Oleh
Nama : Isnani
NIM : 1957301025
Kelas : TI 4A
No Praktikum : 03/PGIS/4A/TI/2021
Judul Praktikum : Citra Acuan dan Citra Terkoordinat
Tanggal Praktikum : 26 September 2022
Tanggal Penyerahan : 3 Oktoberber 2022
Nama Praktikan : Isnani
NIM : 1957301025
Kelas : TI 4A
Nilai :
Mulyadi,S.T.,M.Eng
NIP. 19730723 200212 1 001
DAFTAR ISI
2
DAFTAR GAMBAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 TUJUAN
1. Mahasiswa memahami konsep dasar Sistem Informasi Geografis.
2. Mahasiswa mampu mampu membuat citra acuan dan terkoordinat.
3. Mahasiswa mampu mengenali aplikasi ArcGIS dan Google Earth Pro sebagai software
yang digunakan dalam pengelolaan Sistem Informasi Geografis.
4. Mahasiswa mampu mengambil citra acuan sebuah desa menggunakan Google Earth
dan ArcGIS.
1.2.2 Overlay
Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis).
Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain
dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay
menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan
menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta
tersebut.
4
Gambar 1Teknik Overlay Dalam SIG
Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana
overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk
digabungkan secara fisik.
Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal
mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika
dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan
Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi
atribut lereng dan curah hujan.
Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan intersect. Jika
dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalahirisan.
Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian.
Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak.
Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay untuk menggabungkan atau
melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama namun beda atributnya yaitu :
1. Dissolve themes
Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara poligon yang mempunyai dataatribut
yang identik atau sama dalam poligon yang berbeda
Peta input yang telah di digitasi masih dalam keadaan kasar, yaitu poligon-poligon yang
5
berdekatan dan memiliki warna yang sama masih terpisah oleh garis poligon
Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis poligon tersebut dan menggabungkan
poligon-poligon yang terpisah tersebut menjadi sebuah poligon besar dengan warna atau atribut
yang sama.
2. Merge Themes
Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih layer menjadi 1 buah layer dengan
atribut yang berbeda dan atribut-atribut tersebut saling mengisi atau bertampalan, dan layer-
layernya saling menempel satu sama lain.
4. Intersect Themes
Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input atau masukan dengan
atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data
atribut dari kedua theme.
5. Union Themes
Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari tema overlay
untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas atribut.
6
Data spasial merupakan dasar operasional pada sistem informasi geografis. Data
spasial memberikan hasil pengamatan terhadap berbagai fenomena yang ada pada suatu
obyek spasial. Secara sederhana data spasial dinyatakan sebagai informasi alamat. Data
spasial ini dinyatakan dalam bentuk gridkoordinat seperti dalam sajian peta ataupun
dalam bentuk piksel seperti dalam bentuk citra satelit. Data spasial diperlukan untuk
merepresentasikan atau menganalisis berbagai informasi yang berkaitan dengan dunia
nyata. Pengambilan data dari dunia nyata tersebut sebanyak mungkin dapat menjelaskan
tentang variasi fenomena serta lokasi fenomena tersebut berada. Data spasial merupakan
sebuah gambaran sederhana dari dunia nyata yang sebenarnya. Dalam sistem informasi
geografis data spasial tersebut dapat menggambarkan sebaran dan lokasi fenomena. Data
spasial yang berbentuk raster biasanya diperoleh dari hasil scanning peta, belum berisi
informasi referensi spasial, baik yang tersimpan secara terpisah maupun yang bergabung
dengan file tersebut. Sehingga untuk menggunakan data seperti ini kita harus melakukan
proses georeferencing ke dalam suatu system koordinat tertentu yang disebut koreksi
spasial/geometri. Georeferenching merupakan kegiatan untuk memberi titik ikat koordinat
pada peta yang belum memiliki system koordinat.
1.1.2 Georeferensi
Proses georeferensi hanya melibatkan memilih piksel pada gambar raster dan
menentukan apa koordinat yang diwakilinya untuk menggambar vektor. Gambar dapat
dikodekan menggunakan khusus file format GIS atau disertai dengan file dunia. Untuk
georeferensi gambar, orang perlu pertama yang mendirikan titik kontrol, input diketahui
koordinat geografis titik kontrol ini, memilih parameter sistem koordinat dan proyeksi dan
meminimalkan residu. Residual adalah selisih antara koordinat titik kontrol dan koordinat
diprediksi oleh model geografis dibuat menggunakan titik kontrol (Hatati, 1994).
1.1.3 Sistem Koordinat
Koordinat adalah suatu titik yang didapatkan dari hasil perpotongan dari garis latitude
(lintang) dengan garis bujur (longitude) sehingga akan menunjukan lokasi pada suatu daerah.
Umumnya koordinat dibedakan menjadi koordinat Geographic dan Universal Transver Mercator
(UTM). Pada Koordinat Geogprahic dibedakan menjadi tiga berdasarkan satuannya yaitu :
1. Degree, Decimal (DD,DDDD) Contoh : S 3.56734 E 104.67235
7
2. Degree, Minute (DD MM,MMMM) Contoh : S 3⁰ 43,5423’ E 104 33,6445’
3. Degree, Minute, Second (DD MM SS,SS) Contoh : S 3⁰ 43’ 45,22” E104 33’ 33,25”
Pada Bujur/Longitude (X) merupakan garis yang perpindahannya secara vertical dan pada
Lintang/Lattitude (Y) merupakan garis yang mempunyai perpindahan secara horizontal, pada
(Gambar 1) menjelaskan perpotongan antara garis bujur dan garis lintang akan membentuk suatu
titik pertemuan yang biasa disebut dengan titik koordinat.
Setiap zona mencangkup 6 derajat bujur (longitude) dan memiliki meridian tengah
tersendiri. Sistem koordinat UTM menggunakan satuan unit meter. Setiap zona memiliki panjang
x sebesar 500.000 meter dan panjang y sebesar 10.000.000 meter. Sistem UTM akan membagi
bumi kedalam beberapa zona grid (kotak) dan posisinya akan selalu dapat diindikasikan melalui
posisi timur (easting) dan utara (northing) pada setiap sel-sel grid ini.
Sistem koordinat UTM akan bersandar pada ukuran satuan meter dimana system ini akan
menggabungkan kesederhanaan system decimal dan juga akan lebih mudah dipahami dengan 10
setiap satuannya.
Di sisi yang lain, system koordinat lintang/bujur (latitude/longitude) bersandar pada satuan
pengukuran derajat, menit dan detik dimana system ini akan menggabungkan system sudut/agihan
(angular) dan lebih sulit dipahami dengan setiap satuan 60 pada system ini. Meski demikian,
system UTM akan sulit dipahami ketika bekerja dengan data yang terletak pada beberapa zone
grid sekaligus. Pada wilayah Australia utara yang mana akan meliputi suatu area Negara yang
besar (dan ini akan melintasi banyak zona grid), biasanya kita akan bekerja dengan sustem geografi
(lintang dan bujur). Meski demikian, ketika bekerja pada lansekap yang kecil maka system UTM
8
akan lebih berguna untuk digunakan. Dimana yang terpenting adalah bagaimana memahami cara
kerja system koordinat yang kita gunakan.
1. Laptop Asus
2. ArcGIS 10.8
3. Google Earth Pro
9
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PERCOBAAN
10
3. Setelah melakukan pencarian nama gampong, maka akan muncul gampong blang
5. Kemudan membuat titik acuan dengan cara , klik icon add placemark
11
6. Membuat nama titik
7. Memilih icon kotak yang mempresentasikan letak koordinat yang akan dibuat.Simbol berbentuk
lingkaran hitam kecil didalamnya dimaksudkan untuk memperjelas letak titik koordinat yang akan
menjadi acuan saat proses georeferencing peta.
12
8. Buatlah 4 titik acuan atas kiri kanan , bawah kiri kanan, seperti gambar dibawah ini.
9. Selanjutnya simpan file yang telah dibuat titik koordinat klik file=>save=> save image
10. Kemudian klik map option => unchecklist title and description, legend, scale, compass,
13
11. Pilih resolusi gambar yang akan disimpan yaitu Maximum(8192x4887) untuk mendapatkan
gambar citra yang bagus
12. Kemudian simpan file tersebut pada folder yang kamu inginkan
14
2.2 Mengimpor Ke ArchGIS
1. Membuka aplikasi ArcgGIS
2. Menambahkan gambar yang telah diberi titik koordinat pada google earth dengan cara add data
3. Kemudian atur sistem koordinat yang akan digunakan, klik kanan pilih data frame
Pada tahapan ini menggunakan sistem koordinat geografis dengan WGS 1984 untuk sistem
koordinat di Indonesia paling cocok adalah WGS 1984
15
Gambar 15 Tahapan Atur Sistem Coordinate
4. Kemudian pilih Project Manager=> Northern Hemisphere=>WGS 1984 UTM Zone 1984 47N
klik apply dan ok
16
Gambar 17 Mengaktifkan georeferencing
6. Setelah itu memulai proses georeferencing masukkan koordinat DMS yang akan kita
georeferencing. Zoom sebesar-besarnya agar gambar dihasilkan bagus.
7. Memasukkan nilai latitude dan longitude dari google earth ke DMS Longitude dan Latitude
arghGIS titik I
17
8. Memasukkan nilai DMS titik 2
18
10. Kemudian mengupdate georeferencing , klik update georeferencing
Gambar 23 ArcToolBox
19
13. Pilih layer yang akan di konversi ke KML
Gambar 26 Layer
20
15. Hasil layer yang dikonversi , ditempatkan pada file yang ingin dituju dengan ekstansi
kmz,kemudian klik ok.
16. Kemudian klik output file untuk melihat hasil yang telah dikonversi
21
17. Hasil di google earth
Gambar 29 Hasil
2.3 Analisa
Pada percobaan ini membuat titik acuan pada gampong blang matangkuli, mengambil 4 titik
koordinat sebagai acuan , menggunakan 2 sistem koordinat yaitu Latitude dan Longitude, dan
menggunakan sistem datum koordinat WGS 1984 ,mengkonversi nilai longitude dan latitude
dari Google Earth untuk diinputkan di Arch GIS,
22
BAB III
KESIMPULAN
Georeferencing adalah proses untuk menetapkan koordinat dunia nyata untuk
setiap piksel pada layer.
Seringkali koordinat-koordinat ini didapatkan dengan melakukan survey lapangan,
mengumpulkan
koordinat dengan alat gps untuk mengidentifikasi fitur pada sebuah gambar atau peta.
Pada sebuah percobaan, untuk mendigitasi peta scan, bisa memperoleh koordinat dari
tanda pada peta itu sendiri.
Untuk memulai tahapan georeferencing, pastikan kita telah menyediakan peta yang akan di
gepreferencing/ register. Terdapat 2 cara dalam proses georeferencing pada Arcgis:
1. Menempatkan titik control pada suatu garis perpotongan lintang dan bujur
2. Menempatkan titik control pada peta kemudian memasukkan nilai koordinat titik
control tersebut dengan menggunakan titik acuan yang sebelumnya telah dibuat.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Bafdal, N., Kharistya Amaru, dan Boy Macklin Pareira P. 2012.
Petunjuk Praktikum Sistem Informasi Geografis.
http://geosriwijaya.com/2016/07/pengertian-dan-komponen-arcgis/
Jurusan TMIP FTIP Unpad. Bandung Husein, R. 2006.
2. Gunawan, Risal. (2015) “Praktikum Sistem Informasi Geografis Penginstalan Arcgis”.
Kendari : Universitas Halu Oleo.
3. https://bappeda.ntbprov.go.id/wp-
content/uploads/2013/09/Bab07_SistemKoordinat.pdf
24