Anda di halaman 1dari 7

Tugas Pengukuran dan Pemetaan Hutan

Nama : Gloria Stefani Jacobeth Ndoloe


NIM : 2104070030

1. Sejarah WGS-84
Sistem Geodesi Dunia (Bahasa Inggris: World Geodetic System)
disingkat WGS adalah sebuah standar yang digunakan
dalam pemetaan, geodesi, dan navigasi terdiri dari bingkai koordinat
standar Bumi, Datum geodetik, (referensi permukaan standar bulat
(acuan atau referensi elipsoid) untuk data ketinggian mentah, dan
permukaan ekuipotensial gravitasi (geoid) dipakai sebagai pendefinisian
tingkat nominal laut.

Revisi terbaru adalah Sistem Geodesi Dunia 1984 (versi tahun 1984
kemudian dilakukan direvisi pada tahun 2004)[1] Sebelumnya memakai
skema WGS 72, WGS 66., Dan WGS 60 dan WGS 84 adalah referensi
sistem koordinat yang digunakan oleh Global Positioning System.

Sumber : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sistem_Geodesi_Dunia

2. Siapa saja yang menggunakan WGS 84


system koordinat WGS 84 sering digunakan pada pemetaan wilayah
Indonesia. Proyeksi inimenggunakan silinder yang membungkus
ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak
ellipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan
silinder merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada
ellipsoid. Pada system proyeksi ini didefinisika posisi horizontal dua
dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan conform
yang memotong bumi pada dua meridian standart. Seluruh permukaan
bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone
dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah
sendiri. Sebagai contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174° BB,
zone 2 di mulai dari 174° BB hingga 168° BB, terus kearah timur hingga
zone 60 yang dimulai dari 174° BT sampai 180° BT. Batas lintang dalam
system koordinat ini adalah 80° LS hingga 84° LU. Setiap bagian derajat
memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80° LS kearah utara.
Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga
X (huruf I dan O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS hingga 72°
LS diberi notasi C, 72° LS hingga 64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga
56° LS diberi notasi E, dan seterusnya.

http://geoenviron.blogspot.com/2014/05/sistem-koordinat-dan-proyeksi-
peta.html?m=1
3. Kelebihan dan kekurangan WGS-84
Kelebihan dari sistem koordinat geografi adalah dapat menganalisis
secara mudah, sedangkan kelebihan dari sistem proyeksi adalah lebih detail
karena satuannya meter sehingga luasannya bisa dihitung dengan mudah. * * *
Kekurangan dari sistem koordinat geografi adalah tidak dapat menghitung
luasan/panjang pada sistem GIS dan jika perhitungan tersebut dilakukan, tinggat
error yang dihasilkan pun akan tinggi, sedangkan kekurangan dari sistem
proyeksi adalah karena satuan yang digunakan adalah meter sehingga hanya
bisa menganalisis satu kawasan saja.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
selfaseptianiaulia.wordpress.com/tag/geographic-coordinate-system/
&ved=2ahUKEwjCvvnu75P6AhX7R2wGHS2fD6gQFnoECAYQAQ&usg=A
OvVaw1lQd9n8zd2dz2bICe5a3H2

4. Kenapa kita menggunakan WGS-84 ( MENURUT KEPALA BADAN


PENGUKURAN GEOSPASIAL NO 15 TAHUN 2013) ?

Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84


(World Geodetic System) dan UTM (Universal Transverse Mercator)
WGS-84 (World Geodetic System) adalah ellipsoid terbaik untuk
keseluruhan geoid. Penyimpangan terbesar antara geoid dengan ellipsoid
WGS-84 adalah 60 m di atas dan 100 m di bawah-nya. Bila ukuran
sumbu panjang ellipsoid WGS-84 adalah 6 378 137 m dengan
kegepengan 1/298.257, maka rasio penyimpangan terbesar ini adalah 1 /
100 000. Indonesia, seperti halnya negara lainnya, menggunakan ukuran
ellipsoid ini untuk pengukuran dan pemetaan di Indonesia. WGS-84
diatur, diimpitkan sedemikian rupa diperoleh penyimpangan terkecil di
kawasan Nusantara RI. Titik impit WGS-84 dengan geoid di Indonesia
dikenal sebagai datum Padang (datum geodesi relatif) yang digunakan
sebagai titik reference dalam pemetaan nasional. Sebelumnya juga
dikenal datum Genuk di daerah sekitar Semarang untuk pemetaan yang
dibuat Belanda. Menggunakan ER yang sama WGS-84, sejak 1995
pemetaan nasional di Indonesia menggunakan datum geodesi absolut.
DGN-95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat ER berimpit dengan
pusat masa bumi. Proyeksi UTM merupakan proyeksi Peta yang banyak
di pilih dan di gunakan dalam kegiatan pemetaan di Indonesia karena di
nilai memenuhi syarat2 ideal yang sesuai dengan bentuk, letak dan luas
Indonesia. Spesifikasi UTM antara lain adalah (1) menggunakan bidang
silender yang memotong bola bumi pada dua meridian standart yang
mempunyai faktor skala k=1, (2) Lebar zone 6 dihitung dari 180 BB
dengan nomor zone 1 hingga ke 180 BT dengan nomor zone 60. Tiap
zone mempunyai meridian tengah sendiri, (3) setiap zone memiliki
meridian tengah sendiri dengan faktor perbesaran = 0.9996, (4) Batas
paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84 LU dan 80 LS dan (5)
proyeksinya bersifat konform. Menurut Frans (iagi.net) UTM
menggunakan silinder yg membungkus ellipsoid dengan kedudukan
sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran
bumi), sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yg
berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Akibatnya, titik2 pada garis
tersebut terletak pada kedua bidang, sehingga posisinya walaupun
dipindahkan (diproyeksikan), dari ellipsoid ke silinder, tidak akan
mengalami perubahan (distorsi). WGS (World Geodetic System) 1984
adalah datum geodetik yang direalisasikan dan dipantau oleh NIMA
(National Imagery and Mapping) Amerika Serikat. WGS 84 adalah
sistem yang saat ini digunakan oleh sistem satelit navigasi GPS.
Penerapan sistim WGS-1984 merupakan datum global dimana
penyimpangannya tehadap kondisi topografi setempat lebih besar
dibanding dengan sistim GRS 1967 yang lebih mendekati kondisi
topografi setempat, namun untuk perhitungan gravitasi normal relatif
masih bisa diabaikan. Untuk memperoleh keseragaman garavitasi normal
transformasi koordinat antar kedua sistim tidak terlalu sulit dilakukan
sehingga diupayakan keseragaman anomali gravitasi sistim datum lama
dengan sistim anomali gravitasi baru yang bersifat lebih global tunggal.
Pemetaan anomali gravitasi sistim WGS 1984 lebih gampang
disambungkan dengan peta-peta sistim lainnnya sehingga dengan mudah
membuat sistim basis data anomali gravitasi yang tunggal.

Dalam pertemuan International Association of Geodesy (IAG) yang


dilakukan di Madrid Tahun 1924, telah menetapkan Elipsoid Hayford
1909 sebagai Elipsoid Referensi Internasional. Pertemuan ini juga
menetapkan kecepatan rotasi bumi (ω) dan nilai gravitasi normal di
ekuator (Ge). Dengan demikian, Elipsoid Hayford 1909 ditetapkan acuan
geometrik ( posisi geodetik ) dan medan gravitasi bumi. Kemudian pada
tahun 1967 IAG mengadakan pertemuan di Luceme, intinya
membicarakan masalah elipsoid reference Hayford 1909. Berdasarkan
hasil penelitian lebih lanjut diketahui bahwa elipsoid dan rumusan
gravitasi normal yang disusun berdasarkan parameter elipsoid tersebut
dinilai belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Kemudian IAG
pada pertemuan General Assembly International Union of Geodesy and
geophysics ( IUGG ) ke XV di Moskow, Agustus 1971 mendefinisikan
suatu elipsoid referensi yang dinamakan Geodetic Reference System
1967 (GRS 1967). Dalam kongres IUGG yang ke XVII di Camberra
dikemukakan bahwa GRS 1967 ternyata belum sesuai dengan keadaan
data yang terkumpul kemudian, sehingga perlu diganti dengan sistem
referensi yang lebih sesuai. Maka keluarlah Sistem referensi pengganti
yang dikenal GRS 1980. Dalam perkembangan selanjutnya, Departemen
Pertahanan Amerika Serikat menemukan World Geodetic System 1984
(WGS 1984) yang merupakan perbaikan sistim sebelumnya. Tabel 1.
menunjukkan parameter elipsoid referensi GRS 1967, GRS 1980 dan
WGS 1984. DATUM INDONESIA Datum Lokal Pengukuran topografi
di Indonesia dimulai sejak tahun 1862 hingga tahun 1880, yaitu sejak
dilakukannya pengukuran triangulasi di Pulau Jawa. Dalam pengukuran
triangulasi ini, setiap titik ukur harus saling terlihat sehingga titik
tersebut biasanya dibuat di atas gunung. Pembuatan triangulasi di Jawa
berjumlah 114 titik dihitung berdasarkan acuan triangulasi di gunung
Genuk, Jawa Tengah untuk perhitungan lintang dan azimuthnya
menganggap Jakarta meridian nol untuk perhitungan bujur. Sistim
triangulasi ini dihitung berdasarkan elipsoid Bessel 1841, dan pada tahun
1883 pengukuran triangulasi ini diperluas ke Pulau Sumatra, Bali dan
Lombok. Tahun 1911 dilakukan pembuatan triangulasi di pulau Sulawesi
tetapi karena keterbatasan teknologi saat itu sistem triangulasi ini tidak
terikat dengan di Jawa, Sumatra, Bali dan Lombok. Triangulasi Sulawesi
dihitung dengan acuan titik triangulasi di gunung Moncong Lowe,
Sulawesi Selatan untuk perhitungan lintang dan azimuth dengan
menganggap Ujungpandang sebagai meridian nol untuk perhitungan
bujur. Datum Indonesia 1974.

dimana : a : Setengah sumbu panjang elipsoid b : Setengah sumbu


pendek elipsoid f : Pengepengan elipsoid Ge : Nilai anomali gravitasi
normal di ekuator Gp : Nilai anomali gravitasi di kutub ω : Kecepatan
rotasi bumi ß1 : Konstanta gravitasi normal pada lintang ϕ ß2 : Konstanta
gravitasi normal pada lintang ϕ Pemetaan topografi di Indonesia
diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi untuk dapat
mempersatukan sitim-sistim referensi datum, sehingga seluruh wilayah
dapat tercakup dalam satu sistim pemetaan. Dengan diketemukannya
teknologi pengukuran yang menggunakan sarana satelit (satelit Doppler)
maka wilayah-wilayah yang tersebar di Indonesia dapat dipersatukan.
Untuk menunjang sistim pemetaan tunggal di Indonesia, pada tahun
1975 Ketua badan kordinasi survei dan pemetaan nasional
(Bakorsurtanal) mengeluarkan surat bernomor 019.2.2/I/1975 tentang
penggunaan GRS 1967 sebagai ellipsoid referensi di Indonesia.
Keputusan ini didasarkan karena lebih teliti baik untuk ilmiah maupun
keperluan praktis dan pembuatan peta skala kecil maupun besar. GRS
1967 dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia dalam satu sistim
sehingga tercipta sistim referensi tunggal. GRS 1967 ini dinamai oleh
Bakosurtanal Sferoid Nasional Indonesia (SNI). Untuk menentukan
orientasi elipsoid referensi dalam ruang, maka kemudian SNI
dihimpitkan dengan elipsoid NWL-9D ( sistim referensi teknologi
Doppler ) ditittik eksentris (Stasiun Doppler BP-A 1884) di Padang.
Dengan demikian stasiun Doppler BP-A ini dianggap sebagai datum
tunggal geodesi di Indonesia. Datum ini diberi nama oleh Bakosurtanal
Datum Indonesia 1974 dan merupakan datum relatif.

Datum Geodesi Nasional 1995 Cara penentuan posisi dan pengolahan


data dengan pengamatan Doppler untuk membangun jaringan kontrol
geodesi di Indonesia tidak seragam karena sebagian tidak diproses
dengan menggunakan broadcast ephemeris sedangkan sebagian lagi di
proses dengan menggunakan precise ephemeris, sehingga dari segi
ketelitian jaringan kontrol geodesi nasional belum seragam. Dengan
digunakannya teknologi baru yaitu Global Positioning System (GPS),
maka dibangunlah Jaringan Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) orde nol
yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Pengolahan data
sepenuhnya menggunakan precise ephemeris sehingga posisigeodetik
dalam jaringan ini mempunyai ketelitian yang seragam. Berdasarkan
hasil pengukuran JKGN ini maka Ketua Bakosurtanal menetapkan
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 1995 ) sebagai datum tunggal
Indonesia menggantikan datum sebelumnya yaitu DI-1974. Datum ini
menggunakan elipsoid referensi WGS 1984, serta merupakan datum
geosentrik ( datum absolut).

Sumber : https://www.google.com/amp/s/docplayer.info/amp/63886235-
Mengapa-proyeksi-di-indonesia-menggunakan-wgs-84.html

Anda mungkin juga menyukai