Anda di halaman 1dari 7

Nama: Kezia Sharon Utama

NPM: 1906288732

Kelas: Kartografi A

Datum Geodetik Nasional ’95 dan Sistem Referensi Geodetik Indonesia

1. Latar Belakang

Seperti yang orang awam pada umumnya ketahui, bumi kita diibaratkan sebagai bola:
mempunyai bentuk yang bulat sepenuhnya. Namun pada kenyataannya, bumi kita tidaklah
sepenuhnya bulat. Bentuknya ialah ellipsoid dengan kenampakkan permukaan yang tidak mulus.
Hal tersebut terjadi karena bumi mengalami rotasi terus-menerus dan juga dari pembentukan
bumi yang terjadi sejak dahulu. Morfologi bumi yang berupa pegunungan, lembah, dan dataran
yang tidak rata, menyebabkan bentuk bumi menjadi tidak mulus.

Sementara itu dalam perkembangannya, agar bentuk muka bumi tersebut dapat tergambar
dan terlihat secara jelas, dibutuhkan proyeksi. Proyeksi sendiri dibuat untuk menggambarkan
bagian-bagian bumi yang semula bulat, menjadi datar atau rata. Oleh karena pentingnya
proyeksi, seluruh dunia menetapkan satu datum atau referensi yang dipakai untuk
memroyeksikan peta dunia. Datum sendiri merupakan parameter yang digunakan sebagai acuan
untuk mendefinisikan geometri ellipsoid bumi. World Geodetic System tahun 1984 adalah datum
yang sampai saat ini masih digunakan untuk memroyeksikan peta dunia. WGS ’84 sendiri
memakai sistem proyeksi silinder, dengan alasan agar mempermudah membaca peta secara
dunia/global.

Sementara itu, walaupun kita telah memiliki sistem proyeksi global yaitu WGS ’84,
setiap negara di dunia memiliki datum atau referensi sendiri, disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi geografis wilayahnya. Untuk Indonesia sendiri, negara kita sampai saat ini menggunakan
dua sistem yaitu Datum Geodetik Nasional tahun 1995 (DGN ’95) dan Sistem Referensi
Geodetik Indonesia tahun 2013 (SRGI ’13). Dalam Keppres No. 166 Tahun 2000 Bakosurtanal
(sekarang Badan Informasi Geospasial atau BIG) kembali diberi tugas untuk menyelenggarakan
tugas pemerintahan di bidang survai dan pemetaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam menyelenggarakan tugas itu ditetapkan bahwa Bakosurtanal mempunyai
fungsi pembinaan infrastruktur data spasial atau yang lebih dikenal sebagai Infrastruktur Data
Spasial Nasional (IDSN). IDSN dilihat sebagai satu upaya nasional untuk menghadirkan sumber-
sumber data spasial dasar yang dapat dimanfaatkan seluas mungkin. Dalam perjalanannya,
Indonesia pernah mempunyai beberapa datum sebagai sistem referensi pemetaan. Berbagai
datum tersebut antara lain Datum Genuk di Pulau Jawa menggunakan model elipsoida referensi
Bessel 1841 yang ditentukan menggunakan metode triangulasi, Datum Indonesia 1974
menggunakan elipsoida referensi SNI (Sferoid Nasional Indonesia) dengan pengamatan
menggunakan metode Doppler. Dengan kemajuan teknologi Satelit Global Positioning System
(GPS), Indonesia menetapkan penggunaan DGN95. Pada tanggal 17 Oktober 2013, BIG telah
menetapkan penggunaan datum baru yaitu Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013
(SRGI2013) untuk menggantikan DGN 1995.

Pada kesempatan ini, kita akan memelajari lebih dalam mengenai karakteristik dan
perbedaan DGN ’95 dan SRGI tahun 2013.

2. Pengertian dan Karakteristik


2.1 Datum Geodetik Nasional Tahun 1995
2. 1. 1 Pengertian
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) merupakan referensi tunggal dalam
pengelolaan (pengumpulan, penyimpanan dan penggunaan) data geospasial pada
strata lokal, regional, nasional bahkan internasional. DGN-95 adalah datum
geodesi yang geosentris dan diberlakukan untuk keperluan survei dan pemetaan di
seluruh wilayah NKRI. DGN ’95 merupakan pengembangan dari proyeksi
Universal Transverse Mercator.
2. 1. 2 Karakteristik
DGN ‘95 merupakan sistem referensi geospasial yang bersifat statis, dimana
perubahan nilai koordinat terhadap waktu sebagai akibat dari pergerakan lempeng
tektonik dan deformasi kerak bumi, tidak diperhitungkan. Pada tahun 1992,
Indonesia turut bagian dalam survey yang menghasilkan 60 stasiun GPS yang
berklasifikasikan sebagai orde nol. Jering orde nol tersebut adalah realisasi Datum
Geodesi Nasional di Lapangan. Selanjutnya pada tahun yang sama dan berikutnya
dilakukan identifikasi jarring dengan orde nol yang lebih rendah ke seluruh
wilayah Indonesia dengan kerapatan 50 km. Jaringan tersebut disebut sebagai
Jaring Kontrol Horisontal Nasional.
 Spesifikasi DGN ‘95 :
o Datum : Geosentris
o Koordinat Geodesi : Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95)
o Koordinat Grid/Peta : Universal Transvere Mercator (UTM)
o Kerangka Referensi : ITRF
o Elipsoid : WGS-84
o Sumbu semi mayor (a) : 6.378.137,0 meter
o Faktor Penggepengan (1/f) : 298,2572223563

2.2 Sistem Referensi Geodetik Nasional (2013)


2. 2. 1 Pengertian
SRGI adalah suatu terminologi modern yang sama dengan terminologi Datum
Geodesi Nasional (DGN) yang lebih dulu didefinisikan, yaitu suatu sistem
koordinat nasional yang konsisten dan kompatibel dengan sistem koordinat
global. SRGI (Sistem Referensi Geospasial Indonesia) tunggal sangat diperlukan
untuk mendukung kebijakan Satu Peta (One Map) bagi Indonesia. Dengan satu
peta maka semua pelaksanaan pembangunan di Indonesia dapat berjalan serentak
tanpa tumpang tindih kepentingan.
2. 2. 2 Karakteristik
SRGI mempertimbangkan perubahan koordinat berdasarkan fungsi waktu, karena
adanya dinamika bumi. Secara spesifik, SRGI 2013 adalah sistem koordinat
kartesian 3-dimensi (X, Y, Z) yang geosentrik. Implementasi praktis di
permukaan bumi dinyatakan dalam koordinat Geodetik lintang, bujur, tinggi,
skala, gayaberat, dan orientasinya beserta nilai laju kecepatan dalam koordinat
planimetrik (toposentrik) termasuk bagaimana nilai-nilai koordinat tersebut
berubah terhadap waktu.
Sistem koordinat yang digunakan dalam SRGI 2013 merupakan sistem koordinat
geosentrik 3 (tiga) dimensi dengan beberapa ketentuan di bawah ini:
o Titik pusat sistem koordinat berimpit dengan pusat massa bumi
sebagaimana digunakan dalam ITRS;
o Satuan dari sistem koordinat berdasarkan Sistem Satuan Internasional (SI);
dan
o sistem koordinat tangan kanan, sebagaimana digunakan dalam ITRS. melalui
greenwich (greenwich meridian), dan sumbu Y berpotongan tegak lurus
terhadap sumbu X dan Z pada bidang equator sesuai dengan kaidah sistem
koordinat tangan kanan, sebagaimana digunakan dalam ITRS.

3. Perbedaan dan Zona

Sistem zona pada DGN 95 dan SRGI merupakan pengembangan dari Universal Transverse
Mercator. Proyeksi UTM merupakan proyeksi peta yang banyak dipilih dan digunakan dalam
kegiatan pemetaan di Indonesia karena dinilai memenuhi syarat-syarat ideal yang sesuai dengan
bentuk, letak, dan luas Indonesia (Prahasta, 2001). Zona nomor 1 dimulai dari daerah yang
dibatasi oleh meridian 180° BB dan 174° BB dan dilanjutkan ke arah timur sampai nomor 60.
Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zona UTM, dimulai dari meridian 90º BT - 144º BT dengan
batas paralel 10° LU dan 15° LS serta terbagi menjadi empat satuan daerah, yakni L, M, N, dan
P. Setiap zona berukuran 6° bujur x 8° lintang. Dengan demikian wilayah Indonesia terbentang
dari zona 46 (meridian sentral 93º BT) hingga zona 54 (meridian sentral 141º BT).
Kemudian, Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Peraturan Menteri Negara Agraria
(PMNA) No.3 tahun 1997 telah menetapkan bahwa untuk membuat peta dasar pendaftaran dan
peta pendaftaran guna penyelenggaraan pendaftaran tanah digunakan sistem proyeksi Transverse
Mercator 3°. Proyeksi TM3° beracuan pada elipsoid referensi pada datum World Geodetic
System 1984 (WGS’84) yang kemudian disebut Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN ’95).

Ciri-ciri proyeksi TM 3° adalah sebagai berikut:


1. Secara geometrik hampir sama dengan proyeksi UTM, merupakan proyeksi silinder
transversal konform di mana bidang silinder memotong bumi (secant) di dua meridian.
2. Perbedaannya dengan proyeksi UTM terletak pada penetapan faktor skala di meridian
tengah/sentral dan lebar wilayah cakupan (zona). Pada proyeksi TM 3°, besarnya faktor skala (k)
adalah 0,9999 dan lebar zona = 3°.
3. Proyeksi meridian sentral dan ekuator masing-masing merupakan garis-garis lurus yang saling
tegak lurus. Proyeksi meridian dan paralel lainnya merupakan kurva-kurva yang saling tegak
lurus.
4. Tiap zona mempunyai sistem koordinat sendiri, yaitu:
Sumbu X : Ekuator
Sumbu Y : Meridian sentral
Titik nol : Perpotongan meridian sentral dengan ekuator
Absis semu (T) : 200.000 m pada meridian tengah
Ordinat semu (U) : 1.500.000 m pada ekuator
Koordinat (X,Y) dinamakan koordinat sejati, dan koordinat (T,U) dinamakan koordinat semu.
5. Wilayah Indonesia terbagi atas 16 zona seperti pada Gambar 1.8, mulai dari meridian 93° BT
– 141° BT dengan batas garis paralel (lintang) 6° LU - 11° LS, serta tercakup dalam zona nomor
46.2 sampai dengan 54.1.
6. Proyeksi TM 3° pada umumnya menunjukkan distorsi jarak yang semakin membesar ke arah
timur maupun ke arah barat dari meridian sentral. Besarnya faktor skala (k) antara meridian
sentral sampai jarak 90.000 m sebelah barat dan timur meridian sentral mempunyai harga 0,9999
sampai 1. Di luar batas tersebut, faktor skalanya lebih besar dari 1. Hal inilah yang membatasi
lebar wilayah cakupan (zona) pada proyeksi TM 3°.
7. Proyeksi TM 3° beracuan pada Elipsoid referensi pada Datum World Geodetic System (WGS
’84).

4. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa proyeksi di Indonesia menggunakan
Datum Geodetik Nasional 95 dan Sistem Referensi Geodetik Indonesia. Keduanya
merupakan pengembangan dari Universal Transverse Mercator yang membagi wilayah-
wilayah di dunia dengan zona. Namun, walaupun dibuat berdasar UTM, DGN 95 dan SRGI
memiliki zona sendiri khusus di Indonesia. Kedua datum dan sistem tersebut juga memiliki
perbedaan dari karakteristiknya yang sebelumnya telah dipaparkan.
5. Daftar Pustaka
Andreas, Heri dkk. 2013. Tinjauan Sistem Referensi Geodesi di Beberapa
Negara. Makalah Kelompok Keilmuan Geodesi. Bandung: Teknik Geodesi, FITB, Intitut
Teknologi Bandung.

Dwi, Febrian Bayu. 2014. Pembuatan Peta Tematik Penguasaan Tanah di


Kotamadya Salatiga Berbasis Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta: UGM.
Fitriana, Dina dan Isnaini Annuriah. 2017. Analisa Perbandingan Posisi Jaring
Kontrol Horizontal dan DGN-95 Menjadi SRGI 2013. Bogor: Badan Informasi Geospasial.
Hajri, Amirul. 2017. Kajian Penentuan Posisi Jaring Kontrol Horizontal dari
Sistem Tetap (DGN 95) ke SRGI. Semarang: Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
Musthafa, Wachid Nuraziz. 2015. Identifikasi Aspek Sistem Referensi Geospasial
Indonesia 2013 Horizontal. Bandung: Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi
Bandung.
Pahlevi, Arisauna M dan Syah Pangastuti. 2014. Indonesian Geospatial Reference
System 2013 and Its Implementation on Positioning. Kuala Lumpur, Malaysia.
Rifai, Taufiq. 2016. Studi Transformasi Koordinat dari DGN 1995 ke RSGI 2013
Menggunakan Metode Transformasi Bursa Wolf. Surabaya: Teknik Geomatika, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS.

Anda mungkin juga menyukai