Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANG

ANALISIS VEGETASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PETAK


GANDA SECARA SISTEMATIS DI GRID 11 R HUTAN RIMBA
DETUSOKO, TAMAN NASIONAL KELIMUTU, KABUPATEN ENDE.

OLEH :

MARIA ANJELINA GAE


NIM : 192385061

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN


JURUSAN KEHUTANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG
2022
LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANG

ANALISIS VEGETASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PETAK


GANDA SECARA SISTEMATIS DI GRID 11 R HUTAN RIMBA
DETUSOKO, TAMAN NASIONAL KELIMUTU, KABUPATEN ENDE.

OLEH :

MARIA ANJELINA GAE


NIM : 192385061

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Kehutanan Pada Program
Studi Manajemen Sumber Daya Hutan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN


JURUSAN KEHUTANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG
2022
LEMBARAN PENGESAHAN
Analisis Vegetasi Dengan Menggunakan Metode Petak Ganda Secara
Sistematis di Grid 11 R Hutan Rimba Detusoko, Taman Nasional Kelimutu,
Kabupaten Ende.
Maria Anjelina Gae
NIM : 192385061

Telah Dipertahankan di Depan Komisi Penguji dan Pembimbing Pada Tanggal


Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Yudhistira A.N.R.Ora,S.Hut.,G.Dip.For.,M.For Flora E. Ina Kleruk,S.Hut.,M.Sc


NIP. 19780914 200312 2 003 NIP. 19830423 200912 2 004

Penguji I Penguji II

Dr. Jeriels Matatula, S.Hut., M.Sc Laurentius D.W. Wardhana, S.Hut.,M.Si


NIP. 19751227 200212 1 002 NIP. 19801221 200912 1 002
Mengetahui
Ketua Jurusan Kehutanan Ketua Program Studi
Manajemen Sumber Daya Hutan

Fabianus Ranta, S.Hut., M.Si Dr. Jeriels Matatula, S.Hut., M.Sc


NIP. 19710101 200112 1 002 NIP. 19751227 200212 1 002

Mengesahkan
Direktur Politeknik Pertanian Negeri Kupang

Ir. Thomas Lapenangga, MS


NIP . 19590811 198703 1 002

i
MOTTO

“Think before you speak, don’t speak before you think”

LEMBARAN PERSEMBAHAN

Laporan ini saya persembahkan kepada :


1. Orang tua tersayang Bapak Gregorius Ngany dan Mama Agustina Moi
2. Dosen Pembimbing Ibu Yudhistira A.N.R. Ora dan Ibu Flora E. Ina Kleruk
3. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2019 Program Studi Manajemen
Sumber Daya Hutan.
4. Almamater tercinta Program Studi Manajemen Sumber Daya Hutan, Jurusan
Kehutanan, Politeknik Pertanian Negeri Kupang.
5. Semua pihak yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah menyukseskan
penulisan laporan PKL ini.

ii
RIWAYAT HIDUP
Maria Anjelina Gae biasa dipanggil Ira Gae dilahirkan di Sukatey,
Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, pada tanggal 9 September
2000, penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Gregorius Ngany dan Ibu Agustina Moi. Penulis
menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDI Rutogeli dan
menyelesaikan pendidikan pada tahun 2013. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Bajawa dan tamat pada tahun
2013. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bajawa dan
tamat pada tahun 2019. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa di
Perguruan Tinggi Negeri tepatnya di Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Jurusan
Kehutanan, Program Studi Manajemen Sumber Daya Hutan. Pada awal bulan Maret
sampai akhir bulan Mey 2022, penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang
yang berlokasi di Taman Nasional Kelimutu (TNKL), Kecamatan Detusoko,
Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Penulis menyelesaikan laporan PKL dengan
judul “Analisis Vegetasi Dengan Menggunakan Metode Petak Ganda Di Grid
11 R Hutan Rimba Detusoko, Taman Nasional Kelimutu, Kabupaten Ende”,
yang menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III (DIII )
di Program Studi Manajemen Sumber Daya Hutan, Jurusan Kehutanan, Politeknik
Pertanian Negeri Kupang, di bawah bimbingan Ibu Yudhistira A. N. Rua Ora,
S.Hut,G.Dip For.,M.For dan Ibu Flora Evalina Ina Kleruk, S. Hut ., M.Sc.

iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan dan menyusun laporan
Praktek Kerja Lapangan yang berjudul “Analisis Vegetasi dengan Menggunakan
Metode Petak Ganda Secara Sistematis di Grid 11 R Hutan Rimba Detusoko,
Taman Nasional Kelimutu, Kabupaten Ende” dengan baik dan lancar.
Penulis menghaturkan limpah terima kasih untuk setiap pihak yang telah
mendukung dalam penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang ini. Terkhususnya lagi
penulis sampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Thomas Lapenangga,MS selaku Direktur Politeknik Pertanian
Negeri Kupang
2. Bapak Fabianus Ranta, S.Hut., M.Si selaku Ketua Jurusan Kehutanan
3. Bapak Dr.Jeriels Matatula,S.Hut.,M.Sc selaku Ketua Program Studi
Manajemen Sumber Daya Hutan
4. Ibu Yudhistira A.N.Rua Ora, S.Hut.,G.Dip For.,M.For selaku dosen
pembimbing I dan Ibu Flora Evalina Ina Kleruk, S. Hut.,M.Sc selaku dosen
pembimbing II yang telah mendampingi dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan laporan PKL.
5. Dr. Jeriels Matatula, S.Hut., M.Sc selaku dosen penguji I dan Laurentius
D.W. Wardhana, S.Hut.,M.Si selaku dosen penguji II yang telah bersedia
untuk menguji dan memberi masukan dalam penyempurnaan laporan ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen, Teknisi dan Administrasi Jurusan yang telah
membimbing penulis selama berada di bangku kuliah.
7. Seluruh pegawai dan staf kantor Balai Taman Nasional Kelumutu, khususnya
staf kantor Seksi PTN Wil.II Detusoko yang telah membimbing dan
mendampingi penulis selama melakukan praktek kerja lapangan.
8. Almamater tercinta Politeknik Pertanian Negeri Kupang.
9. Keluarga tercinta Bapak Gregorius Ngany, Mama Agustina Moi, Oma Maria
Meo,Oma Vero, Ka Tris, Ka Ven, Adik Aldrin, Adik Elton, Ibu Astin, Ka
Evlin, Ka Dortin, Ka Yovan, Ka Intan yang selalu memberikan doa dan

iv
dukungan kepada penulis selama masa perkuliahan hingga penyelesaian
laporan PKL ini.
10. Sahabat dan teman –teman yang telah memberi motivasi dan dukungan
selama masa perkuliahan sampai tahap penyusunan laporan PKL ini.

Penulis menyadari bahwa laporan praktek kerja lapang ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta
berguna bagi pembelajaran selanjutnya.

Kupang, Agustus 2022

Penulis

v
RINGKASAN

Kehadiran vegetasi pada suatu areal akan memberikan dampak positif bagi
keseimbangan ekosistem. Namun pengaruhnya akan bervariasi tergantung pada
struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Untuk memperoleh
informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan
dlakukan analisis vegetasi. Tujuan praktek lapang adalah mempelajari komposisi dan
dominansi serta struktur komunitas dari masyarakat tumbuh-tumbuhan (vegetasi)
yang ada di grid 11 R Hutan Rimba Detusoko, Taman Nasional Kelimutu. Metode
pengamatan yang dilakukan adalah metode petak ganda secara sistematis. Hasil
pengamatan menunjukan bahwa kerapatan populasi semua spesies untuk masing-
masing tingkatan vegetasi adalah 336 individu/hektar; 854,84 individu/hektar; 2.971
individu/hektar; 21.400 individu/hektar. Dominansi semua spesies pada areal di grid
11 R Hutan Rimba Detusoko untuk tingkat pohon sebesar 43,61 m²/hektar; dan
untuk tingkat tiang sebesar 18 m²/hektar. Spesies yang dapat beradaptasi dengan baik
terhadap lingkungannya di kawasan grid 11 R Hutan Rimba Detusoko untuk tingkat
pohon, tiang, pancang, semai, berturut-turut adalah Eucalyptus urophylla (Ampupu)
(INP= 94,62 %); Calliandra (Kaliandra) (INP = 62,38 %) Calliandra (Kaliandra)
(INP = 51,20 %); dan Calliandra (Kaliandra) (INP = 34,99 %). Selanjutnya untuk
asosiasi vegetasi penyusun hutan rimba Detusoko adalah Eucalyptus urophylla
(Ampupu), Casuarina junghuhniana (Cemara gunung), Calliandra (Kaliandra) ,
Melastoma malabathricum (Mboa) dan Saurauia schmutzii (Singgih).

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i
LEMBAR PERSEMBAHAN .............................................................................. ii
MOTTO ............................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
RINGKASAN ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.3 Manfaat ........................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Vegetasi .......................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Vegetasi .................................................................................... 3
2.1.2 Komposisi Vegetasi.................................................................................... 3
2.1.3 Struktur Vegetasi ........................................................................................ 4
2.2 Analisis Vegetasi ............................................................................................. 5
2.2.1 Pengertian Analisis Vegetasi ...................................................................... 5
2.2.2 Metode Analisis Vegetasi ........................................................................... 6
2.2.3 Parameter Kualititatif ................................................................................. 9
2.2.4 Parameter Kuantitatif ................................................................................. 10
2.2.5 Asosiasi Vegetasi ....................................................................................... 12
BAB III. GAMBARAN UMUM LOKASI .......................................................... 14
3.1 Sejarah Wilayah Lokasi PKL .......................................................................... 14
3.2 Luas Letak dan Batas Wilayah ........................................................................ 15

vii
3.3 Kondisi Biofisik .............................................................................................. 17
3.3.1 Kelerengan .............................................................................................. 17
3.3.2 Ketinggian Tempat ................................................................................... 18
3.3.3 Jenis Tanah............................................................................................... 18
3.3.4 Iklim ........................................................................................................ 19
3.3.5 Hidrologi Daerah Aliran Sungai ............................................................... 19
3.3.6 Aksesibilitas ............................................................................................. 19
3.3.7 Sumber Daya Manusia.............................................................................. 20
3.3.8 Organisasi Pengelola ................................................................................ 20
BAB IV. METODE PELAKSANAAN ............................................................... 23
4.1 Waktu dan Tempat .......................................................................................... 23
4.1.1 Waktu ....................................................................................................... 23
4.1.2 Tempat ...................................................................................................... 23
4.2 Alat Dan Bahan ............................................................................................... 24
4.2.1 Alat ........................................................................................................... 24
4.2.2 Bahan ........................................................................................................ 24
4.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 24
4.3.1 Jenis Data ................................................................................................. 24
4.3.2 Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 25
4.4 Prosedur Pelaksanaan ...................................................................................... 27
4.5 Analisis Data ................................................................................................... 28
4.5.1 Menghitung Parameter Kuantitatif ............................................................ 28
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 29
5.1 Gambaran Umum Lokasi Analisis Vegetasi .................................................... 29
5.2 Analisis Kuantitatif ......................................................................................... 30
5.2.1 Analisis Vegetasi Tingkat Pohon ............................................................. 30
5.2.2 Analisis Vegetasi Tingkat Tiang .............................................................. 35
5.2.3 Analisis Vegetasi Tingkat Pancang .......................................................... 39
5.2.4 Analisis Vegetasi Tingkat Semai ............................................................. 41
5.3 Asosiasi Antar Jenis Vegetasi ......................................................................... 44

viii
BAB VI. PENUTUP ............................................................................................. 45
6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 45
6.2 Saran................................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nama/NIP, Jabatan/Fungsi dan Penempatan Tugas BTNKL .................... 22


Tabel 2. Rincian Waktu Pelaksanaan Praktek Analisis Vegetasi ............................ 23
Tabel 3. Jumlah Individu, ΣLBDS, Σplot ditemukannya spesies ............................ 31
Tabel 4. Hasil Analisis Pada Tingkat Pohon .......................................................... 32
Tabel 5. Jumlah Individu, ΣLBDS, Σplot ditemukannya spesies ............................ 36
Tabel 6. Hasil Analisis Pada Tingkat Tiang ........................................................... 37
Tabel 7. Jumlah Individu, ΣLBDS, Σplot ditemukannya spesies ............................ 40
Tabel 8. Hasil Analisis Pada Tingkat Pancang ....................................................... 40
Tabel 9. Jumlah Individu, ΣLBDS, Σplot ditemukannya spesies ............................ 41
Tabel 10. Hasil Analisis Pada Tingkat Semai ......................................................... 42

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Desain Metode Berpetak ..................................................................... 6


Gambar 2. Desain Petak Ganda secara Sistematis dan Secara Acak ...................... 7
Gambar 3. Contoh Metode Jalur .......................................................................... 7
Gambar 4. Contoh Metode Sampling Kuadrat ...................................................... 8
Gambar 5. Peta Kawasan Taman Nasional Kelimutu .......................................... 16
Gambar 6. Peta Zonasi Taman Nasional Kelimutu ............................................... 17
Gambar 7. Struktur Organisasi Balai Tn. Kelimutu .............................................. 21
Gambar 8. Peta Lokasi Praktek Analisis Vegetasi ................................................ 23
Gambar 9. Petak Ganda secara Sistematis ............................................................ 25
Gambar 10. Peta Sebaran Pu dengan Metode Berpetak........................................... 26
Gambar 11. Peta SPTN Wilayah II Detusoko ......................................................... 29
Gambar 12. Pengukuran Keliling pada Tingkat Pohon ........................................... 31
Gambar 13. Pengukuran pada Tingkat Tiang .......................................................... 35
Gambar 14. Pengukuran dan Pengamatan pada Tingkat Pancang ........................... 39

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktek Analisis Vegetasi ............................................. 48


Lampiran 2. Data Pengamatan Tingkat Pohon ........................................................ 49
Lampiran 3. Data Pengamatan Tingkat Tiang ......................................................... 61
Lampiran 4. Data Pengamatan Tingkat Pancang..................................................... 69
Lampiran 5. Data Pengamatan Tingkat Semai ........................................................ 72

xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem
karena hubungan antara masyarakat tetumbuhan pembentuk hutan dengan binatang
liar dan alam lingkungannya sangat erat. Fungsi hutan antara lain yaitu mengatur tata
air, mencegah dan membatasi banjir, erosi serta memelihara kesuburan tanah yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetasi.
Vegetasi didefinisikan sebagai kumpulan tumbuh-tumbuhan terdiri dari
beberapa jenis, seperti herba, pohon dan perdu yang hidup bersama-sama pada
suatu tempat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain sehingga
membentuk suatu ekosistem (Irfan dalam Agustina, 2008). Vegetasi merupakan unsur
pokok dalam usaha konservasi tanah dan air. Keberadaan hutan akan menjadikan
permukaan tanah tertutup serasah dan humus. Tanah menjadi berpori, sehingga air
mudah terserap ke dalam tanah dan mengisi persediaan air tanah ( Arsyad, 2006 ).
Salah satu metode untuk mendeskripsikan suatu vegetasi yaitu analisis vegetasi.
Analisis vegetasi merupakan cara untuk mempelajari susunan (komposisi
jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan pada suatu
kondisi hutan yang luas. Kegiatan analisis vegetasi erat kaitannya dengan sampling
sehingga cukup ditempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam sampling yaitu jumlah petak contoh, cara
peletakan petak contoh dan teknik analisis vegetasi yang digunakan (Soerianegara,
2005).

1
Analisis vegetasi yang dilakukan di grid 11 R Hutan Rimba Detusoko
dimaksudkan untuk memperoleh data tentang komposisi flora, struktur vegetasi dan
data kuantitatif mengenai penyebaran, jumlah dan dominansi masing-masing jenis,
dalam hal ini data yang dikumpulkan adalah frekuensi, kerapatan dan dominansi
(Heddy, 2012). Analisis vegetasi sangat penting dilakukan di grid 11 R Hutan Rimba
Detusoko, Taman Nasional Kelimutu, karena hutan tersebut belum dilakukan
pengamatan jenis vegetasi atau identifikasi sehingga dengan melakukan analisis
vegetasi di grid 11 R Hutan Rimba Detusoko, maka bisa menjadi bahan informasi
atau melengkapi data tentang jenis dan potensi vegetasi yang berada di kawasan TN.
Kelimutu.
1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui komposisi dan
struktur komunitas dari masyarakat tumbuh-tumbuhan (vegetasi) di grid 11 R Hutan
Rimba Detusoko,Taman Nasional Kelimutu.
1.3 Manfaat
Manfaat dari Praktek Kerja Lapang ini adalah:
1. Bagi penulis, dapat memahami lebih dalam tentang dunia kerja di Taman
Nasional Kelimutu yang berhubungan dengan kehutanan, dapat menganalisis
vegetasi dan melakukan inventarisasi di lapangan, serta menjadi bekal yang
berguna jika penulis akan terjun ke dunia kerja.
2. Bagi pembaca, dapat menjadi sumber informasi, penambah wawasan dan
pengetahuan yang berhubungan dengan kegiatan analisis vegetasi di wilayah
Taman Nasional Kelimutu.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vegetasi
2.1.1 Pengertian Vegetasi
Vegetasi (dari Bahasa Inggris : vegetation) dalam ekologi adalah istilah
untuk keseluruhan komunitas tumbuhan. Vegetasi merupakan bagian hidup yang
tersusun dari tetumbuhan yang menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan,
kebun, padang rumput dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi. Vegetasi yaitu
kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu
tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat,
baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam
vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan
dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana
individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu
komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dkk., 1978 dalam Bakri 2009).
Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan
pengaturan keseimbangan karbondioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat
fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah, mencegah banjir dan
mengendalikan erosi. Meskupun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area
memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur
dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu (Arrijani dkk,2006)
2.1.2 Komposisi Vegetasi
Komposisi jenis adalah susunan dan jumlah jenis suatu tumbuhan. Komposisi
jenis bisa bersifat homogen dan juga bersifat heterogen. Lahan yang memiliki
komposisi jenis yang homogen artinya pada lahan tersebut baik pekarangan maupun
hutan didominasi kira-kira 90% jenis yang sama, sehingga terlihat seragam. Keadaan
seperti ini dalam suatu tegakan biasa disebut dengan tegakan murni, sedangkan
apabila tersusun atas jenis-jenis yang bergam disebut tegakan campuran (heterogen).

3
Komposisi jenis tumbuhan merupakan data floristik dari jenis tumbuhan
yang ada dalam suatu komunitas (Misra, 1980 dalam Fachrul, 2007). Jenis
tumbuhan yang ada dapat diketahui dari pengumpulan atau koleksi secara periodik
dan identifikasi di lapangan. Berdasarkan komposisi flora, dapat diketahui jenis
tumbuhan dari suatu ekosistem, seperti ekosistem hutan, komposisi atau susunan
pokok hutan terdiri atas pohon, dari berbagai jenis, bentuk, keliling batang, dan tinggi
pohon (Indriyanto, 2006).
2.1.3 Struktur Vegetasi
Menurut Indriyanto (2006) struktur vegetasi hutan merupakan hasil penataan
ruang oleh komponen penyusun tegakan dan bentuk hidup, stratifikasi dan
penutupan vegetasi yang digambarkan melalui keadaan diameter, tinggi,
penyebaran dalam ruang keanekaragaman tajuk serta kesinambungan jenis. Tingkat
pertumbuhan vegetasi terbagi atas beberapa tingkatan di antaranya yaitu :
1. Tumbuhan bawah yaitu tumbuhan penutup tanah selain semai dari pohon.
2. Semai yaitu permudaan pohon mulai dari kecambah sampai setinggi ≤ 1,5 m.
3. Pancang yaitu permudaan pohon yang tingginya ˃ 1,5 m sampai diameter ˂10 cm
4. Tiang yaitu permudaan pohon dengan diameter 10 cm sampai ˂ 20 cm
5. Pohon yaitu tumbuhan berkayu dengan diameter ≥ 20 cm.
Secara garis besar struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu
(Keershaw, dalam Fachrul, 2007):
1. Stratifikasi, yang merupakan diagram profil menggambarkan lapisan (strata)
pohon (tree), tiang (pole), pancang (sapling), semai (seedling), perdudan herba
sebagai penyusun vegetasi.
2. Penyebaran horizontal dari jenis penyusun vegetasi tersebut, menggambarkan
letak dan kedudukan dari satu anggota terhadap anggota yang lain.
3. Kelimpahan atau banyaknya individu dari jenis penyusun tersebut.
Struktur vegetasi dibentuk oleh komposisi jenis pohon penyusun suatu
kawasan hutan. Struktur vegetasi merupakan organisasi individu dalam ruang yang
membentuksuatu tegakan yang merupakan perluasan dari tipe vegetasi atau asosiasi
tumbuhan (Edris,1987).

4
2.2 Analisis Vegetasi
2.2.1 Pengertian Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi hutan merupakan studi yang bertujuan untuk mengetahui
struktur dan komposisi hutan (Arrijani dkk, 2006), mengatakan bahwa kehadiran
vegetasi akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala
yang lebih luas. Sebagai contoh secara umum vegetasi akan mengurangi suatu laju
erosi tanah, mengatur keseimbangan karbondioksida dan oksigen di udara,
pengaturan tata air tanah, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah. Pengaruhnya
bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi
vegetasi daerah tersebut.
Analisa vegetasi merupakan cara untuk mempelajari susunan (komposisi
jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pada suatu
kondisi hutan yang luas, kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling
sehingga cukup ditempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dala sampling ini, yaitu jumlah petak contoh,
cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan
(Soerianegara, 2005).
Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari berupa komunitas
tumbuhan yang merupakan asosiasi konkrit dari semua spesies tetumbuhan yang
menempati suatu habitat.Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah
untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang
dipelajari (Indriyanto, 2006).
Hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai
komposisi spesies dan struktur komunitasnya.Struktur suatu komunitas tidak
hanya dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari
setiap spesies organisme. Hal ini menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies
dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antarspesies dalam
komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan
akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas (Leksono, 2007).

5
2.2.2 Metode Analisis Vegetasi
1. Metode Berpetak

Gambar 1 : Contoh Metode Berpetak


Sumber: http://www.irwantoshut.com/

Metode dengan petak merupakan prosedur yang umum digunakan untuk


pengambilan berbagai tipe organisme termasuk vegetasi. Petak yang digunakan dapat
berbentuk segi empat, persegi, atau lingkaran. Disamping itu untuk kepentingan
analisis vegetasi dapat digunakan petak tunggal atau petak ganda. Metode berpetak
merupakan metode hasil modifikasi dari metode petak ganda dan jalur. Artinya
dengan melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis
rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Metode ini dilakukan jika
hanya vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi bahan penelitian. Karena metode ini
dianggap mudah dan lebih cepat digunakan dalam mengetahui komposisi vegetasi
dan dominansi vegetasi suatu kawasan yang diukur.
a. Petak tunggal
Dalam metode petak tunggal, hanya dibuat satu petak contoh dengan ukuran
tertentu mewakili suatu tegakkan hutan atas suatu vegetasi. Ukuran minimum petak
contoh dapat ditentukan menggunakan kurva spesies area. Luas minimum petak
contoh itu ditetapkan dengan dasar bahwa penambahan luas petak tidak menyebabkan
kenaikan jumlah spesies lebih dari 5% (Soegianto, 1994). Pada metode itu tidak perlu
dihitung frekuensi relatif karena hanya ada satu petak contoh dalam analisis
vegetasinya, sehingga INP diperoleh dari penjumlahan kerapatan relatif dan
penutupan relatif.

6
b. Petak Ganda

Secara Sistematis Secara Acak


Gambar 2. Desain Petak Ganda secara Sistematis dan Secara Acak
Sumber : Soegianto,1994.

Pengambilan contoh vegetasi pada metode petak ganda dilakukan merata pada
area yang dipelajari, dan peletakkan petak contoh sebaiknya secara sistematik.
Ukuran tiap petak contoh disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan bentuk
tumbuhnya. Ukuran petak contoh untuk pohon dewasa adalah 20 m x 20 m, fase
tiang adalah 10 m x 10 m, fase pancang adalah 5 m x 5 m, dan untuk fase semai serta
(tumbuhan bawah) menggunakan petak contoh berukuran 1 m x 1 m, atau 2 m x 2 m.
2. Metode Jalur

Gambar 3 : Contoh Metode Jalur


Sumber: https://www.researchgate.net/

Ada dua macam metode jalur yaitu pertama metode jalur dengan jalur contoh,
kedua metode jalur tanpa jalur contoh atau disebut juga metode garis atau rintisan.
Metode ini paling efektif dalam mempelajari perubahan keadaan vegetasi berdasarkan
kondisi tanah, topografi dan elevasi. Dimana jalur pengambilan sampel dibuat
memotong garis topografi, misalnya tegak lurus garis pantai, gunung, sungai, dan lain
sebagainya.

7
a. Metode jalur dengan jalur contoh
Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari
perubahan keadaan vegetasimenurut kondisi tanah, topografi, dan elevasi. Jalur-jalur
contoh dibuat memotong garis kontur (garis tinggi atau garis topografi) dan sejajar
satu dengan yang lainnya. Pendekatan, cara itu untuk aplikasi di lapangan misalnya
jalur-jalur contohnya dibuat tegak lurus garis pantai, memotong sungai, atau
naik/turun lereng gunung. Jumlah jalur contoh disesuaikan dengan intensitas
samplingnya. Jalur contoh yang yang berukuran lebar 20 m dapat dibuat dengan
intensitas sampling 2%-10%.
b. Metode jalur atau garis tanpa jalur contoh
Metode garis atau rintisan, adalah petak contoh memanjang diletakkan
sebuah komunitas vegetasi. Untuk areal yang luas, metode ini sering digunakan
karena selain cepat juga cukup teliti, misalnya untuk inventarisasi gulma di suatu
perkebunan muda, yang mempunyai gulma terdiri atas populasi yang rapat, rendah,
dan berkelompok dengan batas kelompok yang jelas. Alat yang digunakan adalah
pita meteran 15-25 m, disebut sebagai garis rintisan. Dapat juga digunakan tali yang
diberi tanda dengan satuan-satuan panjang tertentu (tiap 10 cm atau 20 cm), dan
sebuah meteran kayu untuk mengukur secara tepat panjang kelompok vegetasi.
3. Metode Sampling Kuadrat

Gambar 4 : Contoh Metode Sampling Kuadrat


Sumber: http://www.irwantoshut.com/

Metode sampling kuadrat adalah metode survey vegetasi yang digunakan


dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Dimana petak yang dibuat dalam metode ini
bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal akan memberikan data
informasi yang baik apabila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homongen
(Ardianto, 2014).Untuk peletakan petak tunggal yang dilakukan secara random yang

8
dianggap dapat mewakili kompisisi komunitas vegetasi. Sedangkan untuk petak
ganda adalah petak dengan pengambilan data informasi vegetasi dengan
menggunakan banyak petak yang letaknya tersebar merata. Peletakan petak ini
biasanya diletakan secara sistematis. Adapun langkah-langkah menggunakan metode
sampling kuadrat menurut Ardianto (2014).
1. Langkah pertama membuat petak awal dengan ukuran 2 x 2 m kuadrat yang
dimana petak ini diletakkan secara purposive (sengaja) pada zona yang dapat
mewakili seluruh jenis yang ada. Setelah plot awal terbentuk, selanjutnya
dilakukan identifikasi semua jenis yang ada mulai dari tingkat semai, pancang,
tiang, dan terakhir pohon.
2. Langkah kedua membuat petak dengan ukuran dua kali lebih besar dari ukuran
petak awal. Lalu melakukan identifikasi tegakan yang ada, kemudian dilakukan
pembandingan jumlah spesies dengan petak pertama untuk mendapatkan jumlah
penambahan spesies.
3. Langkah ketiga membuat petak selanjutnya dilakukan hingga penambahan
individu mencapai lebih dari sama dengan 10% dengan tujuan untuk sampel yang
ambil menjadi stabil.
2.2.3 Parameter Kualitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan
Menurut Indriyanto (2006), untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan
diperlukan parameter kualitatif, hal ini sesuai dengan sifat komunitas tumbuhan itu
sendiri bahwa dia memiliki sifat kualitatif dan sifat kuantitatif, beberapa parameter
kualitatif komunitas tumbuhan antara lain: fisiognomi, fenologi, stratifikasi,
kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk pertumbuhan:
a. Fisiognomi adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang dapat
dideskripsikan berdasarkan kepada penampakan spesies
b. Fenologi adalah perwujudan spesies pada setiap tingkat dalam siklus
hidupnya. Bentuk dari tumbuhan berubah-ubah sesuai dengan umurnya, sehingga
spesies yang sama dengan tingkat umur yang berbeda akan membentuk struktur
komunitas yang berbeda. Spesies yang berbeda pasti memiliki fenologi yang
berbeda, sehingga keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas akan

9
menentukan struktur komunitas tersebut.
c. Stratifikasi adalah distribusi tumbuhan dalam ruangan vertikal. Semua spesies
tumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara vertikal tidak
menempati ruang yang sama.
d. Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan ditribusi relatif
spesies organisme dalam komunitas. Menurut penaksiran kualitatif, kelimpahan
dapat dikelompokkan menjadi: sangat jarang, jarang (kadang-kadang), sering,
banyak atau berlimpah, dan sangat banyak (sangat berlimpah).
e. Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan
spesies organisme pada ruang secara horizontal, antara lain random, seragam,
dan berkelompok
f. Daya hidup atau vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan
tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup akan
menentukan setiap spesies organisme untuk memelihara kedudukannya dalam
suatu komunitas.
g. Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tumbuhan menurut bentuk
pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Misalnya pohon,
semak, perdu, herba, dan liana.
2.2.4 Parameter Kuantitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan
Untuk kepentingan deskripsi suatu vegetasi diperlukan minimal tiga macam
parameter kuantitatif antara lain densitas (kerapatan), frekuensi, dan kerimbunan.
Kerimbunan yang dimaksudkan oleh Kusamana adalah sebagian dari parameter
dominansi.Kerimbunan adalah daerah yang ditempati oleh tetumbuhan dan dapat
dinyatakan dengan salah satu atau kedua-duanya dari penutupan dasar (basal cover)
dan penutupan tajuk (canopy cover) (Indriyanto, 2006).
Kusmana (1997) mengemukakan bahwa dalam penelitian ekologi hutan pada
umumnya para peneliti ingin mengetahui spesies tetumbuhan yang dominan yang
memberi ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan.Berbagai jenis
tumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat diketahui dengan mengukur
dominansi tersebut.Ukuran dominansi dapat dinyatakan dengan beberapa parameter,

10
antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, dan
perbandingan nilai penting (summed dominance ratio).
Di sisi lain, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan komunitas tumbuhan, baik dari segi struktir komunitas maupun
tingkat kesamaannya dengan komunitas lain. Parameter yang dimaksud meliputi
indeks keanekaragaman spesies dan indeks kesamaan komunitas (Indriyanto, 2006).
Uraian tiga macam parameter kuantitatif dalam analisis vegetasi adalah sebagai
berikut :
1. Densitas (Kerapatan)(K)
Menurut Fachrul (2007) densitas adalah jumlah individu per satuan luas atau
per unit volume. Dengan kata lain densitas merupakan jumlah individu organisme per
satuan ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan istilah yang sering
digunakan adalah kerapatan dengan notasi K.
2. Frekuensi (F)
Menurut Fachrul (2007) dalam aspek ekologi, frekuensi digunakan untuk
menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu
terhadap jumlah total sampel. Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah petak
contoh tempat ditemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contok yang dibuat.
Frekuensi me rupakan besarnya intensitas ditemukannya spesies dalam pengamatan
keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem.
3. Dominansi (D)
Dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan
melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlah jenis,
besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan.
4. Indeks Nilai Penting (INP) (Important Value Index )
Indeks Nilai Penting (INP) atau Important Value Index merupakan indeks
kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu vegetasi dalam
ekosistemnya. Apabila nilai INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu
sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut (Fachrul, 2007).

11
Indeks Nilai Penting (INP) dapat digunakan unutk menentukan
dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis tumbuhan lainnya, karena dalam suatu
komunitas yang bersifat heterogen data parameter sendiri-sendiri dari nilai
frekuensi, kerapatan, dan dominansinya tidak dapat menggambarkan secara
menyeluruh, maka untuk menentukan nilai pentingnya yang mempunyai kaitan
dengan struktur komunitasnya dapat diketahui dari indeks nilai pentingnya. Yaitu
suatu indeks yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh nilai kerapatan relatif (KR),
frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR) (Fachrul, 2007). Untuk
mengetahui INP pada tingkat tumbuhan bawah (under stories), semai (seedling),
pancang (sampling) dihitung dari nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif
(FR) ( Fachrul,2007).
5. Perbandingan Nilai Penting (Summed Dominance Ratio)
Perbandingan Nilai Penting atau Summed Dominance Ratio (SDR)
merupakan parameter yang identik dengan indeks nilai penting. Oleh karena itu,
SDR juga dipakai untuk menetukan nilai dominansi spesies dalam suatu
komunitas tumbuhan. Summed Dominance Ratio menjadi parameter yang lebih
sederhana karena besaran tersebut diperoleh dengan cara membagi indeks nilai
penting dengan jumlah nilai parameter penyusunnya (Indriyanto, 2006).
6. Asosiasi Vegetasi
Hutan adalah suatu asosiasi atau kumpulan pepohonan yang mempunyai
kerapatan tertentu dan menutupi suatu area sehingga membentuk iklim mikro (Arief,
2001). Asosiasi hutan adalah satuan - satuan di dalam formasi hutan yang diberi
nama menurut spesies pohon yang dominan dan kodominan (Soerianegara dan
Indarwan, 1997).
Asosiasi digunakan untuk mengetahui keberadaan dan hubungan hadir
tidaknya jenis dalam komunitas tumbuhan. Asosiasi penting dalam implikasi ekologi
karena beberapa proses ekologi berlandaskan pada asosiasi positif atau negatif
diantara dua jenis atau lebih (Ludwig dan Reynold, 1988). Titik berat analisis
tumbuhan adalah pada komposisi dan jumlah jenis (Bratawinata, 2001). Menurut
Whitmore (1998), variasi dalam masyarakat hutan disebabkan ketersediaan flora,

12
serta perbedaan biofisik antara pembentukan dan gangguan.
Suatu vegetasi terbentuk oleh adanya kehadiran dan interaksi dari beberapa
jenis tumbuhan didalamnya. Salah satu bentuk interaksi antar jenis ini adalah
asosiasi. Asosiasi adalah suatu tipe komunitas yang khas, ditemukan dengan kondisi
yang sama dan berulah dibeberapa lokasi. Asosiasi dibagi atas dua yaitu asosiasi
negatif dan asosiasi positif. Asosiasi negatif terjadi apabila suatu jenis tumbuhan
tidak hadir secara bersamaan, sedangkan asosiasi positif terjadi apabila suatu jenis
tumbuhan hadir secara bersamaan dengan jenis tumbuhan lainnya dan tidak akan
terbentuk tanpa adanya jenis tumbuhan lainnya tersebut (McNaughton dan Wolf,
1992).

13
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI

3.1 Sejarah Wilayah TN Kelimutu


Penetapan Taman Nasional Kelimutu melalui proses yang cukup panjang .
Sejarah penunjukan dan penetapan batas Kawasan Taman Nasional Kelimutu
(BTNK,2008a) dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Nusa Tenggara Timur melalui SK.
No.45/BKLH/ Tahun 1982 tanggal 30 Maret 1982 menunjuk Kawasan Hutan
Sokoria seluas ± 5.000 ha yang terletak di kabupaten Tingkat II Ende sebagai
Hutan Wisata yang selanjutnya diberi nama Taman Wisata Kelimutu.
2. Menteri Kehutanan dengan Keputusan No.89/KPTS-II/1983 tanggal 2 Desember
1983 telah menunjuk areal hutan di Provinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara
Timur seluas ± 1.667,962 ha sebagai kawasan hutan tetap, diantaranya terletak di
Kelompok Hutan Sokoria (RTK.52) Pulau Flores.
3. Kawasan Hutan tersebut butir a,telah dilakukan pemancangan batas hutan di
lapangan [ada bukan Desember 1983 sampai denga Januari 1984 yang hasilnya
dituangkan dalam Berita Acara Pengumuman Pemancangan Batas Hutan dari
Kelompok Hutan Sokoria (RTK.52) tanggal 1 Februari 1984.
4. Dengan adanya pengumuman batas tersebut dan tidak adanya klaim dari
masyarakat atas pengumuman tersebut, kemudian pada tanggal 19 Juni 1984
panitia Tata Batas menandatangani Berita Acara Tata Batas dari Kelompok
Hutan Sokoria (RTK.52) Wilayah Kabupaten Tingkat II Ende.
5. Menteri Kehutanan melalui surat Keputusan No. 185/KPTS-II/1984 tanggal 4
Oktober 1984 menunjuk Danau Kelimutu dan Kawasan Hutan disekitarnya
seluas ±5,000 ha yang terletak di Daerah Tingkat II Ende Daerah Tingkat I Nusa
Tenggara Timur sebagai Hutan Suaka Alam. Cagar Alam seluas 16 ha, dan
sebagai Hutan Wisata . Taman Wisata seluas ± 4.984ha.
6. Pada tanggal 1985, Menteri Kehutanan mengesahkan Berita Acara Tata Batas
tersebut nomor 4.

14
7. Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan No. 279/KPTS-II/1992 tanggal 26
Februari 1992 mengubah fungsi dan menunjuk Cagar Alam Danau Kelimutu Dan
Taman Wisata Kelimutu di Kabupaten Dati II Ende, Provinsi Tingakt I Nusa
Tenggara Timur seluas ±5.000 ha menjadi Taman Nasional dengan nama “Taman
Nasional Kelimutu”.
8. Penetapan pengukuhan kawasan Taman Nasional Kelimutu sesuai hasil Tata
Batas 1984 seluas 5.356,5 ha berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
No.679/KPTS-II/1997 tanggal 10 Oktober 1997.
9. Taman Nasional ditunjuk sebagai taman Nasional Model dengan Keputusan
Dirjen PHKA Nomor SK.69/IV-Set/HO/2006 tanggal 3 Mei 2006 tentang
Penunjukan 20 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model.
3.2 Letak Luas dan Batas Wilayah
Melalui keputusan Menteri Kehutanan No. 679 Kpts-11/1997 pada tanggal 26
Februari 1997, kawasan Taman Nasional Kelimutu ditetapkan dengan luas sebagai
hasil tata batas tahun 1984 yaitu 5.356,50 ha (Anonimus,2007). Dalam peta muka
bumi posisi Taman Nasional Kelimutu terletak pada koordinat 08°43’21”- 08°48’24”
LS dan 121°44’21”-121°50’15” BT (Anonimus,2007).Sebagai kawasan
konservasi,pengelolaan TN Kelimutu berbasiskan pada zonasi yang telah ditetapkan
melalui keputusan Menteri Kehutanan No. 16/Kpts/Dj-V/2001. Peta Kawasan
TN.Kelimutu dapat dilihat pada Gambar 5.

15
Gambar 5. Peta Kawasan Taman Nasional Kelimutu
(sumber : Anonimus,2007)

Untuk mengelola kawasan ini, pengelola membagi menjadi 4 zonasi yaitu


Zona Inti luasnya 350,50 ha terletak disekitar kawasan 3 danau (tiwu) yaitu Tiwu
Ata Mbupu, Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nuamuri KooFai. Zona Pemanfaatan Intensif
luasnya 96,50 ha terletak pada lereng yangb berbatasan langsung dengan zona inti.
Pada saat ini dikembangkan aset pelayanan wisata, pendidikan dan riset. Zona
Rimba yang luasnya 4351,00 ha tersebar diseluruh kawasan TN Kelimutu berbatasan
langsung dengan zona inti, Zona pemanfaatan Intensif dan Zona Rehabilitasi. Zona
Rehabilitasi luasnya 558,50 ha, berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk
terutama di kecamatan Detusoko dan kecamatan Ndona (Anonimus,2007). Peta
pembagian zonasi TNKL dapat dilihat pada Gambar 6.

16
Gambar 6. Peta Zonasi Kawasan TN.Kelimutu
(sumber : Anonimus,2007)

Secara administrasif Kepemerintahan, Kawasan Taman Nasional Kelimutu


berada pada 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Detusoko, Kecamatan Wolowaru,
Kecamatan Ndona Timur, Kecamatan Ndona dan Kecamatan Kelimutu, Kabupaten
Ende, Flores, Provinsi NTT. Terdapat 24 desa kelurahan yang berbatasan langsung
dengan Taman Nasional Kelimutu yaitu sebelah utara dengan Desa Wolofeo,
Detusoko, Detusoko Barat, Wologai, Wologai Tengah, Sapijena, Nuamuri Barat dan
Nduaria. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Roga, Sokoria, Kurulimbu dan
Demulaka. Sebelah Rimur berbatasan dengan Desa Pemo, Koanara,Woloara, Tenda,
Wiwipemo dan Kelurahan Wolojita. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Puutuga,
Kelikiku, Wolomasi, Saga, Ndito dan Niowula (Anonimus,2007).
3.3 Kondisi Biofisik
3.3.1 Kelerengan atau Topografi
Topografi Taman Nasional Kelimutu, cukup bervariasi mulai dari
bergelombang ringan sampai berat, berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan
tingkat kemiringan lereng yang sangat terjal dan curam.Topografi yang
bergelombang berat terdapat dikawasan bagian selatan, sedangkan daerah yang agak
landai dengan kemiringan 20-35 % terletak pada sekitar kawah danau yang luasannya

17
sangat terbatas. Lereng yang curam dan terjal terletak pada dinding-dinding danau.
Dinding ini sangat terjal dengan kemiringan 70-80°.
3.3.2 Ketinggian Tempat (Alltitude)
Secara umum, ketinggian kawasan Taman Nasional Kelimutu berkisar antara
1.500-1.731 mdpl.Titik tertinggi terdapat di puncak Gunung Kelibara sekitar 1.731
mdpl dan Gunung Kelimutu sekitar 1.690 mdpl. Gunung Kelibara walaupun
berdekatan dengan Gunung Kelimutu, namun belum diketahui sebagai gunung
berapi.Kawasan gunung Kelibara merupakan habitat bagi berbagai jenis flora dan
fauna. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50-150 m dari permukaan danau.
3.3.3 Jenis Tanah
Pada beberapa lokasi terdapat tanah pasir yang merupakan endapan vulkanik.
Tanah pasir ini bersifat padat sehingga memiliki daya tahan yang besar untuk
menerima tekanan yang berat. Jenis tanah di dalam kawasa Taman Nasional
Kelimutu terdiri dari Regosol,Mediteran dan Latosol. Jenis tanah Regosol paling
dominan persebarannya. Kondisi tanah dan iklim berpengaruh langsung terhadap
keanekaragaman flora dan fauna yang ada diatasnya.
Kondisi tanah disekitar kawah danau ddominasi oleh batu-batuan dan pasir
serta lahar vulkani yang telah membeku, sehingga ditutupi jenis-jenis tumbuhan khas
yang tahan terhadap uap belerang seperti Vaccinium varingiafolia, Rhododendron
renschianum, Cassuarina junghuhniana, Gleichenia linearis, Carex baccans dan
beberapa jenis paku-pakuan lainnya.
Hasil analisis tanah di lokasi Zona Inti diketahui bahwa tanah didominasi
oleh tekstur pasir sekitar 70-75%, kandungan bahan organiknya rendah hingga
sedang, keasaman tanahnya, rendah (pH <5), kandungan sulfur (belerang) cukup
tinggi dan bervariasi. Pada tanah yang berjarak 20-45 m dari bibir danau mengandung
belerang 0,72%, sedangkan pada tanah yang berjarak 50-100 m dari bibir danau
mengandung belerang sekitar 0,50% - 0,56% (Wawo,dkk,2008). Keterbatasan jenis
tumbuhan yang tahan terhadap uap belerang dan didukung oleh kondisi tanah yang
demikian menyebabkan sebagian lahan dalam Zona Inti ini tidak ditumbuhi vegetasi.

18
3.3.4 Iklim
Kawasan Taman Nasional Kelimutu beriklim tropis dengan rata-rata curah
hujan berkisar antara 1.615 – 3.363 mm/tahun. Musim hujan dimulai pada bulan
Desember hingga Maret . Bulan Oktober dan November merupakan bulan terkering .
Suhu udara berkisar antara 25,5 -31 °C, sedangkan suhu minimum 11,6°C yang
terjadi pada bulan Juli –Agustus (BTNK,2008).
Pada musim hujan, flora dalam kawasan tampak menghijau tetapi pada musim
kering terutama pada bulan Oktober dan November banyak tumbuhan yang
menggugurkan daunnya. Kondisi tanah dan iklim berpengaruh langsung terhadap
keanekaragaman flora dan fauna beserta ekosistem yang ada diatasnya.
3.3.5 Hindrologi Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) disekitar Danau Kelimutu dan TNKL
merupakan daerah tangkapan air bagi 2 DAS yang penting, yaitu DAS Toworea dan
DAS Wolowona. Kedua DAS tersebut memiliki beberapa anak sungai antara lain
Lowo Ai Merah, Lowo Napu, Lowo Made, Lowo Ai Ero, Lowo Ai Pade, Lowo
Mutu, Lowo Ai Ndoe, Lowo Ai Bai, Lowo Ria, Lowo Maru, Lowo Ae Kola. Sungai
yang berair sepanjang tahun yaitu Lowo Ai Merah dan Lowo Ai Bai, merupaka
sumber air utama bagi kepentingan budidaya pertanian, dipemukiman dan lain-lain
bagi masyarakat disekitar kawasan maupun yang berada dibagian hilir.
Daerah danau Tiga Warna pada TNKL ditempati oleh rangkaian perbukitan
berelief halus hingga kasar, dengan ketinggian antara 500 hingga 1.700 mdpl, yang
terbentuk oleh aktivitas vulkanik. Kondisi morfologi yang demikian menghasilkan
pada aliran sungai yang bervariasi seperti sub-dendritik dan radler (BTNK,2008).
Berdasarkan pola aliran sungai yang ada menunjukan bahwa hampir semua kawasan
TNKL merupakan zona tangkapan air yang perlu dilindungi agar sumberdaya air
terjaga secara berkesinambungan.
3.3.6 Aksesibilitas
Bagi pengunjung yang berasal dari luar kota, dapat menggunakan transportasi
udara dengan tujuan Bandara H. Hasan Aroeboesman Ende. Sesampainya di
Kabupaten Ende, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan menuju Desa Moni,

19
sebuah desa yang berada di kaki gunung Kelimutu dengan jarak perjalanan sekitar 65
km dari kota Ende.
Alat transportasi yang dapat digunakan antara lain sepeda motor, mobil dan
bus atau menyewa jasa travel dengan tujuan desa Moni atau gunung Kelimutu. Jarak
yang ditempuh pengunjung dari kabupaten Ende sekitar 50 km menuju ke desa Moni
dan 15 km dari kampung Moni hingga sampai ke gerbang pintu masuk Taman
Nasional Kelimutu.
3.3.7 Sumber Daya Manusia
Secara umum, mata pencaharian masyarakat sekitar adalah bertani atau
bercocok tanam, dimana masyarakat sekitar memanfaatkan keadaan alam untuk
menanam tanaman untuk kebutuhan pokok sehari - hari seperti jagung, ubi kayu,
padi dan lainnya. Adapun tanaman - tanaman hasil perkebunan seperti kopi, cengkeh,
jeruk dan lainnya yang nantinya digunakan untuk kebutuhan sehari - hari dan untuk
dijual.
Disamping itu mata pencaharian masyarakat sekitar juga diperoleh dari hasil
menjual tenun ikat, dimana hampir semua perempuan memiliki keterampilan dalam
membuat tenun ikat dan banyak pengrajin yang membuat berbagai macam souvenir
seperti kalung, gelang, kontas dari biji kopi, gantungan kunci, sendal yang di
variasikan dengan kain tenun, dan lain sebagainya.
3.4 Organisasi Pengelola
Taman Nasional Kelimutu dikelola oleh sebuah Unit Pelaksana Teknis yang
bernama Balai Taman Nasional Kelimutu yang secara struktural berada di bawah
Ditjen Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan
Republik Indonesia. Kantor BTNKL berada di Kota Ende dengan alamat Jl. El Tari
nomor 16. Terdapat dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW) yaitu
di Moni dan Detusoko. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Moni terdiri
dari Resort Kelimutu, Resort Wolojita dan Resort Wolojita, sedangkan SPTNW II
Detusoko terdiri dari Resort Wologai, Resort Ndona Timur , Resort Niowula dan
Resort Ratebeke.

20
Balai Taman Nasional Kelimutu dikepalai oleh seorang Kepala Balai yang
didukung oleh pejabat struktural dan fungsional untuk menjalankan pengelolaan.
Struktur organisasi yang ada berdasarkan SK Kepala Balai Taman Nasional Kelimutu
nomor: SK.83/T.40/TU/KSA.1/12/2021 tanggal 30 Desember 2021 adalah seperti
Gambar 7.
STRUKTUR ORGANISASI TAMAN NASIONAL KELIMUTU

Kepala Balai
TN.Kelimutu

Sub Bagian
Tata Usaha

Urusan Urusan
Program Dan Kepegawaian
Evaluasi

Urusan Urusan
Keuangan Dan
Perlengkapan Umum

SPTN WIL . I SPTN WIL. II


Moni Detusoko

Resort Resort Resort Resort


Kelimutu Wolojita Wologai Ratebeke

Resort Resort Resort


Nduaria Niowula Ndona Timur

Kelompok Jabatan
Fungsional

Gambar 7. Struktur Organisasi Balai TN. Kelimutu


Sumber : SK PNS Balai TN. Kelimutu

21
Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) di Balai Taman Nasional Kelimutu
menurut Keputusan Kepala BTNKL No. SK/83/T.40/TU/KSA.1/12/2021 Tanggal 30
Desember 2021 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nama/NIP, Jabatan/Fungsi dan Penempatan Tugas BTNKL
No. Nama/NIP Jabatan/Fungsi Penempatan
Tugas
1. Hendrikus R. Siga, S.Hut.,M.Sc Kepala Balai Kantor BTNKL
NIP:19680708 199803 1 002
2. Joko Waluyo, S.Hut Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor BTNKL
NIP:19750124 200003 1 001
3. Clara Dibtaning Swasti, S.Hut. PEH Ahli Merangkap Anggota Kantor BTNKL
NIP:19920504 201902 2 002 Urusan Program dan Evaluasi
4. Bernadus Beny Baluk Penata Administrasi Kantor BTNKL
NIP:19770509 200811 1 001 Kepegawaian
5. Lela Nurahma, S.Hut PEH Ahli Merangkap Kantor BTNKL
NIP:19941229 201109 2 005 Koordinator Urusan Konservasi,
Kerjasama dan publikasi
6. Natsir,SST Penata Administrasi Kantor BTNKL
NIP:19760712 200701 1 001 Perlengkapan merangkap
Koordinator Urusan
Perlengkapan
7. Danial Firdaus, A.Md VerifikatorKeuangan Kantor BTNKL
NIP:19860527 200901 1 001 merangkap anggota urusan
Keuangan dan Umum
8. Fransiskus S . N. Rodja,Sos,.MH Kepala SPTN Wilayah 1 Moni SPTNW 1 Moni
NIP:19730426 200003 1 004
9. Albertus Tamonob,SP PEH Ahli pertama merangkap Resort Nduaria
NIP:19800402 200112 1 004 Koordinator Resort Nduaria
10. Fendra Suarmadi,SP PEH Ahli pertama merangkap Resort Kelimutu
NIP:1840226 200212 1 001 Koordinator Resort Kelimutu
11. Antonius Molik Menua POLHUT merangkap Resort Wolojita
NIP:1968071 199703 1 001 Koordinator Resort Wolojita
12. Yohanes Berchmans Fua,S.Hut Kepala SPTN Wilayah II SPTNW 11
NIP:19720201 200003 1006 Detusoko Detusoko
13. Falentinus Lape Saju POLHUT merangkap Resort Ratebeke
NIP:19670131 199703 1 002 Koordinator Resort Ratebeke
14. Paulus Padjong Kedang POLHUT merangkap Resort Niowula
NIP:19710115 199703 1005 Koordinator Resort Niowula
15. Yulius Lusi Atawatun POLHUT merangkap Resort Wologai
NIP:19710617 199703 1 003 Koordinator Resort Wologai
16. Gideon Adhi Kurmiawan POLHUT merangkap Resort Ndona
NIP:19941001 201501 1 001 Koordinator Resort Ndona Timur
Timur
Sumber : SK PNS Balai TN. Kelimutu

22
BAB IV
METODE PELAKSANAAN
4.1 Waktu Dan Tempat
4.1.1 Waktu
Praktek analisis vegetasi dilaksanakan pada bulan Maret 2022 dengan rincian
sebagai berikut :
Tabel 2. Rincian waktu pelaksanaan praktek analisis vegetasi
Bulan Minggu ke- Jenis Kegiatan
Maret I Perencanaan kegiatan analisis vegetasi
Maret III- IV Melakukan praktek analisis vegetasi di lapangan
yaitu di grid 11 R Hutan Rimba Detusoko

4.1.2 Tempat
Pelaksanaan kegiatan PKL bertempat di Taman Nasional Kelimutu dan
pelaksanaan praktek analisis vegetasi bertempat di Grid 11 R Hutan Rimba Detusoko
yang merupakan salah satu dari lima kecamatan yang berada di Taman Nasional
Kelimutu. Peta lokasi praktek analisis vegetasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Peta Lokasi Praktek Analisis Vegetasi

23
4.2 Alat Dan Bahan
4.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktek analisis vegetasi di grid 11 R Hutan
Rimba Detusoko diantaranya yaitu :
1. Roll meter berfungsi untuk mengukur jarak atau panjang suatu PU, jarak antar PU
dan jarak jalur. Panjang Rol meter yang digunakan yaitu 100 m.
2. Pita meter berfungsi untuk mengukur keliling pohon dan tiang.
3. Kayu sebagai penan da titik ikat ke titik pengamatan.
4. GPS digunakan untuk mencari titik koordinat.
5. Kamera hp digunakan untuk mengambil dokumentasi (gambar atau foto).
6. Alat tulis digunakan sebagai sarana untuk menulis data yang telah diamati.
4.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktek analisis vegetasi di grid 11 R Hutan
Rimba Detusoko diantaranya yaitu :
1. Tally Sheet yaitu sebagai lembar yang dirancang sederhana berisi daftar atau data-
data yang diperlukan untuk tujuan perekaman data dengan mudah, sistematis dan
teratur yang diambil di lapangan .Parameter atau data-data yang diambil pada saat
melakukan praktek analisis vegetasi yaitu nama jenis, keliling, dan diameter
pohon dan tiang serta jumlah jenis tingkat semai dan pancang.
2. Peta lokasi berfungsi sebagai penunjuk lokasi atau posisi suatu tempat yang akan
dilakukan praktek.
4.3 Metode pengumpulan Data
4.3.1 Jenis Data
Jenis data yang diambil dalam praktek analisis vegetasi yaitu
1. Data primer yang artinya data diambil secara langsung tanpa perantara
sehingga data yang diambil berupa data hasil pengukuran.
2. Data sekunder yang artinya data diambil melalui perantara seperti data
luas kawasan dan data gambaran umum lainya.

24
4.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada saat analisis vegetasi adalah
yaitu;
1. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dalam bentuk gambar atau
foto.
2. Praktek langsung di lapangan dengan menggunakan metode petak ganda
secara sistematis. Metode petak ganda dilakukan dengan menggunakan
banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata pada areal yang
dipelajari, dan peletakan petak contoh dilakukan secara sistematis. Desain
petak ganda secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Petak Ganda Secara Sistematis


Luas total kawasan yaitu 21,61 Ha. Intensitas Sampling (IS) yang digunakan
adalah 5,7 %. Penggunaan IS 5,7 % didasarkan pada penentuan luas kawasan bahwa
untuk luas kawasan kurang dari 1000 Ha adalah 5 – 10 %, sedangkan untuk luas
kawasan lebih dari 1000 Ha adalah 2 %. Berdasarkan luas kawasan dan IS, jumlah
petak ukur yang diperoleh sebanyak 31 petak ukur. Peta persebaran petak ukur dapat
dilihat pada Gambar 10.

25
Gambar 10. Peta Sebaran PU Dengan Metode Petak Ganda Secara Sistematis

26
4.4 Prosedur Pelaksanaan
1. Menyiapkan peta kawasan
2. Menentukan Intensitas Sampling (IS) yang akan digunakan.
3. Berdasarkan IS yang telah ditentukan, selanjutnya menetukan jumlah PU dengan
rumus:
𝐼𝑆 𝑥 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑎𝑤𝑎𝑠𝑎𝑛
Jumlah PU =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑈

4. Menentukan jarak antar petak ukur, jarak antar jalur dan jumlah petak ukur
perjalur.
5. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan praktek
analisis vegetasi.
6. Menentukan titik ikat di lapangan
7. Membuat petak ukur pertama berukuran 20 x 20 meter untuk tingkat pohon. Di
dalam petak tersebut, buatkan juga sub- sub petak ukur berukuran 10 x 10 meter
untuk tingkat tiang, 5 x 5 meter untuk tingkat pancang dan 2 x 2 meter untuk
tingkat semai.
8. Data yang dicatat dalam pengamatan vegetasi pada seluruh tingkat pertumbuhan
parameter yang diukur pada setiap petak contoh, meliputi:
a. Jenis, jumlah dan diameter tingkat pohon.
b. Jenis, jumlah dan diameter tingkat tiang.
c. Jenis dan jumlah tingkat pancang
d. Jenis dan jumlah tingkat semai
9. Catatlah hasil pengamatan di tally sheet yang telah disiapkan.
10. Tarik jarak dari petak ukur pertama ke petak ukur kedua sesuai dengan jarak yang
telah ditentukan.
11. Lakukan hal yang sama sampai ke petak ukur terakhir.

27
4.5 Analisis Data
4.5.1 Menghitung Parameter Kuantitatif
Data vegetasi hutan yang terkumpul selanjutnya dianalisis dan dihitung nilai-
nilai kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominansi, dominansi
relatif dan indeks nilai penting dari masing-masing jenis, dengan .menggunakan
rumus-rumus sebagai berikut :
a. Kerapatan (K)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑠𝑢
K= 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

b. Kerapatan seluruh spesies/ha (KR)


Kerapatan suatu jenis
KR= x 100%
Kerapatan seluruh jenis

c. Dominansi (D)
LBDS
D= Luas petak

d. Dominansi Relatif (DR)


Dominansi suatu jenis
DR = Dominansi seluruh jenis x 100%

e. Frekuensi suatu jenis (F)


𝚺 𝐏𝐔 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐦𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐣𝐞𝐧𝐢𝐬
F= jumlah seluruh PU

f. Frekuensi Relatif (FR)


frekuensi suatu jenis
FR = frekuensi selurh jenisx 100%

g. Indeks Nilai Penting (INP)


INP = KR +DR + DR

28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Analisis Vegetasi


Pengelolaan Taman Nasional Kelimutu ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan No.P.03/Menhut- 11/2007 Tanggal 1 Februari 2007 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional dalam
pelaksanaanya kawasan Taman Nasional Kelimutu dibagi dalam 2 Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah (SPTNW) yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional
Wilayah I di Moni dan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Detusoko.
Lokasi praktek analisis vegetasi dilaksanakan di Grid 11 R Hutan Rimba
Detusoko, SPTN Wil. II Detusoko yang mempunyai beberapa bagian resort yaitu
Resort Wologai, Resort Niowula, Resort Ndona Timur dan Resort Ratebeke. Peta
lokasi SPTN Wil. II Detusoko dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Peta SPTN Wilayah II Detusoko

29
5.2 Analisis Kuantitatif
Metode analisis data kuantitatif adalah metode yang digunakan ketika
melakukan penelitian berkaitan dengan data numerik. Jenis metode ini memerlukan
data bersifat numerik dalam jumlah besar dan bisa dihitung menggunakan rumus-
rumus statistika. Menurut Indriyanto (2006), parameter kuantitatif vegetasi meliputi
Kerapatan (K), Frekuensi (F) dan Dominansi (D).
Analisis kuantitatif yang dilakukan terhadap vegetasi di dalam plot
pengamatan di grid 11 R Hutan Rimba Detusoko, Taman Nasional Kelimutu yang
meliputi penghitungan Indeks Nilai Penting (INP). Untuk penghitungan INP di
dahului dengan menghitung kerapatan, frekuensi, dan dominansi untuk setiap jenis
pada tiap tingkat vegetasi. Nilai dominansi dapat ditentukan untuk tiap jenis pada
tingkat vegetasi yang memiliki data untuk pengukuran Luas Bidang Dasar (LBDS)
(m³) sehingga untuk analisis dominansi hanya dapat dilakukan pada vegetasi tingkat
pohon dan tiang. Hasil analisis kuantitatif vegetasi tingkat pohon,tiang,pancang dan
semai di grid 11 R Hutan Rimba Detusoko, Taman Nasional Kelimutu adalah
sebagai berikut :
5.2.1 Analisis Vegetasi Tingkat Pohon
Pohon adalah tumbuhan berkayu dan bercabang yang pada puncak
pertumbuhan batang utamanya berdiameter lebih dari 20 cm. Pengukuran pohon
adalah pengukuran tumbuhan berdiameter lebih dari 20 cm yang dilakukan pada
petak ukur (plot) berukuran 20 x 20 meter. Pengukuran diameter diawali dengan
pengukuran keliling pada tingkat pohon (Gambar 12) karena alat ukur yang
digunakan adalah alat ukur keliling. Diameter pohon selanjutnya dapat dihitung
dengan rumus D = K/π. Pengukuran keliling pada tingkat pohon dapat dilihat pada
Gambar 12.

30
Gambar 12. Pengukuran Keliling Pada Tingkat Pohon
Data yang diambil pada pengamatan vegetasi tingkat pohon meliputi
spesies/jenis pohon, keliling pohon, diameter batang, dan jumlah individu tiap
spesies, jumlah LBDS dan jumlah plot ditemukannya suatu jenis disajikan pada Tabel
3.
Tabel 3. Jumlah Individu, ΣLBDS, Σplot ditemukannya spesies pada tingkat pohon.
No. Nama Jenis Nama Ilmiah n ΣLBDS Σ plot
(m³) ditemukan jenis
1. Ampupu Eucalyptus urophylla 123 23,58 25
2. Wuja Macaranga Tanarius Muell- 28 3,475 11
Arg.
3. Sengon Albizia chinensis 41 5,137 10
4. Kelo Ficus variegate Bl. 31 1,828 9
5. Na Bischofia javanica Bl. 26 1,588 12
6. Ara Ficus racemosa L. 12 0,646 5
7. Cemara gunung Casuarina junghuhniana 86 13,245 14
8. Longgo Baja Glochidion philippicum Bl. 1 0,064 1
9. Mboa Melastoma malabathricum 28 1,653 11
10. Kebu Omalanthus giganteus 4 0,169 4
11. Teru Macaranga giganteus 4 0,111 2
12. Singgih Saurauia schmutzii 22 1,117 9
13. Kaliandra Calliandra sp. 8 0,381 2
14. Base Tabermaemontana 2 0,146 1
sphaerocarpa Bl.
Jumlah 416 53,14
Sumber : Hasil analisis data.

31
Dari data pada tabel 3 dilakukan perhitungan yang meliputi Kerapatan,
Kerapatan Relatif, Dominansi, Dominansi Relatif, Frekuensi , Frekuensi Relatif,
Indeks Nilai Penting yang disajikan pada Tabel 4 :
Tabel 4. Hasil Analisis Vegetasi Pada Tingkat Pohon
No. Nama Nama Jenis K KR D DR F FR INP
Lokal (Ind/ha) (%) (m²/ha) (%) (%) (%)
1. Ampupu Eucalyptus 99 29,46 19,01 43,59 0,81 21,56 94,62
urophylla
2. Wuja Macaranga 23 6,85 2,8 6,42 0,35 9,49 22,75
Tanarius Muell-
Arg.
3. Sengon Albizia chinensis 33 9,82 4,14 9,49 0,32 8,63 27,94
4. Kelo Ficus variegate 25 7,44 1,47 3,37 0,29 7,76 18,57
Bl.
5. Na Bischofia javanica 21 6,25 1,28 2,94 0,39 10,35 19.54
Bl.
6. Ara Ficus racemosa L. 10 2,98 0,52 1,19 0,16 4,31 8,48
7. Cemara Casuarina 69 20,54 10,68 24,49 0,45 12,08 57,10
gunung junghuhniana
8. Longgo Glochidion 1 0,30 0,05 0,11 0,03 0,86 1,27
Baja philippicum Bl.
9. Mboa Melastoma 23 6,85 1,33 3,05 0,35 9,49 19,38
malabathricum
10. Kebu Omalanthus 3 0,89 0,13 0,30 0,13 3,45 4,64
giganteus
11. Teru Macaranga 3 0,89 0,08 0,18 0,06 1,73 2,80
giganteus
12. Singgih Saurauia 18 5,36 0,9 2,06 0,29 7,76 15,18
schmutzii
13. Kaliandra Calliandra Sp. 6 1,79 1,11 2,55 0,06 1,73 6,06
14. Base Tabermaemontana 2 0,60 0,11 0,25 0,03 0,86 1,71
sphaerocarpa Bl.
Jumlah 3 36 100 43,61 100 3,74 100 300
Sumber : Hasil Analisis Data
Keterangan :
n = Jumlah Vegetasi DR = Dominansi Relatif (%)
K = Kerapatan (ind/ha) F = Frekuensi
KR = Kerapatan Relatif (%) FR = Frekuensi Relatif (%)
D = Dominansi (m²/ha) INP = Indeks Nilai Penting(%)

32
Pembagian kerapatan vegetasi didasarkan pada nilai Baku Mutu Lingkungan
(Kepmen KLH No.02/1988), untuk kerapatan vegetasi bahwa tingkat kerapatan ≤ 20
individu/ha termasuk sangat rendah, 21-50 individu/ha tergolong rendah, 51-100
individu/ha tergolong sedang, 101-200 individu/ha tergolong tinggi dan kerapatan ≥
200 individu/ha tergolong sangat tinggi. Analisis vegetasi dilakukan pada 31 petak
ukur, untuk tingkat pertumbuhan pohon ditemukan sebanyak 14 jenis dengan
kerapatan keseluruhan adalah 336 individu/ha. Nilai K keseluruhan ini menunjukan
bahwa kerapatan untuk seluruh spesies tergolong sangat tinggi. Kerapatan yang tinggi
biasanya terjadi pada hutan alam yang dihuni oleh berbagai jenis tumbuhan.
Berdasarkan hasil perhitungan kerapatan, untuk jenis Eucalyptus urophylla
(Ampupu) dengan nilai kerapatan terbanyak yaitu 99 individu/ha tergolong dalam
jenis kerapatan sedang yang diikuti oleh jenis Casuarina junghuhniana (Cemara
gunung) dengan nilai kerapatan yaitu 69 individu/ha. Jenis yang tergolong dalam
kerapatan rendah yaitu jenis Bischofia javanica Bl. (Na) 21 individu/ha, Macaranga
Tanarius Muell- Arg (Wuja) 23 individu/ha, Albizia chinensis (Sengon) 33
individu/ha, Ficus variegate Bl (Kelo) 25 individu/ha, dan Melastoma
malabathricum (Mboa) 23 individu/ha. Selanjutnya untuk jenis yang tergolong
dalam kerapatan sangat rendah ditemukan pada jenis Omalanthus giganteus (Kebu)
3 individu/ha, Macaranga giganteus (Teru) 3 individu/ha, Glochidion philippicum
Bl. (Longgo Baja) 1 pohon/ha, Saurauia schmutzii (Singgih) 18 individu/ha,
Tabermaemontana sphaerocarpa Bl. (Base) 2 pohon/ha dan Calliandra sp.
(Kaliandra) 6 individu/ha. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak individu suatu
jenis per satuan luas maka semakin besar pula kerapatan suatu jenis.
Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran jenis-jenis pada suatu areal atau
daerah. Penggolongan frekuensi didasarkan menurut Indriyanto (2006) terdiri atas
lima kelas yaitu kelas A adalah spesies yang mempunyai frekuensi 1-20% tergolong
dalam kategori sangat rendah, kelas B adalah spesies yang mempunyai frekuensi 21-
40% tergolong kategori rendah, kelas C adalah spesies yang mempunyai frekuensi
41-60% tergolong kategori sedang, kelas D spesies yang mempunyai frekuensi 61-
80% tergolong kategori tinggi dan kelas E adalah spesies yang mempunyai frekuensi

33
81-100% tergolong kategori sangat tinggi. Frekuensi Eucalyptus urophylla
(Ampupu) tergolong rendah dengan jumlah plot ditemukan jenis ini yaitu 25 pu dan
nilai KR yaitu 21,56%. Sedangkan untuk jenis lainnya tergolong dalam kategori
sangat rendah. Dengan demikian, Eucalyptus urophylla (Ampupu) merupakan jenis
pada tingkatan pohon yang mampu menyebar dengan baik daripada jenis- jenis lain di
wilayah grid 11 R Hutan Rimba Detusoko.
Dominansi menunjukkan proporsi antara tempat yang ditutupi oleh spesies
tumbuhan dengan luas total habitat. Jenis Eucalyptus urophylla (Ampupu) menguasai
ruang tumbuh per satuan luas (D) dan mendominasi jenis lainnya (DR). Berdasarkan
luas bidang dasar Eucalyptus urophylla (Ampupu )memiliki dominansi tinggi dengan
jumlah luas bidang dasar yaitu 23,58 m³ dan dominansi relatifnya 43,59 %, sehingga
jenis ini memiliki adaptasi yang baik serta mampu memanfaatkan semua sumber daya
yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Alimuddin (2010) mengemukakan bahwa
jenis yang mendominasi suatu habitat adalah jenis yang dapat memanfaatkan semua
sumber daya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dalam suatu kompetisi, meliputi
kompetisi terhadap unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh pada lingkungan yang
ditempatinya secara efisien dari pada jenis lainnya dalam tempat yang sama.
Selanjutnya diikuti oleh jenis Casuarina junghuhniana (Cemara gunung) yang
memiliki jumlah LBDS yaitu 13,24 m³ dan dominansi relatifnya sebesar 24,49%.
Sedangkan untuk jenis yang memiliki nilai dominansi yang lebih rendah adalah jenis
Glochidion philippicum Bl. (Longgo Baja) dengan jumlah luas bidang dasar yaitu
0,064 m³ dan dominansi relatifnya 0,11 %. Jenis ini kurang mampu memanfaatkan
lingkungan yang ditempati secara efisien. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
jumlah luas bidang dasar yang didapat suatu spesies maka semakin besar pula nilai
dominansi spesies tersebut.
Indeks nilai penting (INP) merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga
parameter (kerapatan, frekuensi dan dominasi) yang telah diukur sebelumnya. Indeks
Nilai Penting (INP) menunjukkan nilai yang memiliki peranan keberadaan suatu
jenis dalam komunitas tumbuhan. Dalam praktek analisis vegetasi yang dilakukan di
grid 11 R Hutan Rimba Detusoko diketahui bahwa jenis Eucalyptus urophylla

34
(Ampupu) merupakan jenis yang mendominasi diwilayah ini karena memiliki nilai
INP tertinggi yaitu 94,62%. Hal ini menunjukkan bahwa spesies Eucalyptus
urophylla (Ampupu) merupakan jenis yang dominan dalam ekosistem Hutan Rimba
Detusoko, TN. Kelimutu. Keberhasilan spesies Eucalyptus urophylla (Ampupu)
untuk hidup serta mampu mendominasi di wilayah tersebut menunjukkan
kemampuan adaptasi yang cukup tinggi dengan kondisi lingkungan pada seluruh
wilayah penelitian. Total INP dalam perhitungan ketiga parameter pada tingkat
pohon yaitu sebesar 300% yang di dominasi oleh jenis Eucalyptus urophylla
(Ampupu) dan Casuarina junghuhniana (Cemara gunung).
5.2.2 Analisis Vegetasi Tingkat Tiang
Pengukuran tiang adalah pengukuran tumbuhan dengan diameter antara 10-20
cm yang dilakukan pada petak sub-kuadran berukuran 10 x 10 m. Sama dengan
pengukuran pada tingkat pohon, parameter pengukuran tiang adalah diameter tiang,
jumlah spesies tiang, dan jumlah individu tiap spesies. Pengukuran pada tingkat
tiang dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengukuran keliling pada tingkat tiang

35
Data hasil pengamatan pada tingkat tiang yang meliputi spesies/jenis pohon,
keliling pohon, diameter batang, dan jumlah individu tiap spesies, jumlah LBDS dan
jumlah plot ditemukannya suatu jenis disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Individu, ΣLBDS, Σplot ditemukannya spesies pada tingkat tiang.
No. Nama Jenis Nama Ilmiah n ΣLBDS Σplotditemukan
(m³) jenis
1 Kelo Ficus variegate Bl. 19 0,427 10
2 Wuja Macaranga Tanarius 26 0,602 10
Muell-Arg.
3 Sengon Albizia chinensis 9 0,189 2
4 Longgo Baja Glochidion philippicum 2 0,046 2
Bl.
5 Base Tabermaemontana 2 0,022 2
sphaerocarpa Bl.
6 Cemara gunung Casuarina junghuhniana 6 0,154 2
7 Ara Ficus racemosa L. 11 0,216 6
8 Mboa Melastoma 31 0,64 14
malabathricum
9 Kebu Omalanthus giganteus 22 0,462 8
10 Teru Macaranga giganteus 2 0,019 1
11 Singgih Saurauia schmutzii 27 0,53 9
12 Na Bischofia javanica B. 20 0,458 8
13 Oja Rhus taitensis 3 0,063 2
14 Kaliandra Calliandra sp. 64 1,297 15
15 Waru Hibiscus tiliaceus 20 0,437 8
16 Ampupu Eucalyptus urophylla 1 0,023 1
Jumlah 265 5,58
Sumber : Hasil analisis data

Hasil perhitungan nilai Kerapatan, Kerapatan Relatif, Dominansi, Dominansi


Relatif, Frekuensi , Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting,jumlah LBDS, jumlah
petak ditemukannya suatu jenis disajikan pada Tabel 6 berikut :

36
Tabel 6 . Hasil Analisis Vegetasi Pada Tingkat Tiang
No. Nama Nama Jenis K KR D DR F FR INP
Lokal (Ind/ha) (%) (m²/ha) (%) (%) (%)
1. Kelo Ficus variegate Bl. 61,29 7,17 1,38 7,65 0,32 9,99 24,81
2. Wuja Macaranga Tanarius
Muell-Arg. 83,87 9,81 1,94 10,79 0,32 9,99 30,59
3. Sengon Albizia chinensis 29,03 3,40 0,61 3,39 0,06 2,00 8,78
4. Longgo Glochidion
Baja philippicum Bl. 6,45 0,75 0,15 0,82 0,06 2,00 3,58
5. Base Tabermaemontana
sphaerocarpa Bl. 6,45 0,75 0,07 0,39 0,06 2,00 3,15
6. Cemara Casuarina
gunung junghuhniana 19,35 2,26 0,50 2,76 0,06 2,00 7,02
7. Ara Ficus racemosa L. 35,48 4,15 0,70 3,87 0,19 5,99 14,01
8. Mboa Melastoma 13,9
malabathricum 100 11,70 2,06 11,47 0,45 8 37,15
9. Kebu Omalanthus
giganteus 7,97 8,30 1,49 8,28 0,26 7,99 24,57
10. Teru Macaranga giganteus 6,45 0,75 0,06 0,34 0,03 1,00 2,09
11. Singgih Saurauia schmutzii 87,10 10,19 1,71 9,50 0,29 8,99 28,68
12. Na Bischofia javanica
Bl. 64,52 7,55 1,48 8,21 0,26 7,99 23,74
13. Oja Rhus taitensis 9,68 1,13 0,20 1,13 0,06 2,00 4,26
14. Kaliandr Calliandra sp. 14,9
a 206,45 24,15 4,18 23,24 0,48 8 62,38
15. Waru Hibiscus tiliaceus 64,52 7,55 1,41 7,83 0,26 7,99 23,37
16. Ampupu Eucalyptus urophylla 3,23 0,38 0,07 0,41 0,03 1,00 1,79
Jumlah 854.84 100 18 100 3,23 100 300
Sumber : Hasil Analisis Data
Keterangan :
n = Jumlah Vegetasi DR = Dominansi Relatif (%)
K = Kerapatan (ind/ha) F = Frekuensi
KR = Kerapatan Relatif (%) FR = Frekuensi Relatif (%)
D = Dominansi (m²/ha) INP = Indeks Nilai Penting(%)

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui terdapat 16 spesies pada tingkat tiang


yang berhasil diidentifikasi di Hutan Rimba Detusoko dengan total jumlah seluruh
spesies yaitu sebanyak 256 tiang, nilai K keseluruhan ini menunjukan bahwa
kerapatan untuk seluruh spesies pada tingkat tiang tergolong sangat tinggi dengan
total kerapatan 854,84 individu/ha. Jenis dengan kerapatan kerapatan relatif tertinggi
ditemukan pada Calliandra sp. (Kaliandra) yaitu sebesar 206,45 individu/ha dan
24,15%, dengan jumlah jenis sebanyak 64 tiang, berdasarkan pembagian kerapatan

37
(Kepmen KLH No. 02/1988) maka jenis ini tergolong dalam jenis kerapatan sangat
tinggi.
Selanjutnya diikuti oleh jenis Melastoma malabathricum (Mboa) dengan
kerapatan dan kerapatan relatif sebesar 100 individu/ha dan 11,70%. Berdasarkan
pembagian kerapatan (Kepmen KLH No. 02/1988) maka jenis ini tergolong dalam
jenis kerapatan sedang. Jenis lainnya yang tergolong dalam kerapatan sedang di
antaranya yaitu Ficus variegate Bl, Macaranga Tanarius Muell-Arg, Omalanthus
giganteus, Bischofia javanica Bl. dan Hibiscus tiliaceus. Jenis yang termasuk dalam
kerapatan rendah yaitu Albizia chinensis, Ficus racemosa L, yang masing-masing
mempunyai nilai kerapatan yaitu 29,04 individu/ha dengan nilai KR nya 3,40 % dan
35,48 individu/ha dan nilai KR nya yaitu 4,15 %. Sedangkan untuk nilai kerapatan
yang tergolong rendah yaitu Glochidion philippicum Bl, Tabermaemontana
sphaerocarpa Bl, Macaranga giganteus, Rhus taitensis, Eucalyptus urophylla.
Berdasarkan nilai frekuensi , jenis Calliandra sp. (Kaliandra) tergolong
sangat rendah dengan jumlah ditemukan sebanyak 15 plot dan nilai frekuensi
relatifnya 14,98 % yang selanjutnya diikuti oleh jenis Melastoma malabathricum
(Mboa) dengan jumlah ditemukannya yaitu 14 plot dengan nilai frekuensi relatifnya
13,98%. Jenis- jenis lainnya juga termasuk ke dalam kategori penyebaranan sangat
rendah. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan penyebaran vegetasi tingkat tiang
sangatlah rendah.
Nilai dominansi tertinggi untuk tingkat tiang ditunjukkan oleh spesies
Calliandra sp. (Kaliandra) yaitu sebesar 4,18 m²/ha dan nilai dominansi relatif yaitu
7,83 %. Hal ini disebabkan oleh total luas bidang dasar (LBDS) yang lebih besar
dibandingkan dengan nilai LBDS spesies-spesies lain. Selain itu juga dipengaruhi
oleh nilai kerapatan spesies Calliandra sp. (Kaliandra) yang relatif tinggi (206,45
individu/ha), sehingga kedua parameter ini juga cukup berpengaruh terhadap nilai
dominansi yang dihasilkan. Nilai dominansi dan dominansi relatif terendah
ditemukan pada jenis Eucalyptus urophylla (Ampupu) yaitu 0,06 m²/ha dan 0,32%.
Total nilai dominansi relatif pada tingkat tiang sebesar 100% yang didominasi oleh
jenis Calliandra sp. (Kaliandra) dan Melastoma malabathricum (Mboa).

38
Kehadiran suatu spesies pada daerah tertentu menunjukkan kemampuan
spesies tersebut untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga
jenis yang mendominasi suatu areal dapat dinyatakan sebagai jenis yang memiliki
kemampuan adaptasi dan toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan. Secara
kuantitatif, jenis vegetasi yang dominan dalam suatu komunitas ini diantaranya dapat
diukur dengan parameter Nilai Indeks Nilai Penting (INP).
Pada pengukuran tingkat tiang, nilai dengan INP tertinggi ditemukan pada
jenis Calliandra sp. (Kaliandra) dengan total INP dari ketiga parameter yaitu sebesar
62,38%, selanjutnya diikuti oleh jenis Melastoma malabathricum (Mboa) dengan
nilai INP sebesar 37,15 %. Total INP dari ketiga parameter untuk semua jenis pada
vegetasi tingkat tiang yaitu sebesar 300%.
5.2.3 Analisis Vegetasi Tingkat Pancang
Pancang adalah regenerasi pohon dengan ukuran lebih tinggi dari 1,5 meter
serta diameter batang kurang dari 10 cm. Ukuran petak yang digunakan untuk
pengukuran pancang adalah 5m x 5m. Tidak seperti pada tingkat tiang dan pohon,
untuk tingkat pancang pengukuran hanya dilakukan pada jumlah individu dan jumlah
spesies saja tidak dilakukan pengukuran diameter batang. Hal ini dikarenakan pada
tahap pertumbuhan pancang yang paling penting untuk diketahui adalah kerapatan
dan frekuensi. Dominansi tidak diukur karena tingkat pancang biasanya berada
dibawah tingkat pohon dan tiang sehingga dominansi atau tingkat penutupan
tajuknya biasanya berada dibawah tingkat tiang dan pohon. Pengamatan pada tingkat
Pancang dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Pembuatan PU dan pengamatan pada tingkat Pancang

39
Hasil pengamatan spesies/jenis, jumlah dan jumlah plot ditemukannya suatu
jenis disajikan pada Tabel 7 berikut .
Tabel 7. Nama jenis/spesies, Σ Individu, Σplot ditemukannya spesies pada tingkat pancang.
No. Nama Jenis Nama Ilmiah n Σplot
ditemukan jenis
1. Base Tabermaemontana
sphaerocarpa Bl. 37 17
2. Singgih Saurauia schmutzii 40 21
3. Mboa Melastoma malabathricum 26 24
4. Oja Rhus taitensis 19 16
5. Waru Hibiscus tiliaceus 27 20
6. Kaliandra Calliandra sp. 59 29
Jumlah 208
Sumber : Hasil Analisis Data
Hasil perhitungan yang meliputi Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi ,
Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, disajikan pada Tabel 8 berikut :
Tabel 8. Hasil Analisis Vegetasi Pada Tingkat Pancang
No. Nama Nama Jenis K KR F FR INP
lokal (Ind/ha) (%) (%) (%)
1. Base Tabermaemontana
sphaerocarpa Bl. 528,57 17,79 0,55 13,39 31,17
2. Singgih Saurauia schmutzii 571,43 19,23 0,68 16,54 35,77
3. Mboa Melastoma malabathricum 371,43 12,50 0,77 18,90 31,40
4. Oja Rhus taitensis 271,43 9,13 0,52 12,60 21,73
5. Waru Hibiscus tiliaceus 385,71 12,98 0,65 15,75 28,73
6. Kaliandra Calliandra sp. 842,86 28,37 0,94 22,83 51,20
Jumlah 2,971 100 4,10 100 200
Sumber : Hasil Analisis Data
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui terdapat 6 spesies tingkat pancang
yang berhasil diidentifikasi di grid 11 R Hutan Rimba Detusoko,TN. Kelimutu
dengan total kerapatan sebesar 2.971 individu/ha (Tabel 7). Nilai kerapatan pada
keenam jenis tingkat pancang tergolong dalam kerapatan sangat tinggi dengan
kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Calliandra sp. (Kaliandra) 842,86
individu/ha dan nilai kerapatan relatifnya yaitu 28,37 %, selanjutnya diikuti oleh jenis
Saurauia schmutzii (Singgih) 571,43 individu/ha dan nilai kerapatan relatifnya
19,23%. Sedangkan untuk nilai kerapatan dan kerapatan relatif terendah ditemukan
pada jenis Rhus taitensis (Oja) dengan nilai yaitu 371,43 individu/ha (9,13%). Hal ini

40
menunjukan bahwa kerapatan individu pada tingkat pancang di grid 11 R Hutan
Rimba Detusoko sangat tinggi.
Nilai frekuensi tertinggi ditunjukkan oleh spesies yang sama yaitu
Calliandra sp. (Kaliandra) sebanyak 0,94 yang berarti bahwa spesies tersebut
relative lebih tersebar dibandingkan spesies lainnya karena ditemukan di 29 plot dari
31 sampel plot yang diamati, dengan frekuensi relatifnya sebesar 22,83% namun jenis
ini masuk dalam kategori rendah. Spesies lainnya yang termasuk dalam kategori
sangat rendah adalah Melastoma malabathricum (Mboa) yaitu sebanyak 0,77
dengan nilai frekuensi relatifnya sebesar 18,90%. Jenis dengan frekuensi dan
frekuensi relatif terendah ditemukan pada Rhus taitensis (Oja) dengan nilai yaitu
0,52 (12,60%) yang ditemukan di 16 pu dan 31 sampel pu.
Nilai Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan bahwa spesies Calliandra sp.
(Kaliandra) merupakan spesies yang mendominasi untuk tingkat pancang di grid 11 R
Hutan Rimba Detusoko dengan nilai INP sebesar 51,20 %. Spesies lainnya yang
juga cukup tinggi nilai INP nya adalah Saurauia schmutzii (Singgih) dengan nilai
INP sebesar 35,77 %.

41
5.2.4 Analisis Vegetasi Tingkat Semai
Semai adalah regenerasi pohon dengan ukuran lebih rendah dari 1,5 meter.
Ukuran petak yang digunakan untuk pengukuran semai adalah 2 x 2 meter.
Sebagaimana pancang, tahap pertumbuhan semai hanya dihitung jumlah individu tiap
spesies dan jumlah ditemukannya spesies dalam plot yang disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9.Nama jenis/spesies,Jumlah Individu, Σplot ditemukannya spesies pada tingkat semai.
No. Nama Jenis Nama Ilmiah n Σplot
ditemukan jenis
1. Singgih Saurauia schmutzii 16 13
2. Eu Areca catechu 15 12
3. Puka Chiatea sp. 10 9
4. Jita Alstonia scholaris 25 18
5. Jati Hutan Terminalia sumbawana 11 8
6. Mera mite Actinodaphe sp. 19 15
7. Kaju bai Aglaila teysmaniana 28 16
8. Asam Tamarindus indica 21 19
9. Mboa Melastoma malabathricum 30 24
10. Kaliandra Calliandra sp. 40 27
Jumlah 215
Sumber : Hasil Analisis Data
Hasil perhitungan yang meliputi Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi ,
Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting disajikan pada Tabel 10 berikut :
Tabel 10. Hasil Analisis Vegetasi Pada Tingkat Semai.
No. Nama jenis Nama Lokal K KR F FR INP
(Ind/ha) (%) (%) (%)
1. Singgih Saurauia schmutzii 1.290 7,44 0,42 8,07 15,52
2. Eu Areca catechu 1.210 6,98 0,39 7,45 14,43
3. Puka Chiatea sp. 806 4,65 0,29 5,59 10,24
4. Jita Alstonia scholaris 2.016 11,63 0,58 11,18 22,81
5. Jati Hutan Terminalia sumbawana 887 5,12 0,26 4,97 10,09
6. Mera mite Actinodaphe sp. 1.532 8,84 0,48 9,32 18,15
7. Kaju bai Aglaila teysmaniana 2.258 13,02 0,52 9,94 22,96
8. Asam Tamarindus indica 1.694 9,77 0,61 11,80 21,57
9. Mboa Melastoma
malabathricum 2.419 13,95 0,77 14,91 28,86
10. Kaliandra Calliandra sp. 3.226 18,60 0,87 16,77 35,37
Jumlah 17.339 100 5,19 100 200
Sumber : Hasil Analisis Data
Keterangan :
n = Jumlah Vegetasi F = Frekuensi
K = Kerapatan (semai/ha) FR = Frekuensi Relatif (%)
KR = Kerapatan Relatif (%) INP = Indeks Nilai Penting(%)

42
Dari hasil pengamatan dari 10 spesies pada tingkat semai yang diamati di grid
11 R Hutan Rimba Detusoko,TN.Kelimutu, spesies dengan jumlah terbanyak
ditemukan pada Calliandra sp. (Kaliandra) yaitu sebanyak 40 semai dan tentunya
mempunyai nilai kerapatan dan kerapatan tertinggi yaitu masing-masing 3.226
individu/ha dan 18,60% yang termasuk dalam kategori kerapatan sangat
tinggi.Selanjutnya diikuti oleh jenis Melastoma malabathricum (Mboa)dengan nilai
kerapatan sebesar 2.419 individu/ha dan kerapatan relatifnya yaitu sebesar 13,95 %.
Untuk nilai kerapatan dan kerapatan relatif terendah pada tingkat semai ditemukan
pada jenis Terminalia sumbawana (Jati Hutan) yaitu masing-masing sebesar 887
individu/ha dan 5,12%.
Nilai frekuensi tertinggi ditunjukan pada jenis Calliandra sp. (Kaliandra)
yaitu 0,87 yang artinya dari 31 sampel pu, 27 plot diantaranya ditemukan jenis ini dan
nilai frekuensi relatifnya sebesar 16,77 % yang termasuk dalam kategori sangat
rendah, namun jenis ini mampu menyebar dengan baik dari jenis lainnya di tingkat
semai. Diikuti oleh jenis Melastoma malabathricum (Mboa)dengan nilai frekuensi
nya 0,77 dan nilai frekuensi relatifnya sebesar 14,91 %. Frekuensi terendah
ditemukan pada jenis Terminalia sumbawana (Jati Hutan) yaitu sebesar 0,26dan
frekuensi relatifnya sebesar 4,77 %.
Nilai Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan bahwa spesies Calliandra sp.
(Kaliandra) merupakan spesies yang mendominasi untuk tingkat Semai di grid 11 R
Hutan Rimba Detusoko dengan nilai INP sebesar 35,37 %. Spesies lainnya yang
juga cukup tinggi nilai INP nya adalah Melastoma malabathricum (Mboa) dengan
nilai INP sebesar 28,86 %. Nilai INP terendah ditunjukan pada jenis Terminalia
sumbawana (Jati Hutan) yaitu sebesar 10,09 %.

43
5.3 Asosiasi Antar Jenis Vegetasi
Asosiasi hutan adalah satuan – satuan dalam formasi hutan yang diberi nama
menurut spesies pohon yang dominan dan kodominan. Berdasarkan hasil analisis
vegetasi pada tingkat pertumbuhan pohon jenis yang dominan adalah Eucalyptus
urophylla (Ampupu) dan jenis yang kodominan adalah Casuarina junghuhniana
(Cemara gunung). Pada tingkat pertumbuhan tiang jenis yang dominan adalah
Calliandra sp. (Kaliandra) dan jenis yang kodominan yaitu Melastoma
malabathricum (Mboa), pada tingkat pertumbuhan pancang jenis yang dominan
adalah Calliandra sp. (Kaliandra) dan jenis yang kodominan adalah Saurauia
schmutzii (Singgih) dan pada tingkat pertumbuhan semai jenis yang dominan yaitu
Calliandra sp. (Kaliandra) dan jenis yang kodominan adalah Melastoma
malabathricum (Mboa).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa asosiasi vegetasi penyusun grid 11 R
Hutan Rimba Detusoko adalah Eucalyptus urophylla (Ampupu), Casuarina
junghuhniana (Cemara gunung), Calliandra sp. (Kaliandra) , Melastoma
malabathricum (Mboa) dan Saurauia schmutzii (Singgih). Hal ini dapat berarti bahwa
akan terjadi pergantian asosiasi vegetasi di masa yang akan datang. Kaliandra akan
menggantikan Ampupu sebagai spesies pohon yang paling mendominasi. Pergantian
jenis ini juga di mungkinkan karena Ampupu dapat dikatakan gagal beregenerasi
karena jumlah individu pada tingkat tiang hanya satu individu, sedangkan untuk
tingkat pancang dan semai tidak ditemukan jenis ini.
Jenis Eucalyptus urophylla (Ampupu) merupakan tumbuhan fast growing
yang artinya merupakan jenis pohon yang cepat tumbuh dan mempunyai daur masak
tebang maksimal 15 tahun, sehingga jenis ini ditanam untuk kegiatan reboisasi di
grid 11 R Hutan Rimba Detusoko, namun jenis ini tidak mampu beregenerasi dan
akan digantikan oleh jenis Calliandra sp. (Kaliandra).

44
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan komposisi dan struktur vegetasi pada
tingkat pohon, tiang, pancang dan semai di grid 11 R Hutan Rimba Detusoko dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Kerapatan populasi semua spesies untuk masing-masing tingkatan vegetasi
adalah 336 pohon/hektar; 855 tiang/hektar; 2.971 pancang/hektar; 21.400
semai/hektar.
2. Dominansi semua spesies pada areal grid 11 R Hutan Rimba Detusoko untuk
tingkat pohon sebesar 43,61 m²/hektar, dan untuk tingkat tiang sebesar 18
m²/hektar.
3. Frekuensi semua spesies pada areal grid 11 R Hutan Rimba Detusoko untuk
tingkat pohon yaitu 3,74, untuk tingkat tiang yaitu 3,23,untuk tingkat pancang
yaitu 4,10 dan untuk tingkat semai yaitu 5,19.
4. Indeks Nilai Penting (INP) yang mendominasi di setiap tingkat pertumbuhan
vegetasi yaitu Eucalyptus urophylla (Ampupu) dengan nilai INP sebesar
94,62 % untuk tingkat pohon, Calliandra sp. (Kaliandra) dengan niali INP
sebesar 62,38 % untuk tingkat tiang, Calliandra sp. (Kaliandra) dengan nilai INP
sebesar 51,20 % untuk tingkat pancang, Calliandra sp. (Kaliandra) dengan nilai
INP sebesar 34,99 % untuk tingkat semai.
5. Asosiasi vegetasi penyusun di kawasan grid 11 R Hutan Rimba Detusoko adalah
Eucalyptus urophylla (Ampupu), Casuarina junghuhniana (Cemara gunung),
Calliandra sp. (Kaliandra) , Melastoma malabathricum (Mboa) dan Saurauia
schmutzii (Singgih).

45
6.2 Saran
Spesies yang dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya sehingga
mampu mendominasi kawasan grid 11 R Hutan Rimba Detusoko untuk tingkat
pohon adalah Eucalyptus urophylla (Ampupu),namun jenis ini gagal beregenarasi
sehingga harus dicari jenis yang lebih cocok dan mampu beregenerasi untuk di tanam
di kawasan grid 11 R Hutan Rimba Detusoko.

46
DAFTAR PUSTAKA

Chairul.2015. Analisis Vegetasi Tumbuhan Pantai Pada Kawasan Wisata Pasir


Jambak. Laboratorium Ekologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang, 25163,
Indonesia.
Entin Kartini.2013. Laporan Praktikum Analisis Vegetasi. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.Bogor,Jawa Barat.
Fachrul, M. F. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Gopal, B. dan N. Bhardwaj.1979.Elements Of Ecology. Department of Botany.
Rajasthan University Jaipur, India.
Heddy S.,S.B. Soemitro. 1986. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali.
Indriyanto. 2005. Dendrologi. Bandar Lampung :Penertbit Universitas Lampung.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Cetakan Pertama. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Rachman, H. I. (2020). Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Hutan. Q Media.
Roslinawati, S., Susanti, T., & Salahuddin, S. (2019). Komposisi Tumbuhan
Spermatophyta Di Kawasan Candi Muaro Jambi (Doctoral
dissertation, Universitas Sulthan Thaha Saifuddin Jambi).
Soegianto, A.1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas.
Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.
Soerianegara dan Indrawan. 2013. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suin, N., M. 2002. Metode Ekologi. Penerbit Universitas Andalas. Padang.
Surata, I.K.2006. Sebaran dan Pertumbuhan Penotipe Tegakan Alam Sumber Benih
Ampupu (Eucalyptus urophylla) di Flores , Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Balai
Penelitian Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara. Ende, 30 November
2005. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.

47
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Praktek Analisis Vegetasi

48
Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan Tingkat Pohon
No.pu No. Nama jenis Nama Ilmiah K d Lbds
1 1 Ampupu Eucalyptus urophylla 280 89,17 0.624
2 Ampupu Eucalyptus urophylla 257 81,84 0,525
3 Ampupu Eucalyptus urophylla 207 65,92 0,341
4 Ampupu Eucalyptus urophylla 209 66,56 0,347
5 Ampupu Eucalyptus urophylla 219 69,74 0,381
6 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60,50 0,287
7 Ampupu Eucalyptus urophylla 192 61,14 0,293
8 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 83 26,43 0,054
Arg.
9 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 76 24,20 0,045
Arg.
10 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 91 28,90 0,065
Arg.
11 Sengon Albizia chinensis 69 21,97 0,037
12 Sengon Albizia chinensis 78 24,84 0,048
2 13 Kelo Ficus variegate Bl. 90 28,66 0,064
14 Na Bischofia javanica Bl. 87 27,70 0,060
15 Na Bischofia javanica Bl. 99 31,52 0,077
16 Kelo Ficus variegate Bl. 102 32,48 0,082
17 Na Bischofia javanica Bl. 70 22,29 0,079
18 Ampupu Eucalyptus urophylla 196 62,42 0,305
19 Ampupu Eucalyptus urophylla 174 55,41 0,241
20 Ampupu Eucalyptus urophylla 180 57,32 0,257
21 Ara Ficus racemosa L. 98 31,21 0,076
22 Sengon Albizia chinensis 70 22,29 0,039
23 Sengon Albizia chinensis 76 24,20 0,045
24 Sengon Albizia chinensis 80 25,47 0,050
25 Ara Ficus racemosa L. 67 21,33 0,035
26 Kelo Ficus variegate Bl. 92 29,29 0,067
27 Kelo Ficus variegate Bl. 85 27,07 0,057
28 Kelo Ficus variegate Bl. 87 27,70 0,060
3 29 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 145 46,17 0,167
30 Ampupu Eucalyptus urophylla 167 53,18 0,222
31 Longgo Baja Glochidion philippicum Bl. 90 28,66 0,064
32 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 150 47,77 0,179
33 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 186 59,23 0,275
34 Ampupu Eucalyptus urophylla 196 62,42 0,305

49
35 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 184 58,59 0,269
36 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 167 53,18 0,222
37 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 163 51,91 0,211

38 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63,05 0,312


39 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 175 55,73 0,243
40 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 95 30,25 0,071
4 41 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 62 19,74 0,030
42 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 146 46,49 0,169
43 Ampupu Eucalyptus urophylla 84 26,75 0,056
44 Na Bischofia javanica Bl. 70 22,29 0,039
45 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 92 29,29 0,067
46 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 98 31,21 0,076
47 Ampupu Eucalyptus urophylla 102 32,48 0,082
48 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 122 38,58 0,116
49 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 78 24,84 0,048
50 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 128 40,76 0,130
51 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 134 42,67 0,142
52 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 125 39,80 0,124
5 53 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 94 29,93 0,070
54 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 84 26,75 0,056
55 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 142 45,22 0,139
56 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 142 45,22 0,160
57 Mboa Melastoma malabathricum 122 38,85 0,118
58 Ampupu Eucalyptus urophylla 66 21,01 0,034
59 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 84 26,75 0,056
60 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 162 51,59 0,208
61 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 82 26,11 0,053
62 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 138 43,94 0,151
6 63 Ampupu Eucalyptus urophylla 86 27,38 0,058
64 Ampupu Eucalyptus urophylla 72 22,92 0,041
65 Ampupu Eucalyptus urophylla 144 45,85 0,165
66 Ampupu Eucalyptus urophylla 196 62,42 0,305
67 Ampupu Eucalyptus urophylla 124 39,49 0,122
68 Kelo Ficus variegate Bl. 97 30,89 0,074
69 Mboa Melastoma malabathricum 86 27,38 0,058
70 Na Bischofia javanica Bl. 72 22,92 0,041
71 Mboa Melastoma malabathricum 44 14,01 0,015
72 Kebu Omalanthus giganteus 46 14,64 0,016

50
74 Teru Macaranga giganteus 34 10,82 0,009
75 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 45 14,33 0,016
Arg.
76 Mboa Melastoma malabathricum 61 19,42 0,029
7 77 Ampupu Eucalyptus urophylla 120 38,21 0,114
78 Ampupu Eucalyptus urophylla 108 34,39 0,092
79 Ampupu Eucalyptus urophylla 99 31.52 0,077
80 Ampupu Eucalyptus urophylla 100 31,84 0,079
81 Ampupu Eucalyptus urophylla 112 35,66 0,099
82 Ampupu Eucalyptus urophylla 89 28,34 0,063
83 Na Bischofia javanica Bl. 76 25,15 0,049
84 Na Bischofia javanica Bl. 78 24,84 0,048
85 Singgih Saurauia schmutzii 90 28,66 0,064
86 Singgih Saurauia schmutzii 98 31,21 0,036
8 87 Sengon Albizia chinensis 102 32,48 0,083
88 Sengon Albizia chinensis 110 35,03 0,096
89 Sengon Albizia chinensis 90 28,66 0,064
90 Sengon Albizia chinensis 99 31,52 0,077
91 Sengon Albizia chinensis 101 32,16 0,081
92 Ampupu Eucalyptus urophylla 186 59,23 0,275
93 Ampupu Eucalyptus urophylla 156 49,68 0,193
94 Ampupu Eucalyptus urophylla 135 42,99 0,145
95 Ampupu Eucalyptus urophylla 123 39,17 0,120
9 96 Base Tabermaemontana 94 29,93 0,070
sphaerocarpa Bl.
97 Base Tabermaemontana 98 31,21 0,076
sphaerocarpa Bl.
98 Kelo Ficus variegate Bl. 90 28,66 0,064
99 Na Bischofia javanica Bl. 74 23,56 0.043
100 Kelo Ficus variegate Bl. 85 27,07 0.057
101 Na Bischofia javanica Bl. 76 24,20 0.045
102 Na Bischofia javanica Bl. 89 28,34 0.063
103 Wuja Macarnga tanarius Muell- 71 22,61 0.04
Arg.
104 Ara Ficus racemosa L. 94 29,93 0.07
10 105 Na Bischofia javanica Bl. 98 31,21 0.076
106 Na Bischofia javanica Bl. 99 31,52 0.078
107 Ara Ficus racemosa L. 87 27,70 0.06

51
108 Na Bischofia javanica Bl. 78 24,84 0.048
109 Kelo Ficus variegate Bl. 90 28,66 0.064
110 Kelo Ficus variegate Bl. 98 31,21 0.076

111 Na Bischofia javanica Bl. 85 27,07 0.057


112 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 80 25,47 0.05
Arg.
113 Ara Ficus racemosa L. 78 24,84 0.048
114 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 97 30,89 0.074
Arg.
115 Kelo Ficus variegate Bl. 78 24,84 0.048
116 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 102 32,48 0.082
117 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 119 37,89 0.112
118 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 127 40,44 0.128
119 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 107 34,07 0.091
120 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 105 33,43 0.087
121 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 112 35,66 0.099
122 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 125 39,80 0.124
11 123 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 112 35,66 0.099
124 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 109 34,71 0.094
125 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 123 39,17 0.12
126 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 108 34,39 0.092
127 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 100 31,84 0.079
128 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 110 35,03 0.096
129 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 119 37,89 0.112
130 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 116 36,94 0.107
131 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 121 38,53 0.116
132 Kelo Ficus variegate Bl. 89 28,34 0.063
133 Kelo Ficus variegate Bl. 92 29,29 0.067
134 Kelo Ficus variegate Bl. 78 24,84 0.048
135 Kelo Ficus variegate Bl. 69 21,97 0.037
136 Kelo Ficus variegate Bl. 67 21,33 0.035
137 Kelo Ficus variegate Bl. 92 19,19 0.067
12 138 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 123 39,17 0.119
139 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 112 35,66 0.099
140 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 109 34,71 0.093
141 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 118 37,57 0.11
142 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 100 31,84 0.079
143 Kaliandra Calliandra sp. 78 24,84 0.048
144 Kaliandra Calliandra sp. 69 21,97 0.037

52
145 Kaliandra Calliandra sp. 92 29,29 0.066
146 Kaliandra Calliandra sp. 86 27,38 0.058

147 Kaliandra Calliandra sp. 70 22,29 0.038


148 Kaliandra Calliandra sp. 69 21,97 0.037
149 Kelo Ficus variegate Bl. 79 25,15 0.049
13 150 Kelo Ficus variegate Bl. 90 28,66 0,064
151 Na Bischofia javanica Bl. 87 27,70 0,060
152 Na Bischofia javanica Bl. 99 31,52 0,077
153 Kelo Ficus variegate Bl. 102 32,48 0,082
154 Na Bischofia javanica Bl. 70 22,29 0,079
155 Ampupu Eucalyptus urophylla 196 62,42 0,305
156 Ampupu Eucalyptus urophylla 174 55,41 0,241
157 Ampupu Eucalyptus urophylla 180 57,32 0,257
158 Ara Ficus racemosa L. 98 31,21 0,076
159 Ara Ficus racemosa L. 70 22,29 0,039
160 Kelo Ficus variegate Bl. 76 24,20 0,045
161 Ampupu Eucalyptus urophylla 80 25,47 0,050
162 Ara Ficus racemosa L. 67 21,33 0,035
163 Kelo Ficus variegate Bl. 92 29,29 0,067
164 Kelo Ficus variegate Bl. 85 27,07 0,057
165 Ampupu Eucalyptus urophylla 180 57,32 0,257
166 Kelo Ficus variegate Bl. 87 27,70 0,060
14 167 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 94 29,93 0,070
168 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 84 26,75 0,056
169 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 142 45,22 0,139
170 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 142 45,22 0,160
171 Mboa Melastoma malabathricum 122 38,85 0,118
172 Ampupu Eucalyptus urophylla 66 21,01 0,034
173 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 84 26,75 0,056
174 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 162 51,59 0,208
175 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 82 26,11 0,053
176 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 138 43,94 0,151
15 177 Ampupu Eucalyptus urophylla 187 59,55 0.276
178 Ampupu Eucalyptus urophylla 179 57,00 0.255
179 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60,50 0.287
180 Ampupu Eucalyptus urophylla 201 64,01 0.321
181 Ampupu Eucalyptus urophylla 205 65,28 0.334
182 Ampupu Eucalyptus urophylla 199 63,37 0.315

53
183 Na Bischofia javanica Bl. 98 31,21 0.076

184 Na Bischofia javanica Bl. 92 29,29 0.067


185 Singgih Saurauia schmutzii 76 24,20 0.045
186 Singgih Saurauia schmutzii 73 23,24 0.042
16 187 Ampupu Eucalyptus urophylla 179 57,00 0.255
188 Ampupu Eucalyptus urophylla 201 64,01 0.321
189 Ampupu Eucalyptus urophylla 195 62,10 0.302
190 Ampupu Eucalyptus urophylla 187 59,55 0.278
191 Ampupu Eucalyptus urophylla 167 53,18 0.222
192 Ampupu Eucalyptus urophylla 184 58,59 0.269
193 Ampupu Eucalyptus urophylla 192 61,14 0.293
194 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 67 21,33 0.035
Arg.
195 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 71 22,61 0.04
Arg.
196 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 80 25,47 0.05
Arg.
197 Sengon Albizia chinensis 178 56,68 0.252
198 Sengon Albizia chinensis 172 24,77 0.235
199 Sengon Albizia chinensis 165 52,54 0.216

200 Sengon Albizia chinensis 124 39,49 0.122


201 Sengon Albizia chinensis 143 45,54 0.162
17 202 Sengon Albizia chinensis 153 48,72 0.186
203 Sengon Albizia chinensis 167 53,18 0.222
204 Sengon Albizia chinensis 169 53,82 0.227
205 Sengon Albizia chinensis 123 39,17 0.12
206 Sengon Albizia chinensis 135 42,99 0.145
207 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 80 25,47 0.05
Arg.
208 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 87 27,70 0.06
Arg.
209 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 70 22,29 0.039
Arg.
210 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 69 21,97 0.037
Arg.
211 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 91 28,98 0.065
Arg.
212 Na Bischofia javanica Bl. 83 26,43 0.054
213 Na Bischofia javanica Bl. 82 26,11 0.053
214 Singgih Saurauia schmutzii 79 25,15 0.049

54
215 Singgih Saurauia schmutzii 76 24,20 0.045
216 Singgih Saurauia schmutzii 78 24,84 0.048
217 Singgih Saurauia schmutzii 68 21,65 0.036
18 218 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63,05 0.312
219 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60,50 0.287
220 Ampupu Eucalyptus urophylla 178 56,68 0.252

221 Ampupu Eucalyptus urophylla 189 60,19 0.284


222 Mboa Melastoma malabathricum 95 30,25 0.071
223 Mboa Melastoma malabathricum 80 25,47 0.05
224 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 82 26,11 0.053
Arg.
225 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 93 29,61 0.068
Arg.
226 Singgih Saurauia schmutzii 79 25,15 0.049
227 Singgih Saurauia schmutzii 78 24,84 0.048
19 228 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 187 59,55 0.278
229 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 176 56,05 0.246
230 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 180 57,32 0.257
231 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 167 53,18 0.222
232 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 159 50,63 0.201
233 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 158 50,31 0.198
234 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 189 60,19 0.284
235 Mboa Melastoma malabathricum 98 31,21 0.076
236 Mboa Melastoma malabathricum 78 24,84 0.048
237 Mboa Melastoma malabathricum 87 27,70 0.06
238 Singgih Saurauia schmutzii 76 24,20 0.045
239 Singgih Saurauia schmutzii 91 28,98 0.065
240 Singgih Saurauia schmutzii 75 23,88 0.044
241 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 76 24,20 0.045
Arg.
242 Na Bischofia javanica Bl. 87 27,70 0.06
243 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 88 28,02 0.061
Arg.
20 244 Sengon Albizia chinensis 76 24,84 0.045
245 Sengon Albizia chinensis 98 31,21 0.076
246 Sengon Albizia chinensis 89 28,34 0.063
247 Sengon Albizia chinensis 90 28,66 0.064
248 Ampupu Eucalyptus urophylla 178 56,68 0.252
249 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63,05 0.312
250 Ampupu Eucalyptus urophylla 156 49,68 0.193

55
251 Ampupu Eucalyptus urophylla 148 47,13 0.174
252 Ampupu Eucalyptus urophylla 157 50 0.196
253 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60,50 0.287
21 254 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60,50 0.287
255 Ampupu Eucalyptus urophylla 189 60,19 0.284
256 Ampupu Eucalyptus urophylla 178 56,68 0.252
257 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63,05 0.312

258 Ampupu Eucalyptus urophylla 160 50,95 0.203


259 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60,50 0.287
260 Ampupu Eucalyptus urophylla 179 57,00 0.255
261 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 167 53,18 0.222
262 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 159 50,63 0.201
263 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 177 56,36 0.249
264 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 170 54,14 0.23
265 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 178 56,68 0.252
266 Sengon Albizia chinensis 80 25,47 0.05
267 Sengon Albizia chinensis 98 31,21 0.076
22 268 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 154 49,04 0.188
269 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 157 50 0.196
270 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 145 46,17 0.167
271 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 123 39,17 0.12
272 Ampupu Eucalyptus urophylla 178 56,68 0.252
273 Ampupu Eucalyptus urophylla 156 49,68 0.193
274 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63,05 0.312
275 Ampupu Eucalyptus urophylla 178 56,68 0.252
276 Mboa Melastoma malabathricum 92 29,29 0.067
277 Mboa Melastoma malabathricum 87 27,70 0.06
278 Singgih Saurauia schmutzii 76 24,20 0.045
279 Singgih Saurauia schmutzii 78 24,84 0.048
280 Mboa Melastoma malabathricum 98 31,21 0.076
281 Mboa Melastoma malabathricum 69 21,97 0.037
282 Singgih Saurauia schmutzii 87 27,70 0.06
23 283 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 187 59,55 0.278
284 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 167 53,18 0.222
285 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 166 52,86 0.219
286 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 145 46,17 0.167
287 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 167 53,18 0.222
288 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63,05 0.312

56
289 Ampupu Eucalyptus urophylla 178 56,68 0.252
290 Ampupu Eucalyptus urophylla 172 54,77 0.235
291 Ampupu Eucalyptus urophylla 192 61,14 0.293
292 Ampupu Eucalyptus urophylla 183 58,38 0.266
293 Ampupu Eucalyptus urophylla 184 58,59 0.269
294 Singgih Saurauia schmutzii 76 24,20 0.045

295 Sengon Albizia chinensis 67 21,33 0.035


296 Singgih Saurauia schmutzii 98 31,21 0.076
297 Sengon Albizia chinensis 78 24,84 0.048
24 298 Ampupu Eucalyptus urophylla 202 64,33 0.324
299 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63,05 0.312
300 Ampupu Eucalyptus urophylla 199 63,37 0.315
301 Ampupu Eucalyptus urophylla 200 63,69 0.318
302 Ampupu Eucalyptus urophylla 205 65,28 0.334
303 Kelo F. variegate Bl 87 27,70 0.06
304 Mboa Melastoma malabathricum 70 22,29 0.039
305 Na Bischofia javanica Bl. 87 27,20 0.06
306 Mboa Melastoma malabathricum 92 29,29 0.067
307 Kebu Omalanthus giganteus 94 29,93 0.07
308 Teru Macaranga giganteus 81 25,79 0.052
309 Teru Macaranga giganteus 71 22,61 0.04
310 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 72 22,92 0.041
Arg.
311 Mboa Melastoma malabathricum 70 22,29 0.039
312 Ampupu Eucalyptus urophylla 86 27,38 0.058
313 Ampupu Eucalyptus urophylla 84 26,75 0.056
25 314 Ampupu Eucalyptus urophylla 201 64,01 0.321
315 Ampupu Eucalyptus urophylla 197 62,73 0.308
316 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60,50 0.287
317 Ampupu Eucalyptus urophylla 194 61,78 0.299
318 Ampupu Eucalyptus urophylla 187 59,55 0.278
319 Ampupu Eucalyptus urophylla 181 57,64 0.26
320 Ampupu Eucalyptus urophylla 171 54,45 0.232
321 Ampupu Eucalyptus urophylla 179 57,00 0.255
322 Sengon Albizia chinensis 125 39,80 0.124
323 Sengon Albizia chinensis 134 42,67 0.142
324 Sengon Albizia chinensis 187 59,55 0.278
325 Sengon Albizia chinensis 123 39,17 0.12

57
326 Sengon Albizia chinensis 156 49,68 0.193
327 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 101 32,16 0.081
328 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 106 33,75 0.089
329 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 126 40,12 0.126
330 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 176 56,05 0.246

26 331 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60.51 0.287


332 Ampupu Eucalyptus urophylla 197 62.74 0.309
333 Ampupu Eucalyptus urophylla 178 56.69 0.252
334 Ampupu Eucalyptus urophylla 186 59.24 0.275
335 Ampupu Eucalyptus urophylla 167 53.18 0.222
336 Ampupu Eucalyptus urophylla 191 60.83 0.290
337 Ampupu Eucalyptus urophylla 189 60.19 0.284
338 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 79 25.16 0.050
Arg.
339 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 89 28.34 0.063
Arg.
340 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 86 27.39 0.059
Arg.
341 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 76 24.20 0.046
Arg.
342 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 65 20.70 0.034
Arg.
343 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 75 23.89 0.045
Arg.
344 Kebu Omalanthus giganteus 69 21.97 0.038
345 Mboa Melastoma malabathricum 70 22.29 0.039
346 Kebu Omalanthus giganteus 75 23.89 0.045
347 Mboa Melastoma malabathricum 67 21.34 0.036
27 348 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 178 56.69 0.252
349 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 190 60.51 0.287
350 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 187 59.55 0.278
351 Mboa Melastoma malabathricum 98 31.21 0.076
352 Mboa Melastoma malabathricum 81 25.80 0.052
353 Ampupu Eucalyptus urophylla 189 60.19 0.284
354 Ampupu Eucalyptus urophylla 182 57.96 0.264
355 Ampupu Eucalyptus urophylla 194 61.78 0.300
356 Mboa Melastoma malabathricum 78 24.84 0.048
357 Mboa Melastoma malabathricum 89 28.34 0.063
358 Singgih Saurauia schmutzii 75 23.89 0.045
359 Singgih Saurauia schmutzii 72 22.93 0.041

58
360 Mboa Melastoma malabathricum 69 21.97 0.038
361 Mboa Melastoma malabathricum 70 22.29 0.039
362 Singgih Saurauia schmutzii 87 27.71 0.060
28 363 Kelo Ficus variegate Bl. 87 27.71 0.060
364 Na Bischofia javanica Bl. 93 29.62 0.069
365 Na Bischofia javanica Bl. 100 31.85 0.080
366 Kelo F. variegate Bl 85 27.07 0.058
367 Na Bischofia javanica Bl. 79 25.16 0.050
368 Ampupu Eucalyptus urophylla 180 57.32 0.258
369 Ampupu Eucalyptus urophylla 179 57.01 0.255
370 Ampupu Eucalyptus urophylla 187 59.55 0.278
371 Ara Ficus racemosa L. 67 21.34 0.036
372 Ara Ficus racemosa L. 79 25.16 0.050
373 Kelo Ficus variegate Bl. 78 24.84 0.048
374 Ampupu Eucalyptus urophylla 187 59.55 0.278
375 Ara Ficus racemosa L. 78 24.84 0.048
376 Kelo Ficus variegate Bl. 69 21.97 0.038
29 377 Ampupu Eucalyptus urophylla 201 64.01 0.322
378 Ampupu Eucalyptus urophylla 207 65.92 0.341
379 Ampupu Eucalyptus urophylla 199 63.38 0.315
380 Ampupu Eucalyptus urophylla 178 56.69 0.252
381 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63.06 0.312
382 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 178 56.69 0.252
383 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 172 54.78 0.236
384 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 183 58.28 0.267
385 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 185 58.92 0.272
386 Ara Ficus racemosa L, 73 23.25 0.042
387 Kelo Ficus variegate Bl. 82 26.11 0.054
388 Ara Ficus racemosa L. 91 28.98 0.066
389 Kelo Ficus variegate Bl. 84 26.75 0.056
30 390 Sengon Albizia chinensis 156 49.68 0.194
391 Sengon Albizia chinensis 179 57.01 0.255
392 Sengon Albizia chinensis 186 59.24 0.275
393 Sengon Albizia chinensis 134 42.68 0.143
394 Sengon Albizia chinensis 152 48.41 0.184
395 Ampupu Eucalyptus urophylla 201 64.01 0.322
396 Ampupu Eucalyptus urophylla 198 63.06 0.312
397 Ampupu Eucalyptus urophylla 189 60.19 0.284
398 Ampupu Eucalyptus urophylla 194 61.78 0.300

59
399 Kaliandra Calliandra sp. 73 23.25 0.042
400 Mboa Melastoma malabathricum 92 29.30 0.067
401 Kaliandra Calliandra sp. 83 26.43 0.055
402 Mboa Melastoma malabathricum 87 27.71 0.060
31 403 Ampupu Eucalyptus urophylla 205 65.29 0.335
404 Ampupu Eucalyptus urophylla 219 69.75 0.382
405 Ampupu Eucalyptus urophylla 190 60.51 0.287
406 Ampupu Eucalyptus urophylla 209 66.56 0.348
407 Ampupu Eucalyptus urophylla 180 57.32 0.258
408 Mboa Melastoma malabathricum 87 27.71 0.060
409 Mboa Melastoma malabathricum 98 31.21 0.076
410 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 93 29.62 0.069
Arg.
411 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 80 25.48 0.051
Arg.
412 Singgih Saurauia schmutzii 70 22.29 0.039
413 Singgih Saurauia schmutzii 73 23.25 0.042
414 Sengon Albizia chinensis 134 42.68 0.143
415 Sengon Albizia chinensis 145 46.18 0.167
416 Sengon Albizia chinensis 125 39.81 0.124

60
Lampiran 3. Data Hasil Pengamatan Tingkat Tiang

No No. Nama Jenis Nama Lokal K d lbds


pu.
1 1 Kelo Ficus variegate Bl. 57 18,15 0,025
2 Kelo Ficus variegate Bl. 46 14,64 0,016
3 Kelo Ficus variegate Bl. 60 19,10 0,028
4 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 54 17,19 0,023
Arg.
5 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 61 19,42 0,029
Arg.
6 Sengon Albizia chinensis 58 18,47 0,026
7 Sengon Albizia chinensis 60 19,10 0,028
8 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 46 14,64 0,016
Arg.
9 Sengon Albizia chinensis 50 15,92 0,019
10 Sengon Albizia chinensis 54 17,19 0,023
11 Sengon Albizia chinensis 48 15,28 0,018
2 12 Kelo Ficus variegate Bl. 45 14,33 0,016
13 Longgo Baja Glochidion philippicum Bl. 54 17,19 0,023
14 Base Tabermaemontana 38 12,10 0,011
sphaerocharpa Bl.
15 Kelo Ficus variegate Bl. 59 18,78 0,027
16 Kelo Ficus variegate Bl. 54 17,19 0,023
3 17 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 50 15,92 0,019
18 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 60 19,10 0,028
19 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 62 19,74 0,030
20 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 59 18,78 0,027
21 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 57 18,15 0,025
4 22 Ara Ficus racemosa L. 45 14,33 0,016
23 Waru Hibiscus tiliaceus 37 11,78 0,010
24 Kelo Ficus variegate Bl. 50 15,92 0,019
25 Cemara Gunung Casuarinaceae junghuniana 57 18,19 0,025
26 Ara Ficus racemosa L. 61 19,42 0,029
27 Kelo Ficus variegate Bl. 62 19,74 0,030
5 28 Mboa Melastoma malabathricum 47 14,96 0,017
29 Mboa Melastoma malabathricum 54 17,19 0,023
30 Mboa Melastoma malabathricum 39 12,42 0,012
31 Ara Ficus racemosa L. 38 12,10 0,011
32 Ara Ficus racemosa L. 50 15,92 0,019
33 Kelo Ficus variegate Bl. 59 18,78 0,027

61
6 34 Mboa Melastoma malabathricum 44 14,01 0,015
35 Kebu Omalanthus giganteus 46 14,64 0,016
36 Teru Macaranga giganteus 36 11,46 0,010
37 Teru Macaranga giganteus 34 10,82 0,009
38 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 45 14,33 0,016
Arg.
39 Mboa Melastoma malabathricum 61 19,42 0,029
7 40 Singgih Saurauia schmutzii 56 17,83 0,024
41 Na Bischofia javanica Bl. 47 14,96 0,017
42 Singgih Saurauia schmutzii 57 18,15 0,025
43 Singgih Saurauia schmutzii 58 18,47 0,026
44 Na Bischofia javanica Bl. 60 19,10 0,028
45 Na Bischofia javanica Bl. 61 19,42 0,029
8 46 Mboa Melastoma malabathricum 56 17,83 0,024
47 Mboa Melastoma malabathricum 62 19,74 0,030
48 Kebu Omalanthus giganteus 62 19,74 0,030
49 Kebu Omalanthus giganteus 59 18,78 0,037
9 50 Ara Ficus racemosa L. 56 17,83 0.024
51 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 62 19,74 0.03
Arg.
52 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 60 19,10 0.028
Arg.
53 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 59 18,78 0.027
Arg.
54 Kelo Ficus variegate Bl. 58 18,47 0,026
10 55 Ara Ficus racemosa L. 56 17,83 0.024
56 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 60 19,10 0.028
Arg.
57 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 48 15,28 0.018
Arg.
58 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 47 14,96 0.017
Arg.
59 Kelo Ficus variegate Bl. 57 18,15 0.025
60 Ara Ficus racemosa L. 59 18,78 0.027
61 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 61 19,42 0.029
Arg.
62 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 60 19,10 0.028
Arg.
63 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 62 19,74 0.03
Arg.
11 64 Mboa Melastoma malabathricum 45 14,33 0.016
65 Mboa Melastoma malabathricum 38 12,10 0.011
66 Kebu Omalanthus giganteus 60 19,10 0.028

62
67 Kebu Omalanthus giganteus 56 17,83 0.024
68 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 49 15,60 0.019
Arg.
69 Kelo Ficus variegate Bl. 50 15,92 0.019
70 Ara Ficus racemosa L. 51 16,24 0.02
71 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 49 15,60 0.019
Arg.
72 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 48 15,28 0.018
Arg.
73 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 57 18,15 0.025
Arg.
74 Ua Calamus heterocanthus 39 12,42 0.012
12 75 Kaliandra Calliandra sp. 39 12,42 0.012
76 Kaliandra Calliandra sp. 45 14,33 0.016
77 Kaliandra Calliandra sp. 46 14,64 0.016
78 Kaliandra Calliandra sp. 56 17,83 0.024
79 Mboa Melastoma malabathricum 48 15,28 0.018
80 Kebu Omalanthus giganteus 49 15,60 0.018
13 81 Kelo Ficus variegate Bl. 45 14,33 0,016
82 Longgo Baja Glochidion philippicum Bl. 54 17,19 0,023
83 Base Tabermaemontana 38 12,10 0,011
sphaerocarpa Bl.
84 Waru Hibiscus tiliaceus 59 18,78 0,027
85 Kelo Ficus variegate Bl. 54 17,19 0,023
14 86 Mboa Melastoma malabathricum 47 14,96 0,017
87 Mboa Melastoma malabathricum 54 17,19 0,023
88 Mboa Melastoma malabathricum 39 12,42 0,012
89 Ara Ficus racemosa L. 38 12,10 0,011
90 Waru Hibiscus tiliaceus 50 15,92 0,019
91 Kelo F. variegate Bl 59 18,78 0,027
15 92 Singgih Saurauia schmutzii 56 17,83 0.024
93 Na Bischofia javanica Bl. 61 19,42 0.029
94 Singgih Saurauia schmutzii 59 18,78 0.027
95 Singgih Saurauia schmutzii 46 14,64 0.016
96 Na Bischofia javanica Bl. 49 15,60 0.019
97 Na Bischofia javanica Bl. 39 12,42 0.012
16 98 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 57 18,15 0.025
Arg.
99 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 58 18,47 0.026
Arg.
100 Sengon Albizia chinensis 43 13,69 0.014
101 Sengon Albizia chinensis 49 15,60 0.019

63
102 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 42 13,37 0.014
Arg.
103 Sengon Albizia chinensis 47 14,96 0.017
104 Sengon Albizia chinensis 57 18,15 0.025
17 105 Kaliandra Calliandra sp. 40 12,73 0.012
106 Kaliandra Calliandra sp. 45 14,33 0.016
107 Kebu Omalanthus giganteus 56 17,83 0.024
108 Kebu Omalanthus giganteus 36 11,46 0.01
109 Mboa Melastoma malabathricum 49 15,60 0.019
110 Kebu Omalanthus giganteus 48 15,28 0.018
111 Kebu Omalanthus giganteus 52 16,56 0.021
112 Mboa Melastoma malabathricum 53 16,87 0.022
18 113 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 57 18,15 0.025
Arg.
114 Na Bischofia javanica Bl. 60 19,10 0.028
115 Na Bischofia javanica Bl. 59 18,78 0.027
116 Singgih Saurauia schmutzii 49 15,60 0.019
117 Singgih Saurauia schmutzii 43 13,69 0.014
118 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 48 15,28 0.018
Arg.
119 Na Bischofia javanica Bl. 58 18,47 0.026
120 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 51 16,24 0.022
Arg.
121 Na Bischofia javanica Bl. 59 18,78 0.027
122 Singgih Saurauia schmutzii 61 19,42 0.029
123 Mboa Melastoma malabathricum 45 14,33 0.016
19 124 Na Bischofia javanica Bl. 56 17,83 0.024
125 Kaliandra Calliandra sp. 59 18,78 0.027
126 Kebu Omalanthus giganteus 49 15,60 0.019
127 Kebu Omalanthus giganteus 43 13,69 0.014
128 Mboa Melastoma malabathricum 48 15,28 0.018
129 Kebu Omalanthus giganteus 58 18,47 0.026
130 Singgih Saurauia schmutzii 51 16,24 0.02
131 Singgih Saurauia schmutzii 59 18,78 0.027
132 Singgih Saurauia schmutzii 61 19,42 0.029
20 133 Mboa Melastoma malabathricum 56 17,83 0.024
134 Mboa Melastoma malabathricum 61 19,42 0.029
135 Singgih Saurauia schmutzii 59 18,78 0.027
136 Singgih Saurauia schmutzii 46 14,64 0.016
137 Mboa Melastoma malabathricum 49 15,60 0.019

64
138 Singgih Saurauia schmutzii 39 12,42 0.012
139 Kaliandra Calliandra sp. 48 15,28 0.018
140 Kaliandra Calliandra sp. 56 17,83 0.024
141 Kaliandra Calliandra sp. 47 14,96 0.017
142 Na Bischofia javanica Bl. 57 18,15 0.025
143 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 58 18,47 0.026
Arg.
144 Na Bischofia javanica Bl. 60 19,10 0.028
145 Waru Hibiscus tiliaceus 61 19,42 0.029
146 Waru Hibiscus tiliaceus 56 17,83 0.024
21 147 Kaliandra Calliandra sp. 61 19,42 0.029
148 Kaliandra Calliandra sp. 59 18,78 0.027
149 Kaliandra Calliandra sp. 39 12,42 0.012
150 Kaliandra Calliandra sp. 47 14,96 0.017
151 Kaliandra Calliandra sp. 40 12,73 0.012
152 Kaliandra Calliandra sp. 52 16,56 0.021
153 Na Bischofia javanica Bl. 50 15,92 0.019
154 Waru Hibiscus tiliaceus 59 18,78 0.027
155 Na Bischofia javanica Bl. 58 18,47 0.026
156 Waru Hibiscus tiliaceus 49 15,60 0.019
22 157 Kaliandra Calliandra sp. 50 15,92 0,019
158 Kaliandra Calliandra sp. 60 19,10 0,028
159 Na Bischofia javanica Bl. 62 19,74 0,030
160 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 59 18,78 0,027
Arg.
161 Na Bischofia javanica Bl. 57 18,15 0,025
162 Waru Hibiscus tiliaceus 58 18,47 0,026
163 Waru Hibiscus tiliaceus 62 19,74 0,030
164 Kaliandra Calliandra sp. 59 18,78 0,027
165 Na Bischofia javanica Bl. 50 15,92 0,019
23 166 Kaliandra Calliandra sp. 59 18,78 0.027
167 Kaliandra Calliandra sp. 39 12,42 0.012
168 Kaliandra Calliandra sp. 47 14,96 0.017
169 Kaliandra Calliandra sp. 40 12,73 0.012
170 Kaliandra Calliandra sp. 52 16,56 0.021
171 Waru Hibiscus tiliaceus 50 15,92 0.019
172 Waru Hibiscus tiliaceus 59 18,78 0.027
173 Waru Hibiscus tiliaceus 58 18,47 0.026
174 Singgih Saurauia schmutzii 49 15,60 0.019
24 175 Kaliandra Calliandra sp. 61 19,42 0.029

65
176 Kaliandra Calliandra sp. 45 14,33 0.016
177 Kaliandra Calliandra sp. 56 17,83 0.024
178 Kaliandra Calliandra sp. 52 16,56 0.021
179 Kaliandra Calliandra sp. 43 13,69 0.014
180 Mboa Melastoma malabathricum 39 12,42 0.012
181 Kebu Omalanthus giganteus 37 11,78 0.01
182 Mboa Melastoma malabathricum 48 15,28 0.018
183 Kebu Omalanthus giganteus 59 18,78 0.027
184 Kaliandra Calliandra sp. 38 12,10 0.011
185 Kaliandra Calliandra sp. 54 17,19 0.023
25 186 Kaliandra Calliandra sp. 55 17,51 0.024
187 Kaliandra Calliandra sp. 48 15,28 0.018
188 Kaliandra Calliandra sp. 39 12,42 0.012
189 Kaliandra Calliandra sp. 58 18,47 0.026
190 Kaliandra Calliandra sp. 39 12,42 0.012
191 Mboa Melastoma malabathricum 56 17,83 0.024
192 Kebu Omalanthus giganteus 60 19,10 0.028
193 Mboa Melastoma malabathricum 52 16,56 0.021
194 Kebu Omalanthus giganteus 43 13,69 0.014
195 Kaliandra Calliandra sp. 48 15,28 0.018
196 Kaliandra Calliandra sp. 49 15,60 0.019
26 197 Kaliandra Calliandra sp. 56 17.83 0.025
198 Kaliandra Calliandra sp. 49 15.61 0.019
199 Kaliandra Calliandra sp. 50 15.92 0.020
200 Kaliandra Calliandra sp. 60 19.11 0.029
201 Kaliandra Calliandra sp. 56 17.83 0.025
202 Waru Hibiscus tiliaceus 47 14.97 0.018
203 Singgih Saurauia schmutzii 40 12.74 0.013
204 Waru Hibiscus tiliaceus 42 13.38 0.014
205 Singgih Saurauia schmutzii 51 16.24 0.021
206 Waru Hibiscus tiliaceus 48 15.29 0.018
27 207 Mboa Melastoma malabathricum 57 18.15 0.026
208 Mboa Melastoma malabathricum 53 16.88 0.022
209 Singgih Saurauia schmutzii 42 13.38 0.014
210 Singgih Saurauia schmutzii 45 14.33 0.016
211 Mboa Melastoma malabathricum 54 17.20 0.023
212 Singgih Saurauia schmutzii 49 15.61 0.019
213 Kaliandra Calliandra sp. 48 15.29 0.018
214 Kaliandra Calliandra sp. 47 14.97 0.018

66
215 Kaliandra Calliandra sp. 59 18.79 0.028
216 Na Bischofia javanica Bl. 57 18.15 0.026
217 Wuja Macaranga Tanarius Muell- 49 15.61 0.019
Arg.
218 Na Bischofia javanica Bl. 51 16.24 0.021
28 219 Kelo Ficus variegate Bl. 56 17.83 0.025
220 Ampupu Eucalyptus urophylla 48 15.29 0.018
221 Kelo Ficus variegate Bl. 54 17.20 0.023
222 Kaliandra Calliandra sp. 60 19.11 0.029
223 Kaliandra Calliandra sp. 59 18.79 0.028
224 Kaliandra Calliandra sp. 53 16.88 0.022
225 Kaliandra Calliandra sp. 52 16.56 0.022
226 Kaliandra Calliandra sp. 40 12.74 0.013
227 Ara Ficus racemosa L. 41 13.06 0.013
228 Kelo Ficus variegate Bl. 58 18.47 0.027
229 Ara Ficus racemosa L. 53 16.88 0.022
230 Kelo Ficus variegate Bl. 59 18.79 0.028
29 231 Kaliandra Calliandra sp. 60 19.11 0.029
232 Kaliandra Calliandra sp. 49 15.61 0.019
233 Kaliandra Calliandra sp. 58 18.47 0.027
234 Kaliandra Calliandra sp. 59 18.79 0.028
235 Kaliandra Calliandra sp. 41 13.06 0.013
236 Mboa Melastoma malabathricum 58 18.47 0.027
237 Kebu Omalanthus giganteus 54 17.20 0.023
238 Mboa Melastoma malabathricum 59 18.79 0.028
239 Kebu Omalanthus giganteus 53 16.88 0.022
240 Singgih Saurauia schmutzii 49 15.61 0.019
241 Singgih Saurauia schmutzii 47 14.97 0.018
242 Singgih Saurauia schmutzii 39 12.42 0.012
243 Kebu Omalanthus giganteus 40 12.74 0.013
30 244 Kaliandra Calliandra sp. 56 17.83 0.025
245 Kaliandra Calliandra sp. 39 12.42 0.012
246 Kaliandra Calliandra sp. 54 17.20 0.023
247 Waru Hibiscus tiliaceus 49 15.61 0.019
248 Singgih Saurauia schmutzii 42 13.38 0.014
249 Waru Hibiscus tiliaceus 59 18.79 0.028
250 Singgih Saurauia schmutzii 48 15.29 0.018
251 Waru Hibiscus tiliaceus 51 16.24 0.021
252 Kaliandra Calliandra sp. 58 18.47 0.027

67
253 Waru Hibiscus tiliaceus 42 13.38 0.014
254 Waru Hibiscus tiliaceus 53 16.88 0.022
255 Singgih Saurauia schmutzii 39 12.42 0.012
31 256 Kaliandra Calliandra sp. 56 17.83 0.025
257 Kaliandra Calliandra sp. 53 16.88 0.022
258 Kaliandra Calliandra sp. 59 18.79 0.028
259 Kaliandra Calliandra sp. 49 15.61 0.019
260 Mboa Melastoma malabathricum 38 12.10 0.011
261 Kebu Omalanthus giganteus 39 12.42 0.012
262 Mboa Melastoma malabathricum 47 14.97 0.018
263 Kebu Omalanthus giganteus 59 18.79 0.028
264 Ua Calamus heterocanthus 52 16.56 0.022
265 Ua Calamus heterocanthus 60 19.11 0.029

68
Lampiran 4. Data Hasil Pengamatan Tingkat Pancang

No No. Nama Jenis Nama Ilmiah Jumlah


PU
1. 1 Mboa Melastoma malabathricum 2
2 Singgih Saurauia schmutzii 1
3 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 3
Bl.
4 Oja Rhus taitensis 1
2. 5 Mboa Melastoma malabathricum 1
6 Singgih Saurauia schmutzii 3
7 Waru Hibiscus tiliaceus 2
8 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 1
Bl.
3. 9 Kaliandra Calliandra sp. 1
10 Mboa Melastoma malabathricum 1
11 Oja Rhus taitensis 1
12 Waru Hibiscus tiliaceus 1
13 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 2
Bl.
4. 14 Kaliandra Calliandra sp. 3
15 Oja Rhus taitensis 1
16 Singgih Saurauia schmutzii 2
17 Waru Hibiscus tiliaceus 1
5. 18 Kaliandra Calliandra sp. 2
19 Mboa Melastoma malabathricum 1
20 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 2
Bl.
21 Waru Hibiscus tiliaceus 2
22 Oja Rhus taitensis 1
6. 23 Kaliandra Calliandra sp. 2
24 Singgih Saurauia schmutzii 1
25 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 1
Bl.
7. 26 Kaliandra Calliandra sp. 1
27 Singgih Saurauia schmutzii 1
28 Oja Rhus taitensis 1
29 Waru Hibiscus tiliaceus 1
8. 30 Kaliandra Calliandra sp. 3
31 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 3
Bl.
32 Singgih Saurauia schmutzii 2
9. 33 Kaliandra Calliandra sp. 2
34 Mboa Melastoma malabathricum 1
35 Singgih Saurauia schmutzii 3
36 Oja Rhus taitensis 1
10. 37 Kaliandra Calliandra sp. 1
38 Waru Hibiscus tiliaceus 2
39 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 1

69
Bl.
40 Oja Rhus taitensis 1
11. 41 Kaliandra Calliandra sp. 2
42 Mboa Melastoma malabathricum 1
43 Singgih Saurauia schmutzii 3
44 Waru Hibiscus tiliaceus 1
12. 45 Kaliandra Calliandra sp. 2
46 Mboa Melastoma malabathricum 1
47 Oja Rhus taitensis 1
13. 48 Kaliandra Calliandra sp. 1
49 Mboa Melastoma malabathricum 1
50 Oja Rhus taitensis 1
51 Waru Hibiscus tiliaceus 1
14. 52 Kaliandra Calliandra sp. 1
53 Mboa Melastoma malabathricum 1
54 Singgih Saurauia schmutzii 4
55 Oja Rhus taitensis 1
56 Waru Hibiscus tiliaceus 3
15. 57 Kaliandra Calliandra sp. 3
58 Mboa Melastoma malabathricum 1
59 Oja Rhus taitensis 1
60 Singgih Saurauia schmutzii 1
61 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 2
Bl.
16. 62 Kaliandra Calliandra sp. 2
63 Mboa Melastoma malabathricum 1
64 Singgih Saurauia schmutzii 3
65 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 3
Bl.
17. 66 Kaliandra Calliandra sp. 2
67 Mboa Melastoma malabathricum 1
68 Singgih Saurauia schmutzii 1
69 Waru Hibiscus tiliaceus 2
18. 70 Kaliandra Calliandra sp. 1
71 Mboa Melastoma malabathricum 1
72 Singgih Saurauia schmutzii 2
73 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 3
Bl.
19. 74 Kaliandra Calliandra sp. 2
75 Mboa Melastoma malabathricum 1
76 Singgih Saurauia schmutzii 2
77 Waru Hibiscus tiliaceus 1
20. 78 Kaliandra Calliandra sp. 3
79 Mboa Melastoma malabathricum 1
80 Waru Hibiscus tiliaceus 2
81 Oja Rhus taitensis 1
82 Singgih Saurauia schmutzii 1
83 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 4
Bl.

70
21. 84 Kaliandra Calliandra sp. 2
85 Mboa Melastoma malabathricum 1
86 Oja Rhus taitensis 1
87 Waru Hibiscus tiliaceus 1
22. 88 Kaliandra Calliandra sp. 3
89 Mboa Melastoma malabathricum 1
90 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 1
Bl.
91 Oja Rhus taitensis 2
23. 92 Kaliandra Calliandra sp. 1
93 Waru Hibiscus tiliaceus 1
94 Mboa Melastoma malabathricum 1
95 Oja Rhus taitensis 2
24. 96 Kaliandra Calliandra sp. 2
97 Waru Hibiscus tiliaceus 1
98 Mboa Melastoma malabathricum 1
99 Oja Rhus taitensis 2
25. 100 Kaliandra Calliandra sp. 2
101 Mboa Melastoma malabathricum 1
102 Singgih Saurauia schmutzii 3
103 Waru Hibiscus tiliaceus 1
26. 104 Kaliandra Calliandra sp. 1
105 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 2
Bl.
106 Mboa Melastoma malabathricum 1
107 Singgih Saurauia schmutzii 2
27. 108 Kaliandra Calliandra sp. 4
109 Waru Hibiscus tiliaceus 1
110 Singgih Saurauia schmutzii 1
28. 111 Kaliandra Calliandra sp. 2
112 Mboa Melastoma malabathricum 1
113 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 3
Bl.
114 Singgih Saurauia schmutzii 2
29. 115 Kaliandra Calliandra sp. 2
116 Waru Hibiscus tiliaceus 1
117 Mboa Melastoma malabathricum 2
118 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 2
Bl.
30. 119 Kaliandra Calliandra sp. 2
120 Singgih Saurauia schmutzii 3
121 Base Tabermaemontana sphaerocarpa 2
Bl.
122 Waru Hibiscus tiliaceus 1
31. 123 Kaliandra Calliandra sp. 3
124 Singgih Saurauia schmutzii 1
125 Mboa Melastoma malabathricum 2
126 Base Tabermaemontana sp. Bl. 2
129 Waru Hibiscus tiliaceus 1

71
Lampiran 5. Data Pengamatan Tingkat Semai

No No. Nama Jenis Nama Ilmiah Jumlah


PU
1 1 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 2
2 Jita Alstonia scholaris 1
3 Eu Areca catechu 1
4 Jati Hutan Terminalia sumbawana 2
2 5 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 1
6 Kaliandra Calliandra sp. 1
7 Mboa Melastoma malabathricum 2
8 Mera Mite Actinodaphe sp 2
9 Jita Alstonia scholaris 2
3 10 Mage Tamarindus indica 1
11 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 2
12 Eu Areca catechu 1
13 Jita Alstonia scholaris 2
14 Jati Hutan Terminalia sumbawana 1
4 15 Jati Hutan Terminalia sumbawana 1
16 Mage Tamarindus indica 2
17 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 1
18 Jita Alstonia scholaris 1
19 Eu Areca catechu 2
5 20 Mboa Melastoma malabathricum 1
21 Jati Hutan Terminalia sumbawana 1
22 Mage Tamarindus indica 1
23 Jita Alstonia scholaris 1
24 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 2
6 25 Kaliandra Calliandra sp. 2
26 Mboa Melastoma malabathricum 1
27 Eu Areca catechu 1
28 Jita Alstonia scholaris 2
29 Jati Hutan Terminalia sumbawana 2
7 30 Kaliandra Calliandra sp. 1
31 Mboa Melastoma malabathricum 2
32 Eu Areca catechu 1
33 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 2
34 Jita Alstonia scholaris 1
35 Jati Hutan Terminalia sumbawana 1
8 36 Kaliandra Calliandra sp. 3
37 Mage Tamarindus indica 1
38 Jita Alstonia scholaris 1
39 Eu Areca catechu 2
40 Jati Hutan Terminalia sumbawana 1
9 41 Kaliandra Calliandra sp. 1
42 Mage Tamarindus indica 1
43 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 3
44 Mera Mite Actinodaphe sp. 2
45 Jita Alstonia scholaris 2

72
46 Eu Areca catechu 1
10 47 Kaliandra Calliandra sp. 2
48 Mboa Melastoma malabathricum 1
49 Mera Mite Actinodaphe sp. 2
50 Mage Tamarindus indica 1
51 Singgih Saurauia schmutzii 2
11 52 Kaliandra Calliandra sp. 1
53 Eu Areca catechu 1
54 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 1
55 Mboa Melastoma malabathricum 1
56 Jita Alstonia scholaris 1
57 Mage Tamarindus indica 1
58 Jati Hutan Terminalia sumbawana 2
12 59 Kaliandra Calliandra sp. 2
60 Eu Areca catechu 1
61 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 2
62 Mage Tamarindus indica 1
13 63 Kaliandra Calliandra sp. 4
64 Jita Alstonia scholaris 1
65 Mboa Melastoma malabathricum 1
66 Mage Tamarindus indica 1
14 67 Kaliandra Calliandra sp. 1
68 Mboa Melastoma malabathricum 2
69 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 2
70 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
71 Mage Tamarindus indica 1
72 Jita Alstonia scholaris 1
15 73 Kaliandra Calliandra sp. 1
74 Eu Areca catechu 1
75 Mboa Melastoma malabathricum 1
76 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 2
77 Mage Tamarindus indica 1
78 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
16 79 Kaliandra Calliandra sp. 1
80 Mera Mite Actinodaphe sp. 2
81 Mboa Melastoma malabathricum 1
82 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 1
83 Jita Alstonia scholaris 2
84 Singgih Saurauia schmutzii 2
85 Mage Tamarindus indica 1
86 Eu Areca catechu 1
17 87 Kaliandra Calliandra sp. 2
88 Jita Alstonia scholaris 1
89 Mboa Melastoma malabathricum 1
90 Singgih Saurauia schmutzii 2
91 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 1
92 Eu Areca catechu 2
18 93 Kaliandra Calliandra sp. 1
94 Puka Chiatea sp. 1

73
95 Mboa Melastoma malabathricum 1
96 Jita Alstonia scholaris 1
97 Mage Tamarindus indica 1
98 Singgih Saurauia schmutzii 2
19 99 Kaliandra Calliandra sp. 1
100 Puka Chiatea sp. 2
101 Mboa Melastoma malabathricum 1
102 Mage Tamarindus indica 1
20 103 Kaliandra Calliandra sp. 1
104 Mboa Melastoma malabathricum 2
105 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
106 Puka Chiatea sp. 1
107 Jita Alstonia scholaris 1
21 108 Kaliandra Calliandra sp. 1
109 Puka Chiatea sp. 1
110 Mboa Melastoma malabathricum 1
111 Mage Tamarindus indica 1
112 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
113 Jita Alstonia scholaris 2
114 Singgih Saurauia schmutzii 1
22 115 Kaliandra Calliandra sp. 1
116 Puka Chiatea sp. 1
117 Mboa Melastoma malabathricum 1
118 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
119 Mage Tamarindus indica 1
120 Singgih Saurauia schmutzii 1
23 121 Kaliandra Calliandra sp. 1
122 Jita Alstonia scholaris 2
123 Mboa Melastoma malabathricum 1
124 Singgih Saurauia schmutzii 1
125 Mage Tamarindus indica 1
126 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 1
129 Puka Chiatea sp. 1
24 130 Kaliandra Calliandra sp. 1
131 Mboa Melastoma malabathricum 1
132 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 1
133 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
134 Singgih Saurauia schmutzii 1
135 Puka Chiatea sp. 1
26 136 Kaliandra Calliandra sp. 2
137 Mboa Melastoma malabathricum 1
138 Kaju Bai Aglaila teysmaniana 2
139 Puka Chiatea sp. 1
140 Singgih Saurauia schmutzii 1
27 141 Kaliandra Calliandra sp. 2
142 Mboa Melastoma malabathricum 1
143 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
144 Singgih Saurauia schmutzii 1
145 Puka Chiatea sp. 1

74
28 146 Kaliandra Calliandra sp. 2
147 Mboa Melastoma malabathricum 1
148 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
149 Singgih Saurauia schmutzii 1
29 150 Kaliandra Calliandra sp. 2
151 Mboa Melastoma malabathricum 1
152 Mage Tamarindus indica 1
153 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
30 154 Kaliandra Calliandra sp. 1
155 Mboa Melastoma malabathricum 2
156 Singgih Saurauia schmutzii 1
157 Mage Tamarindus indica 1
158 Mera Mite Actinodaphe sp. 2
31 159 Kaliandra Calliandra sp. 1
160 Mboa Melastoma malabathricum 2
161 Mera Mite Actinodaphe sp. 1
162 Singgih Saurauia schmutzii 2

75

Anda mungkin juga menyukai