Anda di halaman 1dari 9

Tugas Geodesi Satelit

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas makalah Geodesi Satelit yang diberikan oleh Pak Heri
Andreas

Geodesi Satelit

Nama : Kamal Nur Fauzan

NIM : 15115023

Kelas : 02

TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Tugas 3 : Geodesi Satelit – I

 Jelaskan yang dimaksud dengan Sistem Referensi dan Kerangka Referensi


dalam konteks
a. Datum Indonesia 1974
b. Datum Geodesi Nasional 1995
c. Datum G. Genuk
d. ITRF2005

a. Datum Indonesia 1974 (DI)


Sistem Referensi :
ID-74 merupakan bidang matematis bumi yang menggunakan ellipsoid GRS-67
(Geodetic reference system 1967) yang memiliki nilai : a = 6378160 m dan f = 1/298,27)
kemudian disebut sebagai ellipsoid nasional atau Indonesia National Spheroid (INS).
Sistem referensi ini merupakan sistem referensi yang ditetapkan oleh Bakosurtanal
pada tahun 1974 yang menggunakan Satelit Doppler yaitu menetapkan datum untuk menjadi
kerangka acuan kegiatan survey dan pemetaan RI, dimana saaat itu digunakan sistem
proyeksi UTM. Orientasi dari INS ditetapkan bersinggungan dengan NWL-9D. dengan
sumbu koordinat kedua ellipsoid sejajar.
Pada dasarnya pembuatan ID-74 sejak pemanfaatan satelit Doppler yang muali
berkembang di Indonesia sejak atahun 1970. Pada tahun 1974 di Sumatera dilakukan
penentuan posisi dengan menghubungkan 6 titil Laplace mulai dari Banda Aceh sampai
gunung Dempo dan disatukan pula dengan sistem datum Bangka Riau yang sebelumnya
terpisah dnegan Sumatera. Sistem kontrolnya juga disatukan yang berada di selat malaka dan
titik kontrol di Sumatera Timur.

Kerangka Referensi :
Datum ditentukan dengan memilih satu posisi di kota Padang, adalah suatu titik dari
jaring triangulasi sebagai awal sistem posisi baru di Indonesia. Titik awal datum ditetapkan
satu titik dalam jaringan triangulasi di Padang dengan koordinat (posisi) yang ditentukan
dengan satelit Doppler dan ellipsoid NWL-9D untuk koordinat lintang dan bujur. Koordinat
ini diadopsi sebagai koordinat pada ellipsoid nasional (INS). Koordinat lintang dan bujur
terhadap NWL-9D diperoleh dari transformasi dari koordinat kartesian (X1, Y1, Z1) yang
diperoleh dari satelit Doppler. Koordinat bujur dan lintang yang sama dalam INS diperoleh
kembali koordinat kartesiannya (X2, Y2, Z2) dengan memakai parameter ellipsoida GRS-67.
Untuk menentukan orientasi SNI dalam ruang. ditetapkan titik datum rclatif dengan
titik eksentrik dan titik A pada basis bidang WGS 1884 sebagai titik datum dengan posisi
Lintang(φ) : 0o 52' 38.4 14" S Bujur(λ) : 100° 22' 08.804" T Tinggi (h) : 3,190 meter di alas
SNI Orientasi dari SNI ditetapkan bersinggungan dengan NWL-9D di titik datum dm sumbu
koordinat kedua elipsoid didefinisikan sejajar scperti gambar dibawah. Dengan mengkonversi
posisi titik datum ke sistem koordinat kartcsian tiga dimensi pada kedua sistcm SN1 dan
NWL-9D, maka didapat parameter translasi sebagai berikut (Rais, 1976):
Parameter translasi kedua sistem tersebut di atas terdefinisi ditetapkan berlaku untuk
seluruh wilayah Indonesia, sehingga hasil penentuan posisi dengan Satelit Doppler dapat
ditransformasi langsung ke satu sistem datum yang diberi nama Datum Indonesia 1974 (DI-
1974). Peta-peta laut yang memakai Datum Indonesia 1974 ini adalah peta-peta Lingkungan
Pantai Indonesia (LPI) dan Lingkungan Laut Nasional (LLN). Peta-peta tersebut merupakan
produksi bersama DISHIDROS dan BAKOSURTANAL.

b. Datum Geodesi Nasional 1995


Sistem Referensi :
Berdasarkan keputusan Ketua BAKOSURTANAL No. HK.02.04/11/KA/96
ditetapkan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 1995) menggantikan DI74 (Kahar. 1997)
Adapun parameter dari DGN 1995 dan elipsoid referensinya sesuai dengan sistem WGS 1984
yaitu : a = 6378137,000 meter f = 298.157223563 Sejak diadakannya JKHN baik orde nol
maupun orde 1. beberapa survey pemetaan laut di Indonesia telah diikatkan ke JKHN tersebut
sehingga peta-peta yang dihasilkan mempunyai datum DGN 1995. Karena DGN 1995
diturunkan dengan mengadopsi WGS 1984 peta-peta yang dihasilkan tersebut pada
keterangannya dikatakan dengan datum WGS 1984.

Kerangka Referensi :
Pengukuran Jaring Kontrol Horizontal Nasional (JKHN) dilaksanakan sejak tahun
1992 dengan memanfaatkan teknologi GPS. Penyebaran titik ditempatkan secara merata di
seluruh Indonesia dengan jumlah titik sebnyak 60 buah. JKHN diklarifikasi sebagai orde 0.
JKHN orde 0 ini dirapatkan lagi dengan JKHN orde 1 dengan diukur juga menggunakan GPS
serta dikaitkan dengan orde 0.
Beberapa titik orde 0 dan orde 1 ditempatkan pada titik yang mempunyai koordinat
Datum Indenesia 1974 dan merupakan titik sekutu sebanyak 38 titik dari 38 titik tersebut
dihitung parameter transformasi koordinat dari DI 74 ke DGN 95. alam transformasi datum
dari datum ID-74 ke Datum DGN-95 menggunakan model transformasidatum. Terdapat
bermacam-macam model dalam background image transformasi datum. Model transformasi
datum tersebut antara lain :
• Similarity transformation model(model Bursa-Wolf )
• Affinity transformation model ( 10 parameter transformasi )
DGN (Datum Geodesi Nasional) 1995 adalah datum geodetik Nasional (Indonesia)
yang secara resmi berlaku saat ini di Indonesia, yang pada prinsipnya sama dengan datum
WGS 1984.

c. Datum G. Genuk
Sistem Referensi :
Datum geodetik horizontal relatif di Gunung Genuk yang didefenisikan pada zaman
Belanda, arah-arah sumbu koordinatnya tidak jelas, karena pada waktu itu baekground image
reduksi pengamatan astronomi untuk mendapatkan sumbu menengah bumi (mean pole)
belum ada (Rais, 1976). Dengan demikian bisa saja sumbu koordinat pada datum-datum
relatif tidak sejajar dengan sumbu koordinat datum global yang sumbu Z-nya mengarah ke
mean pole. Sebenarnya datum ini adalah pengikatan dari Datum Genuk Semarang yang
menggunakan Ellipsoid Bessel. Pada waktu itu dilakukan pengukuran melalui pengukuran
astronomi yaitu melalui konfigurasi bintang-bintang, sehingga dianggap di Datum Genuk
merupakan titik tinggi 0. Kenapa titik Genuk yang notabene merupakan daerah pegunungan
dianggap nol, karena itu merupakan persinggunggan antara Geoid dan Ellipsoid Bessel. Dari
Datum Genuk itulah referensi dibawa ke jakarta dengan menggunakan Pengukuran
Triangulasi melalui gunung-gunung di Jawa sehingga sampai ke Jakarta, sedangkan titik
datum Batavia ini adanya di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok. Sedangkan Datum Djakarta
menggunakan datum ID-74 yang letaknya ada di Monas

Kerangka Referensi :
Datum ini dikenal juga dengan nama Datum Batavia atau Datum Jakarta merupakan
datum untuk titik-titik triangulasi Sumalera, Jawa, Bali, Lombok sampai Nusa Tenggara. Titik
datum ditetapkan di titik triangulasi P.520 yang terletak di Gunung Genuk. Jawa Tengah.
Pada titik ini ditetapkan posisi lintang astronomis dan asimut astronomis ke suatu titik
sebagai lintang dan asimut geodetik. Hasil pengukuran bujur astronomi titik P. 126 di Jakarta
ditetapkan sebagai bujur geodetik di titik itu. Selanjutnya bujur geodetik di titik datum P 520
ditenntukan dengan mentransfer hasil bujur geodetik P. 126 dengan hitungan triangulasi.
Elipsoid referensi yang dipakai adalah Bessel 1841.
d. ITRF2005

ITRF merupakan kepanjangan dari International Terrestrial Reference Frame,yang


mewakili realisasi dari International Terrestrial Reference System (ITRS). ITRS pada
prinsipnya adalah sistem CTS yang direalisasikan dan dipantau oleh IERS(international Earth
Orientation System).Tidak seperti ITRF sebelumnya, ITRF 2005 dikontruksi dengan input
datadibawah EOP (Earth Orientation Parameters).Secara umum karakteristik dari sistem
koordinat ITRS adalah sebagai berikut:
1.Sistem geosentrik, dimana pusat massanya didefinisikan untuk seluruh bumi,
termasuk lautan dan atmosfer
2. Unit panjang yang digunakan adalah meter
3. Sumbu-Z mengarah ke kutub CTP yang dinamakan IRP (IERS ReferencePole)
4. Sumbu-X berada dalam bidang meridian greenwich yang dinamakan IRM(IERS
Reference Meridian) dan terletak pada bidang ekuator bumi
5. Sumbu-Y tegak lurus denan sumbu-X dan sumbu-Z dan membentuksistem
koordinat tangan kanan
6. Evolusi waktu dari orientasi sistem kordinat dipastikan denganmenerapkan kondisi
no-net-rotation dalam konteks pergerakan tektonikuntuk seluruh permukaan bumi.
Dibandingkan dengan orientasi yang dihasilkan oleh BIH pada 1984, perlu dicata
beberapa hal sebagai berikut :
1.Kutub IRP dan meridian nol IRM mempunyai tingkat konsistensi denganarah- arah
BIH pada level sekitar 0,005’’
2. Kutub CTP dari BIH didekatkan ke CIO pada tahun 1967, dan sejak itudijaga ketat
kestabilannya secara independen sampai 19873.
Tingkat presisi ikatan antara IRF dan CIO adalah sekitar 0,03’’ Sistem ITRS
direalisasikan dengan koordinat dan kecepatan sejumlah titik yangtersebar diseluruh
permukaan bumi, dengan menggunakan metode-metode pengamatanVLBI, LLR, GPS, ,SLR,
dan Doris. Kerangka realisasinya dinamakan ITRF(International Terestrial Reference Frame).
Kerangka juga terikat dengan kerangka ICRFmelalui pengamatan VLBI.Ketelitian koordinat
ITRF sekitar 1-3 cm serta kecepatan dengan ketelitian 2-8mm/tahun. Titik-titik ITRF ini
terdapat pada semua lempeng tektonik utama serta hampirsemua lempeng-lempeng kecil.
Akhirnya perlu ditekankan bahwa koordinat titik dalam suatu kerangka ITRFtertentu juga
dapat dihubungkan dengan koordinat dalam kerangka ITRF lainnya ataukerangka koordinat
lainnya seperti WGS72 dan WGS84. Seandainya hubungantransformasi antara kedua
kerangka koordinat (X11,Y11,Z11) dan (X21,Y21,Z21). .Pada saat ini, jaring kerangka ITRF
dipublikasikan setiap tahunnya oleh IERS,dan pada umumnya diberi nama ITRF-yy, dimana
yy menunjukkan tahun terakhir daridata yang digunakan untuk menentukan kerangka
tersebut. Sebagai contoh, ITRF 1994adalah kerangka koordinat dan kecepatan yang dihitung
pada tahun 1995 denganmenggunakan semua data IERS sampai akhir 1994.Dari
KeX0(cm)Y0(cm)Z0(cm)s (E-10)

Hubungan antara ITRF dan GPS menjadi penting dengan adanya


perhimpunanInternational GPS Service for Geodynamics (IGS). IGS memiliki kerjasama
denganInternational Earth Rotation Service (IERS). Dalam kerjasama ini, IERS bertugas
dalammemproduksi stasiun koordinat ITRF dan parameter rotasi bumi.Sejak berdirinya IGS
pada tahun 1992, pusat analisis IGS menggunakan koordinatITRF untuk stasiun subset pada
perhitungan mereka. Prosedur dasar tertentu bagi perhitungan ITRF terdiri dari:
Reduksi SSC tunggal pada epok referensi t0 yang biasa,
menggunakanmodelkecepatan stasiun masing-masing (model pergerakan piringangeofisikal
yang telah ditetapkan atau dasar perhitungan kecepatan);
ITRF sebaik 7 parameter transformasi bagi SSC tunggal dengan kaitannya pada ITRF.
Model standar yang digunakan dalam prosedur kombinasi berdasarkan Euclidien yang
sebanding dengan 7 parameter, dimana bentukumum dari transformasi antara 2 sistem
referensi terrestrial:
 Perinci secara matematis transformasi koordinat dari sistem CIS ke sistem CTS
dan sebaliknya. Tuliskan formulasi dan elemen semua matriks rotasi yang
terlibat.

Sistem-sistem koordinat CTS dan CIS dapat ditranformasikan antar sesamanya


dengan menggunakan besaran-besaran presesi, nutasi, gerakan kutub dan rotasi Bumi.
Hubungan antara kedua sistem koordinat dapat diilustrasikan secara geomeris seperti
pada gambar berikut:
Gambar hubungan CIS dan CTS
Seandainya koordinat suatu titik dalam kedua sistem dinyatakan sebagai
berikut :

XCIS = (X1,Y1,Z1)
XCTS = (XT,YT,ZT)

Maka transformasi antara keduanya dapat dirumuskan sebagai berikut :


XCTS = M.S.N.P.XCIS

Dimana :
M = matriks rotasi untuk gerakan kutub (polar motion)
S = matriks rotasi untuk rotasi bumi (earth rotation)
N = matriks rotasi untuk nutasi (nutation)
P = matriks rotasi untuk presesi (precession)
Posisi rata-rata dapat di transformasikan dari epok referensi to (J2000) ke epok
pengamatan sebenarnya t. Matriks rotasi untuk presisi P adalah :
P = R3 (-z) R2 (θ) R3 (-ζ)
Dimana tiga besaran sudut rotasinya adalah :

ζ =0O.6406161T + 0O.0000839TZ + 0O.0000050T3


z = 0O.6406161T + 0O.0003041TZ+ 0O.0000051T3
Ө = 0O.5567530T – 0O.0001185TZ - 0O.0000116T3
dan T = ( t – to) adalah perhitungan tanggal julian 365.25 hari.
Matrik rotasi untuk nutasi dapat dituliskan dalam persamaan matematis
berikut :
N = R1 (-ε - ∆ ε) . R3 (-∆ Ψ) . R1 (c)
dimana ε adalah kemiringan dari ekliptik, ∆ ε adalah nutasi dari kemiringan
tersebut dan ∆Ψ adalah nutasi pada bujur yang dihitung pada ekliptik.

ε =23o 26’ 21”.448 – 46”.845T – 0”.00059TZ + 0”.00183T3


∆Ψ = -17”.1996 sin Ω -1”.3187 sin (2F – 2D + 2Ω) – 0”.2274 sin (2F-2 Ω)
∆ ε = 9”.2025 cos Ω +0”.5736 cos (2F – 2D + 2Ω) + 0”.0927 cos (2F-2 Ω)
dimana Ω adalah rata-rata bujur dari naiknya bulan (lunar ascending) dan D
adalah rata-rata elongation dari bulan ke matahari dan F = λM - Ω.
Untuk transformasi dari CIS ke CTS kita perlu waktu bintang sejati dengan
referensi meridian Greenwich yang dikenal dengan GAST (Greenwich apparent
Sidereal Time ) dan koordinat kutub ( xp, yp ) yang dikenal dengan parameter rotasi
bumi ERP (Earth Rotation Parameters) atau EOR (Earth Orientation Parameters) yang
tidak dapat direpresentasikan dengan teori saja melainkan harus diserai pengamatan
melalui : pengamatan astronomis, SLR, LLR, VLBI and GPS.
Untuk matrik S sebagai matrik untuk rotasi bumi adalah :
S = Rz (- xp) R1(- yp) R3 (GAST)
Dimana :
R3 (GAST) = |cos (GAST) sin (GAST) 0|
|-sin (GAST) cos (GAST) 0|
|0 0 1|
Dan (Xp, Yp) adalah sudut kecil :
R2 (-xp) . R1 (-yp) = . . = |1 0 xp|
|0 1 -yp|
|-xp yp 1|
Struktur dari matriks M, S, N, dan P dapat di lihat di [Montenbruck & Gill,
2000]. Elemen-elemen dari keempat matriks ini umumnya merupakan besaran yang
nilainya berubah dengan waktu. Adapun tahapan transformasi koordinat dari sistem
CIS ke sistem CTS dapat diilustrasikan seperti gambar berikut ini :

Gambar tahapan tranformasi dari CIS ke CTS

Anda mungkin juga menyukai