2021).
Setelah dilakukan proses buffering pada Kali Manggis di Kecamatan Magelang Selatan
menghasilkan zona-zona potensi tingkat kerawanan banjir. Zona-zona tersebut terbagi menjadi 3
kelas berupa Rawan (diindikasikan warna merah); Cukup Rawan (diindikasikan warna kuning); dan
Tidak Rawan (diindikasikan dengan warna hijau). Hasil tersebut dapat diketahui bahwa luasan
area yang memiliki potensi kerawanan banjir dari Kali Manggis pada Kecamatan Magelang
Selatan paling tinggi pada zona Rawan dengan luasan sebesar 25,9 ha. Sedangkan pada area
permukiman yang termasuk zona Cukup Rawan sebesar 24 ha. Area permukiman yang memiliki
luasan terendah termasuk ke dalam kelas Tidak Rawan dengan luasan sebesar 23,1 ha. Dengan
melihat hasil analisis buffering ditambah luasan area permukiman terbesar termasuk ke dalam
kelas Rawan, dapat dibuat rencana mitigasi bencana banjir pada Kecamatan Magelang Selatan.
Mitigasi bencana banjir sangat diperlukan mengingat Indonesia termasuk ke dalam negara
yang sering dilanda bencana hidrometeorologi. Sempadan sungai yang merupakan zona
penyangga antara ekosistem perairan (sungai) dan daratan perlu dilakukan konservasi. Kawasan
ini umumnya didominasi oleh vegetasi dan/atau lahan basah. Tumbuhan berupa rerumputan,
semak belukar atau pepohonan di sepanjang pinggiran sungai. Tumbuhan tersebut berfungsi
sebagai filter yang sangat efektif terhadap polutan seperti pupuk, obat anti hama, pathogen, dan
logam berat sehingga kualitas air sungai terjaga dari pencemaran (Londa et al., 2021). Karena
peran sempadan sungai yang penting yaitu untuk mempertahankan fungsi sungai maka perlu
dilakukannya mitigasi, terutama pada zona Rawan di Kecamatan Magelang Selatan.
Mitigasi banjir dapat melalui dua cara, yaitu mitigasi struktural dan non-struktural. Sesuai
yang dikatakan Ningrum dan Ginting (2020) mitigasi struktural bisa berupa membangun tembok
pertahanan dan tanggul. Sangat dianjurkan untuk membangun tembok pertahanan dan tanggul
di sepanjang aliran sungai yang memang rawan apabila terjadi banjir, seperti kawasan yang dekat
dengan penduduk. Hal ini sangat membantu untuk mengurangi risiko dari bencana banjir yang
kerap terjadi pada tingkat debit banjir yang tidak bisa diprediksi. Lalu bisa dilakukan dengan
mengatur kecepatan aliran dan debit air. Dengan membangun bendungan atau waduk dapat
mengatur kecepatan aliran dan debit air untuk membendung banjir. Yang ketiga bisa melalui
membersihkan sungai dan pembuatan sudetan.
Untuk mitigasi non-struktural bisa dilakukan melalui pembentukan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM); melakukan pelatihan dan penyuluhan; mengevaluasi tempat rawan banjir;
memperbaiki sarana dan prasarana; pembuatan mapping; membuat Prosedur Operasi Standar
Bencana Banjir; dan mengadakan Simulasi Evakuasi (Ningrum dan Ginting, 2020). Melalui hasil
praktikum ini berupa peta potensi kerawanan banjir termasuk ke dalam mitigasi non-struktural.
Hasil Peta Potensi Kerawanan Banjir di Kecamatan Magelang Selatan dapat dijadikan salah satu
pertimbangan bagi pemerintah untuk pengelolaan Kali Minggis agar potensi banjir dapat
ditekan. Terlebih area permukiman yang masuk ke dalam kelas Rawan sebesar 25 ha, lebiha besar
dari dua kelas lainnya.

F. Kesimpulan
1. Teknik analisis buffering bermanfaat dalam bidang kebencanaan salah satunya untuk analisis
potensi kerawanan banjir
2. Area permukiman yang termasuk ke dalam kelas Rawan sebesar 25,9 ha; kelas Cukup Rawan
sebesar 24 ha; dan kelas Tidak Rawan sebesar 23,1 ha.
3. Luasnya area pada zona Rawan perlu dilakukan mitigasi berupa mitigasi struktural dan non-
struktural
4. Mitigasi struktural dilakukan melalui pembangunan tembok pertahanan dan tanggul;
mengatur kecepatan aliran dan debit air; dan membersihkan sungai dan pembuatan sudetan
5. Mitigasi non-struktural berupa pembentukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM);
melakukan pelatihan dan penyuluhan; mengevaluasi tempat rawan banjir; memperbaiki
sarana dan prasarana; pembuatan mapping; membuat Prosedur Operasi Standar Bencana
Banjir; dan mengadakan Simulasi Evakuasi.

Daftar Pustaka
Aqli, Wafirul. (2010). Analisa Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Kawasan Permukiman
Rawan Banjir di Bantaran Sungai. INERSIA, 6(2). 192-201.

Balai Besar Wilayah Serayu Opak. (2021, April 22). Daerah Irigasi Progo Manggis . Diambil kembali dari
Daerah Irigasi Progo Manggis - Kalibening:

https://sda.pu.go.id/balai/bbwsserayuopak/projects-item/daerah-irigasi-progo-manggis/
Budiyanto, E. (2016). Sistem Informasi Geografis dengan Quantum QIS. Yogyakarta: Penerbit Andi.

DeMers, Michael N. (2009). GIS For Dummies. Indianapolis: Wiley Publishing Inc.
Hasan, M. Fuad. (2015). Analisis Tingkat Kerawanan Banjir di Bengawan Jero Kabupaten Lamongan.

Jurnal Pendidikan Geografi FISH UNES, 3(3). 6-13.


Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 266 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

Wilayah Sungai Bengawan Solo.


Londa, K. K, Sela. R. L. E., dan Warouw, F. (2021). Urban Stream Buffer Kawasan Sempadan Sungai

Bailang Di Kota Manado. Jurnal SABUA, 10(2). 40-49.


Ningrum, A. S. dan Ginting, K. Br. (2020). Strategi Penanganan Banjir Berbasis Mitigasu Bencana Pada

Kawasan Rawan Bencana Banjir di Daerah Alirsan Sungai Seulalah Kota Langsa. Geography
Science Educational Journal (GEOSEE), 1(1).
Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana.
Prasetyo, K. dan Hariyanto. (2018). Pendidikan Lingkungan Indonesia. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.
Prahasta, E. (2002). Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.

Setyowati, D. N. dan Suharini, E. (2014). DAS Garang Hulu. Yogyakarta: Ombak.


Sugandi, S. & Somantri, L. & Sugito, N.T. (2009). Sistem Informasi Geografi (SIG). Bandung: UPI.

Anda mungkin juga menyukai