OLEH:
PRAYUDHA HARTANTO 15108099
1. Pendahuluan
Dalam menentukan bentuk bumi, lazim dilakukan melalui pengukuran geodesi. Pengukuran
geodesi sangat diperlukan terutama untuk penentuan sistem kerangka referensi terestrial yang
unik. Pada penentuan posisi geodetik suatu titik di muka bumi, nilai parameter yang dicari
utamanya adalah pada komponen horisontal dan komponen vertikal pada suatu datum atau
ellipsoid referensi tertentu. Metode pengukuran, hitungan, dan alat yang digunakan selama ini
dalam penentuan posisi horisontal dan vertikal berbeda satu sama lain, hal ini disebabkan
diantaranya datum dan referensi yang digunakan masing-masing tidaklah sama. Oleh karena
itu, sangatlah dibutuhkan pemahaman yanng baik mengenai referensi geodesi agar tidak
terjadi kesulitan dalam transformasi atau konversi dari masing-masing sistem referensi yang
berbeda tersebut ke dalam sistem referensi yang lain.
2. Pembahasan
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan referensi geodesi yang akan dibahas dalam
tulisan ini, yaitu sebagai berikut :
Sistem referensi adalah sistem (termasuk teori, konsep,deskripsi fisis dan geometris, serta
standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat.
Kerangka referensi dimaksudkan sebagai realisasi praktis dari sistem referensi, sehingga
sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan
pergerakan titik-titik, baik di permukaan bumi (kerangka terestris) ataupun di luar bumi
(kerangka selestia atau ekstra-terestris).
Earth-fixed
Space-fixed
Gambar 2.3.1 Posisi titik dalam sistem koordinat geosentrik (sumber: Abidin, H.Z. 2000)
membuat
suatu
titik
tertentu
pada
geoid
yang
garis
vertikalnya
Genuk, Bukit Rimpah, Gunung Serindung, Gunung Segara, Gunung Moncong Lowe,
Lokal Astro, Pulau Pisang, ID-74, WGS-72, WGS-84 dan DGN-95. Datum-datum tersebut
dibuat untuk menghubungkan pulau-pulau yang mempunyai jarak cukup jauh mengingat
adanya keterbatsan teknologi di Indonesia pada waktu dulu. Namun dengan begitu
banyaknya jenis datum yang ada dapat juga menyebabkan tidak konsisten dan tidak
homogennya data dan informasi apabila dibuat dalam basis data tertentu. Pada zaman
sekarang dimana telah adanya teknologi GPS untuk penentuan posisi untuk navigasi yang
menggunakan datum WGS-84, berbeda cukup jauh dengan datum-datum yang telah
dipakai sebelumnya. Artinya letak koordinat yang diberikan oleh GPS tidak sesuai jika
diplot di peta dengan datum-datum lokal.
Datum-datum yang pernah digunakan di Indonesia :
Pemetaan secara modern yang dilakukan di Indonesia telah dimulai sejak zaman
Belanda. Datum yang dibuat oleh Belanda untuk pemetaan laut ada 6 jenis, yaitu Datum
Gunung Genuk, Datum Bangka, Datum Gunung Serindung, Datum Gunung Segara,
Datum Moncong Lowe, dan Lokal Astro. Datum-datum tersebut merupakan datum relatif,
dimana pada titik datum dianggap elipsoid referensi berimpit dengan geoid. Datum di atas
masih digunakan sampai sekarang sebagai datum pemetaan di Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, telah didefenisikan 2 jenis datum relatif yaitu Datum
Indonesia 1974 dan Datum Pulau Pisang. Datum Indonesia 1974 tidak dipakai lagi sejak
dipublikasikannya Datum Geodetik Nasional 1995. Datum Pulau Pisang hanya digunakan
untuk penentuan perbatasan dengan Malaysia dan Singapura.
Penggunaan datum absolut atau global dimulai sejak digunakannya teknologi
Satelit Doppler mulai tahun 1970-an di Indonesia yaitu menggunakan datum WGS 1972.
Setelah penggunaan teknologi GPS, maka penggunaan datum WGS 1984 juga mulai
digunakan. Pada tahun 1996, Indonesia menetapkan Datum Geodetik Nasional 1995 (DGN
1995) sebagai datum resmi untuk keperluan pemetaan di Indonesia. DGN 1995 merupakan
datum absolut yang diadopsi dari WGS 1984 dengan merealisasikannya pada Jaring
Kontrol Horisontal Nasional Orde Nol.
Beberapa penjelasan datum yang pernah digunakan di Indonesia:
1. Datum Gunung Genuk
Datum Gunung Genuk disebut juga Datum Batavia atau Datum Jakarta yang
merupakan datum untuk titik-titik triangulasi Sumatera, Jawa, Bali, Lombok sampai
Nusatenggara. Penentuan posisi untuk jaringan triangulasi utama Pulau Jawa dimulai pada
tahun 1862 dan selesai pada tahun 1880. Jaringan triangulasi utama tersebut terdiri dari
114 titik. Pada tahun 1883 dilakukan pengukuran triangulasi di Pulau Sumatera.
Pengukuran dilakukan secara bertahap dan mempunyai jaring yang terpisah. Hingga tahun
1931, terdapat tiga jaringan triangulasi di Sumatera di luar Riau, Bangka dan Lingga yaitu
Sumatera Barat, Sumatera Timur dan Sumatera Selatan. Masing-masing sistem
mempunyai sistem orientasi sendiri walaupun sama-sama menggunakan elipsoid Bessel
1841. Pada tahun 1912-1918 jaring utama triangulasi Jawa diperluas lagi ke Bali dan
Lombok. Sampai tahun 1919 ukuran sudut triangulasi telah sampai di Sumbawa Barat.
Pada tahun 1931 dilakukan hitungan ulang untuk triangulasi Sumatera, Jawa, Bali, sampai
Nusa Tenggara sehingga mengacu pada satu sistem dengan datum Gunung Genuk. Pada
tahun 1955-1956 pengukuran triangulasi Nusa Tenggara dilanjutkan oleh Dinas Geodesi
Direktorat Topografi Angkatan Darat sampai Sumbawa Timur. Pada tahun 1962 baru
dilakukan perataan untuk mendapatkan posisi titik-titik triangulasi sampai ke Sumbawa
Timur. Titik-titik triangulasi utama di atas selanjutnya diturunkan ke orde yang lebih
rendah, yaitu sekunder, tersier dan quarter. Selanjutnya titik-titik dengan orde yang lebih
rendah tersebut yang dekat ke pantai yang digunakan sebagai titik kontrol untuk pemetaan
laut.
Wilayah laut yang menggunakan datum Gunung Genuk ini adalah Sumatera,
Jawa, Bali sampai Nusatenggara. Namun masih ada datum lain yang dgunakan untuk
wilayah-wilayah tertentu, seperti survey-survey yang dilakukan sebelum titik-titik
triangulasi selesai.
2. Datum Bukit Rimpah (Bangka)
Jaring triangulasi Bangka dimulai pengukurannya pada tahun 1917 dan pada tahun
1938 dilanjutkan ke Kepulauan Lingga, Riau sampai ke Malaya. Titik datum ditetapkan
terletak di Bukit Rimpah Pulau Bangka. Pada titik tersebut ditetapkan hasil pengukuran
lintang, bujur dan azimuth astronomis ke suatu titik ditetapkan sebagai lintang, bujur dan
azimuth geodetik di titik tersebut. Dengan perkataan lain bahwa elipsoid referensi berimpit
dengan geoid di titik datum tersebut. Elipsoid referensi yang digunakan adalah Bessel
1841. Wilayah laut yang menggunakan Bukit Rimpah ini adalah Pulau Bangka dan
sekitarnya sampai ke Kepulauan Riau.
3. Datum Gunung Serindung
Datum Gunung Serindung digunakan sebagai datum untuk pemetaan wilayah
Kalimantan Barat. Pengukuran triangulasi dimulai pada sekitar tahun 1958-1959,
walaupun sebelumnya telah ada proses pemetaan yang dilakukan oleh Belanda yaitu antara
tahun 1886 sampai tahun 1895. Seperti halnya datum Genuk dan Datum Bukit Rimpah,
pada Datum Gunung Serindung ini ditetapkan bahwa elipsoid referensi berimpit dengan
geoid di titik datum. Pada tahun 1970 jaring triangulasi tersebut diperluas ke arah timur
dan ke arah selatan oleh DITTOP AD. Rencananya jarring triangulasi tersebut dilanjutkan
sampai bertemu dengan jaring triangulasi di Kalimantan Timur. Pengukuran triangulasi
terhenti karena ada teknologi baru yang lebih praktis yaitu dengan Satelit Doppler.
Elipsoid referensi yang digunakan adalah Bessel 1841.
4. Datum Gunung Segara.
astronomis. Azimuth ke suatu titik diukur dengan cara astronomis. Selanjutnya posisi titik
datum tersebut dan azimuth suatu titik ditetapkan debagai awal hitungan dan pemetaan.
7. Datum Pulau Pisang (Common Datum)
Pada tahun 1971 perbatsan Malaysia dan Indonesia disetujui. Berdasasrkan survey
laut yang dilakukan bersama, terdapat perbedaan koordinat satu titik yang dihitung
berdasarkan jaring triangulasi dengan datum Bangka dibandingkan dengan yang duijitung
berdasarkan jaring triangulasi sistem Malaysia-Singapura. Perbedaan bujur kira-kira 13
dan lintang kira-kira 3. Untuk mengatsi persoalan terrsebut, maka dibuatlah datum
bersama yang ditetapkan di pulau Pisang. Pada titik datum dilakukan pengukuran lintang,
bujur dan azimuth ke suatu titik tertentu secara teliti (+0,3 detik). Pada titik datum
ditetapkan lintang, bujur dan azimuth astronomis identik dengan lintang, bujur dan
azimuth geodetik. Elipsoid yang diusulkan adalah elipsoid internasional tahun 1924
(elipsoid Hayfor 1910) dan sistem proyeksinya adalah skew orthomorphic. Pada tahun
1973 barulah ditandatangani penggunaan common datum untuk penentuan perbatasan
antara Malaysia dan Indonesia di Medan.
Peta-peta laut yang menggunakan datum pulau Pisang adalah khusus untuk petapeta perbatasan Indonesia dan Malaysia saja. Sedangkan untuk peta-peta navigasi di
wilayah tersebut yang diterbitkan oleh Indonesia masih tetap menggunakan datum Bangka.
8. Datum Indonesia tahun 1974 (DI 1974)
ID-74 mengadopsi parameter ellipsoida GRS-67 (GeodeticReference System1967,
dengan a : 6 378 160 m; f : 1/298,27) dan menamakannya ellipsoida nasional atau
IndonesianNational Spheroid (INS). Datum ditentukan dengan memilih satu posisi di
Padang, yaitu suatu titik darijaring kontrollama (triangulasi), sebagaiawalsistemposisibaru
diIndonesia. Jadi kita pada waktu itu masih menganut sistem posisi relatif terhadap suatu
titik di muka Bumi. Koordinat titik di Padang ini ditentukan dengan teknik posisi dengan
pengamatan satelit Doppler dengan lintang dan bujurnya memakai ellipsoida sendiri yaitu
NWL-9D (Naval Weapons Laboratory, USA), dan dengan demikian datum sudah
berorientasi terhadap sumbu kutub Bumi yang dinamakan CIO (Conventional
International Origin), yaitu sumbu kutub baku yang ditetapkan melalui pengukuran kutub
nyata sesaat (instan- taneous) selama periode 1900-1905. Semua pengamatan astronomis
di Bumi yang mengacu pada kutub Bumi sesaat (instantaneous) harus dikoreksi ke kutub
baku CIO, agar dapat diperbandingkan. Sebagaimana kita ketahui sumbu kutub nyata
(sesaat) selalu berpindah-pindah posisinya seperti gasing, yang dinamakan polar motion
Definisi datum ID-74 ditentukan dengan menadopsi GRS-67 sebagai ellipsoida nasional
(INS), titik awal datum ditetapkan satu titik dalam jaringan triangulasi di Padang dengan
koordinat (posisi) yang ditentukan dengan satelit Doppler dan ellipsoid NWL-9D untuk
koordinat lintang dan bujur. Koordinat ini dan diadopsi sebagai koordinat pada ellipsoid
nasional (INS). Koordinat lintang dan bujur terhadap NWL-9D diperoleh daritransformasi
dari koordinat kartesian (X1, Y1, Z1) yang diperoleh dari satelit Doppler. Koordinat
bujur dan lintang yang sama dalam INS diperoleh kembali koordinat kartesiannya (X2,
Y2, Z2) dengan memakai parameter ellipsoida GRS-67.
Pada awal tahun 1970-an, pemanfaatan satelit Doppler mulai berkembang di
Indonesia. Pada tahun 1974 di Sumatera dilakukan penentuan posisi dengan satelit
Doppler dengan menghubungkan 6 titik Laplace mulai dari Banda Aceh sampai gunung
Dempo dan disatukan pula dengan sistem datum Bangka Riau yang sebelumnnya terpisah
dengan Sumatera. Demikian pula sistem kontrol di Selat Malaka disatukan dengan
menghubungkan 2 stasiun geodesi di Malaysia Barat dengan beberapa posisi titik kontrol
di Sumatera Timur dengan satelit Doppler.
Pengikatan ke beberapa datum yang terpisah memungkinkan untuk membuat
datum baru sebagai rangka acuan geodesi. Maka BAKOSURTANAL menetapkan elipsoid
referensi baru yang mempunyai parameter yang sama dengan parameter elipsoid GRS1967 dan diberi nama Sferoid Nasional Indonesia (SNI). Orientasi dari SNI ditetapkan
bersinggungan dengan NWL-9D di titik datum dan sumbu kooordinat kedua elipsoid
Translasi pusat koordinat NSWC 9Z-2 sebesar 4.5 meter ke arah negatif
sumbu Z.
Rotasi meridian referensi NSWC 9Z-2 pada sumbu Z sebesar 0.814 untuk
konteks
global
seperti
pengamatan
gerakan
teknonik
lempeng
(geodinamika), bidang kelautan, penentuan batas negara di darat dan laut, dan
kedirgantaraan. GPS kini telah dipakai dalam navigasi dalam mobil, kapal, kapal-kapal
nelayan, pesawat udara, bisnis dan hampir semua kegiatan manusia yang terkait dengan
posisi di muka Bumi. Jumlah satelit yang berorbit adalah 24 buah dengan cadangan 3
buah. Jenis alat penerima GPS pun ada berbagaimacamketelitian tergantung pada
kegunaan, mulai dari tipe yang dapat digenggam (handheld) yang umumnya dipakai untuk
navigasidi lapangan, mobil, perahu atau rekonesen, sampai yang tipe geodetik yang sangat
teliti untuk mengukur gerakan lempeng tektonik yang bergerak dalam tatanan millimeter.
Pengukuran Jaring Kontrol Horizontal Nasional (JKHN) dilaksanakan sejak tahun
1992 dengan memanfaatkan teknologi GPS. Penyebaran titik ditempatkan secara merata di
seluruh Indonesia berjumlah 60 titik. JKHN ini diklasifikasikan sebagai orde 0. JKHN
orde 0 ini diperapat lagi dengan JKHN orde 1 dan diukur juga dengan GPS serta diikatkan
dengan orde 0.
Beberapa titik orde 0 dan orde 1 ditempatkan pada titik yang mempunyai
koordinat pada Datum Indonesia 1974 dan merupakan titik sekutu sebanyak 38 titik. Dari
38 titik sekutu tersebut dihitung parameter transformasi koordinat dari DI74 ke DGN 95.
Ellipsoid referensi adalah ellips yang diputar 3600 pada sumbu pendeknya yang digunakan
untuk menyatakan koordinat suatu titik. Ellipsoid referensi memiliki 3 parameter bentuk
dan dimensi, yaitu :
1. Sumbu panjang (a)
2. Sumbu pendek (b)
3. Penggepengan (f=(a-b)/a)
Ada beberapa ellipsoid referensi yang digunakan dalam pendefinisian koordinat, yaitu
sebagai berikut :
3. Penutup
Demikianlah beberapa hal yang perlu diketahui berkenaan dengan referensi geodesi. Tampak
bahwa referensi geodesi memegang peranan yang sangat penting dalam keilmuan geodesi.
Oleh karenanya, sudah selayaknya pengembangan pengetahuan tentang referensi geodesi
terus diupayakan oleh para praktisi geodesi. Selain itu penelitian tentang referensi geodesi
harus terus ditingkatkan, agar dapat diperoleh referensi geodesi yang semakin baik seiring
dengan berkembangnya teknologi sehingga permukaan bumi dapat dimodelkan dengan lebih
representatif dan memiliki ketepatan yang tinggi.
4. Referensi
-
Subarya, Cecep. 2004. Jaring Kontrol Geodesi Nasional dengan Pengukuran GPS dalam
ITRF 2000 Epoch 1998.0. Bakosurtanal: Cibinong
Kelompok Kerja Geodesi. 2007. Petunjuk Teknis Transformasi Datum dan Konversi
Sistem Proyeksi Peta. Bakosurtanal : Cibinong