NIM : 15114065
TUGAS 5 GEODESI SATELIT
SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI,TRANSFORMASI CIS KE CTS
1. Jelaskan yang dimaksud dengan sistem referensi dan kerangka referensi dalam
konteks :
a. Datum Gunung Genuk
Datum Genuk ( Pulau Jawa ) menggunakan model ellipsoid Bessel 1841 yang ditentukan
menggunakan metode triangulasi. Datum Genuk atau disebut juga Datum Batavia atau
Datum Jakarta merupakan datum untuk titik-titik triangulasi Sumalera, Jawa, Bali, Lombok
sampai Nusa Tenggara. Titik datum ditetapkan di titik triangulasi P.520 yang terletak di
Gunung Genuk, Jawa Tengah. Pada titik ini ditetapkan posisi lintang astronomis dan azimuth
astronomis ke suatu titik sebagai lintang dan azimuth geodetik. Hasil pengukuran bujur
astronomi titik P. 126 di Jakarta ditetapkan sebagai bujur geodetik di titik itu. Selanjutnya
bujur geodetik di titik datum P 520 ditentukan dengan mentransfer hasil bujur geodetik P.
126 dengan hitungan triangulasi. Elipsoid referensi yang dipakai adalah Bessel 1841.
1931 dilakukan hitungan ulang untuk triangulasi Sumatera, Jawa, Bali sampai Nusa Tenggara
sehingga mengacu pada satu sistem dengan datum Gunung Genuk. Pada tahun 1955-1956
pengukuran triangulasi Nusa Tenggara dilanjutkan oleh Dinas Geodesi Direktorat Topografi
Angkatan Darat sarnpai Sumbawa Timur. Pada tahun 1962 baru dilakukan perataan untuk
mendapatkan posisi titik-titik triangulasi sampai ke Sumbawa Timur. Titik-titik triangulasi
utama di alas selanjutnya diturunkan ke orde yang lebih rendah, yaitu sekunder, tersier dan
quarter. Selanjutnya titik-titik dengan orde yang lebih rendah tersebut yang dekat ke pantai
yang digunakan sebagai titik kontrol untuk pemetaan laut.
b. Datum Indonesia 1974
Datum Indonesia yang menggunakan ellipsoid referensi SNI (Sferoid Nasional Indonesia)
dengan pengamatan menggunakan metode Doppler. Setelah berkembangnya satelit
Doppler, pada tahun 1974 Indonesia mulai menggunakan satelit Doppler di Pulau Sumatera
yaitu dengan dilakukannya penentuan posisi dengan satelit Doppler dengan
menghubungkan 6 titik Laplace mulai dari Banda Aceh sampai Gunung Dempo dan
kemudian disatukan dengan sistem Datum Bangka-Riau yang sebelumnya terpisah dengan
Sumatera. Demikian pula sistem kontrol di Selat Malaka disatukan dengan
menguhubungkan 2 stasiun geodesi di Malaysia Barat dengan beberapa posisi titik kontrol
di Sumatera Timur dengan satelit Doppler. Pengikatan ke beberapa datum yang terpisah
memungkinkan untuk membuat datum baru sebagai kerangka acuan geodesi. Maka
BAKOSURTANAL menetapkan elipsoid referensi baru yang mempunyai parameter yang
sama dengan parameter elipsoid GRS-1967 dan diberi nama Sferoid Nasional Indonesia
(SNI). Parameter elipsoidnya adalah a = 6.378.160,00 m, 1/f = 298,250 (Suboryn & Matindas.
1995). Untuk menentukan orientasi SNI dalam ruang, ditetapkan titik datum relatif
dengan titik eksentrik sebagai titik datum dengan posisi:
Lintang() : 0"52'38.4 14" S
Bujur() ; 100 22'08.804" T
Tinggi (h) : 3,190 meter di atas SNI
Orientasi dari SNI ditetapkan bersinggungan dengan NWL-9D di titik datum dan
sumbu koordinat kedua elipsoid didefinisikan sejajar seperti gambar dibawah. Dengan
mengkonversi posisi titik datum ke sistem koordinat kartesian tiga dimensi pada kedua
sistem SN1 dan NWL-9D, maka didapat parameter translasi sebagai berikut:
X = XNWL-9D - X SN1 = + 2.691
Y = YNWL-9D - Y SN1 = - 14.757
Z = ZNWL-9D - Z SN1 = + 0.224
Parameter translasi kedua sistem tersebut di atas ditetapkan berlaku untuk seluruh wilayah
Indonesia, sehingga hasil penentuan posisi dengan Satelit Doppler dapat ditransformasi
langsung ke satu sistem datum yang diberi nama Datum Indonesia 1974 (DI-1974).
Dimana
X =-1.977 m 1.200 m
Y =-13.060 m 1.339 m
Z =-9.993 m 3.584 m
Skala =1+k; k=-1.307 ppm 0.177 ppm
RX =-0.364 0.109
RY =-0.254 0.060
RZ =-0.689 0.042
Berdasarkan keputusan ketua BAKOSURTANAL No. HK 02.04/H/KA 96 ditetapkan
Datum Geodesi Nasional 95 (DGN 95) menggantikan DI 74. Adapun parameter dari DGN 95
adalah diadopsi dari ellipsoid referensi WGS 84 yaitu :
a = 6378137,000 m
f = 298,257223563
sejak diadakannya JKHN baik orde 0 maupun orde 1, beberapa survey pemetaan laut di
Indonesia telah diikatkan ke JKHN tersebut. Dengan demikian peta-peta yang dihasilkan
mempunyai datum DGN 95.
menggunakan WGS 84 dalam menghitung orbit teliti ( Precise Ephemeris ) untuk satelit
TRANSIT ( Doppler ). Dalam rangka menyelaraskan sistem koordinat WGS 84 dengan sistem
ITRF ( IERS Terestrial Reference Frame ) yang lebih teliti DoD telah menentukan kembali
koordinat dari sepuluh stasiun penjejak yang dimiliki pada epok 1994.0. Penentuannya
menggunakan data GPS yang diamati di stasiun stasiun tersebut serta beberapa stasiun
penjejak IGS ( International GPS Service for Geodinamics ).
e. ITRF 2008
ITRF merupakan kepanjangan dari International Terrestrial Reference Frame, yang mewakili
realisasi dari International Terrestrial Reference System (ITRS). ITRS pada prinsipnya adalah
sistem CTS yang direalisasikan dan dipantau oleh IERS (international Earth Orientation
System).
Tidak seperti ITRF sebelumnya, ITRF 2008 dikontruksi dengan input data dibawah EOP (Earth
Orientation Parameters). Secara umum karakteristik dari sistem koordinat ITRS adalah
sebagai berikut:
1. Sistem geosentrik, dimana pusat massanya didefinisikan untuk seluruh bumi, termasuk
lautan dan atmosfer
2. Unit panjang yang digunakan adalah meter
3. Sumbu-Z mengarah ke kutub CTP yang dinamakan IRP (IERS Reference Pole)
4. Sumbu-X berada dalam bidang meridian greenwich yang dinamakan IRM (IERS Reference
Meridian) dan terletak pada bidang ekuator bumi
5. Sumbu-Y tegak lurus denan sumbu-X dan sumbu-Z dan membentuk sistem koordinat
tangan kanan
6. Evolusi waktu dari orientasi sistem kordinat dipastikan dengan menerapkan kondisi
nonet-rotation dalam konteks pergerakan tektonik untuk seluruh permukaan bumi.
Dibandingkan dengan orientasi yang dihasilkan oleh BIH pada 1984, perlu dicata beberapa
hal sebagai berikut :
1. Kutub IRP dan meridian nol IRM mempunyai tingkat konsistensi dengan arah-arah BIH
pada level sekitar 0,005
2. Kutub CTP dari BIH didekatkan ke CIO pada tahun 1967, dan sejak itu dijaga ketat
kestabilannya secara independen sampai 1987
3. Tingkat presisi ikatan antara IRF dan CIO adalah sekitar 0,03
Sistem ITRS direalisasikan dengan koordinat dan kecepatan sejumlah titik yang tersebar
diseluruh permukaan bumi, dengan menggunakan metode-metode pengamatan VLBI, LLR,
GPS, ,SLR, dan Doris. Kerangka realisasinya dinamakan ITRF (International Terestrial
Reference Frame). Kerangka juga terikat dengan kerangka ICRF melalui pengamatan VLBI.
Ketelitian koordinat ITRF sekitar 1-3 cm serta kecepatan dengan ketelitian 2-8 mm/tahun.
Titik-titik ITRF ini terdapat pada semua lempeng tektonik utama serta hampir semua
lempeng-lempeng kecil. Akhirnya perlu ditekankan bahwa koordinat titik dalam suatu
kerangka ITRF tertentu juga dapat dihubungkan dengan koordinat dalam kerangka ITRF
lainnya atau kerangka koordinat lainnya seperti WGS72 dan WGS84. Seandainya hubungan
transformasi antara kedua kerangka koordinat (X1, Y1, Z1) dan (X2, Y2, Z2) Pada saat ini,
jaring kerangka ITRF dipublikasikan setiap tahunnya oleh IERS, dan pada umumnya diberi
nama ITRF-yy, dimana yy menunjukkan tahun terakhir dari data yang digunakan untuk
menentukan kerangka tersebut. Sebagai contoh, ITRF 1994 adalah kerangka koordinat dan
kecepatan yang dihitung pada tahun 1995 dengan menggunakan semua data IERS sampai
akhir 1994.
Hubungan antara ITRF dan GPS menjadi penting dengan adanya perhimpunan International
GPS Service for Geodynamics (IGS). IGS memiliki kerjasama dengan International Earth
Rotation Service (IERS). Dalam kerjasama ini, IERS bertugas dalam memproduksi stasiun
koordinat ITRF dan parameter rotasi bumi. Sejak berdirinya IGS pada tahun 1992, pusat
analisis IGS menggunakan koordinat ITRF untuk stasiun subset pada perhitungan mereka.
Prosedur dasar tertentu bagi perhitungan ITRF terdiri dari:
Reduksi SSC tunggal pada epok referensi t0 yang biasa, menggunakan modelkecepatan
stasiun masing-masing (model pergerakan piringan geofisikal yang telah ditetapkan atau
dasar perhitungan kecepatan); ITRF sebaik 7 parameter transformasi bagi SSC tunggal
dengan kaitannya pada ITRF. Model standar yang digunakan dalam prosedur kombinasi
berdasarkan Euclidien yang sebanding dengan 7 parameter.
f. ITRF 2014
ITRF 2014 merupakan realisasi baru dari International Reference Terrestrial System.
Mengikuti prosedur yang sudah digunakan untuk pembentukan ITRF 2005 dan ITRF 2008 ,
ITRF2014 menggunakan data dari sebagai input stasiun waktu seri posisi dan orientasi bumi
parameter (EOPs) yang disediakan oleh teknik geodesi pusat dari empat metode (VLBI , SLR ,
GNSS dan DORIS). Berdasarkan data yang diambil dari empat metode tersebut, ITRF 2014
diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari kerangka referensi dibandingkan dengan ITRF
2008.
Dua inovasi yang diperkenalkan pada pengolahan ITRF 2014, yaitu :
Post-Seismic Deformasi ( PSD ) model yang ditentukan dari GPS/GNSS data pada
pusat situs gempabumi GPS/GNSS. Kemudian model PSD diterapkan ke 3 metode
lainnya pada situs EQ Co-location.
2. Perinci secara atematis transformasi koordinat dari sistem CIS ke sistem CTS, dan
sebaliknya. Tuliskan formulasi dan elemen dari semua matriks rotasi yang terlibat.
Sistem-sistem koordinat CTS dan CIS dapat ditranformasikan antar sesamanya dengan
menggunakan besaran-besaran presesi, nutasi, gerakan kutub dan rotasi Bumi.
Hubungan antara kedua sistem koordinat dapat diilustrasikan secara geomeris seperti
pada gambar berikut:
Gambar
hubungan antara CIS dan CTS
Adapun tahapan transformasi koordinat dari sistem CIS ke sistem CTS dapat
diilustrasikan seperti gambar berikut ini :
Gambar
Tahapan Transformasi dari CIS ke CTS
Seandainya koordinat suatu titik dalam kedua sistem dinyatakan sebagai berikut :
XCIS = (X1, Y1, Z1)
XCTS = (XT, YT, ZT)
Maka transformasi antara keduanya dapat dirumuskan sebagai berikut :
XCTS = M . S . N . P . XCIS
Dimana :
M = matriks rotasi untuk gerakan kutub (polar motion)
S = matriks rotasi untuk rotasi bumi (earth rotation)
N = matriks rotasi untuk nutasi (nutation)
P = matriks rotasi untuk presesi (precession)
dimana adalah kemiringan dari ekliptik, adalah nutasi dari kemiringan tersebut dan
adalah nutasi pada bujur yang dihitung pada ekliptik.
Untuk transformasi dari CIS ke CTS kita perlu waktu bintang sejati dengan referensi
meridian Greenwich yang dikenal dengan GAST (Greenwich apparent Sidereal Time ) dan
koordinat kutub ( xp, yp ) yang dikenal dengan parameter rotasi bumi ERP (Earth Rotation
Parameters) atau EOR (Earth Orientation Parameters) yang tidak dapat direpresentasikan
dengan teori saja melainkan harus diserai pengamatan melalui : pengamatan astronomis,
SLR, LLR, VLBI and GPS.
Untuk matrik S sebagai matrik untuk rotasi bumi adalah :
S = R2 (- xp) R1 (- yp) R3 (GAST)
Dimana: