Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

PENGINDERAAN JAUH TOPONIMI

KELOMPOK 3 :

1. Aji Darmaji (03)


2. Amirul Mukminin (06)
3. Anggi Herawati Putri (07)
4. Dewi Muryana (14)
5. Dhany Yudi Prasetyo (15)
6. Fajar Shodiq (19)
7. Failasuf Khaerulaini (20)
8. Kurniawatiningsih (28)

KELAS : XII GEOMATIKA 1

PROGRAM KEAHLIAN GEOMATIKA


SMK 1 KEDUNGWUNI
TAHUN 2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Landasan Teori

Toponimi adalah bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan,
dan tipologinya. Bagian pertama kata tersebut berasal dari bahasa Yunani tópos (τόπος)
yang berarti tempat dan diikuti oleh ónoma (ὄνομα) yang berarti nama. Toponimi
merupakan bagian dari onomastika, pembahasan tentang berbagai nama.

Suatu toponimi adalah nama dari tempat, wilayah, atau suatu bagian lain dari permukaan
bumi, termasuk yang bersifat alami (seperti sungai) dan yang buatan (seperti kota).

Dalam etnologi, suatu toponimi adalah sebuah nama yang diturunkan dari suatu tempat
atau wilayah. Dalam anatomi, toponimi adalah nama bagian tubuh, yang dibedakan
dengan nama organ tubuh. Dalam biologi, suatu toponimi adalah nama binomial dari
suatu tumbuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu toponimi ?
2. Bagaimana menetapkan nama-nama unsur geografi ?
3. Pentingnya pembakuan nama unsur geografi ?
4. Apa saja lingkup kaidah toponimi ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Toponimi
2. Mengetahui pemanfaatan Toponimi
3. Mengetahui Pengambilan dan Pengaplikasian Toponimi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Nama-Nama Geografis Peta (Toponimi)


Toponimi adalah bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan,
dan tipologinya. Bagian pertama kata tersebut berasal dari bahasa Yunani tópos (τόπος)yang
berarti tempat dan diikuti oleh ónoma (ὄνομα) yang berarti nama. Toponimi merupakan
bagian dari onomastika, pembahasan tentang berbagai nama. Suatu toponimi adalah nama
dari tempat, wilayah, atau suatu bagian lain dari permukaan bumi, termasuk yang bersifat
alami (seperti sungai) dan yang buatan (seperti kota). Ada sembilan aturan yang harus
dipenuhi dalam pemberian nama-nama geografis dalam peta, yaitu:
1. Nama unsur geografis yang terdiri dari generic name dan spesific name ditulis terpisah,
contohnya: Gunung Merapi, Selat Sunda
2. Nama kota yang terdiri dari generic name dan spesific name ditulis dalam satu kata,
contohnya: Ujungpandang, Muarajambi
3. Nama spesifik yang ditambah kata sifat ayau penunjuk arah ditulis terpisah, contohnya:
Jawa Timur, Kebayoran Lama
4. Nama spesifik yang merupakan pengulangan ditulis dalam satu kata, contohnya:
Bagansiapiapi
5. Nama spesifik yang ada unsur penomoran ditulis dengan huruf, contohnya: Depok Satu,
Depok Dua
6. Nama spesifik yang terdiri dari dua kata benda ditulis dalam satu kata, contohnya:
Pagaralam
7. Nama spesifik yang terdiri dari kata benda diikuti unsur geografis ditulis dalam satu
kata, contohnya: Pagargunung, Kayulaut
8. Nama spesifik yang terdiri dari tiga kata ditulis dalam satu kata, contohnya:
Muarabatangangkola
9. Tidak boleh memberi nama dengan empat kata, contohnya: Gunung manaonun terudang

2.2 Menetapkan Nama-nama Unsur Geografi


Pemberian nama pada unsur geografi, selain untuk orientasi atau penegasan letak titik,
sebenarnya juga memberikan dampak psikologis, yaitu menumbuhkan rasa lebih dekat
anggota masyarakat terhadap unsur geografi tersebut.
Saat ini masih ada ribuan pulau di wilayah Nusantara yang belum mempunyai nama,
dan masih ada ribuan selat, teluk, tanjung, gunung, dsb. yang perlu diberi nama. Sampai saat
ini yang baru dikenal hanya Puncak-pas saja, masih banyak lagi pas-pas lain yang belum
mempunyai nama, dan karena itu tidak bisa dikenal oleh umum.
Di samping itu, masih perlu dilengkapi nama-nama punggung pegunungan, puncak-
puncak bukit serta lembah-lembah yang dipandang wajar untuk diberi nama. Selain itu, masih
banyak terdapat nama-nama asing seperti Pegunungan Verbeek di Sulawesidan Bergen di
Lampung, van Rees di Irianjaya, Schwaner di Kalimantan, Peg. Muller di Kalimantan, Peg.
Quarles di Sulawesi. Nama-nama asing lain banyak terdapat di Papua/lrianjaya, seperti P.
Stephanie, P. Coquille, P.Klaarbeck, P. Kommerrust, . Schlpad, P. Weeim, dan Middelbrg.
Banyaknya nama asing tersebut perlu dipikirkan apakah pantas diubah, bukan karena
nama asingnya, tetapi karena kaitannya dengan masyarakat setempat. Tidak ada gunanya ada
nama unsur geografi, yang hanya diketahui oleh beberapa orang terdidik yang tempat
tinggalnya jauh dari unsur tersebut, sedangkan orang setempat tidak pernah mendengar
tentang nama yang diberikan pada unsur geografi di wilayahnya.
Ada juga nama-nama unsur geografi yang berasal dari nama asing, tetapi sudah
dikenal oleh masyarakat setempat, tetapi penulisan dan pengucapannya masih menjadi
masalah yang cukup serius, misalnya Gleamore, Glen Nevis, Bergen, Peg. Schwaner, Peg.
Cycloops. Penetapan nama unsur geografi ini adalah pekerjaan yang besar dan perlu
dilaksanakan dengan cermat serta penuh kebijakan.
Dalam penulisan nama-nama geografis peta harus mudah dibaca, oleh sebab itu harus
dipenuhi persyaratan bagi seleksi hurufnya yaitu:
1. Nama-Nama dalam suatu lebar kertas harus teratur susunannya, sejajar dengan tepi
bawah peta (untuk peta skala besar) atau sejajar dengan garis perelel/meridian (untuk peta
skala kecil), kecuali untuk nama-nama khusus seprti sungai, pegunungan dan lain-lain.
2. Nama-nama dapat diberi keterangan dari unsure berbentuk titik dan luasan.
a) Untuk unsure titik misalnya: kota, bangunan, gunung, dan sebagainya dan diletakkan
disamping kanan agak keatas dari unsure tersebut.
b) Untuk unsure yang memanjang misalnya: sungai, pantai, dan batas diletakkan didalam
unsure tersebut.
c) Untuk unsure luasan wilayah misalnya: Negara, danau, pegunungan, diletakkan
memanjang sehingga menempati 2/3 wilayah.
3. Nama-nama harus terletak bebas satu dan yang lain, dan tidak menggangu symbol-
simbol lain.
4. Nama-nama tidak boleh saling berpotongan, kecuali jika ada huruf mempunyai jarak
spasi yang jelas.
5. Apabila nama-nama harus ditempatkan melengkung bentuk dari lengkungan harus
teratur dan tidak boleh terlalu tajam lengkungannya.
6. Banyak nama-nama yang terpusat disuatu daerah harus diatur sedemikian rupa sehingga
terlihat distribusi nama-nama itu tidak terlalu padat paa daerah di peta tersebut.
7. Angka ketinggian dari garis kontur ditempatkan dicela-cela tiap kontur, dan
penempatannya terbaca pada arah mendaki lereng.
8. Pemilihan jenis huruf tergantung pada perencanaan kartograf sendiri. Akan tetpai ada
aturan tentang pemakaian jenis huruf yaitu: huruf tegak lurus untuk unsure buatan
manusia(sungai, danau, pegunungan dan lain-lain)

2.3 Pentingnya Pembakuan Nama Geografis


Nama adalah identitas diri suatu objek yang akan menjadi ciri atau penandanya. Nama
itu melekat erat sebagai identitas tunggal bagi tiap obyek, terkecuali bagi seorang mata-mata
atau yang memiliki identitas ganda dimana mereka membutuhkan lebih dari satu nama untuk
suatu tujuan tertentu. Nama itu bahkan melekat hingga akhir hayat tak hanya bagi manusia
semata, bahkan bagi suatu wilayah (bisa pulau, desa, dusun, atau kawasan) yang telah
musnah baik akibat tenggelam tertelan oleh ganasnya air laut yang terus menjorok ke daratan
ataupun kebakaran hutan hingga alih fungsi lahan.
Lebih menarik lagi dan sangat fenomenal saat ini ialah jika nama itu hilang akibat
bencana alam atau bahkan perubahan iklim, maka tinggallah nama yang akan dikenang
sepanjang masa hingga berita lain menguburnya. Selain itu dalam komunikasi global kita
perlu memiliki kesepakatan terhadap nama suatu tempat sebgai suatu objek sehingga tercipta
kesepahaman dalam bahasa yang universal dalam menyebutkan nama-nama suatu tempat.
Contohnya, dalam era komunikasi global ini, kita menyebut pulau yang merupakan salah satu
dari lima pulau besar di negara kita dan posisinya paling barat dengan sebutan pulau
Sumatera.
Bayangkan tanpa adanya pembakuan dan kesepakatan nama geografis yang jelas bisa
saja orang dari Amerika seenaknya menyebutnya pulau Summerta diakibatkan logat atau
dialek bahasa yang berbeda. Bahkan lebih parah bisa saja mereka menamai pulau tersebut
sesuai budaya dan pengetahuan mereka, seperti menyebut pulau tersebut dengan sebutan
“Long Island” karana bentuk pulau sumatera yang memanjang dan disesuaikan dengan
bahasa mereka. Penyebaran komunikasi Amerika Serikat lebih cepat daripada Indonesia
maka secara otomatis istilah “Long Island” dapat menyebar dengan pesat terutama di wilayah
sekitar Amerika Serikat seperti kanada,dan meksiko. Istilah “Long Island” untuk menyebut
pulau sumatera bisa menjadi budaya baahkan istilah yang terbakukan di daerah-daerah
daratan Amerika.
Apa jadinya jika suatu saat seorang kanada pergi ke Indonesia untuk melakukan
sesuatu di pulau Sumatera seperti penelitian atau liburan. Setelah sampai di bandara
Internasional sukarno hatta dia akan kesulitan untuk mencari akomodasi menuju “Long
Island”, saat dia hendak bertanya mengenai “Long Island” juga akan kesulitan karena orang
Indonesia tidak tahu menggunakan istiah “long Island” untuk menyebut pulau Sumatera.
Bahkan kemungkinan terburuk yang terjadi orang Kanada akan diarahkan menuju pulau
Panjang yang merupakan pulau kecil di gugusan kepulauan riau. Itu masih satu
kesalahpahaman akibat tidak adanya ketetapan nama geografis, bayangkan ada berapa nama
juta tempat, lokasi atau objek yang perlu dinaamai?.
Kepentingan yang lain berkaitan dengan kaidah toponimi itu sendiri. Ambil suatu
contoh di Indonesia: Nama nama gunung , seperti Gunung Semeru (ditulis dengan dua kata
terpisah, karena “gunung” adalah nama generik dari bentuk rupabumi dan “Semeru” nama
dirinya.). Ada kota yang memakai kata gunung di dalam nama dirinya dan bagaimana
menulisnya dalam kaedah bahasa Indonesia yang benar. Yaitu Kota Gunungsitoli. (ditulis
sebagai satu kata ”Gunungsitoli” karena nama generiknya bukan gunung tetapi ”Kota”).
Begitu juga kita selalu menulis nama-nama kota Tanjungpinang, Pangkalpinang, Bukittinggi,
Ujungpandang, Muarajambi. Tetapi kita dapati kota pelabuhan di Jakarta ditulis ”Tanjung
Priok”, yang tentunya ini tidak konsisten dalam bahasa Indonesia. Seharusnya ditulis
Tanjungpriok atau Tanjungperiuk, Tanjungperak, Tanjungemas, dsb. Semua harus ditulis
dalam satu kata karena bukan nama suatu ”tanjung”. Jika tidak ada kaidah yang dibakukan
dalam penamaan ini maka orang yang tidak mengerti akan menganggap bahwa istilah
“Gunungsitoli” sama halnya dengan “Gunung Smeru”, sama-sama gunung. Ini akan
merancukan komunikasi, padahal fungsi istilah dalam peta adalah untuk memberi kemudahan
pemahaman tentang suatu tempat bukan membingungkan orang yang membacanya.
2.4 Lingkup Kaidah Toponimi
1. Penamaan Daratan (format regular)
a) Nama Negara, Propinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan, Kelurahan/ Desa.
b) Nama Benua, Pulau, Kepulauan, Gunung, dan Penggunaan Tanah ( Misal Hutan,
Perkebunan, Sawah, Pemukiman, Perkantoran, Industri).
c) Nama Man Made Feature, misal Jalan, dan batas administrasi.
Contoh : Republik Indonesia, Propinsi Jakarta, Kota Jakarta Timur, Kecamatan Durensawit,
Kelurahan Durensawit. Pulau Jawa, Ciliwung, Gunung Salak, Perkebunan PTP 8
Parakansalak, dan sebagainya.
2. Penamaan Perairan (format italic)
a) Nama Samudera, Laut, Selat, Laguna/Lagoon dan Palung.
b) Nama Danau, Sungai, Rawadan Setu.
c) Nama Man Made Feature, misal Waduk, Kanal, dan lainnya.
Contoh : Samudera Hindia, Laut Jawa, Selat Sunda, Laguna Atol Kepulauan Seribu, Danau
Toba, Aek Godang, Ci Liwung, Rawa Bunga, Setu Cipondoh . Waduk Jatiluhur, Kanal
Kalimalang, dan sebagainya.
3. Penulisan Posisi Geografis (format numeric/angka dansuperscript)
a) Lintang dan Bujur
b) Titik Ketinggian (point)
c) Luasan Area (polygon)
d) Isoline (misal kontur)
e) Grid (X,Y)
Contoh: Letak Kabupaten Dati 2 Sukabumi
· 06o45’ – 07o22’ Lintang Selatan (LS)
· 106o25’ _ 107o02’ Bujur Timur (BT)
BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIK

3.1 Alat dan Bahan


1. GPS
2. Roll Meter
3. Citra
4. Alat Tulis
5. Kamera/Handpone
3.2 Langkah Kerja
1. Siapkan Citra yang akan kita survei toponimi dan sket.
2. Siapkan GPS yang bisa digunakan untuk mengambil koordinat.
3. Ambil koordinat di titik yang diperlukan.
4. Namai setiap titik agar tidak bingung saat export data
5. Ambil beberapa gambar di titik yang ditentukan untuk melihat situasi yang ada di
lapangan.
3.3 Langkah Keselamatan Kerja
1. Surveyor menggunakan Wearpack,Helm,sepatu ketika praktek,
2. Gunakan alat sepenuhnya,
3. Tidak bergurau saat sedang melakukan praktek,
4. Bersihkan dan kembalikan alat setelah selesai di gunakan.
BAB IV

PENUTUP

3.4 Kesimpulan
Toponimi dalam pengambilan dan pengaplikasiannya bisa menggunakan dengan
pengambilan manual dengan GPS. Agar lebih menyajikan informasi yang lebih aktual
mengenai peta. Dan memastikan bahwa data yang ada pada peta tersebut sudah benar-
benar sesuai.
3.5 Saran
Pada saat pengambilan usahakan mengambil data selengkap mungkin dan sedetail
mungkin. Agar informasi yang didapat lengkap dan mendetail. Perhatikan
keselamatan kerja dan alat.
LAMPIRAN

1. Sket Lokasi
2. Citra
3. Tabel Toponimi
4. Foto Kegiatan
DAFTAR PUSTAKA

Rais, Jacub. 2006. Arti Penting Penamaan Unsur Geografi Definisi, Kriteria dan Peranan
PBB dalam Toponimi (Kasus Nama-Nama Pulau di Indonesia).ITB. Bandung.
Forest Watch Indonesia. 2010.

Prof. Darmono, M. Ed, Dkk, Kartografi, FIS UNIMED, Medan : 2016

Manajemen dan Analisis Data Spasial dengan ArcView GIS.


Bogor : IPB.

Anda mungkin juga menyukai