Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Dosen Pengampu:
Purwanto, S.Pd., M.Si.

ACARA 5
PENGGUNAAN OVERLAY UNTUK ANALISIS KAWASAN
RAWAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN BONDOWOSO

Disusun Oleh:
Nama : Muhammad Idham Akmalani
NIM : 190722638008
Off/Tahun : H/2019

PROGRAM STUDI GEOGRAFI


JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2020
5.1 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu melakukan proses overlay pada peta Kabupaten
Bondowoso sehingga menjadi tema baru yang berisi informasi gabungan.
2. Mahasiswa mampu membuat peta baru yaitu kerawanan bencana tanah
longsor di Kabupaten Bondowoso dengan teknik overlay.
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa spasial overlay untuk fenomena
kerawanan bencana tanah longsor melalui aplikasi ArcGIS.

5.2 DASAR TEORI


SIG merupakan suatu perangkat yang telah berbasiskan teknologi komputer
berupa perangkat lunak dimana, mampu mengerjakan proses pemasukan (input),
penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan mengeluarkan informasi geografis.
Dengan demikian, Sistem Informasi Geografis merupakan sistem komputer yang
memiliki empat komponen di dalamnya dan mampu menangani data yang
bereferensi geografis, yaitu: masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan
dan pemanggilan data), serta analisis dan manipulasi data (Prahasta, 2007).
Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem
manual (analog) dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Dari kedua
jenis diatas perbedaan yang mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem
informasi manual hanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar
transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan
laporan survei lapangan. Keseluruhan data akan dikompilasikan dan di analisa
secara manual tanpa bantuan komputer. Sedangkan, sistem informasi geografis
otomatis ke semua proses tersebut dilakukan dengan bantuan komputer.
Overlay
Overlay adalah proses penumpang susunan dua layer peta atau lebih yang
menghasilkan data baru yang mengintegrasikan informasi dari kedua layer
penyusunnya. Overlay digunakan untuk misalnya apabila kita ingin mengetahui
misalnya dimana saja permukiman yang menempati lahan dengan kemiringan
lereng relatif datar. Untuk menjawab pertanyaan diatas kita perlu meng-
overlaykan antara peta penggunaan lahan dan peta kemiringan lereng, kemudian
hasilnya di-query.
Gambar 1. Ilustrasi Overlay
Sumber : Modul Tutorial 7 Analisis Spasial 1

Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta


baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk
dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari
informasi peta pembentuknya. Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka
di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah
hujan.
Terdapat beberapa macam kategori overlay, namun dua yang paling penting
adalah intersect dan union. Intersect adalah penggabungan dua layer dengan hanya
menyisakan bagian yang overlap dari kedua layer tersebut sebagai keluarannya.
Sedangkan Union adalah penggabungan dua layer dengan tetap menyisakan
seluruh bagian dari kedua layer masukan. Menurut Guntara (2013) ada beberapa
fasilitas yang dapat digunakan pada overlay untuk menggabungkan atau
melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama namun beda atributnya yaitu :
1. Dissolve themes
2. Merge Themes
3. Clip One Themes
4. Intersect Themes
5. Union Themes
6. Assign Data Themes
Gambar 2. Intersect Feature
Sumber : Modul Tutorial 7 Analisis Spasial 1

Gambar 3. Union Feature


Sumber : Modul Tutorial 7 Analisis Spasial 1

Kawasan Rawan Bencana


Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang terindikasikan sebagai wilayah
yang rawan bencana. Bencana yang dimaksud yaitu seperti banjir, tanah longsor,
gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dan lain sebagainya. Setiap wilayah
memiliki kerawanan yang berbeda-beda, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor
fisik maupun faktor manusia. Dalam penanganannya juga disesuaikan dengan
kemampuan wilayah dan sangat bergantung pada penanganan yang dilakukan oleh
manusia yang tinggal di daerah tersebut.
Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam yang dapat terjadi setiap
saat, salah satunya adalah bencana tanah longsor yang sering mengakibatkan
kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana
dan prasarana lainnya yang bisa berdampak pada kondisi ekonomi dan sosial.
Tanah longsor merupakan suatu aktivitas dari proses gangguan keseimbangan
yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih
tinggi ke tempat yang lebih rendah. Gerakan tanah merupakan salah satu proses
geologi yang terjadi akibat interaksi beberapa kondisi antara lain geomorfologi,
struktur geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Kondisi yang saling
berpengaruh tersebut dapat mewujudkan kondisi lereng yang cenderung bergerak
(Karnawati, 2005). Pergerakan tanah dapat diketahui dengan tanda–tanda seperti
munculnya retak tarik dan kerutan di permukaan lereng, miringnya pepohonan,
hilangnya kelurusan fondasi bangunan dan lainnya (Hardiyatmo, 2012).
Menurut Effendi dan Hariyanto (2016) terjadinya tanah longsor dan
disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab terjadinya tanah longsor dikarenakan
gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahannya. Adapun
beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya tanah longsor seperti curah hujan,
lereng terjal, kepadatan tanah, jenis batuan, jenis tata lahan, dan adanya getaran.
Kondisi topografi yang berbukit dan bergunung, tingginya tingkat kepadatan
penduduk di wilayah perbukitan serta pemanfaatan lahan dan ruang yang kurang
baik menimbulkan tekanan terhadap ekosistem (Effendi dan Hariyanto, 2016).
Untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih besar dan banyak akibat bahaya
tanah longsor, diperlukan upaya-upaya yang mengarah kepada tindakan
meminimalisir akibat yang akan ditimbulkan. Untuk dapat memantau dan
mengamati fenomena tanah longsor di suatu kawasan diperlukan adanya suatu
identifikasi dan pemetaan daerah rawan tanah longsor yang mampu memberikan
gambaran kondisi kawasan yang ada berdasarkan faktor penyebab terjadinya
tanah longsor.
Pembuatan peta rawan longsor dapat menggunakan Sistem Informasi
Geografis, sehingga dapat diketahui daerah yang terdampak (Firdaus dan Sukojo,
2015). Pembuatan peta potensi bahaya tanah longsor dengan menggunakan SIG
mampu memberikan solusi dan kemudahan dalam analisis spasial secara berulang,
kontinu, cepat dan akurat. Bahaya tanah longsor dapat diidentifikasi secara cepat
melalui sistem informasi geografis dengan menggunakan metode tumpang susun
atau overlay terhadap parameter-parameter penyebab tanah longsor seperti: curah
hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian, dan tutupan lahan.

5.3 ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Laptop
b. Software ArcGIS 10.6.1
2. Bahan
a. Peta Digital Lereng Kabupaten Bondowoso
b. Peta Digital Curah Hujan Kabupaten Bondowoso
c. Peta Digital Jenis Tanah Kabupaten Bondowoso

5.4 METODE
1. Mulai ArcMap dengan klik Start > Programs > ArcGIS > ArcMap 10.6.1Pada
laptop.

2. Loading…

3. Pada saat ArcMap 10.6.1 dijalankan, maka akan terlihat kotak dialog Startup
yang akan memberikan pilihan untuk memulai sebuah sesi pekerjaan. Kita
dapat memilih antara lain : membuka Map baru (open new map), membuka
format yang telah disediakan (template), atau membuka sebuah dokumen
yang telah ada atau dokumen yang telah dibuat sebelumnya.
4. Untuk halaman kerja kosong, klik Blank Map dan Ok. Maka tampilannya
akan seperti berikut :

5. Tampilkan peta kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah Kabupaten
Bondowoso

6. Buka data atribut Peta Lereng isikan dengan nilai skor sebagai berikut :
Tabel 1. Bobot Skor Kemiringan Lereng Kabupaten Bondowoso
Kemiringan Skor
0-2% 1
3-15% 2
16-40% 4
40% keatas 5

7. Lakukan hal yang sama pada Peta Curah Hujan dan berikan bobot sebagai
berikut :
Tabel 2. Bobot Skor Curah Hujan Kabupaten Bondowoso
Curah Hujan Skor
<1000 mm 2
1500-2000 mm 3
2000-2500 mm 4
>2500 mm 5

8. Lakukan hal yang sama pada peta jenis tanah dan berikan bobot sebagai
berikut :
Tabel 3. Bobot Skor Jenis Tanah Kabupaten Bondowoso
Jenis Tanah Skor
Tanah asos, andosol kelabu, dan
regosol kelabu; Tanah grumosol
1
kelabu; Tanah kompleks latosol
coklat kemerahan dan litosol
Tanah kompleks mediteran 2
grumosol, regosol, dan litosol;
Tanah asos, litosol, dan latosol
coklat kemerahan; Tanah asos,
andosol kelabu dan regosol
kelabu
Tanah regosol coklat
kekelabuan; Tanah kompleks
3
mediteran coklat dan litosol;
Tanah regosol coklat
Tanah letosol coklat kemerahan;
Tanah asos andosol coklat dan
4
regosol kelabu; Tanah kompleks
regosol dan litosol
Tanah andosol coklat
kekuningan; Tanah kompleks
5
mediteran coklat kemerahan dan
litosol

9. Lakukan proses overlay dengan perintah sebagai berikut: Klik ArcToolbox →


Analysis Tools → Overlay → Intersect → Double Klik
10. Buka data atribut pada peta hasil overlay, selanjutnya buat kolom
“Jumlah_Skor”→ Gunakan menu “Field Calculator” → Masukan formula
penjumlahan sebagai berikut: Skor + Skor_1 + ch → selanjutnya Oke.

11. Selanjutnya tentukan range/interval dengan menggunakan nilai tertinggi-nilai


terendah dibagi dengan jumlah kelas:
nilai tertinggi−nilai terenda h
Interval=
jumla h kelas Interval
15−4
Interval=
5
Interval=2,2
12. Setelah ditentukan interval, maka nilai interval ditambahkan :
 4 + 2,2 = 6,2 → Potensi Longsor Sangat Rendah
 6,2 + 2,2 = 8,4 → Potensi Longsor Rendah
 8,4 + 2,2 = 10,6 → Potensi Longsor Sedang
 10,6 + 2,2 = 12,8 → Potensi Longsor Tinggi
 12,8 + 2,2 = 15 → Potensi Longsor Sangat Tinggi
13. Hasil pembagian selanjutnya gunakan untuk menentukan kelas interval pada
kolom “Kelas”.
14. Untuk melakukan klasifikasi gunakan menu Select by Atributes... →
Masukan formula dengan cara: Double Klick Field “Jumlah_Sko” yang
digunakan
sebagai kolom acuan klasifikasi → Pilih Operator dengan cara klik tanda (<=)
→ tuliskan atau klik/ketik angka 6,2 → Ok. Otomatis tabel akan terselect.

15. Untuk mengisikan tabel, klik kanan pada judul kolom →pilih Field Calculator
→ kemudian ketikan “Potensi Longsor Sangat Rendah” (untuk mengetikan
kalimat awali tanda petik dan akhir tanda petik) → Oke. Otomatis kolom akan
terisi.
16. Untuk selanjutnya lakukan dengan langkah yang sama pada poin 14 dan 15.

17. Setelah selesai hasilnya akan seperti pada gambar berikut.

18. Peta perlu dirapikan dengan melakukan proses dissolve, yaitu dengan cara:
Klick ArcCatalog → Data Manajement Tools → Generalization → Dissolve.
Kemudian isikan sebagai berikut:
5.5 HASIL
1. Peta Analisis Kerawanan Bencana Alam Tanah Longsor Kabupaten
Bondowoso (terlampir).
5.6 PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan proses overlay untuk dapat
melakukan analisis kerawanan bencana tanah longsor di Kabupaten Bondowoso.
Salah satu wilayah yang terindikasi bencana tanah longsor paling tinggi yaitu
Kecamatan Pakem dan Maesan. Dalam tahap overlay ini dikelaskan menjadi tiga
kelas yaitu kelas rendah, sedang, dan tinggi. Proses skoring peta dijelaskan
sebagai berikut.
1. Peta Curah Hujan
Melalui proses editing kita dapat mengetahui curah hujan tiap kecamatan di
Kabupaten Bondowoso. Untuk pembagian area dan skoring, di bagi menjadi 4
area, yaitu sebagai berikut.
Tabel 4. Bobot Skor Curah Hujan Kabupaten Bondowoso
Curah Hujan Skor
>1000 mm 2
1500-2000 mm 3
2000-2500 mm 4
>2500 mm 5

Skor 5 diberikan pada daerah yang memiliki curah hujan sangat tinggi
sehingga dapat menyebabkan bencana tanah longsor, begitu seterusnya hingga
skor 2 untuk daerah atau wilayah yang curah hujan kurang dari 1.000 mm/tahun
sehingga memiliki potensi tanah longsor yang lebih kecil jika dibandingkan
daerah yang memiliki skor 3 – 5.
2. Peta Kemiringan Lereng
Melalui proses editing peta kita dapat mengetahui kemiringan lereng di
Kabupaten Bondowoso, dan dapat memberikan skor untuk masing-masing tingkat
kemiringan lereng dimulai dari yang paling landai dengan skor 1 dan curam
dengan skor 5. Terdapat 11 poligon dengan kemiringan yang bervariasi, yaitu
sebagai berikut.
Tabel 5. Bobot Skor Kemiringan Lereng Kabupaten Bondowoso
Kemiringan Skor
0-2% 1
3-15% 2
16-40% 4
40% keatas 5
Daerah yang memiliki skor paling tinggi yaitu 5 (kemiringan sanga curam)
memiliki potensi terjadinya tanah longsor yang lebih besar jika dibandingkan
dengan daerah lainnya, skor 1 diberikan untuk daerah yang memiliki tingkat
kerawanan bencana tanah longsor paling minim, karena terletak di daerah dataran
rendah atau landau dengan kemiringan antara 0 – 2%.
3. Peta Jenis Tanah
Dapat diketahui bahwa jenis tanah di Kabupaten Bondowoso terbagi menjadi
19 area dan terdapat 14 Jenis tanah. Penentuan skoring jenis tanah ini ditentukan
dengan keterkaitan kerawanan bencana tanah longsor yang mempertimbangkan
tebal tanah, dan struktur tanahnya. Selain itu, skoring ini juga ditentukan
berdasarkan lapisan tanah dimana tanah yang dekat dengan daerah vulkanik atau
pegunungan dimungkinkan memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi daripada
di daerah dataran rendah. Untuk nilai skor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Bobot Skor Jenis Tanah Kabupaten Bondowoso
Jenis Tanah Skor
Tanah asos, andosol kelabu, dan
regosol kelabu; Tanah grumosol
1
kelabu; Tanah kompleks latosol
coklat kemerahan dan litosol
Tanah kompleks mediteran
grumosol, regosol, dan litosol;
Tanah asos, litosol, dan latosol
2
coklat kemerahan; Tanah asos,
andosol kelabu dan regosol
kelabu
Tanah regosol coklat
kekelabuan; Tanah kompleks
3
mediteran coklat dan litosol;
Tanah regosol coklat
Tanah letosol coklat kemerahan;
Tanah asos andosol coklat dan
4
regosol kelabu; Tanah kompleks
regosol dan litosol
Tanah andosol coklat
kekuningan; Tanah kompleks
5
mediteran coklat kemerahan dan
litosol

Skoring berjenjang ini ditentukan dari ketinggiannya mulai dari dataran tinggi
yang memiliki unsur hara banyak dan lapisan atau horizon yang lengkap memiliki
skor 5 kaya akan jenis tanah andosol, selanjutnya hingga daerah dataran rendah
yang minim akan unsur hara dan kandungan bahan organik yang lebih sedikit
seperti tanah litosol sehingga memiliki skor antara rentang 1 – 3.
Dari hasil prosedur overlay maka diperoleh gambaran wilayah kecamatan
yang masuk ke dalam kawasan yang dibagi menjadi lima kelas, yaitu sangat
rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
1. Kelas Sangat Rendah
Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
kelas sangat rendah adalah Kecamatan Prajekan bagian utara; sebagian
Kecamatan Taman Krocok; Kecamatan Tegal Ampel bagian timur; Kecamatan
Wringin bagian utara; Kecamatan Cermee bagian utara; sebagian kecil Kecamatan
Klabang; dan sebagian kecil Kecamatan Botolinggo. Perbedaan tingkat kerawanan
wilayah di masing-masing daerah ini ditentukan berdasarkan pemberian skoring
atau bobot sesuai kemiringan lereng, curah hujan dan jenis tanah yang ada.
Untuk kemiringan lereng diberi skor berdasarkan ketinggian tempat wilayah,
untuk data curah hujan pemberian bobot atau skor diberikan berdasarkan
intensitas hujan, sedangkan untuk jenis tanah diberi skor berdasarkan dan jenis
tanah dan kepekaan terhadap longsor. Faktor kemiringan lereng ini berkaitan
dengan ketinggian tempat dari masing-masing wilayah di Kabupaten Bondowoso.
Dimana semakin besar tingkat kemiringan dan ketinggian suatu lereng maka
kemantapan tanah akan berkurang. Faktor curah hujan, iklim juga dapat
mempengaruhi perubahan temperatur, jumlah hujan per tahun, dan juga
mempengaruhi tingkat pelapukan. Dari faktor iklim ini maka kekuatan batuan atau
tanah menjadi semakin kecil atau semakin berkurang. Sedangkan faktor jenis
tanahnya, kerawanan wilayah terhadap bencana tanah longsor dipengaruhi oleh
jenis tanah dan struktur tanahnya.
Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
kelas sangat rendah ini memiliki tingkat kemiringan lereng yaitu berkisar 0-2%
dan 3-15%. Untuk wilayah yang memiliki kemiringan lereng 0-2% yaitu wilayah
Kecamatan Prajekan; Kecamatan Botolinggo; dan Kecamatan Cermee. Sedangkan
sisanya adalah wilayah dengan kemiringan lereng berkisar 3-15%. Kecamatan
yang berada di wilayah rawan bencana ke dalam kelas rendah memiliki curah
hujan rata-rata yaitu 1.000 – 2.000 mm/tahun. Dimana untuk wilayah yang
memiliki curah hujan paling rendah berada di Kecamatan Prajekan; Kecamatan
Botolinggo; Kecamatan Klabang; Kecamatan Tegal Ampel; Kecamatan Wringin;
dan Kecamatan Cermee. Faktor curah hujan ini tidak terlalu berpengaruh dalam
penyebab bencana tanah longsor, namun faktor yang paling berpengaruh adalah
tingkat kemiringan lereng.
Untuk faktor jenis tanah, wilayah yang berada di kelas rendah untuk kawasan
rawan bencana longsor memiliki jenis tanah yang bermacam-macam. Diantaranya
adalah jenis tanah kawasan yang berada di wilayah kerawanan bencana rendah
memiliki jenis tanah dengan dominan jenis tanah grumosol. Tanah grumusol ini
memiliki sifat lempung yaitu sedikit keras, mudah dibentuk dan mudah pecah atau
hancur. Sebenarnya terdiri dari berbagai jenis lempung dan ukuran mulai dari
lempung berliat dengan ciri-ciri agak kasar, mudah dibentuk terutama ketika
kering, bisa sedikit digulung ketika ditekan, namun gulungan tersebut mudah
hancur dan tingkat kelekatan sedang.
Lempung berliat sering dijumpai pada lapisan grumusol dalam atau berada
pada horizon A hingga B, sedangkan pada bagian permukaan umumnya memiliki
tekstur lempung berpasir yang cirinya hampir sama dengan lempung berlihat
hanya saja memiliki tekstur butiran yang lebih besar yakni diatas 50 mikron
sedangkan tipe lempung berliat dengan tekstur kurang dari 2 mikron. Tekstur
tanah yang berbeda ini menjadikannya memiliki kemampuan cukup tinggi untuk
menahan air. Selain karena jenis tanahnya grumosol, wilayah ini berada di
kemiringan lereng yang hanya berkisar 0-2%, sehingga untuk kerawanan bencana
tanah longsor tidak terlalu tinggi atau besar.
2. Kelas Rendah
Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
kelas rendah adalah sebagian kecil Kecamatan Prajekan; sebagian Kecamatan
Taman Krocok; Kecamatan Tegal Ampel bagian selatan, sebagian besar
Kecamatan Bondowoso; sebagian besar Kecamatan Wonosari; sebagian kecil
Kecamatan Sukosari; Kecamatan Jambesari Darussolah; Kecamatan Pujer;
Kecamatan Tamanan bagian utara; Kecamatan Grujugan bagian timur; sebagian
Kecamatan Tlogosari; sebagian Kecamatan Sumberwringin; sebagian kecil
Kecamatan Maesan; sebagian kecil Kecamatan Botolinggo; sebagian Kecamatan
Taren; dan Kecamatan Tenggareng. Perbedaan tingkat kerawanan wilayah di
masing-masing daerah ini ditentukan berdasarkan pemberian skoring atau bobot
sesuai kemiringan lereng, curah hujan dan jenis tanah yang ada.
Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
kelas rendah ini memiliki tingkat kemiringan lereng yaitu berkisar 0-2% dan 3-
15%. Untuk wilayah yang memiliki kemiringan lereng 0-2% yaitu Kecamatan
Prajekan; Kecamatan Botolinggo; dan Kecamatan Cermee. Sedangkan sisanya
adalah wilayah dengan kemiringan lereng berkisar 3-15%. Kecamatan yang
berada di wilayah rawan bencana ke dalam kelas rendah memiliki curah hujan
rata-rata yaitu 1.000 - 2.500 mm/tahun. Dimana untuk wilayah yang memiliki
curah hujan paling rendah berada di Kecamatan Prajekan; Kecamatan Botolinggo;
Kecamatan Klabang; Kecamatan Tegal Ampel; Kecamatan Wringin; dan
Kecamatan Cermee. Faktor curah hujan ini tidak terlalu berpengaruh dalam
penyebab bencana tanah longsor, namun faktor yang paling berpengaruh adalah
tingkat kemiringan lereng.
Untuk faktor jenis tanah, wilayah yang berada di kelas rendah untuk kawasan
rawan bencana longsor memiliki jenis tanah yang bermacam-macam. Diantaranya
adalah jenis tanah kawasan yang berada di wilayah kerawanan bencana rendah
memiliki jenis tanah dengan dominan jenis tanah grumosol. Tanah grumusol ini
memiliki sifat lempung yaitu sedikit keras, mudah dibentuk dan mudah pecah atau
hancur. Sebenarnya terdiri dari berbagai jenis lempung dan ukuran mulai dari
lempung berliat dengan ciri ciri agak kasar, mudah dibentuk terutama ketika
kering, bisa sedikit digulung ketika ditekan, namun gulungan tersebut mudah
hancur dan tingkat kelekatan sedang.
3. Kelas Sedang
Kecamatan yang termasuk kategori sedang diantaranya sebagian besar
Kecamatan Wringin; Kecamatan Binakal bagian utara; Kecamatan Curahdami
bagian timur; Kecamatan Grujugan bagian timur; sebagian besar Kecamatan
Sukosari; sebagian kecil Kecamatan Bondowoso; Kecamatan Klabang bagian
barat; Kecamatan Tegal Ampel bagian barat; Kecamatan Taren bagian selatan;
sebagian kecil Kecamatan Wonosari; sebagian kecil Kecamatan Cermee; sebagian
kecil Kecamatan Tlogosari; dan sebagian kecil Kecamatan Sempol.
Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam zona bencana tanah longsor
kategori sedang memiliki rerata curah hujan (intensitas) antara 1.501 – 2.500
mm/tahun dimana kejadian tanah longsor masih tetap ada dalam zona ini, tanah
longsor dimungkinkan terjadi ketika curah hujan berada pada rentang 2.500
mm/tahun atau dapat kurang dari angka tersebut dan terjadi hujan terus-menerus
sepanjang hari.
Kecamatan-kecamatan yang masuk kategori daerah (sedang) bencana tanah
longsor memiliki kemiringan lereng antara 3 – 15% dan 16 – 40%, kejadian tanah
longsor pada kemiringan lereng ini masih tetap ada jika didukung kondisi curah
hujan di wilayah ini yang terbilang cukup lebat sepanjang tahunnya, serta jenis
tanah yang akan mempengaruhi tingkat bencana tanah longsor. Selain, faktor
diatas penggunaan lahan di daerah-daerah yang masuk kategori sedang ini juga
akan mempengaruhi tingkat kerawanan bencana, penggunaan lahan yang tidak
tepat di lereng yang agak dapat menyebabkan bencana tanah longsor.
Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam kategori sedang memiliki jenis
tanah diantaranya latosol coklat kemerahan (Sebagian Kecamatan Sempol);
regosol coklat kekelabuan (Kecamatan Cermee), regosol coklat (Kecamatan
Tapen dan Sukosari), kompleks mediteran grumosol, regosol, dan litosol
(Kecamatan Klabang dan Kecamatan Bondowoso), kompleks mediteran coklat
kemerahan dan litosol (Kecamatan Wringin, Binakal, dan Grujugan).
Sebagian besar jenis tanah pada zona ini adalah latosol dan litosol, yang
merupakan jenis tanah yang sering dijumpai di Indonesia, tanah ini biasanya
muncul karena adanya pelapukan pada batu metamorf dan juga sedimen. Tanah
jenis ini memiliki warna merah tetapi juga terdapat warna kuning, selain itu, tanah
ini juga mempunyai solum horizon dan juga tekstur tanah yang cenderung kasar.
Umumnya, tanah ini berada pada kawasan yang memiliki curah hujan cukup
tinggi. Selain tanah latosol juga terdapat tanah litosol yang juga tersebar di
kawasan yang memiliki tingkat kecuraman yang tinggi. Tanah ini memiliki
tekstur tanah yang bermacam-macam yang akan berbanding lurus dengan tingkat
kerawanan bencana tanah longsor. Karena, tanah yang tidak terlalu subur jarang
mampu mengikat unsur hara sehingga ketika curah hujan cukup tinggi dan
didukung dengan kemiringan yang agak curam sampai curam, akan mendukung
penyebab terjadinya bencana tanah longsor.

4. Kelas Tinggi
Longsor terjadi karena kemiringan lereng yang tinggi atau curam dengan rata-
rata curah hujan yang tinggi setiap tahunnya. Daerah yang memiliki nilai
kerawanan tinggi yaitu Kecamatan Wringin; Kecamatan Pakem; Kecamatan
Cermee; Kecamatan Tamanan; Kecamatan Binakal; Kecamatan Curahdami;
Kecamatan Grujukan; Kecamatan Maesan; Kecamatan Botolinggo; Kecamatan
Sumberwringin; Kecamatan Tlogosari; dan Kecamatan Sempol. Dilihat
berdasarkan informasi yang disajikan pada peta overlay wilayah kerawanan tinggi
dibagi menjadi dua daerah yang memiliki pola mengelompok.
Pengelompokan pertama, sebelah kiri (berbatasan dengan Kabupaten
Probolinggo) yaitu pada Kecamatan Pakem, Binakal, Curahdami, Grujukan, dan
Maesan. Wilayah ini memiliki tingkat kelerengan diatas 40%, memiliki curah
hujan dominan sebesar lebih dari 2.500 mm/tahun, sedangkan untuk tanahnya
yaitu kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol serta asos andosol coklat
dan regosol kelabu. Sedangkan pengelompokan kedua, dibagian kanan yaitu dekat
dengan Gunung Raung yaitu Kecamatan Botolinggo, Sumber Wringin, Tlogosari,
dan Sempol. Wilayah ini memiliki curah hujan yang bervariasi dan tidak memiliki
pengaruh yang begitu besar. Hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor vegetasi yang
banyak. Curah hujan di wilayah ini yaitu ada dua berkisar 1.501-2.000 mm/tahun
dan 2.001-2.500 mm/tahun. Untuk kelerengannya yaitu didominasi dengan
kelerengan 40% namun terdapat pula daerah yang memiliki kelerengan 3-15%
dan 16-40%. Sedangkan untuk tanah pada wilayah ini bervariasi yaitu regosol
coklat, latosol coklat kemerahan, andosol coklat kekuningan, komplek regosol
kelabu dan litosol, asos andosol coklat dan regosol kelabu, serta komplek regosol
dan litosol. Dalam praktikum ini penulis membuat persentasi bobot yang berbeda
pada setiap faktor. Semakin tinggi dan semakin curam suatu dataran dengan
kemiringan lereng >20% maka potensi longsor akan semakin tinggi apalagi jika
data kemiringan lereng tersebut di satukan dengan curah hujan rata-rata setiap
tahunnya.
Semakin curam lereng dan semakin besar curah hujan, maka akan
menimbulkan arus aliran yang akan menyebabkan erosi. Erosi tersebut jika
diteruskan akan menggerus tanah yang akhirnya tanah tersebut akan mengalami
titik jenuh yang tidak mampu menyangga beban yang diatas dan akan
menyebabkan longsor.
Jenis tanah juga mempengaruhi, tanah yang kompak kemungkinan terjadinya
longsor sangat kecil, namun jika tanah yang granular atau remah akan mudah
sekali terangkut oleh aliran air. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
longsor, adalah faktor vegetasi. Jika tanah dengan kemiringan yang curam dan
curah hujan tinggi akan tetapi diatasnya terdapat vegetasi yang kuat, maka
kemungkinan tanah tersebut longsor akan berkurang. Karena akar vegetasi dapat
melindungi tanah dari erosi dan longsor.
5. Kelas Sangat Tinggi
Longsor terjadi karena kemiringan lereng yang tinggi atau curam dengan rata-
rata curah hujan yang tinggi setiap tahunnya. Daerah yang memiliki nilai
kerawanan sangat tinggi yaitu Kecamatan Pakem; Kecamatan Binakal;
Kecamatan Curahdami; Kecamatan Grujukan; Kecamatan Maesan; Kecamatan
Klabang; Kecamatan Taren; Kecamatan Botolinggo; Keccamatan Sumberwringin;
dan Kecamatan Sempol. Dilihat berdasarkan informasi yang disajikan pada peta
overlay wilayah kerawanan tinggi dibagi menjadi dua daerah yang memiliki pola
mengelompok.
Pengelompokan pertama, sebelah kiri (berbatasan dengan Kabupaten
Probolinggo) yaitu pada Kecamatan Pakem, Binakal, Curahdami, Grujukan, dan
Maesan. Wilayah ini memiliki tingkat kelerengan diatas 40%, memiliki curah
hujan dominan sebesar lebih dari 2.500 mm/tahun, sedangkan untuk tanahnya
yaitu kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol serta asos andosol coklat
dan regosol kelabu.
Sedangkan pengelompokan kedua, dibagian kanan yaitu dekat dengan
Gunung Raung yaitu Kecamatan Botolinggo, Sumber Wringin, Tlogosari, dan
Sempol. Wilayah ini memiliki curah hujan yang bervariasi dan tidak memiliki
pengaruh yang begitu besar. Hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor vegetasi yang
banyak. Curah hujan di wilayah ini yaitu ada dua berkisar 1.501-2.000 mm/tahun
dan 2.001-2.500 mm/tahun. Untuk kelerengannya yaitu didominasi dengan
kelerengan 40% namun terdapat pula daerah yang memiliki kelerengan 3-15%
dan 16-40%. Sedangkan untuk tanah pada wilayah ini bervariasi yaitu regosol
coklat, latosol coklat kemerahan, andosol coklat kekuningan, komplek regosol
kelabu dan litosol, asos andosol coklat dan regosol kelabu, serta komplek regosol
dan litosol. Dalam praktikum ini penulis membuat persentase bobot yang berbeda
pada setiap faktor. Semakin tinggi dan semakin curam suatu dataran dengan
kemiringan lereng >20% maka potensi longsor akan semakin tinggi apalagi jika
data kemiringan lereng tersebut di satukan dengan curah hujan rata-rata setiap
tahunnya.
Semakin curam lereng dan semakin besar curah hujan, maka akan
menimbulkan arus aliran yang akan menyebabkan erosi. Erosi tersebut jika
diteruskan akan menggerus tanah yang akhirnya tanah tersebut akan mengalami
titik jenuh yang tidak mampu menyangga beban yang diatas dan akan
menyebabkan longsor. Jenis tanah juga mempengaruhi, tanah yang kompak
kemungkinan terjadinya longsor sangat kecil, namun jika tanah yang granular atau
remah akan mudah sekali terangkut oleh aliran air. Faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya longsor, adalah faktor vegetasi. Jika tanah dengan
kemiringan yang curam dan curah hujan tinggi akan tetapi diatasnya terdapat
vegetasi yang kuat, maka kemungkinan tanah tersebut longsor akan berkurang.
Karena akar vegetasi dapat melindungi tanah dari erosi dan longsor.

5.7 KESIMPULAN
Daerah yang rawan terkena longsor adalah Kecamatan Pakem, Binakal,
Curahdami, Grujukan, Maesan, Botolinggo, Sumber Wringin, Tlogosari, dan
Sempol. Tingkat kerawanan yang dibuat berdasarkan hasil skoring dibagi menjadi
tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Zona rawan bencana tanah longsor yang masuk kategori sedang memiliki luas
wilayah cakupan ± 504 – 507 Km2. Kecamatan yang termasuk dalam zona ini
diantaranya kecamatan Wringin, sebagian kec.Binakal, sebagian kec.Curah,
sebagian kec.Grujugan, sebagian kec.Maesan, sebagian kec.Tamanan, sebagian
kecil kec.Bondowoso, kec.Klabang, kec.Tapen, sebagian kec.Wonosari, sebagian
kec.Cerme, sebagian kec.Botolinggo, dan sebagian kec.Sempol.
Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
kelas rendah adalah Kecamatan Prajekan, Taman Krocok, Tegal Ampel,
Bondowoso, Wonosari (sebagian), Jambe Sari, Pujer, Tamanan (sebagian), Tlogo
Sari (sebagian), Tenggareng. Perbedaan tingkat kerawanan wilayah di masing-
masing daerah ini ditentukan berdasarkan pemberian skoring atau bobot sesuai
kemiringan lereng, curah hujan dan jenis tanah yang ada.
Dari hasil prosedur overlay maka diperoleh gambaran wilayah kecamatan
yang masuk ke dalam kawasan yang dibagi lima kelas, yaitu sangat rendah,
rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
kelas sangat rendah adalah Kecamatan Prajekan bagian utara; sebagian
Kecamatan Taman Krocok; Kecamatan Tegal Ampel bagian timur; Kecamatan
Wringin bagian utara; Kecamatan Cermee bagian utara; sebagian kecil Kecamatan
Klabang; dan sebagian kecil Kecamatan Botolinggo. Perbedaan tingkat kerawanan
wilayah di masing-masing daerah ini ditentukan berdasarkan pemberian skoring
atau bobot sesuai kemiringan lereng, curah hujan dan jenis tanah yang ada. Dari
faktor iklim ini maka kekuatan batuan atau tanah menjadi semakin kecil atau
semakin berkurang. Sedangkan faktor jenis tanahnya, kerawanan wilayah
terhadap bencana tanah longsor dipengaruhi oleh jenis tanah dan struktur
tanahnya.
Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
kelas rendah adalah sebagian kecil Kecamatan Prajekan; sebagian Kecamatan
Taman Krocok; Kecamatan Tegal Ampel bagian selatan, sebagian besar
Kecamatan Bondowoso; sebagian besar Kecamatan Wonosari; sebagian kecil
Kecamatan Sukosari; Kecamatan Jambesari Darussolah; Kecamatan Pujer;
Kecamatan Tamanan bagian utara; Kecamatan Grujugan bagian timur; sebagian
Kecamatan Tlogosari; sebagian Kecamatan Sumberwringin; sebagian kecil
Kecamatan Maesan; sebagian kecil Kecamatan Botolinggo; sebagian Kecamatan
Taren; dan Kecamatan Tenggareng. Perbedaan tingkat kerawanan wilayah di
masing-masing daerah ini ditentukan berdasarkan pemberian skoring atau bobot
sesuai kemiringan lereng, curah hujan dan jenis tanah yang ada.
Kecamatan-kecamatan yang masuk kategori daerah (sedang) bencana tanah
longsor memiliki kemiringan lereng antara 3 – 15% dan 16 – 40%, kejadian tanah
longsor pada kemiringan lereng ini masih tetap ada jika didukung kondisi curah
hujan di wilayah ini yang terbilang cukup lebat sepanjang tahunnya, serta jenis
tanah yang akan mempengaruhi tingkat bencana tanah longsor. Selain, faktor
diatas penggunaan lahan di daerah-daerah yang masuk kategori sedang ini juga
akan mempengaruhi tingkat kerawanan bencana, penggunaan lahan yang tidak
tepat di lereng yang agak dapat menyebabkan bencana tanah longsor. Kecamatan-
kecamatan yang termasuk dalam kategori sedang memiliki jenis tanah diantaranya
latosol coklat kemerahan (Sebagian Kecamatan Sempol); regosol coklat
kekelabuan (Kecamatan Cermee), regosol coklat (Kecamatan Tapen dan
Sukosari), kompleks mediteran grumosol, regosol, dan litosol (Kecamatan
Klabang dan Kecamatan Bondowoso), kompleks mediteran coklat kemerahan dan
litosol (Kecamatan Wringin, Binakal, dan Grujugan). Tanah jenis ini memiliki
warna merah tetapi juga terdapat warna kuning, selain itu, tanah ini juga
mempunyai solum horizon dan juga tekstur tanah yang cenderung kasar.
Umumnya, tanah ini berada pada kawasan yang memiliki curah hujan cukup
tinggi. Longsor terjadi karena kemiringan lereng yang tinggi atau curam dengan
rata-rata curah hujan yang tinggi setiap tahunnya.
Daerah yang memiliki nilai kerawanan tinggi yaitu Kecamatan Wringin;
Kecamatan Pakem; Kecamatan Cermee; Kecamatan Tamanan; Kecamatan
Binakal; Kecamatan Curahdami; Kecamatan Grujukan; Kecamatan Maesan;
Kecamatan Botolinggo; Kecamatan Sumberwringin; Kecamatan Tlogosari; dan
Kecamatan Sempol. Wilayah ini memiliki tingkat kelerengan diatas 40%,
memiliki curah hujan dominan sebesar lebih dari 2.500 mm/tahun, sedangkan
untuk tanahnya yaitu kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol serta asos
andosol coklat dan regosol kelabu. Wilayah ini memiliki curah hujan yang
bervariasi dan tidak memiliki pengaruh yang begitu besar. Semakin curam lereng
dan semakin besar curah hujan, maka akan menimbulkan arus aliran yang akan
menyebabkan erosi. Jenis tanah juga mempengaruhi, tanah yang kompak
kemungkinan terjadinya longsor sangat kecil, namun jika tanah yang granular atau
remah akan mudah sekali terangkut oleh aliran air. Faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya longsor, adalah faktor vegetasi. Longsor terjadi karena
kemiringan lereng yang tinggi atau curam dengan rata-rata curah hujan yang
tinggi setiap tahunnya.
Daerah yang memiliki nilai kerawanan sangat tinggi yaitu Kecamatan Pakem;
Kecamatan Binakal; Kecamatan Curahdami; Kecamatan Grujukan; Kecamatan
Maesan; Kecamatan Klabang; Kecamatan Taren; Kecamatan Botolinggo;
Keccamatan Sumberwringin; dan Kecamatan Sempol. Pengelompokan pertama,
sebelah kiri (berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo) yaitu pada Kecamatan
Pakem, Binakal, Curahdami, Grujukan, dan Maesan. Sedangkan pengelompokan
kedua, dibagian kanan yaitu dekat dengan Gunung Raung yaitu Kecamatan
Botolinggo, Sumber Wringin, Tlogosari, dan Sempol.
5.8 DAFTAR PUSTAKA
Aqli, Wafirul. 2010. Analisa Buffer dalam Sistem Informasi Geografis untuk
Perencanaan Ruang Kawasan. INSERSIA. 2(1): 192-201.
Effendi, Arief Yusuf & Hariyanto, Teguh. 2016. Pembuatan Peta Daerah Rawan
Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy Logic
(Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo).Jurnal Teknik ITS, 5(2): 2337-
3539.
Firdaus, H.S., Sukojo, B.M. 2015. Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan
Metode Penginderaan Jauh dan Operasi Berbasis Spasial, Studi Kasus
Kota Batu Jawa Timur. Jurnal Geosaintek 1: 25–34.
Hardiyatmo, H.C. 2012. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Karnawati, Dwikorita. 2005. Bencana Alam Gerak Massa Tanah di Indonesia dan
Upaya Penanggulangannya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Purwanto. 2017. Tutorial 7 : ANALISIS SPATIAL 1. Modul I. Registrasi Peta.
Jurusan Geografi FIS UM
5.9 LAMPIRAN
1. Peta Analisis Kerawanan Bencana Alam Tanah Longsor Kabupaten
Bondowoso.

Anda mungkin juga menyukai