BAB VII
PENGUKURAN TITIK DETAIL
Pemilihan detail dan teknik pengukuran dalam pemetaan sangat tergantung dari
tujuan peta yang akan dibuat. Misal untuk peta kadaster atau pendaftaran hak atas
tanah, maka yang diperlukan adalah unsur-unsur batas tanah, sedang beda tinggi
dan topografinya tidak diperlukan. Sedangkan untuk peta tambang, maka yang
diperlukan adalah bentuk, struktur, penyebaran dan tebal bahan galian serta detail
jalan, batas-batas tambang dan sebagainya. Tidak seperti peta kadaster, pada peta
tambang beda tinggi dan topografi permukaan bumi sangat diperlukan.
Titik detail dipilih untuk mewakili obyek unsur permukaan bumi yang akan disajikan
pada peta. Posisi titik detail diikatkan pada titik-titik kerangka pemetaan (poligon
utama maupun poligon cabang) terdekat yang telah diukur sebelumnya. Metode
pengukurannya merupakan metode yang memberikan posisi 3 dimensi relatif
terhadap tempat alat dan kurang teliti.
d
c
G
a
b
10.60
Y
X
1 a’ b’ c’ 2
15.85
Pada gambar 7.1 di atas, titik 1 dan 2 adalah titik-titik tetap (titik poligon) dan G
adalah suatu bangunan. Garis 1 – 2 disebut garis ukur. Detail yang akan diukur
adalah a, b, c dan d. Untuk menentukan bangunan tersebut, maka perlu diukur letak
titik detailnya a, b, c dan d terhadap suatu garis ukur yang terdekat. Titik a
Cara ini hanya digunakan pada peta-peta planimetris saja, karena unsur ketinggian
dari detail tidak diketahui. Pemilihan garis ukur yang dipakai untuk ikatan, dipilih
yang terdekat dan mudah dalam memproyeksikannya. Cara ini memerlukan banyak
pekerjaan lapangan dan kecepatan pengukuran sangat dipengaruhi keadaan
lapangan, sehingga untuk peta teknik cara ini kurang sesuai.
Arah detail ditentukan dengan sudut horisontal antara sisi poligon dan detail
tersebut yang dibaca pada lingkaran horisontal. Oleh karenanya pada setiap
kedudukan alat ukur, sebelum membidik titik-titik detail, terlebih dahulu membidik
salah satu titik poligon yang lain sebagai dasar acuan untuk menghitung sudut
horisontal titik detail.
Pada gambar 7.2 di bawah ini, G adalah suatu bangunan. Detail yang akan diukur
adalah a, b, c dan d. Untuk menentukan bangunan tersebut, maka perlu diukur letak
titik detailnya a, b, c dan d terhadap titik poligon yang terdekat, sebagai titik ikat
yaitu titik 1. Untuk menentukan arah horisontal detail a dan d, digunakan titik 2
jarak 1 ke d (d1d), 1 ke a (d1a) , 2 ke b (d2b) dan 2 ke c (d2c) serta beda tinggi 1a, 1d,
2b dan 2c dilakukan secara optiis dengan menggunakan metode tachymetri.
Besaran sudut, jarak dan beda tinggi diukur dengan teodolit.
d
c
G
a
d1d d2c
b
d1a d2b
2
2
1 1
1 2
Pada gambar 7.3 di bawah ini, 1 dan 2 adalah titik poligon sebagai kerangka peta,
G adalah suatu bangunan yang akan dipetakan, sedangkan a, b, c dan d adalah titik
detail yang akan diukur (titik pojok bangunan). Untuk menentukan bangunan
tersebut, maka perlu diukur letak titik detailnya a, b, c dan d terhadap titik poligon
yang terdekat, sebagai titik ikat yaitu titik 1.
Pencatatan data ukuran dibuat dalam formulir atau buku ukur seperti pada contoh
tabel 7.1.
d
c
G
a
d1d d2c
b
1d
d1a d2b
1a
1 2
2b
2c
Selain dengan metode ekstrapolasi, pengukuran detail dapat juga dilakukan dengan
interpolasi. Hanya saja pengukuran detail dengan cara interpolasi sangat jarang
digunakan, sehingga tidak dibahas pada diktat ini.
Pengamat :