Anda di halaman 1dari 22

SISTEM REFERENSI TINGGI INDONESIA

Dosen
Aning Haryati, S.T., M.T.

Dibuat Oleh :

R Raka Adhytia
4122.3.18.13.0010

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEODESI FAKULTAS


TEKNIK, PERENCANAAN, DAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia nikmatnya
sehingga makalah yang berjudul “SISTEM REFERENSI TINGGI DI
INDONESIA” ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang
berarti.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mingguan yang diberikan oleh dosen
mata kuliah Kerangka Kontrol Geodesi, ibu Aning Haryati, S.T., M.T.

Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai sumber baik artikel fisik maupun web jurnal yang akan
disertakan di daftar pustaka.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah


ini, baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Ibu sebagai
penilai agar dapat penulis jadikan sebagai bahan evaluasi.

Demikian, kritik serta saran akan sangat membantu penulis dalam menyusun
makalah selanjutnya dan semoga makalah ini dapat diterima oleh pembacanya.

Bandung, 28 Oktober 2021

R Raka Adhytia
DAFTAR IS
I
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB 1................................................................................................................................4
DEFINISI...........................................................................................................................4
Parameter Datum Geodetik............................................................................................7
BAB 2..............................................................................................................................10
DATUM LOKAL INDONESIA......................................................................................10
1.   Datum Genoek.......................................................................................................10
2.   Datum Moncong Lowe...........................................................................................10
3.   Datum Indonesia (DI 1974)....................................................................................11
4.   Datum Bukit Rimpah.............................................................................................12
5.   Datum Gunung Serindung......................................................................................12
6.   Datum Gunung Segara...........................................................................................13
7.  Datum Gunung Moncong Lowe..............................................................................13
8. Datum Geodesi Nasional (DGN 1995).....................................................................13
9. SRGI 2013...............................................................................................................14
BAB 3..............................................................................................................................21
PENUTUP.......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22
BAB 1

DEFINISI
Datum lokal adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi
yang dipilih sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid lokal (relatif
tidak luas) yang dipetakan – datumnya menggunakan ellipsoid lokal. Pada masa
yang telah lalu (1862-1880), indonesia telah melakukan penentuan posisi di Pulau
Jawa dengan metode triangulasi. Penentuan posisi ini menggunakan ellipsoid
Bessel 1841 sebagai ellipsoid referensi, meridian Jakarta (Batavia) sebagai
meridian nol, dan titik awal (lintang) beserta sudut azimuthnya diambil dari titik
triangulasi di Puncak gunung Genoek. Karena itu, kemudian datum geodesi ini
dikenal sebagai datum Genoek. Sementara itu pada 1911, pengukuran jaring
triangulasi di Pulau Sulawesi dimulai. Ellipsoid yang digunakan adalah juga
Bessel 1841, meridian yang melalui kota Makassar dianggap sebagai meredian
nol, dan titik awal beserta sudut azimuthnya ditentukan dari titik triangulasi di
gunung Moncong Lowe. Kemudian dikenal sebagai datum Makassar (Celebes).
Pada awal 1970-an, untuk keperluan pemetaan rupa bumi pulau Sumatera,
BAKUSORTANAL menggunakan datum baru, Datum Indonesia 1974 (Padang).
Datum ini menggunakan ellipsoid GRS-67 (a = 6 378 1600,00; 1/f = 298,247)
yang diberi nama SNI (Speroid Nasional Indonesia). Untuk menentukan orientasi
SNI di dalam ruang, ditetapkan suatu datum relatif dengan eksentris (stasiun
Doppler) BP-A (1884) di Padang sebagai titik datum SNI [ CITATION mba11 \l
1033 ].
Sejalan dengan perjalanan waktu dan karena faktor-faktor : (1) datum lama
memiliki ketelitian yang belum homogen jika digunakan untuk survey dan
pemetaan, (2) teknologi penentuan posisi dengan satelit telah terbuka untuk
geodesi yang baru sebagai acuan untuk semua kegiatan survey dan pemetaan di
wilayah Indonesia, maka pada tahun 1996 ditetapkan penggunaan datum baru,
DGN-95, untuk seluruh kegiatan survey dan pemetaan di wilayah Republik
Indonesia yang dituangkan di dalam surat keputusan ketua Badan Koordinasi
Survey dan Pemetaan Nasional dengan nomor HK.02.04/II/KA/96.
Datum baru ini, DGN-95, memiliki parameter-parameter ellipsoid a= 6 378
137,00 dan 1/f = 298.257223563. Sementara realisasi kerangka dasarnya di
lapangan diwakili oleh Jaring Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) Orde Nol beserta
kerangka perapatannya.
Beberapa datum lokal lain yang pernah digunakan di Indonesia antara lain
adalah datum Bukit Rimpah (untuk kepulauan Bangka, Belitung dan sekitarnya)
dan datum Gunung Segara (Pulau Kalimantan dan sekitarnya). Sedangkan
beberapa datum lokal yang digunakan di negara lain adalah Kertau 1948
(Malaysia bagian barat dan Singapura), Hutzushan (Taiwan), Luzon (Filipina),
Indian (India, Nepal dan Bangladesh).Datum geodesi diukur menggunakan
metode manual hingga yang lebih akurat lagi menggunakan satelit. Tanpa datum,
koordinat titik-titik batas tersebut sebenarnya sulit untuk ditentukan lokasinya di
lapangan. Jika negara yang bertetangga mengasumsikan datum geodetik yang
berbeda untuk nilai koordinat titik-titik batas, tentunya 2 yang akan diperoleh
adalah dua lokasi yang berbeda untuk suatu titik yang sama. Berikut adalah
parameter datum yang digunakan untuk pendefinisian koordinat, serta kedudukan
dan orientasinya dalam ruang di muka bumi:
a) Parameter utama, yaitu setengah sumbu panjang ellipsoid (a), setengah
sumbu pendek (b), dan penggepengan ellipsoid (f).
b) Parameter translasi, yaitu yang mendefinisikan koordinat titik pusat
ellipsoid (Xo,Yo,Zo) terhadap titik pusat bumi.
c) Parameter rotasi, yaitu (εx, εy, εz) yang mendefinisikan arah sumbu-
sumbu (X,Y,Z) ellipsoid.

Menurut luas areanya, datum di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

 Datum lokal

adalah datum geodesi yang paling sesuai dengan bentuk geoid pada daerah
yang tidak terlalu luas. Contoh datum lokal di Indonesia antara lain :
datum Genoek, datum Monconglowe, DI 74 (Datum Indonesia 1974), dan
DGN 95 (Datum Geodetik Indonesia 1995).
 Datum regional

adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang


bentuknya paling sesuai dengan bentuk permukaan geoid untuk area yang
relatif lebih luas dari datum lokal. Datum regional biasanya digunakan
bersama oleh negara yang berdekatan hingga negara yang terletak dalam
satu benua. Contoh datum regional antara lain : datum indian dan datum
NAD (North-American Datum) 1983 yang merupakan datum untuk
negara-negara yang terletak di benua Amerika bagian utara, Eurepean
Datum 1989 digunakan oleh negara negara yang terletak di benua eropa,
dan Australian Geodetic Datum 1998 digunakan oleh negara negara yang
terletak di benua australia. [CITATION Bad1 \l 1033 ]

 Datum global

adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang sesuai


dengan bentuk geoid seluruh permukaaan bumi. Karena masalah
penggunaan datum yang berbeda pada negara yang berdekatan maupun
karena perkembangan teknologi penentuan posisi yang mengalami
kemajuan pesat, maka penggunaan datum mengarah pada datum global.
Datum datum global yang pertama adalah WGS 60, WGS66, WGS 72,
awal tahun 1984 dimulai penggunaan datum WGS 84, dan ITRF.
[ CITATION Bad1 \l 1033 ]
Parameter Datum Geodetik 

 Parameter utama, yaitu setengah sumbu panjang ellipsoid (a), setengah


sumbu pendek (b), dan penggepengan ellipsoid (f).
 Parameter translasi, yaitu yang mendefinisikan koordinat titik pusat
ellipsoid (Xo,Yo,Zo) terhadap titik pusat bumi.
 Parameter rotasi, yaitu (εx, εy, εz) yang mendefinisikan arah sumbu-
sumbu (X,Y,Z) ellipsoid.
 Parameter lainnya, yaitu datum geodesi global memiliki besaran yang
banyak hingga mencakup konstanta-konstanta yang merepresentasikan
model gaya berat bumi dan aspek spasial lainnya.
 Jenis geodetik menurut metodenya :
 Datum horizontal adalah datum geodetik yang digunakan untuk pemetaan
horizontal. Dengan teknologi yang semakin maju, sekarang muncul
kecenderungan penggunaan datum horizontal geosentrik global sebagai
penggganti datum lokal atau regional.
 Datum vertikal adalah bidang referensi untuk sistem tinggi ortometris.
Datum vertikal digunakan untuk merepresentasikan informasi ketinggian
atau kedalaman. Biasanya bidang referensi yang digunakan untuk sistem
tinggi ortometris adalah geoid.

Dengan keterbatasan teknologi penentuan posisi pada zaman dahulu, awalnya


masing masing Negara mempunyai referensi sendiri-sendiri, tidak ada upaya
untuk melakukan penyatuan. Ellipsoid ditentukan dengan pendefinisian Best-
fit untuk masing-masing wilayahnya. Sehingga ellipsoid yang dipakai di Negara
A, berbeda dengan Ellipsoid yang dipakai di Negara B.
Gambar 1. Bentuk ellipsoid bumi

Di Indonesia pun demikian, Menurut Schepers dan Schulte. 1931, dalam


Subarya. 1996, Penentuan posisi dengan metoda triangulasi dimulai pada tahun
1862 yaitu jaring utama triangulasi di P.Jawa, dan selesai pada tahun 1880.
Terdiri dari 114 titik, ditempatkan di puncak-puncak gunung, dengan tiga basis.
Sistem koordinat triangulasi Jawa dihitung mengacu kepada elipsoid Bessel 1841,
dengan lintang dan azimuth ditentukan titik triangulasi di Genoek, dan untuk
hitungan bujur, Batavia (sekarang Jakarta) sebagai meridian nol. Selanjutnya pada
tahun 1883 jaring utama triangulasi Jawa diperluas ke P. Sumatera, sedemikian
rupa hingga triangulasi Sumatera membentuk satu sistem dengan triangulasi
Jawa.Pada periode tahun 1912-1918 jaring utama triangulasi Jawa diperluas ke
Bali dan Lombok. Pada tahun 1911 pengukuran jaring utama triangulasi di
Celebes (sekarang Sulawesi) dimulai. Sistem koordinat adalah Bessel 1841
ellipsoid, dengan lintang dan azimuth ditentukan di titik triangulasi di
G..Moncong Lowe dan dalam penentuan bujur, Makasar sebagai meridian nol.

Pilar-pilar triangulasi tersebut dibangun dan pengukurannya dengan


menggunakan alat ukur optis, seperti Theodolite dan pita ukur, maka diperoleh
jaringan Triangulasi yang masing-masing pulau memiliki Referensi sendiri,
seperti Pulau jawa dan Pulau Sumatera Bagian Selatan mengacu pada Datum
Genuk, Pulau Kalimantan mengacu pada Datum G. Sagara, Pulau Sulawesi
mengacu pada G. Monconglowe, dll.
Gambar 2. Distribusi pilar-pilar triangulasi atau orde 0 di Indonesia

Sampai pada tahun 1960-an, yaitu telah adanya satelit Doppler, usaha
penyatuan referensi (datum) mulai dipelopori oleh Badan Informasi Geospasial
(BIG) (BAKOSURTANAL pada jaman itu), pilar pilar triangilasi tersebut diukur
ulang dengan menggunakan satelit Doppler. Pada saat itu, Indonesia
menggunakan Datum Padang sebagai referensi, namun datum yang dimiliki
Indonesia belum menyatu dengan Negara lain. Dengan hasil pengukuran ini,
Indonesia berhasil mendefinisikan referensi nasionalnya yaitu Indonesian Datum
1974 (ID74), dengan mengacu pada ellipsoid GRS-67 (Geodetic Reference
System 1967).

Baru setelah Era GPS, tahun 1990-an, dilakukan pengukuran kembali


disemua pilar, dan juga untuk keperluan survey dan pemetaan, dilakukan
densifikasi pilar sampai pada orde 1 oleh BAKOSURTANAL dan orde
turunannya oleh instansi lain seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dittopad,
Swasta, dll. Dengan adanya teknologi GPS, sangat memungkinkan dilakukan
penyatuan referensi di seluruh Dunia, yaitu sistem referensi Global. Pada saat itu,
Indonesia Berhasil mendefinisikan referensi Nasionalnya, yaitu Datum Geodesi
Nasional 1995 (DGN95) yang mengacu pada sistem referensi global yaitu ITRF
1992, epoch 1991.0. Sistem referensi nasional ini bertahan selama lebih kurang 2
dekade. Referensi ini bersifat statis, yaitu koordinat dianggap tidak berubah.
BAB 2
DATUM LOKAL INDONESIA
1.   Datum Genoek

Pada masa yang telah lalu (1862-1880), indonesia telah melakukan


penentuan posisi di Pulau Jawa dengan metode triangulasi. Penentuan posisi ini
menggunakan ellipsoid Bessel 1841 sebagai ellipsoid referensi, meridian Jakarta
(Batavia) sebagai meridian nol, dan titik awal (lintang) beserta sudut azimuthnya
diambil dari titik triangulasi di Puncak gunung Genoek. Karena itu, kemudian
datum geodesi ini dikenal sebagai datum Genoek.

Gambar 3: Triangulasi Datum Genoek

2.   Datum Moncong Lowe


Pada 1911, pengukuran jaring triangulasi di Pulau Sulawesi dimulai.
Ellipsoid yang digunakan adalah juga Bessel 1841, meridian yang melalui kota
Makassar dianggap sebagai meredian nol, dan titik awal beserta sudut azimuthnya
ditentukan dari titik triangulasi di gunung Moncong Lowe. Kemudian dikenal
sebagai datum Makassar (Celebes).

3.   Datum Indonesia (DI 1974)

Pemetaan topografi di Indonesia diperlukan ilmu pengetahuan dan


teknologi tinggi untuk dapat mempersatukan sitim-sistim referensi datum,
sehingga seluruh wilayah dapat tercakup dalam satu sistim pemetaan. Dengan
diketemukannya teknologi pengukuran yang menggunakan sarana satelit (satelit
Doppler) maka wilayah-wilayah yang tersebar di Indonesia dapat dipersatukan.
Untuk menunjang sistim pemetaan tunggal di Indonesia, pada tahun 1975 Ketua
badan kordinasi survei dan pemetaan nasional (Bakorsurtanal) mengeluarkan surat
bernomor 019.2.2/I/1975 tentang penggunaan GRS 1967 sebagai elipsoid
referensi di Indonesia. Keputusan ini didasarkan karena lebih teliti baik untuk
ilmiah maupun keperluan praktis dan pembuatan peta skala kecil maupun besar.

GRS 1967 dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia dalam satu sistim
sehingga tercipta sistim referensi tunggal. GRS 1967 ini dinamai oleh
Bakosurtanal Sferoid Nasional Indonesia (SNI). Untuk menentukan orientasi
elipsoid referensi dalam ruang, maka kemudian SNI dihimpitkan dengan elipsoid
NWL-9D ( sistim referensi teknologi Doppler ) ditittik eksentris (Stasiun Doppler
BP-A 1884) di Padang. Dengan demikian stasiun Doppler BP-A ini dianggap
sebagai datum tunggal geodesi di Indonesia. Datum ini diberi nama oleh
Bakosurtanal Datum Indonesia 1974 dan merupakan datum relatif.

4.   Datum Bukit Rimpah

Digunakan untuk kepulauan Bangka, Belitung dan sekitarnya. Datum ini


menggunakan system referensi ellipsoid Bessel 1841 dan meridian utama
Grenwich. Bukit Rimpah memiliki origin di 2°00'40.16"S, 105°51'39.76"E
(Greenwich). Bukit Rimpah adalah datum geodetik untuk pemetaan topografi.

5.   Datum Gunung Serindung

Datum Gunung Serindung digunakan scbagai datum untuk pemctaan


wilayah Kalimantan Barat. Pcngukuran triangulasi dimulai pada sckitar tahun
1958-1959, walaupun sebclumnya telah ada proses pemetaan yang dilalcukan oleh
Belanda yaitu antara tahun 1886 sampai tahun 1895 (Ron, 1920).  Seperti halnya
datum Gcnuk dan datum Bukit Rimpah, pada datum Gunung Scrindung ini
ditetapkan bahwa elipsoid refercnsi bcrimipit dengan geoid di titik datum. Pada
tahun 1970 jaring triangulasi tcrsebut diperluas kc arah timur dan ke selatan olch
DITTOP-AD (Hadi, 1975). 

Rencananya janng triangulasi tersebut dilanjutkan sampai bertemu dengan


jaring triangulasi Kalimantan Timur, tetapi pengukuran hanya sampai ke dacrah
Putussibau dan tidak sampai bertemu dengan jaring triangulasi di Kalimantan
Timur. Pcngukuran triangulasi terhenti karcna lelah ada teknologi baru yang lebih
praktis yaitu dengan Satelit Dopplcr. Elipsoid referensi yang digunakan adalah
Bessel 1841.

Wilayah laut yang menggunakan datum Gunung Serindung ini adalah


daerah Kalimantan Barat. Walaupun dcmikian, untuk dacrah ini telah ada peta laut
yang diterbitkan pada tahun 1 905 dan peta itulah yang terus direfisi sampai saat
ini.
6.   Datum Gunung Segara

Datum Gunung Segara digunakan scbagai datum untuk pemctaan wilayah


Kalimantan Timur. Pcngukuran triangulasi dilaksanakan sekitar tahun 1937. Titik
datum ditetapkan di Gunung Segara. Pada titik datum ditetapkan baluva elipsoid
refercnsi bcrimpit dengan geoid. Elipsoid referensi yang digunakan adalah Bessel
1841.

Wilayah laut yang mcmakai datum Gunung Segara adalah wilayah laut
sebelah timur Kalimantan atau Sclat Makassar sampai kc scbagian pantai selatan
Kalimantan. Walaupun dcmikian peta-peta laut di wilayah Kalimantan Timur ini
telah ada secara resmi vang diterbitkan tahun 1900.

7.  Datum Gunung Moncong Lowe

Pada tahun 1911 pengukuran jaring utama triangulasi di Celebes atau


Sulawesi dimulai. Titik Datum ditetapkan di Gunung Moncong Lowe. Pada titik
datum ditetapkan bahwa lintang astronomis dan azimuth astronomis ke suatu titik
sama dengan lintang dan azimuth gcodctik di litik itu. Penentuan bujur ditetapkan
di Makassar scbagai meridian nol. Elipsoid referensi yang digunakan adalah
Besscl 1841

Wilayah laut yang menggunakan datum Moncong Lowe mi adalah laut di


sckitar Pulau Sulawesi. Pcla laul yang diterbukan secara resmi dan terus direfisi
sampai sekarang untuk wilayah Sulawesi tclah ada sejak tahun 1901.

8. Datum Geodesi Nasional (DGN 1995)

Cara penentuan posisi dan pengolahan data dengan pengamatan Doppler


untuk membangun jaringan kontrol geodesi di Indonesia tidak seragam karena
sebagian tidak diproses dengan menggunakan broadcast ephemeris sedangkan
sebagian lagi di proses dengan menggunakan precise ephemeris, sehingga dari
segi ketelitian jaringan kontrol geodesi nasional belum seragam. Dengan
digunakannya teknologi baru yaitu Global Positioning System (GPS), maka
dibangunlah Jaringan Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) orde nol yang tersebar
merata di seluruh wilayah Indonesia. Pengolahan data sepenuhnya
menggunakan precise ephemeris sehingga posisigeodetik dalam jaringan ini
mempunyai ketelitian yang seragam.

Berdasarkan hasil pengukuran JKGN ini maka Ketua Bakosurtanal


menetapkan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 1995 ) sebagai datum tunggal
Indonesia menggantikan datum sebelumnya yaitu DI-1974. Datum ini
menggunakan elipsoid referensi WGS 1984, serta merupakan datum geosentrik
( datum absolut).

Gambar 5: DGN 1995

9. SRGI 2013
SRGI 2013, yaitu suatu sistem koordinat nasional yang konsisten dan
kompatibel dengan sistem koordinat global. SRGI 2013 digunakan sebagai
referensi tunggal dalam penyelenggaraan IG nasional.  Berbeda dengan datum
geodesi sebelumnya, SRGI 2013 memperhitungkan aspek pergerakan lempeng
tektonik dan deformasi kerak bumi. Keberadaan wilayah Indonesia pada zona
deformasi kerak bumi akibat interaksi pergerakan lempeng tektonik dan aktivitas
seismik mengakibatkan posisi suatu titik akan berubah sebagai fungsi waktu.
Dengan menyertakan laju kecepatan pergerakan lempeng tektonik,
deformasi kerak bumi dan informasi tanggal referensi waktu astronomi atau
epoch, setiap perubahan posisi dapat direkontruksi dengan teliti.
Sebelumnya, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)
yang kemudian bertransformasi menjadi BIG, sudah mengeluarkan sistem
referensi koordinat seperti Indonesian Datum 1974(ID74) dan Datum Geodesi
Nasional 1995 (DGN95). Dengan ID74 yang kemudian diperbaharui menjadi
DGN95, semua kegiatan pemetaan diharapkan mengacu pada satu sistem referensi
nasional yang sama. Namun sayang, pada praktiknya masih terdapat data atau peta
lama yang dibuat dengan mengacu pada sistem referensi lama sehingga sebagian
pihak tetap membuat peta dengan menggunakan sistem referensi tersebut sampai
sekarang. Alhasil, IG dengan sistem referensi yang beragam menyebabkan
sulitnya integrasi data serta tidak menyambungnya (tidak seamless) satu data
dengan data yang lain.
Pemutakhiran sistem referensi geospasial merupakan hal yang sangat
wajar mengingat perkembangan teknologi penentuan posisi pun sudah semakin
teliti. Sistem referensi geospasial global yang menjadi acuan seluruh negara dalam
mendefinisikan sistem referensi geospasial di negara masing-masing juga
mengalami pemutakhiran dalam kurun waktu hampir setiap 5 tahun atau lebih
cepat (Badan Informasi Geospasial)[ CITATION geo12 \l 1033 ].

SRGI 2013 akan mendefinisikan beberapa hal, yaitu :


1. Sistem Referensi Koordinat yang mendefinisikan titik pusat sumbu
koordinat, skala dan orientasinya. System referensi koordinat yang
dimaksud merupakan system koordinat geosentrik 3 dimensi dengan
ketentuan:
1. Titik pusat system koordinat berimpit dengan pusat massa bumi
sebagaimanadigunakan dalam ITRS.
2. Satuan dari sistem koordinat berdasarkan Sistem Satuan
Internasional (SI).
3. Orientasi sistem koordinat bersifat equatorial, dimana sumbu  Z 
searah  dengan  sumbu  rotasi  bumi,  sumbu  X adalah 
perpotongan  bidang  equator  dengan garis bujur yang melalui
greenwich(greenwich meridian),  dan sumbu Y berpotongan tegak
lurus terhadap sumbu X dan Z pada bidang  equator  sesuai 
dengan  kaidah  sistem  koordinat tangan kanan, sebagaimana
digunakan dalam ITRS.
2. Kerangka Referensi Koordinat, sebagai realisasi dari sistem referensi
koordinat berupa Jaring Kontrol Geodesi Nasional. Kerangka referensi
yang dimaksud merupakan realisasi  dari  Sistem  Referensi Koordinat,
yaitu  berupa JKG dengan  nilai  koordinat  awal yang  didefinisikan  pada
epoch 2012.0  tanggal  1  Januari 2012,  yang  terikat  kepada kerangka
referensi global ITRF2008 atau hasil pemutakhirannya. JKG sendiri
merupakan sebaran  titik  kontrol  geodesi  yang  terintegrasi dalam satu
kerangka referensi. JKG yang dimaksud terdiri atas:
a. Sebaran stasiun pengamatan geodetik tetap/kontinu;
b. Sebarantitikpengamatan geodetik periodik; dan
c. Sebaran titik kontrol geodetik lainnya.
1. Datum  Geodetik sebagaimana  dimaksud  menggunakan elipsoida 
referensi World  Geodetic System  1984 (WGS84),  dimana  titik  pusat 
elipsoida referensi  berimpit  dengan  titik  pusat  massa  bumi yang
digunakan dalam ITRS. World  Geodetic  System  1984 (WGS84)
memiliki nilai parameter:

Parameter Notasi Nilai


Setengah sumbu panjang A 6.378.137,0 meter
elipsoida
Setengah sumbu pendek B 6.356.752,314245 meter
elipsoida
Factor penggepengan bumi 1/f 298,257223563
Kecepatan sudut nominal rata- Ω 7.292.115 x 10-11 radian/detik
rata sumbu rotasi bumi
Konstanta gaya berat geosentrik GM 3,986004418 x 1014 meter3/detik2
(termasuk massa atmosfir bumi)
1. Perubahan nilai koordinat terhadap waktu sebagai akibat dari pengaruh
pergerakan lempeng tektonik merupakan vektor perubahan  nilai 
koordinat sebagai fungsi  waktu  dari  suatu  titik  kontrol  geodesi  yang
diakibatkan oleh pengaruh  pergerakan  lempeng  tektonik dan deformasi
kerak bumi. Vektor perubahan nilai  koordinat sebagai  fungsi  waktu
ditentukan berdasarkan pengamatan geodetik. Dalam  hal vektor
perubahan  nilai  koordinat sebagai fungsi  waktu  tidak    dapat 
ditentukan  berdasarkan pengamatan  geodetik  maka  digunakan  suatu
model deformasi  kerak  bumi  yang  diturunkan  dari  pengamatan
geodetik di sekitarnya. Vektor perubahan  nilai  koordinatsebagai  fungsi 
waktu harus  segera  diperbarui apabila terjadi  pemutakhiran pemodelan 
ITRS  yang  menjadi  rujukan  SRGI2013 maupun sebab-sebab lainnya.
Vektor perubahan  nilai  koordinatsebagai  fungsi  waktu yang  mutakhir 
harus  dapat  diakses  oleh  seluruh pengguna dengan mudah dan cepat.
2. Sistem Referensi Geospasial Vertikal yang digunakan adalah geoid. Geoid
diturunkan berdasarkan survey gaya berat yang terikat kepada Jaring
Kontrol Geodesi (JKG). JKG yang dimaksud harus terikat kepada IGSN71
atau hasil pemutakhirannya. Dalam  hal  geoid  sebagaimana  dimaksud
belum  tersedia  secara  memadai,  maka  dapat digunakan  permukaan 
laut  rata-rata  setempat  yang ditentukan  berdasarkan  pengamatan 
pasang  surut  laut selama  sekurang-kurangnya  18,6 (delapan  belas 
koma enam) tahun. Dalam  hal  pengamatan  pasang  surut  laut  tidak 
tersedia selama  periode  18,6 (delapan  belas  koma  enam) tahun maka 
digunakan  kedudukan  muka  laut  rata-rata sementara  berdasarkan 
pengamatan  pasang  surut  laut selama sekurang-kurangnya 1(satu) tahun.
3. Garis Pantai nasional yang akurat dan terkini. Garis pantai adalah garis
pertemuan antara daratan dan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut
laut.  Garis pantai merupakan informasi dasar yang menjadi pondasi dalam
penyediaan informasi geospasial lainnya, antara lain dalam:
1. Navigasi/pelayaran.
2. Penentuan dan penetapan eksistensi pulau-pulau.
3. Perencanaan dan pengawasan pengelolaan lingkungan
pantai/pesisir.
4. Kebencanaan yang terjadi di wilayah pantai/pesisir.
5. Penentuan dan pengelolaan dalam batas wilayah administrative.
6. Perencanaan dan pengambilan keputusan berbasis spasial dalam
kaitannya dengan lingkungan hidup di wilayah pantai/pesisir  
lainnya.
Khusus untuk panjang garis pantai di Indonesia, hasil telaahan teknis pemetaan
garis pantai yang dilakukan oleh tim kerja lintas instansi mendefinisikan bahwa
panjang garis pantai Indonesia adalah sepanjang kurang lebih 99.093 km (tidak
termasuk garis pulau dan danau). Sementara untuk jumlah pulau berdasarkan
pendataan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi adalah 13.466 pulau
(by name by address, belum by name by coordinate).
1. Sistem dan Layanan berbasis web untuk mengakses SRGI 2013
1. Nilai koordinat horisontal, vertikal dan gaya berat serta  deskripsi
titik kontrol geodesi.
2. Perubahan nilai koordinat terhadap fungsi waktu, sebagai koreksi
akibat pengaruh pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak
bumi.
3. Geoid dan konversi sistem tinggi.
4. Petunjuk penggunaan SRGI 2013 dan berbagai informasi terkait.
5. Aplikasi maupun tools yang memudahkan pengguna untuk
menggunakan SRGI 2013.
Didasari dengan beberapa alasan yang dikemukakan ditulisan sebelumnya
tentang “mengapa perlu sistem referensi nasional baru di Indonesia?”,
terbentuknya SRGI2013 diawali dengan melakukan beberapa kali pertemuan,
dimulai sejak akhir tahun 2012, terbentuklah suatu Tim Kerja Sistem Referensi
Geospasial Nasional (SRGN). Tim kerja SRGN yang diketuai oleh BIG,
bekerjasama dengan para akademisi dari ITB, UGM, ITS, UNDIP, dan Praktisi,
mengadakan tiga kali workshop umum yang dihadiri oleh komunitas geospasial.
Workshop dilaksanakan di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Selain workshop
umum, juga beberapa kali dilakukan rapat terbatas. Sehingga pada tanggal 17
Oktober 2013, Tim Kerja SRGN berhasil meluncurkan sistem referensi nasional
baru yang diberi nama Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013).
Pada sistem ini, mengakomodasi pergerubahan koordinat berdasarkan
fungsi waktu. SRGI 2013 mempunyai epoch 2012.0, dengan menerapkan sistem
semi-dinamik (semi-kinematik) datum. Yaitu memfreeze epoch referensi pada
epoch tertentu. Mengapa? Karena jika Indonesia menerapkan fully
dinamik atau fully kinematic datum, maka akan sulit untuk diterapkan di dunia
praktis, seperti mengintegrasikan peta, stacking out dan Industri Informasi
Geospasial (IG) lain ke dalam satu kerangka referensi.
Oleh karena itu, perlu jembatan supaya tetap mengakomodasi perubahan
koordinat terhadap fungsi waktu dan memudahkan aplikasi praktis dalam bidang
IG, maka Indonesia mengacu pada sistem semi-dinamik (semi-kinematik) datum.
Dengan menerapkan sistem semi-dinamik ini, maka perlu adanya model
deformasi Indonesia.
Gambar 1. Menunjukkan model deformasi yang masih preliminary. Menurut
Meilano. 2014, model deformasi di Indonesia sangat kompleks, maka dibuatlah
beberapa tahapan dalam pembuatan model deformasi yang terbagi menjadi
beberapa orde.
 Orde 0 = merupakan model deformasi yang mengakomodasi rotasi blok
(euler pole) seperti pada gambar 1.

 Orde 1 = merupakan model deformasi yang mengakomodasi gempabumi


(Eq)

 Orde 2 = merupakan model deformasi yang mengakomodasi gempabumi


dan pergerakan pasca gempanya (Eq dan Post Eq)

 Orde 3 = merupakan model deformasi yang sudah mengakomodasi


regangan sesar aktif yang sifatnya sangat local

Model deformasi yang ideal adalah yang orde 3, yaitu memasukkan semua
komponen pergerakan lempeng.

Gambar 6: Model Deformasi Di Indonesia


Secara spesifik, SRGI 2013 adalah sistem koordinat kartesian 3-dimensi
(X, Y, Z) yang geosentrik. Implementasi praktis di permukaan bumi dinyatakan
dalam koordinat Geodetik lintang, bujur, tinggi, skala, gayaberat, dan orientasinya
beserta nilai laju kecepatan dalam koordinat planimetrik (toposentrik) termasuk
bagaimana nilai-nilai koordinat tersebut berubah terhadap waktu. SRGI (Sistem
Referensi Geospasial Indonesia) tunggal sangat diperlukan untuk mendukung
kebijakan Satu Peta (One Map) bagi Indonesia. Dengan satu peta maka semua
pelaksanaan pembangunan di Indonesia dapat berjalan serentak tanpa tumpang
tindih kepentingan.
Dalam realisasinya sistem referensi geospasial ini dinyatakan dalam
bentuk Jaring Kontrol Geodesi Nasional dimana setiap titik kontrol geodesi akan
memiliki nilai koordinat yang teliti baik nilai koordinat horizontal, vertikal
maupun gayaberat [ CITATION Ari14 \l 1033 ]

Komponen SRGI 2013


Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 sebagai sistem referensi
tunggal dalam  penyelenggaraan informasi geospasial nasional terdisi atas dua
komponen yaitu horisontal dan vertikal. Dalam hal ini Sistem Referensi
Geospasial Horizontal masih dibagi menjadi beberapa komponen-komponen yang
lebih rinci lagi yaitu:

a. Sistem Referensi Koordinat;


b. Kerangka Referensi Koordinat;
c. Datum Geodetik; dan
d. Perubahan nilai koordinat sebagai fungsi waktu.

Sistem Referensi Koordinat merupakan sistem termasuk di dalamnya teori,


konsep, deskrripsi fisis dan geometris, serta standar, dan parameter yang
digunakan dalam pendefinisian koordinat suatu atau beberapa titik dalam ruang.
BAB 3

PENUTUP
Agar pembuat peta dapat melakukan pengukuran horizontal dan vertikal
yang akurat, pembuat peta memilih ellipsoid referensi yang akan digunakan dalam
pemetaan. Kemudian mereka akan memproyeksikan koordinat bumi kedalam
ellipsoid tersebut, hasilnya dinamakan datum geodetik.

Datum geodetik dapat bersifat global dan mencakup seluruh bumi, atau
hanya lokal di tempat tertentu saja. Semuanya tergantung dari tujuan pembuatan
peta dan target penggunanya, apakah butuh peta yang cepat atau peta yang sangat
akurat, peta yang skala besar atau skala kecil.

Jika diperlukan peta yang akurat untuk lokasi tertentu, pembuat peta
umumnya menggunakan datum lokal. Datum lokal dapat lebih menyerupai bentuk
bumi pada lokasi tersebut, sehingga meningkatkan akurasi peta. Namun,
peningkatan akurasi ini tidak terlalu signifikan jika peta yang digunakan berskala
kecil. Jika diperlukan peta dengan cakupan wilayah sangat luas dan berskala kecil,
maka digunakan datum global
DAFTAR PUSTAKA

Badan Informasi Geospasial. (2013, June 2). Pengertian Datum. Retrieved from Diklat
Geospasial: https://www.diklatgeospasial.net/2013/02/pengertian-datum.html
geoexpose. (2012, February 11). Datum Indonesia. Retrieved from No Map No Culture:
http://geoexpose.blogspot.com/
mbandas. (2011, April 1). Model Bumi dan Sistem Koordinat. Retrieved from Pemetaan
Sumberdaya Hayati Laut: https://psdhlaut.wordpress.com/2011/04/01/model-
bumi-dan-sistem-koordinat/
Pahlevi, A. (2014, October 10). Geonews. Retrieved from Sejarah Penentuan Sistem
Referensi Geodesi di Indonesia: http://geospasial.info/history-reference-system-
determination-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai