Anda di halaman 1dari 255

Bagian Pertama

GD2211 IHG 2

PENDAHULUAN
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro

Versi 2005
GD2211 Ilmu Hitung Geodesi II (3 sks)
Materi :
‰ Pendahuluan
‰ Geometri ellipsoid
‰ Sistem koordinat dan datum geodetik
‰ Reduksi data sudut, asimut, dan jarak
‰ Hitungan penentuan posisi
‰ Proyeksi peta

Penilaian : Tugas 20%


UTS 30%
UAS 50%
REFERENSI

RH Rapp : Geometric Geodesy (part 1), Lecture Notes, Dept. of


Geodetic Science and Surveying, The Ohio State University, 1989

G Strang & K Borre : Linear Algebra, Geodesy, and GPS,


Wellesley-Cambridge Press, 1997

Umaryono P : Hitung dan Proyeksi Geodesi, Diktat Kuliah,


Departemen Teknik Geodesi ITB, 2000

EJ Krakiwsky & DB Thompson : Geodetic Position Computations,


Lecture Notes 39, University of New Brunswick, 1978
TIMELINE BENTUK BUMI
Bentuk bumi seperti bola ?
ERATOSTHENES (c. 250 BC)
 360o 
keliling =  × s
 θ 
 

s
radius =
θ

Menurut
Eratosthenes :

θ = 7o12′

s = 4400 stadia

1 stadia ≈ 160 meter


DIMENSI BUMI: TIMELINE

Radius Bola Bumi :


Eratosthenes (230 SM) : 6317 km

Posidonius (100 SM) : 5675 km

Khalifah Al-Mamum (900 M) : 7000 km

Snellius (1600 M) : 6160 km

Sekarang : 6371 km

Kosasih Prijatna, 2005


Dimensi ellipsoid
Beberapa Ellipsoid Referensi
Thn. Nama a (m) b (m) 1/f

1830 Airy 6377563 6356257 299.325


1830 Everest 6377276 6356075 300.802
1841 Bessel 6377397 6356079 299.153
1866 Clarke 6378206 6356584 294.978
1907 Helmert 6379200 6356818 298.300
1909 Hayford 6378388 6356912 297.000
1927 NAD-27 6378206.4 6356912 294.9786982
1948 Krassovsky 6378245 6356863 298.300
1960 WGS-60 6378165.0 6356783.3 298.3
1966 WGS-66 6378145 6356760 298.25
1967 GRS-67 6378160.0 6356774.5 298.247167427
1972 WGS-72 6378135.0 6356751 298.26
1980 GRS-80 6378137.0 6356752 298.257222101
1984 WGS-84 6378137.0 6356752 298.257223563

Kosasih Prijatna, 2005


Apakah GEOID ?
Gauss (1828), Listing (1873) mengajukan
konsep bentuk matematis bumi: GEOID

Geoid adalah bidang ekipotensial


gayaberat bumi yang berimpit
dengan permukaan laut ‘ideal’

Realisasi: geoid dianggap paling


mendekati mean sea level (MSL)
secara global

Ellipsoid = pendekatan untuk geoid

Kosasih Prijatna, 2005


GEOID
GEOID INDONESIA dari EGM−96

Kosasih Prijatna, 2005


Perbedaan antar Model Bumi

Deviasi maks. (m)

Topografi - geoid 10000

Geoid – ellipsoid (geosentrik) 100

Ellipsoid – bola (geosentrik) 10000

Hasanuddin Z. Abidin, 2001


Topografi, Ellipsoid, Geoid

vertical
deflection

θ
DATUM GEODETIK

Datum Geodetik mendefinisikan ellipsoid referensi (X,Y,Z)


dan hubungannya dengan Bumi (CTS), (XE,YE,ZE)
Hasanuddin Z. Abidin, 2001
Sistem Koordinat Kartesia 3D Global

Z
Greenwich
Meridian

O
• Y

X
Equator
Origin of Geographic Coordinates

Equator
(0,0)

Prime Meridian
(Greenwich Meridian)
Geographic Latitude and Longitude
Latitude = lintang
Longitude = bujur
Longitude line (Meridian)
N
W E
S
Range: 180ºW - 0º - 180ºE

Latitude line (Parallel)


N
W E
S (0ºN, 0ºE)
Range: 90ºS - 0º - 90ºN Equator, Prime Meridian
Latitude and Longitude on a Sphere

Greenwich Z Meridian of longitude


N
meridian Parallel of latitude
λ=0°
P

ϕ=0

-90
λ - Geographic longitude

°N
ϕ - Geographic latitude
W O ϕ E
R
• Y
λ R - Mean earth radius
λ=0
-180

°W Equator ϕ =0°
• λ=0-180°E O - Geocenter
X
° S
-90
0
ϕ=
SISTEM KOORDINAT GEODETIK
Z Parameter sistem koordinat :
Kutub Q
• Lokasi titik nol sistem koordinat
Pusat hQ
• Orientasi sumbu-sumbu koordinat
ellipsoid
ich

ZQ • Besaran yang digunakan untuk


enw

mendefinisikan posisi titik pada


gre

sistem koordinat tersebut


Y
ϕQ Koordinat kartesian :
λQ XQ
X (XQ , YQ , ZQ )
YQ
el
lip Koordinat geodetik :
s oi
d (ϕQ , λ Q ,hQ )

XQ = (N + hQ ) cos ϕQ cos λQ
ϕ = lintang geodetik
YQ = (N + hQ ) cos ϕQ sin λ Q
λ = bujur geodetik
ZQ = [N(1 − e 2 ) + hQ ] sin ϕQ h = tinggi geodetik
N = jari-jari lengkung normal Hasanuddin Z. Abidin, 1997
Geoid, Ellipsoid dan Tinggi Ortometrik

topografi
H
h
geoid (MSL)
N

ellipsoid

h = tinggi geodetik
H = tinggi ortometrik H=h-N
N = undulasi geoid

Kosasih Prijatna, 2005


MAP PROJECTION

Flat Map
Cartesian coordinates: x,y
(Easting & Northing)

Curved Earth
Geographic coordinates: φ, λ
(Latitude & Longitude)
Earth to Globe to Map

Map Scale: Map Projection:


Representative Fraction Scale Factor

= Globe distance Map distance


=
Earth distance Globe distance
(e.g. 1:25,000) (e.g. 0.9996)
Geographic and Projected Coordinates

(φ, λ) (x, y)
Map Projection
Shortest distance between two points????
Canada twice area of US
Greenland biggest island

Which is correct?

Canada same area as US


Australia biggest island
Prinsip dasar
Proyeksi Peta
PEMANFAATAN MODEL BUMI
Bidang Datar (flat earth)
Digunakan pada ilmu ukur tanah (plane surveying).
Untuk cakupan wilayah yang relatif kecil, bentuk bumi
masih dapat dimodelkan sebagai bidang datar.

Bola (spherical earth)


Sering dipakai pada pembuatan peta bumi skala kecil (atlas).
Dapat pula digunakan pada hitungan penentuan posisi untuk
cakupan wilayah yang relatif kecil tetapi efek kelengkungan
bumi sudah tidak dapat diabaikan lagi (bumi sebagai bola).

Ellipsoid (spheroid)
Dipakai untuk pemetaan skala besar yang bersifat nasional.
GPS/Galileo/Glonass juga menggunakan ellipsoid sebagai
referensi penentuan posisinya.

Kosasih Prijatna, 2005


Prinsip Penentuan Posisi dengan GPS
Prinsip Penentuan Posisi dengan GPS
Prinsip Penentuan Posisi dengan GPS
Prinsip Penentuan Posisi dengan GPS
Prinsip Penentuan Posisi dengan GPS
Pada penentuan posisi dengan GPS,
diukur jarak-jarak dari empat satelit ke
titik P di permukaan bumi. Adapun
keempat persamaan jarak tersebut dapat
ditulis sebagai :
Konversi dari (X,Y,Z) Î (ϕ,λ,h)

XQ = (N + hQ ) cos ϕQ cos λ Q
YQ = (N + hQ ) cos ϕQ sin λ Q
2
ZQ = [N(1 − e ) + hQ ] sin ϕQ

N = jari-jari lengkung normal


Bagian Kedua
GD2211 IHG 2
GEOMETRI
ELLIPSOID
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro

Versi 2006
ELLIPS dan ELLIPSOID
z

b b

a a y

x2 z2 x2 + y2 z2
+ =1 + =1
2 2 2 2
a b a b
Menggambar ellips secara grafis

lingkaran
berjari-jari a
(sb. panjang)

ellips

lingkaran
berjari-jari b
(sb. pendek)
ELLIPSOID
Kutub Utara

b
Rotational Biaxial
a
Ellipsoid a

ekuator

Parameter-parameter bentuk dan dimensi ellipsoid :


Sumbu pendek : b
Sumbu panjang : a
Pegepengan : f = (a-b)/a
Kosasih Prijatna, 2005
ELLIPS dan ELLIPSOID
F dan F’ masing-masing adalah titik fokus ellips.

Q
Eksentrisitas pertama :
an

nia
i

2 2
id

2 a −b
rid
er

e =
m

me

a2

Eksentrisitas kedua :

2 a 2 − b2
e' =
b2

FQ + F ′Q = konstan
Ellips adalah tempat kedudukan titik-titik yang mempunyai jumlah
jarak yang tetap ke kedua titik fokusnya.
Hubungan antar parameter ellipsoid
pegepengan eksentrisitas pertama eksentrisitas kedua

a −b a2 − b2 a 2 − b2
f = e2 = e'2 =
a a2 b2

e2
(1 − e )(1 + e′2 ) = 1
2 e′2 =
1 − e2

2 e′2
e = =2f − f 2 f = 1 − 1 − e2
1 + e′2

(1 − e 2 ) = 1 − 2 f + f 2
Beberapa Ellipsoid Referensi
Thn. Nama a (m) b (m) 1/f

1830 Airy 6377563 6356257 299.325


1830 Everest 6377276 6356075 300.802
1841 Bessel 6377397 6356079 299.153
1866 Clarke 6378206 6356584 294.978
1907 Helmert 6379200 6356818 298.300
1909 Hayford 6378388 6356912 297.000
1927 NAD-27 6378206.4 6356912 294.9786982
1948 Krassovsky 6378245 6356863 298.300
1960 WGS-60 6378165.0 6356783.3 298.3
1966 WGS-66 6378145 6356760 298.25
1967 GRS-67 6378160.0 6356774.5 298.247167427
1972 WGS-72 6378135.0 6356751 298.26
1980 GRS-80 6378137.0 6356752 298.257222101
1984 WGS-84 6378137.0 6356752 298.257223563

Kosasih Prijatna, 2005


BENTUK dan UKURAN BUMI
PENAMPANG EKUATORIAL
dari bumi (geoid global).
Pada gambar ini, perbedaan
dengan ellipsoid diperbesar
sekitar 10000 kali;
a adalah sumbu panjang
ellipsoid referensi,
Sekitar 6378 km.

Ref. Vanicek & Krakiwsky, 1986

Hasanuddin Z. Abidin, 2001


BENTUK dan UKURAN BUMI
PENAMPANG MERIDIAN NOL
dari bumi (geoid global).
Pada gambar ini, perbedaan
dengan ellipsoid diperbesar
sekitar 10000 kali;
a adalah sumbu panjang
ellipsoid referensi,
Sekitar 6357 km.

Ref. Vanicek & Krakiwsky, 1986

Hasanuddin Z. Abidin, 2001


SISTEM KOORDINAT GEODETIK
Z Parameter sistem koordinat :
Kutub Q
• Lokasi titik nol sistem koordinat
Pusat hQ
• Orientasi sumbu-sumbu koordinat
ellipsoid
ich

ZQ • Besaran yang digunakan untuk


enw

mendefinisikan posisi titik pada


gre

sistem koordinat tersebut


Y
ϕQ Koordinat kartesian :
λQ XQ
X (XQ , YQ , ZQ )
YQ
el
lip Koordinat geodetik :
s oi
d (ϕQ , λ Q ,hQ )

XQ = (N + hQ ) cos ϕQ cos λQ
ϕ = lintang geodetik
YQ = (N + hQ ) cos ϕQ sin λ Q
λ = bujur geodetik
ZQ = [N(1 − e 2 ) + hQ ] sin ϕQ h = tinggi geodetik
N = radius lengkung vertikal utama Hasanuddin Z. Abidin, 1997
LINTANG GEODETIK
no
z rm
al
ϕ = lintang geodetik
an xQ Q
i
id
er
m
zQ
ϕ 90o+ϕ
x

a cos ϕ a (1 − e 2 ) sin ϕ
x= z=
2 2
1 − e sin ϕ 1 − e 2 sin 2 ϕ

dz
= tan(90o + ϕ) = − cot ϕ
dx
LINTANG REDUKSI
z
Q1 θ = lintang reduksi

Q
a QQ2 b
=
Q1Q2 a
θ ϕ
a x
O Q2

elli b x = OQ2 = a cos θ


pso
id
z = Q1Q2 = a sin θ
bo
la
LINTANG GEOSENTRIK
z

Q ψ = lintang geosentrik

a ψ
x
O

elli b
pso
id x = r cos ψ
z = r sin ψ
r = x2 + z 2
Hubungan antar Lintang
Berdasarkan hubungan sebagai berikut :
z
tan ψ =
x
dapat diturunkan :

( )
tan ψ = 1 − e 2 tan θ = 1 − e 2 tan ϕ

tan θ = 1 − e 2 tan ϕ ϕ : lintang geodetik


ψ : lintang reduksi
θ : lintang geosentrik
tan ϕ = 1 + e'2 tan θ
RADIUS KELENGKUNGAN
Dari kalkulus, kelengkungan sebuah kurva y = f (x) :

y′′ dy d2y
κ= y′ = y′′ =
[
1 + ( y′)2 ]
3
2 dx dx 2

• kurva dengan kelengkungan tinggi Î κ besar


• kurva dengan kelengkungan kecil Î κ kecil

1
Radius kurva di satu titik : R=
κ

Soal :
Perlihatkan bahwa lingkaran yang berjari-jari R
mempunyai kelengkungan κ = 1/R !
Irisan Normal pada Ellipsoid
Bidang normal adalah sebuah bidang yang berimpit dengan garis
normal ellipsoid di satu titik dan memotong permukaan ellipsoid.

P
irisan Irisan normal adalah kurva yang
normal dibentuk oleh perpotongan antara
bidang normal dengan permukaan
garis normal
ellipsoid.

Umumnya, radius kelengkungan


irisan normal di satu titik pada
permukaan ellipsoid tidak sama,
ell
ips tergantung orientasi dari bidang
oid
normalnya.

Radius kelengkungan irisan normal di setiap titik pada permukaan


bola adalah sama, tak tergantung dari orientasi bidang normalnya.
Irisan Normal pada Ellipsoid
Untuk mengetahui kelengkungan kurva irisan normal berdasarkan formula
kalkulus, perlu diketahui terlebih dahulu model fungsi kurva tersebut.

Fungsi kurva di setiap titik di permukaan ellipsoid dan di setiap orientasi


adalah berbeda-beda.
Untuk menentukan kelengkungan kurva di setiap titik dan pada berbagai
orientasi dengan menggunakan formula kalkulus, terlebih dahulu fungsi
kurva irisan normalnya harus diketahui Î tidak praktis !

Pada setiap titik ada nilai kelengkungan kurva minimum dan maksimum.

Kelengkungan maksimum Î pada meridian


Radius kelengkungan Î minimum

Kelengkungan minimum Î pada bidang normal yang tegak lurus


terhadap meridian (vertikal utama)
Radius kelengkungan Î maksimum
Irisan Normal pada Ellipsoid

Radius lengkung meridian (M) : Minimum di ekuator


Maksimum di kutub

Radius lengkung vertikal utama (N) : Minimum di ekuator


Maksimum di kutub

Radius kelengkungan kurva irisan normal yang orientasinya di


antara arah meridian dan irisan vertikal utama dapat ditentukan
melalui formula Euler sebagai berikut :

MN
R=
M sin 2 α + N cos 2 α
α = asimut
Radius Lengkung Meridian
dz
= − cot ϕ
dx

−1
d 2z dϕ
1 1  dx 
= =  
2 2 dx 2  dϕ 
dx sin ϕ sin ϕ

( )
3
ell 2 2 2
ips d z − 1 − e sin ϕ 2
oid =
dx 2 a sin 3 ϕ (1 − e 2 )

( )
  dz  2  2
1 +    a 1 − e2
  dx   M=
M=
(1 − e2 sin 2 ϕ) 2
3
d 2z
dx 2
Radius Lengkung Vertikal Utama

elli elli
pso pso
id id

Menurut teorema Meusnier :


a
( o
)
x = N sin 90 − ϕ = N cos ϕ
N=
(1 − e 2 2
sin ϕ 2 )
1
Perbandingan antara M dengan N

Pada umumnya :
N >M
elli
pso Kecuali di kutub :
id
N =M
Perbandingan antara M dengan N

Di ekuator (ϕ = 0o) : (
M 0 = a 1 − e2 )
N0 = a

a2
Di kutub (ϕ = 90o atau ϕ = -90o) : M 90 =
b
a2
N 90 =
b
M 90 > M 0 dan N 90 > N 0

Soal : Hitung besaran-besaran di atas dengan menggunakan


ellipsoid Bessel, GRS67, dan WGS84 !
Radius−radius lainnya
Radius rata-rata Gauss :

1
RG =
2π ∫ R dα = NM R : radius Euler α : asimut
0
Radius rata-rata sumbu ellipsoid :
a+a+b
Rm =
3
Radius bola (luas bola = luas ellipsoid) :
 e 2 17 4 67 6  2
luas bola : 4πRL
L
RL = = a 1 − − e − e − ........ 
4π  6 360 3024  L : luas ellipsoid
 
Radius bola (volume bola = volume ellipsoid) :
3 2 4 3 4 2
RV = a b Volume bola : πRV Volume ellipsoid : πa b
3 3
Panjang Busur Meridian
KU panjang busur dSϕ :
ϕ +dϕ
dSϕ ϕ dSϕ = M dϕ

M panjang busur Sϕ :
M ϕ2 ϕ2
2 dϕ
O dϕ Sϕ = ∫ M dϕ = a(1 − e ) ∫ W 3
ϕ1 ϕ1
me
rid Bentuk integral eliptik !
ia n
3
dengan W =  1 − e 2 sin 2 ϕ 
3
 
Integral di atas tidak dapat langsung diintegrasikan secara elementer.
Salah satu solusinya adalah dengan terlebih dahulu menguraikan W-3
dengan menggunakan deret MacLaurin.
Panjang Busur Meridian
Deret Taylor :
( x − xo ) 2 ( x − xo )3
f ( x) = f ( xo ) + ( x − xo ) f ′( xo ) + f ′′( xo ) + f ′′′( xo ) + .........
2! 3!
Deret MacLaurin adalah bentuk khusus dari Deret Taylor, yaitu
untuk xo= 0 :
x2 x3
f ( x) = f (0) + x f ′(0) + f ′′(0) + f ′′′(0) + .........
2! 3!

Contoh : Uraian deret MacLaurin untuk f(x) = sin(x)

x3 x5 x 7 x9
sin( x) = x − + − + − .......... (x dalam radian)
3! 5! 7! 9!

Soal : Uraikan W-3 dengan menggunakan deret MacLaurin !


Panjang Busur Meridian
Multiple angle formulas :
1 1
sin 2 x = − cos 2 x
2 2
3 1
sin 3 x = sin x − sin 3 x
4 4
3 1 1
sin 4 x = − cos 2 x + cos 4 x
8 2 8
5 5 5 1
sin x = sin x − sin 3 x + sin 5 x
8 16 16
5 15 3 1
sin 6 x = − cos 2 x + cos 4 x − cos 6 x
16 32 16 32

7
Soal : Tentukan pula sin x sin 8 x sin 9 x ……. !
Panjang Busur Meridian
Apabila W -3 diuraikan dengan deret MacLaurin, diperoleh :
1 3 15 35 315 8 8
= 1 + e 2 sin 2 ϕ + e 4 sin 4 ϕ + e 6 sin 6 ϕ + e sin ϕ + ...........
3 2 8 16 128
W

Untuk mempermudah integrasi, gunakan multiple angle formulas :


1
= A − B cos 2ϕ + C cos 4ϕ − D cos 6ϕ + E cos 8ϕ − F cos 10ϕ + .............
3
W

Sehingga panjang busur meridian antara ϕ1 dan ϕ2 adalah :


 B C
S ϕ = a (1 − e 2 )  A(ϕ 2 − ϕ1 ) − (sin 2ϕ 2 − sin 2ϕ1 ) + (sin 4ϕ 2 − sin 4ϕ1 )
 2 4
D E F
− sin 6ϕ 2 − sin 6ϕ1 + sin 8ϕ2 − sin 8ϕ1 − (sin 10ϕ 2 − sin 10ϕ1 ) ] + ......
( ) ( )
6 8 10
Panjang Busur Meridian
3 45 175 6 11025 8 43659 10
A = 1 + e2 + e4 + e + e + e + ..........
4 64 256 16384 65536

3 15 525 6 2205 8 72765 10


B = e2 + e4 + e + e + e + ...........
4 16 512 2048 65536

15 4 105 6 2205 8 10395 10


C= e + e + e + e + ............
64 256 2048 16384
35 6 315 8 31185 10
D= e + e + e + ............
512 2048 131072
315 8 3465 10
E= e + e + ............
16384 65536
693 10
F= e + ............
131072
Panjang Busur Paralel
KU λ2
lingkaran paralel

p
p Sλ

ϕ KU
λ2−λ1
O N p
λ1
me
rid pa
ia n ral
el

Radius lingkaran paralel : p = N cos ϕ

Panjang busur paralel : Sλ = (λ 2 − λ1 ) p = (λ 2 − λ1 ) N cos ϕ


(λ2−λ1) dalam radian
Luas Permukaan Ellipsoid
Luas elemen permukaan
paralel
dL = MN cos ϕ dϕ dλ
λ 2 ϕ2 ϕ2
merid

M dϕ dL L= ∫ ∫ MN cos ϕ dϕ dλ = (λ 2 − λ1 ) ∫ MN cos ϕ dϕ
i an

N cos ϕ dλ λ1 ϕ1 ϕ1
ϕ2
b 2  sin ϕ 1 1 + e sin ϕ  ϕ2
∫ MN cos ϕ dϕ = 
2 2
+ ln 
2 1 − e sin ϕ 2e 1 − e sin ϕ  ϕ1
ϕ1
Luas setengah permukaan ellipsoid ( λ 2 − λ1 = 2π ϕ1 = 0 ϕ2 = π 2 ) :
1 1 + e
2 1
L0o −90o = πb  + ln 
1 − e2 2e 1 − e
Luas seluruh permukaan ellipsoid : Lellipsoid = 2 L0o −90o
IRISAN NORMAL
z
∆ ′′ Umumnya, irisan normal dari arah P1 ke P2
tidak berimpit dengan irisan normal dari
arah kebalikannya (P2 ke P1).

Bidang normal di P1 : P1 – n1 – P2
Bidang normal di P2 : P2 – n2 – P1

ae 2 sin ϕ p
zn =
(1 − e 2 2
sin ϕ p )
1/ 2

Bila kedua titik tidak terletak pada bujur dan lintang yang sama, maka :
z n1 < z n2 untuk ϕ p1 < ϕ p2

z n1 > z n2 untuk ϕ p1 > ϕ p2


IRISAN NORMAL
Sudut perbedaan antara dua bidang normal (direct & inverse) dapat
dihitung melalui persamaan sebagai berikut :

1  ϕ p1 + ϕ p2 2 × jarak
∆ ′′ = ρ′′ e 2 σ 2 cos 2 ϕ m sin 2α p1 p2  ϕm = σ=
4  2 N p1 + N p2

Contoh :
o o
Kondisi maksimum (ϕ m = 0 dan α p1 p2 = 45 ) , jarak 200 km : ∆′′ = 0.36′′
C
Arah pengukuran sudut-sudut segitiga maupun
asimut di permukaan ellipsoid dari dua arah
yang berbeda akan tidak konsisten ! Kenapa ?

Pada praktisnya (poligon dsb), keadaan tersebut


dapat diabaikan.
A B
Geodesik atau Garis Geodetik
Geodesik adalah garis hubung terpendek
antara dua titik di permukaan ellipsoid.

Di setiap titik sepanjang geodesik, arah


vektor radius berimpit dengan arah
normal ellipsoid.

Perbedaan antara jarak sepanjang


irisan normal dengan jarak sepanjang
geodesik (∆s) dapat dihitung melalui :

ae 4
∆s = sin 2 2α12 cos 4 ϕ m σ 5
360

Untuk jarak = 600 km, ∆s adalah sekitar 9x10-6 meter.

(dalam praktis dapat diabaikan !)


Bagian Ketiga
GD2202 Geodesi
Geometrik (kurikulum2003)
Sistem Koordinat &
Datum Geodetik
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro
PERGERAKAN BUMI
PERGERAKAN BUMI
 
 
  
vertikal = arah garis
gayaberat atau
unting-unting

Φ = lintang astronomik
Λ = bujur astronomik
Lintang Astronomik dan Geodetik
Geoid, Ellipsoid dan Tinggi
Ortometrik
topografi
H
h
geoid (MSL)
N

ellipsoid

h = tinggi geodetik
H = tinggi ortometrik H=h-N
N = undulasi geoid

Kosasih Prijatna, 2005 ed.2010 by wed.


DEFLEKSI VERTIKAL
Defleksi vertikal θ :

ξ = komponen U-S
η = komponen B-T

ξ = Φ−ϕ
η = (Λ − λ ) cos ϕ
SISTEM KOORDINAT GEODETIK
Z Parameter sistem koordinat :
Kutub Q
• Lokasi titik nol sistem koordinat
Pusat hQ
• Orientasi sumbu-sumbu koordinat
ellipsoid
ch

• Besaran yang digunakan untuk


i

ZQ
enw

mendefinisikan posisi titik pada


gre

sistem koordinat tersebut


Y
ϕQ Koordinat kartesian :
λQ XQ
X (XQ , YQ , ZQ )
YQ
el
lip Koordinat geodetik :
so
id (ϕQ , λQ ,hQ )

XQ = (N + hQ ) cos ϕQ cos λQ
ϕ = lintang geodetik
YQ = (N + hQ ) cos ϕQ sin λQ
λ = bujur geodetik
ZQ = [N(1 − e 2 ) + hQ ] sin ϕQ h = tinggi geodetik
N = jari-jari lengkung normal Hasanuddin Z. Abidin, 1997
Transformasi dari (F,L,H) ke (j,l,h)

topografi
H
h
geoid (MSL)
N
ellipsoid

ϕ= Φ−ξ
λ = Λ − η sec ϕ
h=H+N
SISTEM KOORDINAT TOPOSENTRIK

Zenit (u)
P

)
(n
uP

ra
ta
U
eP
nP
Timur (e)
Q

• Koordinat titik Q :
(0,0,0)

• Koordinat titik P :
(nP,eP,uP)
ϕ,λ,h)
ϕ,λ
Transformasi dari (x,y,z) ke (ϕ,λ
x = ( N + h) cos ϕ cos λ
Dari (ϕ,λ,h) ke (x,y,z) : y = ( N + h) cos ϕ sin λ
z = [ N (1 − e 2 ) + h] sin ϕ
Berikut ini dibahas transformasi dari (x,y,z) ke (ϕ,λ,h).
y
λ = arctan Closed formula !
z
X

Terdapat berbagai cara untuk menghitung ϕ dan h :


• Closed formula
• Iterative formula
Berikut ini dibahas cara iteratif
Transformasi dari (x,y,z) ke (j,l,h)
Kita mempunyai 2 persamaan tak-linier dengan 2 variabel (ϕ,h)
sebagai berikut :

p (ϕ, h) = x 2 + y 2 = ( N + h) cos ϕ −1
z (ϕ, h) = [ N (1 − e 2 ) + h] sin ϕ
( 2
N = a 1 − e sin ϕ 2
) 2

Bila dilinierkan dengan deret Taylor, diperoleh :


∂p(ϕ, h ) ∂p(ϕ, h )
p(ϕ, h ) − p(ϕo , ho ) = (ϕ − ϕo ) + (h − ho )
∂ϕ ∂h
∂z (ϕ, h ) ∂z (ϕ, h )
z (ϕ, h ) − z (ϕo , ho ) = (ϕ − ϕo ) + (h − ho )
∂ϕ ∂h
ϕo dan ho = nilai lintang dan tinggi pendekatan
Transformasi dari (x,y,z) ke (j,l,h)
Dalam notasi matriks :

 ∂p(ϕ, h ) ∂p(ϕ, h )
dengan :
∆p   ∂ϕ ∂h  ∆ϕ
 ∆z  =  ∂z (ϕ, h ) ∂z (ϕ, h )   ∆h  ∆p = p (ϕ, h ) − p (ϕo , ho )
    
 ∂ϕ ∂h  ∆z = z (ϕ, h ) − z (ϕo , ho )
Atau :
−1
 ∂p (ϕ, h ) ∂p (ϕ, h ) 
dengan :
∆ϕ  ∂ϕ ∂h  ∆p 
 ∆h  =  ∂z (ϕ, h ) ∂z (ϕ, h )   ∆z  ∆ϕ = ϕ − ϕo
     
 ∂ϕ ∂h  ∆h = h − ho
Transformasi dari (x,y,z) ke (j,l,h)
Selanjutnya :
 ∆z   ( M o + ho ) cos ϕo sin ϕo  ∆ϕ
∆p  = − ( M + h ) sin ϕ   
cos ϕo   ∆h 
dalam hal ini :
   o o o 2
a (1 − e )
matriks rotasi ! Mo = 3
 ∆z   cos ϕo sin ϕo  ( M o + ho )∆ϕ (1 − e 2 2
sin ϕo )2
∆p  = − sin ϕ cos ϕo   ∆h 
   o 
Solusi parameter :
( M o + ho )∆ϕ cos ϕo − sin ϕo   ∆z 
=

 ∆h 
  sin ϕo cosϕo  ∆p 
Atau :
∆z cos ϕo − ∆p sin ϕo
∆ϕ = ∆h = ∆z sin ϕo + ∆p cos ϕo
M o + ho
Tahapan Hitungan Praktis (j,h)
1. Tentukan nilai pendekatan ϕo dan ho melalui :
1
ϕo ≈ arctan
z
ho ≈ 2
p +z − 2 (
a 1− e 2
)2
2 1
p (1 − e )
(1 − e 2 2
cos ϕo )2
2. Hitung nilai pendekatan z(ϕo,ho) dan p(ϕo,ho) melalui :

z (ϕo , ho ) = [ N o (1 − e 2 ) + ho ] sin ϕo p (ϕo , ho ) = ( N o + ho ) cos ϕo

3. Hitung ∆z dan ∆p dari :

∆z = z (ϕ, h ) − z (ϕo , ho ) ∆p = p (ϕ, h ) − p (ϕo , ho )


Tahapan Hitungan Praktis (j,h)
4. Hitung ∆ϕ dan ∆h melalui :
∆z cos ϕo − ∆p sin ϕo
∆ϕ = ∆h = ∆z sin ϕo + ∆p cos ϕo
M o + ho
5. Hitung ϕ dan h melalui :
ϕ = ϕ o + ∆ϕ h = ho + ∆h
6. Nilai parameter yang diperoleh dari langkah 5 selanjutnya
digunakan sebagai nilai pendekatan baru :
ϕo = ϕ dan ho = h
7. Lakukan kembali prosedur hitungan dari langkah 2 sampai
dengan langkah 6 secara iteratif sehingga diperoleh :
ϕ − ϕo < εϕ dan h − ho < ε h
MATRIKS ROTASI
z = z’
 xP 
 
Posisi titik P : x P =  yP 
z 
P  P
y’ Bila sumbu-z di rotasi
γ ,
y sebesar γ, maka : x P = R z (γ) x P

γ  cos γ sin γ 0 
x x’ Matriks rotasi dengan sumbu  
putar x, y, dan z :
R z ( γ ) =  − sin γ cos γ 0 
 0 1 
 0

1 0 0   cos γ 0 − sin γ 
   
R x (γ ) =  0 cos γ sin γ  R y (γ ) =  0 1 0 
 0 − sin γ cos γ   sin γ 0 cos γ 
  
Sifat-sifat Matriks Rotasi
• Rotasi tidak mengubah panjang vektor posisi.
• Perkalian matriks rotasi tidak komutatif :
R i (α) R j (β) ≠ R j (β) R i (α)
• Perkalian matriks rotasi adalah asosiatif :
R i (R j R k ) = (R i R j )R k
• Rotasi pada satu sumbu yang sama adalah aditif :
R i (α)R i (β) = R i (α + β)
• Invers matriks rotasi sama dengan transpose matriks rotasi :
R i (α) = RTi (α) = R i (−α)
• Berlaku pula hubungan :
(R i R j )−1 = R −j1 R i−1
MATRIKS ROTASI
Transformasi koordinat dari x P ke x*P bila melibatkan semua rotasi :

x*P = R x (α)R y (β)R z ( γ )x P


Bila :
 cos β cos γ cos β sin γ − sin β 
 
R =  sin α sin β cos γ − cos α sin γ sin α sin β sin γ + cos α cos γ sin α cos β 
 
 cos α sin β cos γ + sin α sin γ cos α sin β sin γ − sin α cos γ cos α cos β 

Maka : x*P = R x P dan x P = RT x*P


Transformasi dari (x,y,z) ke (n,e,u)
z || z
u u
n
P n
e
id o

Q
ellips

P e
ϕ Q
y || y
λ uator
eq
x || x
Sistem koordinat kartesia Sistem koordinat toposentrik
Q : (xQ,yQ,zQ) Q : (0,0,0)
P : (xP,yP,zP) P : (nP,eP,uP)
Transformasi dari (x,y,z) ke (n,e,u)
Selanjutnya, koordinat titik P dalam sistem koordinat toposentrik :
 nP   ∆x 
   

 Pe = R ϕ(
y Q − 90 o
R ) (
λ
z Q − 180o
)  ∆y  dengan :
 u   ∆z   ∆x   xP − xQ 
 P     
 nP   ∆x 
 ∆y  =  yP − yQ 
     ∆z   z − z 
   P Q
ATAU :  eP  = R (ϕQ , λ Q )  ∆y 
u   ∆z 
 P  
Dengan matriks rotasi R sebagai berikut :
 − sin ϕQ cos λ Q − sin ϕQ sin λ Q cos ϕQ 
 
R (ϕQ , λ Q ) =  − sin λ Q cos λ Q 0 
 cos ϕ cos λ cos ϕQ sin λQ sin ϕQ 
 Q Q
Pengertian Datum Geodetik

Datum geodetik mendefinisikan :


• bentuk dan ukuran ellipsoid referensi
• lokasi titik pusat ellipsoid
• orientasi (relatif) terhadap bumi
Orientasi sumbu putar ellipsoid secara klasik didefinisikan
sejajar terhadap sumbu putar (rata-rata) bumi.
Lokasi titik pusat ellipsoid :
• tidak berimpit dengan pusat massa bumi (lokal)
• geosentrik (global)
Secara kesepakatan (konvensi), meridian Greenwich
ditetapkan sebagai bujur “nol”.
SEBELUM ERA SATELIT . . . . . . .
Datum Peta di INDONESIA
Era kolonial Belanda sampai awal 1970-an :
• untuk Jawa dan Nusa Tenggara digunakan datum Genuk
• di wilayah lainnya : datum masing-masing.
Di Indonesia terdapat banyak datum (lokal) !
Era 1974 – 1995 (Bakosurtanal) :
• untuk seluruh Indonesia : Datum Indonesia 74 (DI 74)
• titik datum berlokasi di Padang.
Di Indonesia terdapat satu datum (lokal) !

Era 1995 – sekarang (Bakosurtanal) :


• untuk seluruh Indonesia : Datum Geodesi Nasional 95 (DGN 95)
• identik dengan WGS 84 (datum GPS)
Di Indonesia terdapat satu datum (global) !
Contoh Kasus : di Pertamina

    
 
DATUM BESSEL
DATUM BESSEL GUNUNG SEGARA
BUKIT RIMPAH DATUM BESSEL
MONCONGLOWE

DATUM BESSEL DATUM HAYFORD


GENUK T21 SORONG

Ref. : Hafzal Hanief


(2002)
Bagian Keempat
GD2211 IHG 2
Reduksi Data Sudut,
Asimut dan Jarak
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro
PENENTUAN POSISI

Satelit
SLR, GPS, Galileo, GLONASS, INSAR

Astronomik
Pengamatan bintang/matahari, VLBI

Terestrial
Polar, Poligon, Triangulasi, Triangulasi, dsb.

Inersial

Fotogrametrik
Metode Terestrial
Hitungan penentuan posisi secara geodetik berdasarkan data jarak
dan sudut (horisontal dan vertikal) dapat dilakukan di :
Permukaan bumi (3D)
• sistem koordinat toposentrik Î sistem koordinat geodetik
• data sudut dipengaruhi oleh efek gravimetrik
Pemukaan ellipsoid referensi (2D)
• sistem koordinat geodetik
• data sudut dan jarak dipengaruhi efek gravimetrik dan geometrik
Bidang proyeksi peta (2D)
• sistem koordinat proyeksi peta Î sistem koordinat geodetik
• data sudut dan jarak dipengaruhi oleh efek proyeksi peta

Sebelum hitungan posisi, perlu proses reduksi data


Arah (Asimut) & Sudut Horisontal
• Ketika mengukur arah atau sudut horisontal, sumbu vertikal alat
theodolit pada kedudukan berimpit dengan arah vektor gayaberat.
• Arah vektor gayaberat tidak berimpit dengan normal ellipsoid.
• Agar arah atau sudut horisontal mengacu ke ellipsoid referensi,
arah dan sudut tersebut harus dikoreksi dengan efek defleksi
vertikal.
• Selain itu, untuk posisi target bidik di atas ellipsoid, titik target
dan proyeksinya di permukaan ellipsoid tidak terletak pada bidang
normal yang sama apabila dilihat dari alat theodolit (skew-normal
correction).
• Demikian pula, arah ke titik target seharusnya adalah arah garis
geodesik, bukannya arah irisan normal (koreksi irisan normal-
geodesik).
Skew−Normal Correction δh
 h2 2 2 
′′ ′′
δh = ρ  e sin α12 cos α12 cos ϕ 2 
 Mm 

h2 = tinggi geodetik titik P2


α12 = asimut sisi P1P2
ϕ2 = lintang geodetik titik P2

M1 + M 2
Mm =
2
M1 dan M2 masing-masing adalah
radius lengkung meridian pada
titik P1 dan P2
Koreksi Irisan Normal−Geodesik δg
 e 2 s 2 cos 2 ϕ m sin 2α12 
δg ′′ = ρ′′ 
 12 N 2 
 m 

s = jarak P1 ke P2
ϕ + ϕ2
ϕm = 1
2
N1 + N 2
Nm =
2

N1 dan N2 masing-masing
adalah radius lengkung
irisan normal di P1 dan P2
Koreksi Efek Defleksi Vertikal δθ
δθ′′ = −(ξ1 sin α12 − η1 cos α12 ) cot z

ξ1,η1 = komponen defleksi


vertikal di P1

z = sudut zenit dari titik


P1 ke P2
Total Koreksi Asimut/Sudut Horisontal
Asimut

P2
α12
ian

u
α12 = α12 + δh + δg + δθ
rid
me

u
P1 α12 = asimut sisi P1P2 ukuran

Sudut Horisontal
P2 u u u u
β123 = α13 − α12 β123 = sudut horisontal ukuran
ian
rid
me

β123
P1 u
β123 = β123 + (δh13 − δh12 ) + (δg13 − δg12 ) + (δθ13 − δθ12 )

P3
Sudut Zenit
• Hasil pengukuran sudut zenit hanya dipengaruhi oleh efek gravimetrik.

• Agar sudut zenit mengacu ke arah normal ellipsoid, sudut tersebut


harus dikoreksi oleh efek defleksi vertikal.

θ = defleksi vertikal
P2
θ
u
z12 = z12 + (ξ1 cos α12 + η1 sin α12 )
z12 topografi
u
z12
u
P1 z12 = sudut zenit ukuran di P1

ξ1,η1 = komponen defleksi vertikal di P1


norma
rat
ellipso
gayabe
arah

α12 = asimut geodetik sisi P1P2


l
id
Jarak Ruang
• Dalam hal ini reduksi dilakukan
dari jarak ruang l ke jarak di
permukaan ellipsoid S

l 
S = Rψ = 2 R sin −1 o 
 2R 
dengan :
1
  2 ∆h = h2 − h1
 l 2 − ∆h 2 
lo =   R + R2
 1 + 1 1 + 2  
h h R= 1
  R  R   2

R1 dan R2 masing-masing adalah radius Euler di


titik-titik P1 dan P2
Reduksi dari Ellipsoid ke Permukaan Bumi

• Sudut dan jarak yang diperoleh dari data koordinat geodetik atau peta,
nilainya tidak sama dengan sudut dan jarak di permukaan bumi.

• Pada beberapa kasus perlu dilakukan hitungan untuk mereduksi sudut dan
jarak dari koordinat geodetik ataupun dari peta ke sudut dan jarak di
permukaan bumi.

• Contoh : - pengecekan alat ukur


- stake out

• Prosedur reduksi dapat dilakukan dengan menggunakan inversi dari


rumus-rumus reduksi yang telah dibahas sebelumnnya.
Bagian Kelima
GD2211 IHG 2
Hitungan Penentuan
Posisi
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro
PENENTUAN POSISI

Satelit
SLR, GPS, Galileo, GLONASS, INSAR

Astronomik
Pengamatan bintang/matahari, VLBI

Terestrial
Polar, Poligon, Triangulasi, Triangulasi, dsb.

Inersial

Fotogrametrik
Penentuan Posisi Metode Terestrial
Metode hitungan penentuan posisi secara geodetik berdasarkan data
jarak dan sudut yang akan dibahas pada kuliah ini adalah :

Bidang hitungan di permukaan bumi (3D)


• sistem koordinat toposentrik Î sistem koordinat geodetik
• direct dan indirect problem.

Bidang hitungan di permukaan ellipsoid referensi (2D)


• formula Puissant & Bowring (jarak pendek)
• formula Vincenty (jarak jauh)
• direct dan indirect problem.
Bidang hitungan di bidang proyeksi peta (2D)
• sistem koordinat proyeksi peta Î sistem koordinat geodetik
• dibahas setelah materi proyeksi peta !
Direct & Indirect Problem
n ia n
id ia id
m er m er

αAB B αAB B
dAB dAB

A A
Direct problem Indirect problem
Diberikan data : Diberikan data :
• Posisi geodetik titik A (ϕA,λA) • Posisi geodetik titik A (ϕA,λA)
• Asimut αAB dan jarak dAB dan titik B (ϕB,λB)
Ditentukan : Ditentukan :
• Posisi geodetik titik B (ϕB,λB) •Asimut αAB dan jarak dAB
Di Topografi Bumi (direct problem)
u
Diberikan :
P Posisi geodetik titik Q
d
n Hasil pengukuran :
m
α
e • jarak ruang d
Q • sudut miring m
• asimut geodetik α
sudut miring dan asimut
telah mengacu terhadap
arah normal ellipsoid di Q
Akan ditentukan :
Posisi geodetik titik P
Komp. Defleksi Vertikal ξ (EGM96)

(dalam sekon)
Komp. Defleksi Vertikal η (EGM96)

(dalam sekon)
Penentuan Posisi Geodetik Titik P 3−D
Pada sistem koordinat toposentrik, posisi titik P (relatif terhadap Q),
dapat dinyatakan sebagai berikut :
nP = d cos m cos α eP = d cos m sin α u P = d sin m
Posisi titik P dalam sistem koordinat kartesia geosentrik :
 ∆x  nP   x P   xQ + ∆x 
∆y  = R (ϕ , λ )−1  e   y  =  y + ∆y 
  Q Q  P  P  Q 
 ∆z  u P   z P   zQ + ∆z 

 − sin ϕQ cos λ Q − sin ϕQ sin λ Q cos ϕQ 


 
dengan : R (ϕQ , λ Q ) =  − sin λ Q cos λ Q 0 
 cos ϕ cos λ cos ϕQ sin λ Q sin ϕQ 
 Q Q

Posisi geodetik titik P : (xP,yP,zP) Î (ϕP,λP,hP)


indirect problem
Diberikan posisi geodetik titik P dan Q : (ϕ P , λ P , hP ) dan (ϕQ , λ Q , hQ )
Tentukan : asimut geodetik αQP, jarak ruang dQP, dan sudut miring mQP !
Ketiga besaran tersebut dapat ditentukan melalui :
 eP   uP 
α QP = arctan  d QP = nP2 + eP2 + u P2 mQP = arcsin 
 nP   d QP 
 
atau:
 − ∆x sin λ Q + ∆y cos λ Q 
α QP = arctan 
 − ∆x sin ϕQ cos λ Q − ∆x sin ϕQ sin λ Q + ∆z cos ϕQ 
 
d QP = ∆x 2 + ∆y 2 + ∆z 2
 ∆x cos ϕQ cos λ Q + ∆y cos ϕQ sin λ Q + ∆z sin ϕQ 
mQP = arcsin 
 d 
 QP 
CONTOH SOAL
(1)

Posisi geodetiknya
diketahui

(2) Sudut horisontalnya


diukur

Jarak ruang dan


sudut miringnya
diukur
(3)
Posisi geodetiknya
akan ditentukan
Model Linier Data Pengamatan
Persamaan data sebagai fungsi dari koordinat dapat ditulis sebagai :
α AB = f α ( x A , y A , z A , x B , y B , z B )
m AB = f m ( x A , y A , z A , x B , y B , z B ) tak linier !
d AB = f d ( x A , y A , z A , x B , y B , z B )

Linierisasi dengan deret Taylor :


∂f α ∂f ∂f ∂f ∂f ∂f
∆α = ∆x A + α ∆y A + α ∆z A + α ∆x B + α ∆y B + α ∆z B
∂x A ∂y A ∂z A ∂x B ∂y B ∂z B
∂f m ∂f m ∂f m ∂f m ∂f m ∂f m
∆m = ∆x A + ∆y A + ∆z A + ∆x B + ∆y B + ∆z B
∂x A ∂y A ∂z A ∂x B ∂y B ∂z B
∂f ∂f ∂f ∂f ∂f ∂f
∆ d = d ∆ x A + d ∆y A + d ∆ z A + d ∆ x B + d ∆ y B + d ∆z B
∂x A ∂y A ∂z A ∂x B ∂y B ∂z B
Model Linier Data Pengamatan
dengan :
∆α = α AB − α oAB ∆x A = x A − x oA ∆x B = x B − x Bo
∆m = m AB − m oAB ∆y A = y A − y oA ∆y B = y B − y Bo
o
∆d = d AB − d AB ∆z A = z A − z oA ∆z B = z B − z Bo

Dalam notasi matriks dan vektor :


∆x
 ∂f α ∂f α ∂f α ∂f α ∂f α ∂f α   A 
 ∂x  ∆y 
 ∆α   A ∂y A ∂z A ∂x B ∂y B ∂z B  A 

∆m  =  ∂f m ∂f m ∂f m ∂f m ∂f m ∂f m   ∆z A 
   ∂x A ∂y A ∂z A ∂x B ∂y B ∂z B   ∆x B 
 ∆d   ∂f ∂f d ∂f d ∂f d ∂f d ∂f d  ∆y 
 d  B
 ∂x A ∂y A ∂z A ∂x B ∂y B ∂z B   ∆z 
 B
Model Linier Data Pengamatan
∂f α ∂f − sin ϕ A cos λ A sin α AB + sin λ A cos α AB
=− α =
∂x A ∂x B d AB cos m AB
∂f α ∂f α − sin ϕ A sin λ A sin α AB − cos λ A cos α AB
=− =
∂y A ∂y B d AB cos m AB
∂f α ∂f cos ϕ A sin α AB
=− α =
∂z A ∂z B d AB cos m AB
∂f m ∂f − d AB cos ϕ A cos λ A + ( x B − x A ) sin m AB ∂f d ∂f x − xB
=− m = =− d = A
∂x A ∂x B 2 ∂x A ∂x B d AB
d AB cos m AB
∂f m ∂f − d AB cos ϕ A sin λ A + ( y B − y A ) sin m AB ∂f d ∂f y − yB
=− d = A
=− m =
∂y A ∂y B 2
d AB cos m AB ∂y A ∂y B d AB

∂f m ∂f − d AB sin ϕ A + ( z B − z A ) sin m AB ∂f d ∂f z −z
=− m = =− d = A B
∂z A ∂z B 2
d AB cos m AB ∂z A ∂z B d AB
Di Permukaan Ellipsoid
Berikut ini dibahas persoalan direct dan indirect yang prosedur hitungannya
dilakukan di permukaan ellipsoid (h = 0).

Direct problem :
• Diberikan posisi geodetik titik A : (ϕA,λA)
• Diukur : jarak geodesik dAB dan asimut geodetik αAB
• Ditentukan posisi geodetik titik B : (ϕB,λB)
Indirect problem :
• Diberikan posisi geodetik titik A dan B : (ϕA,λA) dan (ϕB,λB)
• Ditentukan jarak geodesik dAB dan asimut geodetik αAB atau αBA

Terdapat berbagai formulasi hitungan direct dan indirect problem,


diantaranya :
• formula Puissant & Gauss Mid-Latitude (jarak pendek)
• formula Bessel (jarak jauh)
Bagian Kelima (b)
GD2211 IHG 2
Hitungan Penentuan
Posisi
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro
Hitungan Di Permukaan Ellipsoid
Berbagai metode hitungan direct maupun indirect problem dapat anda
jumpai pada banyak literatur, diantaranya metode-metode Legendre,
Puissant, Bowring, Bessel, Gauss, Vincenty, dsb.

Tergantung cara penurunan formulasinya, model matematik direct atau


indirect problem dapat dikelompokkan kedalam dua kategori :
• untuk jarak pendek (kira-kira < 150 km)
• untuk jarak jauh
Pada kuliah ini hanya disampaikan metode-metode berikut (baca literatur
terkait untuk penurunan rumusnya) :
• Puissant dan Bowring (jarak pendek)
• Vincenty (jarak jauh)
Dalam hal ini, khusus untuk metode Vincenty hanya disampaikan metode
hitungan indirect problem-nya saja.
Formula Puissant
Diturunkan pada abad 19 oleh ahli matematika Perancis : Louis Puissant
Diturunkan berdasarkan pendekatan bola Î untuk jarak pendek
Akurasi hitungan : 1 ppm untuk jarak 100 km

ϕ = lintang geodetik
λ = bujur geodetik

α = asimut geodetik
s = jarak geodetik

Ref. Krakiwsky & Thompson, 1978


Vanicek & Krakiwsky, 1982
Formula Puissant (direct problem)
Diberikan : - posisi geodetik titik P1 (ϕ1,λ1) Tentukan :
- asimut geodetik dari P1 ke P2 (α12) Posisi geodetik
- jarak geodetik dari P1 ke P2 (s12) titik P2 (ϕ2,λ2)

Penentuan lintang geodetik ϕ2 : ϕ 2 = ϕ1 + ∆ϕ

k +1  s12 cos α12 s12


2
tan ϕ sin 2
α12
∆ϕ =  − 1 −
 M1 2 M 1 N1

3
s12 cos α12 sin 2 α12 (1 + 3 tan 2 ϕ1 )   3e 2 sin 2ϕ1 k 
− 1− ∆ϕ
2   2 2 
6M 1N1   2(1 − e sin ϕ1 ) 

Hitungan dilakukan secara iteratif sampai : Ref. Krakiwsky & Thompson, 1978
Vanicek & Krakiwsky, 1982
∆ϕ k +1 − ∆ϕ k < ε (misalkan : ε = 10 −10 radian)
Formula Puissant (direct problem)
Nilai pendekatan awal ∆ϕ (k=0) dapat ditentukan melalui :
2
0 s12 s12 2
∆ϕ ≈ cos α12 − 2
tan ϕ1 sin α12 −
N1 2 N1
3
s12 2 2
− 3
cos α12 sin α12 (1 + 3 tan ϕ1 ) + .........
6 N1

Penentuan bujur geodetik λ2 : λ 2 = λ1 + ∆λ

s12 sin α12  2 


s12 1 − sin 2
α12


∆λ = 1 −
N 2 cos ϕ 2  6 N 2 
2  cos ϕ 2 
2

Ref. Krakiwsky & Thompson, 1978


Vanicek & Krakiwsky, 1982
Formula Puissant (indirect problem)
Diberikan : - posisi geodetik titik P1 (ϕ1,λ1) dan Tentukan :
titik P2 (ϕ2,λ2) Asimut geod. α12 dan α21
serta jarak geod. s12

 N 2 ∆λ  3e 2
sin 2 ϕ 
α12 = arctan  cos ϕ 2 1 − 1 
 4(1 − e 2 sin 2 ϕ 
 M 1∆ϕ  1  
∆ϕ M1
s12 =
cos α12 3e 2 sin 2ϕ1∆ϕ
1−
4(1 − e 2 sin 2 ϕ1 )
 
3 3 ϕ + ϕ2
sin ϕ m ∆λ  sin ϕ m sin ϕ m 
α 21 − α12 − π = ∆λ +  −  ϕm 1
1 12 1 21 2
cos ∆ϕ  cos ∆ϕ cos ∆ϕ 
2  2 2 
Ref. Krakiwsky & Thompson, 1978
Vanicek & Krakiwsky, 1982
Formula Bowring
B.R. Bowring (1981) menurunkan formulasi direct dan indirect problem
yang non-iteratif dan akurat untuk jarak geodetik maksimum 150 km.

Penurunannya didasarkan atas proyeksi konform dari permukaan ellipsoid


ke permukaan bola (Gaussian projection of the second kind). Hal ini
dilakukan untuk memudahkan formulasinya, yaitu menggunakan rumus-
rumus segitiga bola atau spherical trigonometry.

Beberapa besaran yang akan digunakan :

A = 1 + e'2 cos 4 ϕ1 B = 1 + e'2 cos 2 ϕ1 C = 1 + e' 2


w = A(λ 2 − λ1 ) / 2 ∆ϕ = ϕ 2 − ϕ1 ∆λ = λ 2 − λ1

Ref. Rapp, 1989


Formula Bowring (direct problem)

σ = s12 B /( aC ) a = setengah sumbu panjang ellipsoid

1 −1 A tan σ sin α12 


λ 2 = λ1 + tan  
A  B cos ϕ1 − tan σ sin ϕ1 cos α1 

1   1 
D = sin −1 sin σ cos α12 − sin ϕ1 sin α12 tan w 
2   A 

 3 '2  4 
ϕ2 = ϕ1 + 2 D  B − e D sin  2ϕ1 + BD 
 2  3 

−1  − B sin α12 
α 2 = tan  
 cos σ(tan σ tan ϕ1 − B cos α1 )
Ref. Rapp, 1989
Formula Bowring (indirect problem)
∆ϕ  3e'2  2 
D= 1 + 2 ∆ϕ sin  2ϕ1 + ∆ϕ 
2 B  4 B  3 

E = sin D cos w

1
F= sin w( B cos ϕ1 cos D − sin ϕ1 sin D )
A
F σ 2
tan G = ; sin = E + F
E 2
(2 1/ 2
)
1 
tan H =  (sin ϕ1 + B cos ϕ1 tan D ) tan w
A 

α1 = G − h α 2 = G + H ± 1800 s12 = aCσ / B 2


Ref. Rapp, 1989
Konvergensi Meridian
KU dp = d(N cosϕ)
dA
meridian

= M sinϕ dϕ

n
dA

idia
A

m er
Q Q
ϕ+dϕ
M dϕ
A ds dA

l
le
ra
pa
paralel dλ
ϕ dλ
P dp
λ+dλ M sinϕ dϕ dλ
λ P
M sin ϕ dϕ dλ
dA = = sin ϕ dλ
M dϕ Untuk jarak pendek sPQ :
Karena: tan ϕ P sin APQ
∆A ≈ sPQ
sin A tan ϕ sin A NP
dλ = ds maka : dA = ds
N cos ϕ N
Formula Vincenty
Formula Vincenty
Bagian Keenam
GD2211 IHG 2

PROYEKSI PETA
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro
PROYEKSI PETA
Proyeksi peta adalah model matematik untuk mengkonversi
posisi tiga-dimensi suatu titik di permukaan bumi ke representasi
posisi dua-dimensi di bidang peta (bidang datar).

Efek dari pengkonversian tersebut adalah terjadinya distorsi


pada aspek-aspek geometri permukaan bumi : luas, bentuk,
jarak, dan arah.

Setiap model proyeksi peta mempunyai kelemahan & kelebihan.


Tidak ada model proyeksi peta terbaik. Apabila satu atau dua
jenis distorsi diminimalkan, maka distorsi lainnya akan membesar.
Beberapa model proyeksi peta telah didesain optimal agar semua
jenis distorsi magnitudenya tidak terlalu besar.

Pembuat peta harus memilih model proyeksi peta yang sesuai


dengan kebutuhannya, dalam arti meminimalkan distorsi fitur-fitur
yang sekiranya penting.
Kosasih Prijatna, 2005
PROYEKSI PETA

Flat Map
Cartesian coordinates: x,y
(Easting & Northing)

Curved Earth
Geographic coordinates: φ, λ
(Latitude & Longitude)
Earth to Globe to Map

Map Scale: Map Projection:


Representative Fraction Scale Factor

= Globe distance Map distance


=
Earth distance Globe distance
(e.g. 1:25,000) (e.g. 0.9996)
Geographic and Projected Coordinates

(φ, λ) (x, y)
Map Projection
Prinsip dasar
Proyeksi Peta
Bidang Proyeksi dan Orientasinya
Normal Miring Transversal

Planar

Kerucut

Silinder
KELAS−KELAS PROYEKSI PETA

Model Fisik Sifat distorsi


Proyeksi Silinder Konform
Menyinggung Sudut & bentuk tetap
Memotong
Ekivalen
Proyeksi Kerucut Luas tetap
Menyinggung
Memotong Ekidistan
Jarak tetap
Proyeksi Planar
Menyinggung Azimuthal
Memotong Arah tetap

Kosasih Prijatna, 2005


Kedudukan Bidang Proyeksi

menyinggung

memotong
(secant)
Proyeksi Peta (contoh)
Tahapan Proyeksi Peta
Bumi (Geoid)
Ellipsoid
Pendefinisian
Referensi
Datum Geodetik

Reduksi
Peta

Transformasi

Bola

atau
Bidang isometrik
Materi Kuliah
Pada kuliah ini hanya akan dibahas dasar-dasar proyeksi konform.

Sistem proyeksi peta yang akan dibahas :


• Mercator
• Transverse Mercator : UTM, TM3

Pada pemetaan nasional di Indonesia, sistem-sistem proyeksi yang


digunakannya saat ini adalah sebagai berikut :

Bakosurtanal : • UTM (peta RBI skala ≥ 1: 50.000)


• Mercator (peta skala < 1:50.000)
BPN : • TM3 (peta-peta kadaster skala besar)

dengan DGN95 sebagai datum geodetiknya.


Besaran Dasar Gauss
Z

ϕ
P P’
P ds

λ=
λ+
λ


ϕ


ϕ+
zP Y

ϕ=

λ
xP
yP
X X + dx = x(ϕ + dϕ, λ + dλ )
Persamaan X = x(ϕ, λ ) Y + dy = y (ϕ + dϕ, λ + dλ )
parametrik : Y = y (ϕ, λ ) Z + dz = z (ϕ + dϕ, λ + dλ )
Z = z (ϕ, λ )
ds 2 = dx 2 + dy 2 + dz 2
Besaran Dasar Gauss
Selanjutnya, maka :
∂x ∂x
dx = dϕ + dλ ds 2 = E dϕ 2 + 2 F dϕ dλ + G dλ2
∂ϕ ∂λ
∂y ∂y 2 2 2
dy = dϕ + dλ  ∂x   ∂y   ∂z 
∂ϕ ∂λ E =  +  + 
 ∂ϕ   ∂ϕ   ∂ϕ 
∂z ∂z
dz = dϕ + dλ  ∂x ∂x   ∂y ∂y   ∂z ∂z 
∂ϕ ∂λ F = + + 
 ∂ϕ ∂λ   ∂ϕ ∂λ   ∂ϕ ∂λ 
2 2 2
 ∂x   ∂y   ∂z 
G =   +  + 
 ∂λ   ∂λ   ∂λ 

E, F, dan G adalah besaran-besaran dasar Gauss


Besaran Dasar Gauss
ds1 = E dϕ
P’ ds2 = G dλ
ds ds 2 = E dϕ 2 + G dλ2 + 2 EG cos ω dϕ dλ
α ds1
ο −ω F
P 0 cos ω =
18
ds2 EG
ω
E dϕ F
cot α = cosec ω + cosec ω
G dλ EG
Bila kedua garis parametrik berpotongan tegak lurus :

o ds 2 = E dϕ 2 + G dλ2
ω = 90 dan F = 0
E dϕ
cot α =
G dλ
Besaran Dasar Gauss di Ellipsoid
z Untuk titik P di permukaan ellipsoid,
berlaku :
P’ ϕ+dϕ X = N cos ϕ cos λ
ds1 ds ϕ Y = N cos ϕ sin λ
oid

ds2
( )
ellips

P
Z = N 1 − e 2 sin ϕ
Besaran dasar Gauss terkait :
ϕ
y E =M2
λ λ+dλ
λ F =0
x
G = N 2 cos 2 ϕ
Karena garis meridian dan
paralel berpotongan tegak ds 2 = (M dl )2 + ( N cos ϕ dλ )2
lurus, maka :
M dλ
ω = 90o dan F = 0 cot α =
N cos ϕ dϕ
Besaran Dasar Gauss di Bid. Proyeksi
P’ u+du
P’ ϕ+dϕ
ds1
ds1
y ds
α ds
α
ϕ u
P P
ds2 ds2 v+dv
ω ω v
λ λ+dλ x
Bidang ellipsoid Bidang proyeksi
u dan v adalah proyeksi dari Posisi titik P pada bidang
garis parameter ϕ dan λ, maka : proyeksi adalah :
u = u (ϕ, λ ) x = x(u , v )
v = v(ϕ, λ ) y = y (u , v )
Besaran Dasar Gauss di Bid. Proyeksi
Atau : ∂x ∂x
Pada sis. koord. kartesia 2d : dx = dϕ + dλ
x = x(ϕ, λ ) ∂ϕ ∂λ
2
d s = dx 2 + dy 2 ∂y ∂y
y = y (ϕ, λ ) dy = d ϕ + dλ
∂ϕ ∂λ
Maka : ds 2 = E dϕ2 + 2 F dϕ dλ + G dλ2
Besaran dasar Gauss :
2 2
 ∂x   ∂y  Untuk proyeksi konform :
E =   + 
 ∂ϕ   ∂ϕ 
ω = 900
 ∂x ∂x   ∂y ∂y 
F = + 
 ∂ϕ ∂λ   ∂ϕ ∂λ  E dϕ
2 2 cot α =
 ∂x   ∂y  G dλ
G =   + 
 ∂λ   ∂λ 
Proyeksi Konform (umum)
Sistem proyeksi konform : Bentuk dan sudut di permukaan
ellipsoid dan di bidang proyeksi
tidak berubah.

Beberapa aspek untuk proyeksi konform secara umum :

Bidang isometrik
Faktor skala
Syarat konform
Geometri proyeksi kurva
Konvergensi grid
Bidang Isometrik (bidang perantara)
Di permukaan ellipsoid :

ds 2 = (M dl )2 + ( N cos ϕ dλ )2 atau : (
ds 2 = N 2 cos 2 ϕ dq 2 + dλ2 )
M
q adalah lintang isometrik : dq = sec ϕ dϕ
N
ϕ
M
q=
N ∫
sec ϕ dϕ
0

 e 
 π ϕ  1 − e sin ϕ  2
q = ln  tan +   
  4 2  1 + e sin ϕ  
 
Bidang Isometrik (bidang perantara)
Bidang Isometrik (bidang perantara)
Menghitung ϕ dari q (iteratif) :

ϕ = 2 arctan ε[( ]
q +k )

π
2
iterasi pertama :
•k=0 hitung ϕ = ϕ0
4 6
e e
• hitung k = k0 : k0 = e 2 sin ϕ0 + sin 3 ϕ0 + sin 5 ϕ0
3 5

iterasi kedua dan seterusnya :

[
ϕ = 2 arctan ε (q +k0 ) −] π
2 ε= bil. Natural
=2.71828
Faktor Skala
Syarat Konform
Proyeksi Konform (umum)
Beberapa aspek untuk proyeksi konform secara umum :
Bidang isometrik
Faktor skala
Syarat konform
Geometri proyeksi kurva
Konvergensi grid
Referensi : Krakiwsky, Conformal Map Projections in Geodesy,
Lecture notes, University of New Brunswick, 1973.

Bidang Isometrik (bidang perantara)


Faktor Skala
Selanjutnya, kita definisikan faktor skala untuk bidang isometrik
dengan ellipsoid.
x = x(ϕ, λ ) x = x (q , λ )
y = y (ϕ, λ ) y = y (q , λ )
) 2 ) 2 ) ) 2
Pada bidang isometrik berlaku pula : ds = E dq + 2 F dq dλ + G dλ
2 2
)  ∂x   ∂y 
E =  + 
 ∂q   ∂q 
)  ∂x  ∂x   ∂y  ∂y 
dengan : F =    +   
 ∂q  ∂λ   ∂q  ∂λ 
)  ∂x  2  ∂y  2
G =   + 
 ∂λ   ∂λ 
Faktor Skala
)
Pada kasus proyeksi konform : F =0

maka : )2 ) 2 ) 2
ds = E dq + G dλ

Faktor skala :

)2 ) 2 ) 2
2 ds E dq + G dλ
k = 2= 2 2
ds M dϕ + N 2 cos 2 ϕ dλ2
atau :
)2 ) 2 ) 2
ds E dq + G dλ
k2 = 2 = 2
ds ( )
N cos 2 ϕ dq 2 + dλ2
Syarat Konform
KU N cos ϕ
Sesuai gambar : tan α = dλ
M dϕ
M dϕ
Telah diketahui : dq =
ϕ+dϕ N cos ϕ

ϕ

α
Md

Selanjutnya : tan α = atau dλ = tan α dq


ϕ dq
N cos ϕ dλ

Apabila dλ disubstitusikan kepada persamaan


λ faktor skala, diperoleh :
λ+dλ

) 2 ) 2
E cos α + G sin α
k2 =
N 2 cos 2 ϕ
Syarat Konform
Pada proyeksi konform, faktor skala tidak merupakan fungsi dari
asimut (perbesaran ke segala arah homogen), maka harus dipenuhi :
) ) )
F = 0 dan E = G
) )
E G
sehingga : k 2 = =
N 2 cos 2 ϕ N 2 cos 2 ϕ

Selanjutnya,
−1
) ∂y  ∂x ∂x  ∂y 
F =0 = −  
∂λ  ∂q ∂λ  ∂q 
2 2 2 2
) )  ∂x   ∂y   ∂x   ∂y 
E =G   +  =   + 
 ∂q   ∂q   ∂λ   ∂λ 
Syarat Konform
2
atau :  ∂x 
2 2    ∂x  2  ∂y  2 

   
x ∂y ∂λ
  +   =  2   +   
 ∂q   ∂q   ∂y   ∂q   ∂q  
 
 ∂q 

Terdapat dua kemungkinan agar persamaan di atas dipenuhi, yaitu :

2 2
 ∂x   ∂y 
1.   +  = 0
 ∂q   ∂q 
atau :
2
2
 ∂x  =  ∂y  ∂x ∂y
2.     =±
 ∂λ   ∂q  ∂λ ∂q
Syarat Konform
∂x ∂y
Selanjutnya, bila = disubstitusikan pada persamaan berikut :
∂λ ∂q
−1
∂y  ∂x ∂x  ∂y  ∂x ∂y
= −   diperoleh : =−
∂λ  ∂q ∂λ  ∂q  ∂q ∂λ

∂x ∂y ∂x ∂y
Kedua persamaan : = dan =−
∂λ ∂q ∂q ∂λ
dikenal sebagai persamaan Cauchy-Riemann yang merepresentasi-
kan syarat proyeksi konform, dan digunakan sebagai alat bantu
Untuk untuk menentukan fungsi (kompleks) pemetaan f1 dan f2 :

x + iy = f1 (λ + iq ) direct problem
λ + iq = f 2 ( x + iy ) inverse problem
Variabel Kompleks (review)
Bilangan kompleks : z = a + ib i = −1
a = bagian real dan b = bagian imajiner
Complex conjugate dari z adalah : z = a − ib
Fungsi kompleks : w = f ( z ) = u + iv
= f (a + ib) = u (a, b) + iv(a, b)
∂u ∂v 1 ∂u ∂v
Diferensiasi : f ′( z ) = + i = +
∂a ∂a i ∂b ∂b
Selanjutnya : dw.d w = f ′( z ) f ′( z ) (da 2 + db 2 )
 ∂u  2  ∂v  2  2
(
=   +    da + db 2 )
 ∂a   ∂a  
 ∂u 2  ∂v 2  2
(
=   +    da + db2 )
 ∂b   ∂b  
Evaluasi Faktor Skala

Faktor skala untuk bidang proyeksi dengan bidang ellipsoid dapat


ditulis kembali sebagai :
2 2 2
ds dx + dy
k2 = 2 = 2
ds (
N cos 2 ϕ dq 2 + dλ2 )
Elemen kuadrat jarak di bidang proyeksi dapat pula dinyatakan
dalam fungsi kompleks sebagai berikut :
(
ds 2 = dx 2 + dy 2 = f ′(λ + iq ) f ′(λ − iq ) dq 2 + dλ2 )
2 f ′(λ + iq ) f ′(λ − iq )
Sehingga : k = 2 2 ……..*)
N cos ϕ
Evaluasi Faktor Skala

Selanjutnya :
2 2 2 2
 ∂x   ∂y   ∂x   ∂y 
f (λ + iq ) f (λ − iq ) =   +   =   +  
′ ′
 ∂λ   ∂λ   ∂q   ∂q 

Bila persamaan di atas disubstitusikan pada persamaan *),


diperoleh :
2 2 2 2
 ∂x   ∂y   ∂x   ∂y 
  +    + 
∂λ ∂λ dan ∂q ∂q
k=     k=    
N cos ϕ N cos ϕ
Geometri Proyeksi Kurva

1
Geometri Proyeksi Kurva
Pada gambar dideskripsikan 2 sistem koordinat di bidang proyeksi :
• sistem koordinat peta (x,y)
• sistem koordinat geodesik (ξ,η)
Sumbu η menyinggung garis geodesik 1-2, dan sumbu ξ tegak lurus
terhadap sumbu η.

• α12 adalah proyeksi asimut geodesik sisi 1-2


• T adalah asimut grid proyeksi garis geodesik sisi 1-2
• t adalah asimut grid talibusur sisi 1-2
• γ adalah konvergensi grid
• S adalah panjang garis geodesik di bidang peta
• d adalah panjang talibusur
Konvergensi Grid
Sudut β di bidang
proyeksi :
dy
tan β =
dx
Persamaan parametrik :
x = x (q , λ )
y = y (q , λ )

Total diferensial :
∂x ∂x  ∂y ∂y dλ 
dx = dq + dλ  + 
∂q ∂λ  ∂q ∂λ dq 
maka : tan β =
∂y ∂y  ∂x ∂x ∂λ 
dy = dq + dλ  + 
∂q ∂λ  ∂q ∂λ ∂q 
Konvergensi Grid
y
Telah diketahui :

tan α =
dq
maka :
 ∂y ∂y 
 + tan α 
 ∂q ∂λ 
tan β =
 ∂x ∂x 
 + tan α  Proyeksi konform : α = 90o dan γ = β
 ∂q ∂λ 
−1
dan ∂y  ∂x 
maka : tan γ =  
∂λ  ∂λ 
 ∂y ∂x 
 − tan β  atau
 ∂q ∂q 
tan α = − −1
 ∂y ∂x  ∂x  ∂y 
 − tan β  tan γ = −  
 ∂λ ∂λ  ∂q  ∂q 
Bagian Ketujuh
GD2211 IHG 2
Sistem Proyeksi TM
Dan Mercator
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro
SISTEM PROYEKSI MERCATOR
Pertama kali diturunkan secara empirik oleh
Mercator (1550) untuk dapat merepresentasikan
garis yang mempunyai azimut konstan pada peta
sehingga tergambar sebagai garis lurus. Wright, sekitar 40 tahun
kemudian, menurunkan formulasi matematikanya.

Karakteristik sistem proyeksi Mercator :


• Konform.
• Tidak ada perubahan skala pada garis ekuator.
• Titik “nol” sumbu y dari sistem koordinat peta terletak pada
garis ekuator.
• Bidang proyeksinya adalah silinder dengan orientasi normal.

Referensi : Krakiwsky, Conformal Map Projections in Geodesy,


Lecture notes, University of New Brunswick, 1973.
MERCATOR (direct problem)
Bidang proyeksi : silinder, normal, konform
y

P dϕ dx P
ds2

ds1 dy
ds ds
ϕ = 0o
x
0 0
λ0 λ0 + dλ
ellipsoid proyeksi

Faktor skala (konform) :

dy dx dy dx
k= = k= =
ds1 ds2 M dϕ N cos ϕ dλ
MERCATOR (direct problem)
Dalam hal ini akan diturunkan fungsi untuk memetakan dari (ϕ,λ)
ke koordinat proyeksi (x,y).
• Penentuan komponen x
dx
Tidak ada perubahan skala di ekuator : k= =1
N cos ϕ dλ
Untuk ϕ = 0o (di ekuator) : λ
λ0 dipilih
dx = a dλ x= ∫ a dλ = a (λ − λ 0 )
sembarang
λ0
• Penentuan komponen y
dy a dλ a  M 
= = dy = a dϕ  = a dq
M dϕ N cos ϕ dλ N cos ϕ  N cos ϕ 
q
Maka : ∫
y = a dq = a q q = lintang isometrik
0
MERCATOR (direct problem)
Kriteria proyeksi Mercator :
• tidak ada perubahan skala di ekuator : x = a (λ − λ0) = a ∆λ
• titik “nol” sumbu y dari sist. koord. peta terletak pada ekuator :
ϕ=q=y=0 y=aq

Kedua persamaan di atas dapat pula dinyatakan dalam bentuk


fungsi kompleks sebagai berikut :

x + iy = f (λ + iq) x + iy = a(∆λ + iq )

Persamaan Cauchy-Riemann (syarat konform) dipenuhi :


∂x ∂y ∂x ∂y
= =a dan =− =0
∂λ ∂q ∂q ∂λ
MERCATOR (direct problem)
MERCATOR (inverse problem)
Dalam hal ini akan diturunkan fungsi untuk memetakan dari
koodinat proyeksi (x,y) koordinat geodetik (ϕ,λ).
• Menghitung bujur geodetik λ :
x
λ = λ0 +
a
• Menghitung lintang isometrik q :
y
q=
a
• Menghitung lintang geodetik ϕ :
Gunakan formulasi untuk menghitung ϕ dari q seperti yang telah
dibahas sebelumnya.
MERCATOR (faktor skala)
Sebelumnya telah dibahas :
2 2 2 2
 ∂x  +  ∂y   ∂x   ∂y 
      + 
∂λ ∂λ atau ∂q   ∂q 
k=     k= 
N cos ϕ N cos ϕ
Untuk proyeksi Mercator : x + iy = a(∆λ + iq )

∂x ∂y ∂x ∂y a
= = 0 dan = =a k=
∂q ∂λ ∂λ ∂q N cos ϕ

• Faktor skala pada proyeksi Mercator membesar untuk titik-titik


menjauhi ekuator (di ekuator k = 1 dan di kutub k = ∝).
• Proyeksi Mercator cocok digunakan untuk pemetaan wilayah
kecil di sekitar ekuator.
MERCATOR (konvergensi meridian)
MERCATOR (loxodrome)
TRANSVERSE MERCATOR
PROYEKSI MERCATOR

Source: Longley et al. 2001


TRANSVERSE MERCATOR (TM)
Sistem proyeksi ini pertama kali diperkenalkan
oleh Johann Heinrich Lambert (1772).
L. Kruger (1912) menurunkan suatu formula
untuk mempermudah komputasi.
Karakteristik sistem proyeksi Transverse Mercator :
• Konform.
• Bidang proyeksi silinder dengan orientasi transversal.
• Tidak ada perubahan skala di meridian sentral.
• Titik “nol” sumbu y dari sistem koordinat peta terletak pada
garis ekuator.
• Titik “nol” sumbu x dari sistem koordinat peta terletak pada
garis meridian sentral.
Referensi : Krakiwsky, Conformal Map Projections in Geodesy,
Lecture notes, University of New Brunswick, 1973.
TRANSVERSE MERCATOR
TM (direct problem)
Dalam hal ini akan diturunkan fungsi untuk memetakan dari (ϕ,λ)
ke koordinat proyeksi (x,y) :

x + iy = f (λ + iq)

Di meridian sentral (x = λ = 0), maka :

iy = f (iq) atau y = f (q)

Panjang busur meridian dari ekuator :


ϕ


y = M dϕ
atau : 0 ϕ


y = f (q ) = N cos ϕ dq karena : M dϕ = N cos ϕ dq
0
TM (direct problem)
Berikutnya adalah generalisasi x + iy = f (λ + iq) untuk titik-titik
di luar meridian sentral. Fungsi tersebut akan diuraikan dengan
menggunakan deret Taylor. Maka :
x + iy = f (λ + iq)
= f [(λ 0 + ∆λ ) + i(q0 + ∆q )]
= f [(λ 0 + iq0 ) + (∆λ + i∆q )]
= f ( z 0 + ∆z ) = f ( z )

Deret Taylor :
f ′′( z0 ) 2 f ′′′( z0 ) 3
f ( z ) = f ( z0 ) + f ′( z0 )∆z + ∆z + ∆z + ........
2! 3!
x + iy = f (λ 0 + iq0 ) + f ′(λ 0 + iq0 )(∆λ + i∆q ) + f ′′(∆λ + i∆q )
( ∆λ + i∆q )2
+ ....
2!
TM (direct problem)
Bila λ0 di meridian sentral maka : λ0 = 0 dan ∆q = 0, dan :
q = q0 + ∆q = q0 dan λ = λ0 + ∆λ =∆λ
Uraian deret Taylor sebelumnya menjadi :
f ′′(iq ) 2 f ′′′(iq ) 3
x + iy = f (iq ) + f ′(iq )∆λ + ∆λ + ∆λ + .......
2! 3!
ϕ
Dalam hal ini : ∫
f (iq ) = i f (q ) = i N cos ϕ dq
i df (q ) dq
0 dq 1
f ′(iq ) = f ′( z ) = . Karena z = iq Î q = z/i Î = = −i
dq dz dz i

df (q )
f ′(iq ) = f ′(iq ) = f ′(q )
dq
TM (direct problem)
Bentuk turunan kedua :

df ′(iq ) d  df (q ) d  df (q ) dq f ′′(iq ) = (− i ) f ′′(q )


f ′′(iq ) = =  =  
dq dz  dq  dq  dq  dz

Turunan selanjutnya : f ′′′(iq ) = − f ′′′(q )


f iv (iq ) = (i ) f iv (q )
f v (iq ) = f v (q ) dst.
Uraian deret Taylor menjadi :
(− i ) f ′′(q )
x + iy = f (∆λ + iq ) = f (iq ) + f ′(q )∆λ + ∆λ2 −
2!
f ′′′(q ) 3 if iv (q ) 4
− ∆λ + ∆λ + ...........
3! 4!
TM (direct problem)
Bila bagian real dan imajiner dipisahkan maka :
f ′′′(q ) 3 f v (q ) 5 f vii (q ) 7
x = ∆λ f ′(q ) − ∆λ + ∆λ − ∆λ + .....
3! 5! 7!
f ′′(q ) 2 f iv (q ) 4 f vi (q ) 6
y = f (q ) − ∆λ + ∆λ − ∆λ + ........
2! 4! 6!
Selanjutnya adalah menentukan f ′(q ), f ′′(q ), f ′′′(q ),.....dst
 dN  dϕ
f ′′(q ) =  cos ϕ − N sin ϕ
ϕ ϕ
 dϕ  dq
∫ ∫
f (q ) = N cos ϕ dq = M dϕ
dN
= ( N − M ) tan ϕ
dϕ N
= cos ϕ
0 0
dϕ dq M
N
f ′(q ) = N cos ϕ f ′′(q ) = − sin 2ϕ dst.
2
TM (formula direct problem)
x ∆λ3 cos 3 ϕ
= ∆λ cos ϕ + (1 − t 2 + η2 ) +
N 6
∆λ5 cos 5 ϕ
+ (5 − 18t 2 + t 4 + 14η2 − 58t 2 η2 + 13η4 + 4η6 − 64η4t 2 − 24η6t 2 ) +
120
∆λ7 cos 7 ϕ
+ (61 − 479t 2 + 179t 4 − t 6 ) + ........
5040

y f (q ) ∆λ2 ∆λ4
= + sin ϕ cos ϕ + sin ϕ cos 3 ϕ(5 − t 2 + 9η2 + 4η 4 ) +
N N 2 24
∆λ6
+ sin ϕ cos ϕ5 (61 − 58t 2 + t 4 + 270η2 − 330t 2 η2 + 445η 4 + 324η6 −
720
− 680η 4t 2 + 88η8 − 600η6t 2 − 192η8t 2 ) +
∆λ8
+ sin ϕ cos 7 ϕ(1385 − 311t 2 + 543t 4 − t 6 ) + ........
40320
TM (formula direct problem)
Dalam hal ini :
ϕ ϕ
(
a 1 − e2 )
∫ ∫
f (q ) = N cos ϕ dq = M dϕ M =
(1 − e )2
3
2 2
0 0 sin ϕ

η 2 = (e′)2 cos 2 ϕ t = tan ϕ

a2 − b2 a2 − b2
e2 = (e′) =
2

a 2 b2

Formula proyeksi tersebut memberikan akurasi hitungan sampai


dengan 0.001 meter pada ∆λ = ± 30.
TM (inverse problem)
Dalam hal ini akan diturunkan fungsi untuk memetakan dari (x,y)
ke koordinat geodetik (ϕ,λ) :
λ + iq = f (x + iy)

Dalam hal ini, f (x + iy)


akan diuraikan ke dalam
bentuk deret Taylor.
f (x+iy) = f {(x0+∆x)+i(y0+∆y)}
Untuk menyederhanakan,
sebagai harga pendekatan
awal dipilih :

x0 = 0 x = ∆x
y0 = y ∆y = 0
TM (inverse problem)
Selanjutnya, uraian deret Taylor dari mapping function menjadi :
f ′′(iy ) 2 f ′′′(iy ) 3
λ + iq = f (iy ) + f ′(iy )x + x + x + ........
2! 3!
Pada meridian sentral : x = 0 dan f (iy) = iq
TM (inverse problem)
Di meridian sentral, faktor skala k = 1 :
ϕ
iy = i S q =
∫ N cos ϕ dq
0
df (iy ) d (iq ) dq dS q
Turunan pertama : f ′(iy ) = = =i . Karena : iy = i S ϕ = i S q
d (iy ) d (iy ) dS q d (iy )
dS q dS q dS q 1 dq
= = = = q ′ atau f ′(iy ) = q ′
Maka :
d (iy ) d iS q( ) i dS q i
Bila :
dS q

Turunan kedua :
 dq   dq  Selanjutnya :
d  d 
 dS q   dS q  dS 1 f ′′′(iy ) = − q ′′′
f ′′(iy ) =  =  . q
= q ′′
d (iy ) ( )
dS q d i S q i
f iv (iy ) = i q iv
f v (iy ) = q v dst.
f ′′(iy ) = −i q ′′
TM (inverse problem)
Sekarang, bentuk uraian deret Taylor menjadi :
iq1′′ 2 q1′′′ 3 iq1iv 4
λ + iq = iq1 + xq1′ − x − x + x + ........
2! 3! 4!
Bila baian real dan imajiner dipisahkan, maka :

x3 x5 v
λ = xq1′ − q1′′′ + q1 + ........ (1) Algoritma penentuan q1
3! 5!
dan ϕ1 akan dibahas secara
x2 x 4 iv terpisah !
q = q1 − q1′′ + q1 + ........ (2)
2! 4!
Dengan tidak mencantumkan subskrip “1” :
dq 1 d 2q t d 3q 1
q′ = = q ′′ = = q ′′′ = = (1 + 2t 2 + η2 )
dS q N cos ϕ dS q2 N 2 cos ϕ dS q3 N 3 cos ϕ

dan seterusnya……
TM (inverse problem)
∆ϕ = ϕ – ϕ1 dapat diperoleh melalui persamaan (2). Sekarang :
ϕ = ϕ1 + ∆ϕ = ϕ1 + g (q − q1 ) = ϕ1 + g (∆q ) Bila ∆ϕ diuraikan dengan deret Taylor :

dϕ1 ∆q 2 d 2 ϕ1 ∆q 3 d 3ϕ1
∆ϕ = g (∆q ) = ∆q + 2
+ 3
+ ........ (3)
dq1 2! dq1 3! dq1
dengan :
dϕ1 N1 cos ϕ1
dq1
=
M1
(
= 1 + η12 cos ϕ1 )
d 2 ϕ1
dq12
=
N1
M1
 N 
( )( )
t1 cos 2 ϕ1  2 − 3 1  = − 1 + η12 1 + 3η12 t1 cos 2 ϕ1
M1 
dan seterusnya ….

Formula penentuan bujur geodetik λ diperoleh dengan mensubstitusikan


ke persamaan (1). Sedangkan untuk menentukan lintang geodetik ϕ, terlebih dahulu
∆q harus ditentukan, yaitu melalui persamaan (2). Selanjutnya, mensubstitusikan ∆q
ke persamaan (3) diperoleh ∆ϕ, maka : ϕ = ϕ1 + ∆ϕ.
TM (formula inverse problem)
 x 1  x 3
∆λ = secϕ1  −   (1 + 2t12 + η12 ) +
 N1 6  N1 
5
1  x 
+   (5 + 6η12 + 28t12 − 3η14 + 8t12 η12 + 24t14 − 4η16 + 4t12 η14 + 24t12 η16 ) −
120  N1 
1  x 
7 
2 4 6
−   (61+ 662t1 + 1320t1 + 720t1 )
5040 N1  

t1 x 2 t1 x 4 2 2 4 2 2
ϕ = ϕ1 − + 3
(5 + 3t1 + η1 − 4η1 − 9η1 t1 ) −
2M 1 N1 24M 1 N1
t1 x 6 2 2 4 2 2 4 6 2 4
− 5
( 61 − 90t1 + 46η1 + 45t1 − 252t η
1 1 − 3η1 + 100η1 − 66t1 η1 −
720M 1 N1
− 90t14 η12 + 88η18 + 225t14 η14 + 84t12 η16 − 192t12 η18 ) +
t1 x 8 2 4 6
+ 7
(1385 + 3633t1 + 4095t1 + 1575t1 )
40320M 1 N1
Akurasi hitungan adalah sampai dengan 0.00001 sekon pada ∆λ = ± 30
TM (hitungan lintang ˆfootpoint˜)
Hitungan lintang footpoint ϕ1 dapat dilakukan secara iteratif dengan menggunakan
metode Newton-Raphson.
y
1 Tentukan lintang footpoint pendekatan : ϕ10 =
a
2 Hitung ϕ1 ke-n melalui persamaan :
ϕ1n = ϕ1n −1 −
( )
f ϕ1n −1
dengan : f ′(ϕ1n −1 )

f (ϕ1 ) = a( A0ϕ1 − A2 sin 2ϕ1 + A4 sin 4ϕ1 − A6 sin 6ϕ1 + A8 sin 8ϕ1 ) − y
f ′(ϕ1 ) = a( A0 − 2 A2 cos 2ϕ1 + 4 A4 cos 4ϕ1 − 6 A6 cos 6ϕ1 + 8 A8 cos 8ϕ1 )

3 Hitungan ϕ1 dilakukan secara iteratif sehingga :


ϕ1n − ϕ1n −1 < ε ε = 10 −12 rad (double-precision)
Penjelasan lebih rinci serta koefisien A0, A2, A4, A6 dan A8 dapat dilihat pada
buku referensi : Krakiwsky (1973) !
TRANSVERSE MERCATOR (TM)
• k = 1 sepanjang meridian sentral
(jarak antara kedua kutub di bidang
proyeksi sama dengan panjang
busur antara keduanya di permukaan
ellipsoid).
• Titik-titik di luar meridian sentral
mempunyai nilai ordinat y yang lebih
besar dari nilai y di meridian sentral.

• Nilai konvergensi grid γ bertambah


apabila titiknya menjauhi meridian
sentral.
• Proyeksi garis meridian dan paralel
saling berpotongan tegak lurus.
TM (konvergensi grid)
Secara umum (proyeksi konform), konvergensi grid dapat ditentukan
berdasarkan persamaan :
−1
∂y  ∂x 
tan γ =  
∂λ  ∂λ 
Maka :
 λ2 cos 2 ϕ
γ = λ sin ϕ1 +
3(ρ′′)2
1(+ 3η 2
+ 2η 4
)
+
λ4 cos 4 ϕ
15(ρ′′)4
(
2 − t 2
)


 

γ dan λ dalam radian, dan ρ′′ = cosec 1′′

Akurasi hitungan formula di atas adalah ± 0.01 sekon pada ± ∆λ = 30.


TM (faktor skala)
Sebelumnya telah dibahas : Bila konvergensi grid dikuadratkan :
2 −2
 ∂y   ∂x 
2
 ∂x  +  ∂y 
2 tan 2 γ =     atau :
     ∂λ   ∂λ 
∂λ ∂λ
k=    
( )
2 2 2
N cos ϕ  ∂x   ∂y   ∂x  2
  +   =   1 + tan γ
 ∂λ   ∂λ   ∂λ 
∂x
1 + tan 2 γ
maka : k = ∂λ Karena tan 2 γ << , suku tan2 γ dapat
N cos ϕ dinyatakan dalam bentuk uraian deret.

Sehingga : λ2 2
( 2
k = 1 + cos ϕ 1 + η +
2
)
λ4 cos 2 ϕ
24
(
5 − 4t 2 )
Universal Transverse Mercator (UTM)
• Sistem proyeksi UTM didasarkan atas sistem proyeksi TM.
• UTM merupakan sistem proyeksi TM yang cakupannya dibatasi
pada area ∆λ = ± 30 atau dengan lebar zona 60.
• Meridian sentral terletak ditengah-tengah zona.
• Longitude origin : meridian sentral.
• Latitude origin : ekuator.
• Faktor skala di meridian sentral : k0 = 0.9996

Formula proyeksi :
 x  x
 y = k0  
 UTM  y TM
Transverse−secant Cylindrical
(Mercator) Projection

CM: central meridian


AB: standard meridian
DE: standard meridian

1020
1080
1050
Faktor Skala pada UTM
Faktor skala di meridian sentral
untuk UTM : ko = 0.9996

Faktor skala di luar meridian sentral :


 cos 2 
ϕ
k = k o 1 + ∆λ2
 2 

Faktor skala k = 1 :

ϕ = 0o ∆λ = 2o
ϕ = 40o ∆λ = 3o
UTM Zone Numbers
false easting
~0 mE ~1,000,000 mE

KOORDINAT SEMU
E = X + 500000 m
N=Y+0m (belahan bumi utara)
Y + 10000000 m (belahan bumi selatan)

false northing
equator 0 mN or
10,000,000 mS
Zona UTM di Indonesia
TM3
Transverse Mercator − 3o (TM−3o)

CM: central meridian


AB: standard meridian
DE: standard meridian

102o
105o
103.5o
Tataletak Zone TM−3o (BPN)
Nomor Zone
TM-3o 46.2 47.1 47.2 48.1 48.2 49.1 49.2 50.1 50.2 51.1 51.2 52.1 52.2 53.1 53.2 54.1 54.2

Nomor Zone
U T M 46 47 48 49 50 51 52 53 54

Koordinat semu :
E = X + 200000 m
N = Y + 1500000 m
Hitungan Penentuan Posisi Geodetik
Di Bidang Proyeksi

Data ukuran reduksi Data mengacu ke


(permukaan bumi) ellipsoid referensi
• sudut horisontal

reduksi
• jarak, dsb.

Posisi geodetik konversi Posisi pada sistem Data di bidang


(ϕ,λ) koordinat proyeksi proyeksi
(x,y)
Reduksi Hasil Pengukuran
Berikut ini dibahas tentang reduksi data hasil pengukuran :
• sudut horisontal
• asimut geodetik
• jarak horisontal (geodesik)
dari permukaan ellipsoid ke bidang proyeksi.
Tujuan dari pereduksian data ini adalah agar data tersebut dapat
digunakan untuk penentuan posisi geodetik yang bidang hitungannya
di permukaan bidang proyeksi (bidang datar).
Pada kuliah ini hanya dibahas pereduksian data sudut horisontal,
asimut, dan jarak horisontal dari permukaan ellipsoid ke bidang
proyeksi Transverse Mercator (UTM dan TM30).
Bentuk Proyeksi Geodesik
Mercator Transverse Mercator

meridian sentral
S
d
d
utara

ekuator
selatan

Bagian cekung kurva S Bagian cekung kurva S


menghadap ekuator menghadap meridian sentral
Sudut Horisontal

Permukaan ellipsoid Bidang proyeksi


2
ic
de s
geo
proyeksi
a *213
geodesic
konform
1
3

Formula reduksi sudut :


*
a213 = a213 + (T − t )12 + (T − t )13
Asimut Geodetik
Permukaan ellipsoid Bidang proyeksi
me

projected
rid

e sic 2 geodesic
ian

α12 geo
d

proyeksi
konform
1

Formula reduksi asimut :

t12 = α12 − γ − (T − t )12

γ = konvergensi grid
Jarak (Geodesik)
Permukaan ellipsoid Bidang proyeksi

c
esi
g eo d proyeksi
1
*
S12 konform

Formula reduksi asimut :

*
d12 = S12 ( )
− S * − S 12 − (S − d )12 atau *
d12 = m S12

m : faktor skala garis


Reduksi Pada Proyeksi : TM, UTM, TM30
Sudut antara proyeksi geodesik dengan talibusur (TM) :
( y2 − y1 )(2 x1 + x2 )
(T − t )12 = 2
6 Rm Rm = M N
( y2 − y1 )( x1 + 2 x2 )
(T − t )21 = − 2
6 Rm

Untuk UTM dan TM30 :


( y2 − y1 )(2 x1 + x2 )
(T − t )12 = 2 2 UTM : k0 = 0.9996
6 Rm k0
TM30 : k0 = 0.9999
( y2 − y1 )( x1 + 2 x2 )
(T − t )21 = − 2 2
6 Rm k0
Ref. : Umaryono P (2000)
Reduksi Pada Proyeksi : TM, UTM, TM30
Faktor skala garis : m = S * Karena (S – d ) kecil, maka : d ≈ m S *
S
−1
d  1  1 4 1 
dengan : m ≡ =   + +  (Leick,1991)
S  6  k1 k 2 k3 

k1, k2, dan k3 masing-masing adalah faktor skala titik :

 2  TM : k0 = 1.0000
2 cos ϕ
k i = k 0  1 + ∆λ ..........  UTM : k0 = 0.9996
 2 
  TM30 : k0 = 0.9999

d/2 3
d/2 2
1
Bagian
B i KKedelapan
d l
GD2202 Geodesi Geometrik

Transformasi
D t
Datum
Dosen : Kosasih Prijatna
Wedyanto Kuntjoro
Contoh : Transformasi Koordinat 2-D
Koordinat titik A dapat dinyatakan
sebagai :
• sistem koordinat kartesia pq :

• sistem koordinat kartesia xy :

Bila diberikan koordinat titik A pada


sistem xy,
xy maka koordinat titik A
pada sistem pq dapat ditentukan
melalui (lihat textbook) :

Transformasi konform 2-D


Contoh : Transformasi Koordinat (cont.)
• Untuk dapat mentransformasikan koordinat satu titik dari satu sistem
koordinat ke satu sistem lainnya, terlebih dahulu harus diketahui empat
buah parameter
parameter, yaitu :

• Dengan demikian
demikian, sebelum transformasi koordinat dilakukan,
dilakukan terlebih
dahulu harus ditentukan keempat parameter transformasi tersebut.
• Keempat parameter transformasi dapat ditentukan berdasarkan data
titik sekutu (common point).
Titik sekutu adalah titik yang koordinatnya diketahui pada kedua
sistem koordinat.
koordinat

• Dalam hal ini, paling sedikit diperlukan dua buah titik sekutu.
Dari (minimal) dua titik tersebut dapat dibentuk empat buah persamaan
yang dapat digunakan untuk menentukan 4 parameter transformasi.
Contoh : Transformasi Koordinat (cont.)
• Dari dua buah titik sekutu, dapat ditulis empat buah persamaan :

Koordinat titik sekutu :


Titik 1 :
Titik 2 :

• Dapat ditulis pula sebagai :

dengan :

• Sistem persamaan di atas telah linier dengan variabel atau parameter :

Tidak perlu dilakukan linierisasi !


Contoh : Transformasi Koordinat (cont.)
• Dalam notasi matriks dan vektor :

• Keempat parameter dapat ditentukan sebagai


solusi dari sistem persamaan linier di atas.
• Adapun parameter rotasi dan faktor skala ditentukan dari :

dan
• Selanjutnya, titik-titik ke-n dapat ditransformasikan dari sistem xy ke
sistem pq melalui :
LATIHAN (gunakan kalkulator)
• Koordinat titik-titik berikut ini • Adapun koordinat titik-titik
terdefinisi pada sistem xy akan sekutu adalah :
di
dinyatakan
k dalam
d l sistem
i pq :

• Hitung koordinat titik-titik tersebut sehingga terdefinisi pada


sistem pq !
Transformasi Koordinat
y

ϕP P
yP P
ϕ0
x
λ0 λP xP
Sistem Koord. Proyeksi
Sistem Koord. Geodetik Z

P
P
h
ZP
Y
ϕ
λ XP
YP
X
Sistem Koord. Geodetik Sistem Koord. Kartesia 3-D
TRANSFORMASI DATUM

Misalkan : Posisi atau koordinat titik-titik yang terdefinisi pada :

Datum-datum lokal Datum global (tunggal)

• ellipsoid referensi Bessel 1841 • ellipsoid referensi WGS84


• ellipsoid
lli id referensi
f i tak
t k geosentrik
t ik • ellipsoid
lli id referensi
f i geosentrik
t ik
• sistem proyeksi : UTM • sistem proyeksi UTM
Transformasi Datum

EARTH

(ϕ , λ , h )lokal transformasi (ϕ,λλ , h )global


Model Transformasi

Transformasi Affine
• Polinomial
• Multiple regression
• Proyektif
• dll.

Transformasi Konform
• Polinomial
• Bursa-Wolf
• Molodensky-Badekas
• dll.
Transformasi Konform Tiga-Dimensi

DATUM LOKAL DATUM GLOBAL

Sistem koord. proy. peta Sistem koord. proy. peta


(x, y ) (x , y )

Sistem koord. geodetik Sistem koord. geodetik


(ϕ , λ , h ) (ϕ , λ , h )

Sistem koord. kartesia-D Sistem koord. kartesia 3-D


(X , Y , Z ) (X , Y , Z )
Transformasi Konform Tiga-Dimensi
g
(Model Helmert)
⎡X 2 ⎤ ⎡X1 ⎤ ⎡Tx ⎤
⎢ Y ⎥ = s R ⎢ Y ⎥ + ⎢T ⎥
⎢ 2⎥ ⎢ 1⎥ ⎢ y⎥
⎢⎣ Z 2 ⎦⎥ ⎢⎣ Z1 ⎦⎥ ⎣⎢ Tz ⎥⎦
⎡ cos β cos γ cos α sin γ + sin α sin β cos γ sinα sinγ − cosα sinβcosγ ⎤
R = ⎢− cos β sin γ cos α cos γ − sin α sin β sin γ sinαcosγ + cos α sin β sin γ ⎥
⎢ ⎥
⎣⎢ sin β − sin α cos β cos α cos β ⎥⎦

Sebelum transformasi, diperlukan nilai semua parameter :

Matriks rotasi R translasi ( Tx , Ty , Tz ) faktor skala (s )

Semua parameter dapat ditentukan berdasarkan titik sekutu.

Dalam hal ini diperlukan paling sedikit 3 buah titik sekutu.


Transformasi Konform Tiga-Dimensi
(Model Bursa-Wolf)
Bursa Wolf)
(untuk sudut-sudut rotasi kecil)

⎡X⎤ ⎡ 1 α − θ⎤ ⎡ X⎤ ⎡Tx ⎤
⎢Y ⎥ = s ⎢− α 1 γ ⎥ ⎢Y ⎥ + ⎢Ty ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ Z ⎥⎦ global ⎢⎣ θ − γ 1 ⎥⎦ ⎢⎣ Z ⎥⎦ local ⎢⎣ Tz ⎥⎦

Sebelum transformasi, diperlukan nilai semua parameter :

rotasi (α, θ, γ ) translasi (Tx , Ty , Tz ) faktor skala (s)

Semua parameter dapat ditentukan berdasarkan titik sekutu.


sekutu
Titik sekutu adalah titik yang koordinatnya diketahui pada kedua
sistem koordinat.

Dalam hal ini diperlukan paling sedikit 3 buah titik sekutu.


Transformasi Konform Tiga-Dimensi
(Model Molodensky-Badekas)

⎡X 2 ⎤ ⎡X m ⎤ ⎡X1 − X m ⎤ ⎡Tx ⎤
⎢ Y ⎥ = ⎢ Y ⎥ + s R ⎢ Y − Y ⎥ + ⎢T ⎥
⎢ 2⎥ ⎢ m⎥ ⎢ 1 m ⎥ ⎢ y⎥
⎢⎣ Z 2 ⎥⎦ ⎢⎣ Z m ⎥⎦ ⎢⎣ Z1 − Z m ⎥⎦ ⎢⎣ Tz ⎥⎦

Sebelum transformasi
transformasi, diperlukan nilai semua parameter :

Matriks rotasi R translasi ( Tx , Ty , Tz ) faktor skala (s)

Semua parameter dapat ditentukan berdasarkan titik sekutu.

Dalam hal ini diperlukan paling sedikit 3 buah titik sekutu.


Blok 92HPG
Solusi Helmert
Blok 92 HPG Blok 97 HPG Blok 90 HPG
(8 titik sekutu) (8 titik sekutu) (3 titik sekutu)
parameter std.dev. parameter std.dev. parameter std.dev.

A -59.804 405.326 -461.670 521.702 1154.891 951.781


B 156 281
156.281 272
272.402
402 1166 208
1166.208 422
422.565
565 -2965.750
2965 750 675
675.584
584
C -5.996 456.616 -134.222 993.208 404.128 4965.714
D -4.087 13.830 -3.817 30.155 63.726 149.316
E 7.908 10.043 7.580 17.856 -165.524 63.196
F -4.808 13.244 -4.831 16.602 18.092 26.393
G 1.0000897 0.0000406 0.9999180 0.0000653 1.0006189 0.0000904

A : parameter translasi Tx
B : parameter translasi Ty
C : parameter translasi Tz
D : parameter rotasi α
E : parameter rotasi β
F : parameter rotasi γ
G : parameter skala s
Solusi Molodensky-Badekas (h=0)
Blok 92 HPG Blok 97 HPG Blok 90 HPG
(8 titik sekutu) (8 titik sekutu) (3 titik sekutu)
parameter std.dev. parameter std.dev. parameter std.dev.

A -375.571 0.612 -379.199 1.332 -376.687 0.494


B 645 555
645.555 0
0.612
612 644 326
644.326 1
1.332
332 645 612
645.612 0
0.494
494
C -49.199 0.612 -46.596 1.332 -48.865 0.494
D -4.087 13.830 -3.817 30.155 63.726 149.316
E 7.908 10.043 7.580 17.856 -165.524 63.196
F -4.808 13.244 -4.831 16.602 18.092 26.393
G 1.0000897 0.0000406 0.9999180 0.0000653 1.0006189 0.0000904

A : parameter translasi Tx
B : parameter translasi Ty
C : parameter translasi Tz
D : parameter rotasi α
E : parameter rotasi β
F : parameter rotasi γ
G : parameter skala s
Helmert vs Molodensky-Badekas
Contoh kasus : Blok 90 CKR
Koef. Korelasi model Helmert Koef. Korelasi model Mol. Badekas

Deviasi standar parameter : Deviasi standar parameter :


Tx = 137137.919
919 m Tx = 0 0.147
147 m
Ty = 124.080 m Ty = 0.147 m
Tz = 232.551 m Tz = 0.147 m
α = 7.3” α = 7.3”
β = 4.5” β = 4.5”
γ = 3.8” γ = 3.8”
S = 0.000019 S = 0.000019

Anda mungkin juga menyukai