Anda di halaman 1dari 24

dasar teori praktikum ilmu ukur tanah

BAB II
DASAR TEORI
Dalam pekerjaan pengukuran progress mining atau survey perlu digunakan alat-alat untuk
mempermudah penyelesaian pengambilan data-data. Jenis alat yang digunakanpun sangat
mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam peker jaan tersebut. Alat yang umum digunakan
dalam pengukuran ini adalah theodolite.
2.1. Peralatan Pengukuran
2.1.1 Theodolite
Secara garis besar theodolit terbagi 2
 Theodolit bagian atas, terdiri dari :
1. Plat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertical
2. Sumbu HOR
3. Nivo tabung
4. Telescop (teropong)
Pada teropong ini terdapat dua lensa, depan yang disebut lensa objektif dan belakang yang
disebut lensa okuler, dimana kedua lensa diletakkan sedemikian rupa sehingga sumbu optisnya
berimpit. Agar teropong bisa digunakan sebagai alat bidik pada bagian belakang dilengkapi
dengan dua garis salib sumbu yang terbuat dari benang laba- laba atau dengan cara digoreskan
pada kaca. Garis salib sumbu biasanya berupa garis tegak dan tiga garis mendatar yang biasanya
digunakan untuk pembacaan.
 Theodolit bagian bawah, terdiri dari
1. Plat bawah
2. Lingkaran horizontal
3. Tabung sumbu luar dari sumbu vertical
4. Sekrup pengikat datar ( penyetel nivo)
5. Statip atau tripot atau kaki tiga yang berguna untuk menyangga theodolit
6. Centring.
2.1.1.1. Bagian – bagian dari theodolit dan kegunnannya
A. Tombol Focus yang berguna untuk memper jelas objek yang dituju
B. Nivo
Pada alat theodolit biasanya terdapat dua buah nivo yaitu nivo kotak yang terletak dibawah dan
nivo tabung yang terletak diatas dimana nivo sendiri berfungsi untuk mengetahui kedudukan
theodolit dalam keadaan waterpas dari kedua arah.
1. Teropong kecil untuk melihat bacaan horizontal dan vertical
Biasanya terletak disebelah kanan dari teropong besar yang berguna untuk membaca sudut
horizontal dan vertical.
2. Mikrometer
Alat ini terletak pada bagian kanan atas dari theodolit yang berguna untuk mempaskan bacaan
sudut horizontal dan vertical dengan cara diputar kedepan atau kebelakang agar sudut horizontal
dan vertical pas pada pembacaan sudut.
3. Centring
Berguna untuk melihat posisi alat apakah sudah tepat berada diatas patok. ¬Pada alat model lama
tidak ada centringnya masih menggunakan unting¬unting yang dihubungkan dengan benang dan
digantung di bawah alat ukur.
4. Statip
Berfungsi menopang alat ukur theodolit agar ketinggiannnya sesuai dengan ketinggian
pembacanya dimana kaki statip bisa digerakkan naik tunin.
5. Bak atau Rambu
Berupa garis garis yang tebalnya 1 cm yang berguna untuk menghitung jarak yang diukur yaitu
jarak antara alat berdiri dengan bak yang menghasilkan jarak miring.

Gambar 2.1. Bak Rambu Ukur

2.1.1.2 Pemasangan theodolit dan Pembacaan Alat Ukurnya :


Sebelum theodolit digunakan harus distel terlebih dahulu agar posisi theodolit bisa waterpas atau
level kesegala arah dan cara penggunaannya sebagai berikut :
Sebelum alat dikeluarkan dari tempatnya maka harus diperhatikan terlebih dahulu posisi alat
tersebut pada tempatnya, karena dikhawatirkan apabila tidak diperhatiakan posisinya,, setelah
dipakai dan akan disimpan kembali akan mengalami kesulitan . Untuk mempermudah pada
setiap alat pasti ada tandanya berupa titik merah atau hitam dan biasanya kedua titik tersebut
dalam keadaan sejajar bila akan dimasukkan pada tempatnya. Setelah posisi tandanya sudah kita
perhatikan lalu letakkan pesawat diatas statip atau kaki tiga lalu diikat dengan baut yang ada
pada statip. Setelah pesawat tereikat dengan sempurna pada statip baru pesawat yang sudah
terikat pada statip diangkat dan diletakkan diatas patok yang sudah ada pakunya.
Pertama tancapkan salah satu kaki di tripod sambil tangan dua memegang kedua kaki di tripod
lihat paku dibawah dengan bantuan centring, setelah paku terlihat baru kedua kaki yang kita
pegang ditaruh pada tanah (kalau sudah mahir tanpa melihat centring sudah bisa menentukan
posisi alat sudah tepat diatas patok atau palu (walaupun tidak pas). Setelah statip ditaruh semua
dan patok serta pakunya sudah kelihatan (walau tidak tepat) baru diinjak ketiga kaki di statip
agar posisinya kuat menancap ditanah dan alat tidak mudah digoyang . Setelah posisi statip kuat
dan tidak goyang barulah dilihat paku lowat centring, apabila paku tidak tepat maka kejar
pakunya dengan menggunakan sekrup penyetel sambil melihat centring, karena dengan memutar
sekrup penyetel. lingkaran petunjuk yang ada pada centring akan berubah dan arahkan lingkaran
tersebut pada paku yang ada dipatok. Setelah itu barulah dilihat nivo kotak¬(bagian bawah).
Apabila nivo mata sapinya tidak ada ditengah maka posisi alat dalam keadaan miring. Untuk
melihat dimana posisi alat yang lebih tinggi maka lihat gelembung yang ada pada nivo kotak
apabila nivo mata sapinya ada di Timur maka posisi alat tersebut lebih tinggi disebelah Timur
(kaki sebelah Timur dipendekkan atau yang sebelah Barat dinaikkan ). Setelah posisi gelembung
pads nivo kotak ada ditengah maka alat sudah dalam keadaan waterpas (walau masih dalam
keadaan kasar), untuk menghaluskan agar posisinya lebih level maka gunakan nivo tabung
caranya : karena dibawah alat theodolit terdapat tiga sekrup penyetel maka sebut saja sekrup A,
B, C. Pertama sejajarkan nivo tabung dengan kedua sekrup penyetel (bebas dan tidak terikat
harus sekrup yang mana). Misalnya saja A dan B, setelah itu baru dilihat posisi gelembungaya.
Apabila tidak ditengah maka posisi alat tersebut belum level maka harus ditengahkan dengan
menggunakan sekrup A dan B (kalau belum mahir disarankan untuk menggunakan satu sekrup
saja A atau B karena dikhawatirkan sekrup yang A akan menarik nivo kekiri dan sekrup yang B
akan menarik nivo tabung kekanan ). Setelah nivo tabung ada ditengah baru diputar 90° atau
270° dan nivo tabung ditengahkan dengan menggunakan sekrup yang C, setelah ditengah berarti
posisi nivo tabung dan kotak sudah sempurna dan keduanya ada ditengah. Setelah itu baru dilihat
centring apabila paku sudah tepat pada lingkaran kecil berarti alat tersebut sudah tepat diatas
patok apabila belum tepat maka alat harus digeser dengan cara mengendorkan baut pengikat
yang berada dibawah alat ukur. Setelah kendor geser alat tersebut agar tepat di atas paku. Perlu
diingat untuk merubah posisi alat agar tepat diatas paku harus digeser sekali lagi digeser dan
jangan diputar, sebab kalau diputar posisi nivo pasi akan berubah banyak. Setelah posisi alas
tepat diatas patok maka pengaturan nivo tabung diulangi seperti semula sehinga posisinya
ditengah lagi, seperti pada waktu penyetelan pertama. Setelah itu baru angka bacaan pada Skala
horizontal disetel dan diatur pada angka 000'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong, dan
arah Utara dengan menggunakan kompas arah, setelah itu di ukur tingginya alat dan alat siap
digunakan.
2.1.1.3 Pembacaan Mistar
Dalam pengukuran dengan menggunakan theodolit data yang diperleh salah satunya adalah
jarak. Jarak ini didapat dengan pembacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang
Bawah (BB).
Contoh : BA = 1750
BT = 1500
BB = 1250
Untuk mengetahui bacaan rambu salah atau benar dapat dicek dengan menggunakan rumus :
(BA +BB = BT)/2
BB + BA = 2BT
BB = 2BT – BA
BA = 2BT – BB
Contoh :
Diketahui, benang atas 1750 mm, benang bawah 1250
Jadi benang tengah =(1750 + 1250)/2 = 1500

Dalam hal ini Benang Tengah diusahakan menggunakan bilangan bulat. Contoh 1500, 1450,
1520, 1480 karena dengan dibulatkan akan memudahkan dalam perhitungan selanjutnya. Hasil
dari (BA – BB) x 100 merupakan Jarak Miring.
2.1.1.4 Koreksi Sudut Horizontal dan Vertical ( biasa dan luar biasa)
Dalam pembacaan sudut baik yang horizontal maupun vertiakal ada koreksinya- Cara
pengkoreksiannya adalah dengan pembacaan luar biasa. Setelah theodolit tepat pada posisi yang
dituju maka dibaca sudut horizontal maupun yang vertical.
Contoh :
Sudut Horizontal 179°37'28" (biasa)
Sudut vertikal 93°28 48 " (biasa)
Maka untuk mendapatkan pembacaan luar biasa alai theodolit kita putar 180°secara horizontal
dan teropong diputar 180° secara vertical maka akan didapat bacaan sebagai berikut :

Sudut Horizontal 359°37'10"( luar biasa) 266°31'03"( luar biasa) Hasilnya 359037'10" 93°28'48"
179°37'28" - 266°31'03" +
179059'42" 359°59'51 "
Kalau hasilnyu baik untuk pembacaan sudut horizontal luar biasa- sudut biasa = 180°. Sedang
untuk koreksi pembacaan sudut vertikal biasa dan luar biasa maka sudut biasa + luar biasa =
360°. Koreksi yang diijinkan adalah 200 dan apabila koreksinya > 20° maka alat survey tersebut
harus dikalibrasi. Setelah itu baru angka bacaan pada skala, horizontal distel dan ddiatur pada
angka 0°0'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong dan arah Utara dengan menggunakan
kompas arah Setelah itu diukur tingginya alat dan alat siap kerja.
2.2 . Pengukuran. (Survey)
2.2.1. Survey Original
Dalam kegiatan penambangan sebelum dimulai kegiatan yang lainnya, maka terlebih dahulu
akan dilakukan kegiatan survey original yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan
permukaan tanah yang belum berubah karena belum ada kegiatan penambangan. Survey original
sebagai acuan untuk perhitungan volume progress. Dalam pekerjaan survey original atau
progress digunakan sistem line, dimana jarak dan data yang dihasilkan dari pengukuran ini
adalah jarak miring dan beda tinggi dan selanjutnya akan diketahui jarak datar dan beda tinggi
dari rumus tersebut diatas. Sebelm survey original dimulai biasanya terlebih dahulu dilakukan
kegiatan clearing agar mempermudah pekerjaan survey original . Hasil dari perhitungan original
berupa potongan melintang dimana setelah peta selesai barulah pekejaan penambangan dapat
dilakukan.
2.2.1.1 Pengukuran (survey) original
Cari atau tentukan titik dipatok simpanan pada lahan yang belum ditambang karena biasanya
surveyor pasti mempunyai simpanan titik atau patok yang disimpan didalam hutan agar tidak
hilang dan tidak dicabut . Setelah itu baru ditarik pada daerah yang akan dikembangkan dan
dipasangi patok dengan jarak tiap 10m dan patok tersebut didirikan alat dan dihitung jaraknya.
Didirikan alat pada patok-patok yang jaraknya kelipatan 10, akan didirikan alat untuk menembak
kiri dan kanan dengan menggunakan rambu untuk mengetahui jarak maupun beda tinggi.-
Dengan data original dapat digunakan untuk menggambar propil melintang dari daerah yang
diukur. Kegiatan ini merupakan dasar atau acuan untuk menghitung progress setelah tambang
dikerjakan.
3.2.2 Pengukuran (Survey) Progress
Survey progress adalah survey yang diakukan setiap bulan yang bertujuan untuk menghitung
berapa volume overburden (lapisan tanah penutup) yang telah diambil dan dipindahkan dari
lokasi tambang yang akan diambil batubaranya ketempat lokasi yang tidak ada batubaranya
(disposal area). Dari basil survey progress digunakan untuk menghitung berapa uang yang
dibayarkan dari pemilik lahan (owner) kepada kontraktor. Mengingat pentingnya pekerjaan
survey progress maka biasanya dilakukan oleh dua team survey yaitu kontraktor dan owner.
Hasil perhitungan kedua team survey akan dibandingkan dan dirata--ratakan. Data yang
diperoleh dan pengukuran survey progress adalah jarak datar, Beda Tinggi dan data ini akan
diplotkan pada peta yang sebelumnya sudah diplotkan data original pada line yang sama.
2.2.2.1 Cara Pengukuran Survey Progress
Metode pengukuran progress yang dilakukan pads PT. Alas Watu Utama adalah menggunakan
sistem penampang melintang atau sistem line dengan jarak antar line adalah 10 m. Untuk
mempermudah perhitungan line-line tersebut dibuat pada angka kelipatan 10, sedangkan arahnya
tidak terikat dan tinggal mengikuti survey yang sudah dilakukan sebelumnya baik itu arah Timur
Barat atau Utara Selatan. Pertama cari dua buah titik simpanan yang masih baik. Contoh titik D
340 dan E 340 (biasanya disimpan di hutan, agar tidak terganggu ). Salah satu dititik -tersebut
dijadikan untuk mendirikan alat dan satunya untuk back sigh. Dari kedua titik tersebut tarik titik
ketempat lokasi dimana pada lokasi tersebut banyak terjadi perubahan karena diambil lapisan
atasnya atau overburden selama satu bulan. Dari tarikan tersebut dibuat baseline dimana jarak
tiap- tiap baseline 10 m. Dari baseline tersebut didirikan alat satu persatu untuk mengambil detail
baik kearah 900 atau 2700 dimana detail-detail tersebut diplot gambar- gambarnya yang akan
dijadikan acuan dalam menghitung luas areal tersebut . Hasil perhitungan luas dijumlahkan dan
dikalikan dengan 10 m (jarak antar line) yang akan menghasilkan volume.

Gambar 2.2. Contoh Pembuatan Baseline


Dalam pengambilan data, daerah yang diukur adalah seluruh daerah Yang berubah, cara
pengambilan data harus mengikuti lekuk- lekuk permukaan tanpa harus ada yang terlewati.
2.2.3 Arah
Dalam pekeerjaan survey, baik untuk survey geologi, pemetaan topografi. situasi maupun untuk
survey progress, arah atau azimuth merupakan hal yang harus dicari dilapangan. Ada dua cara
untuk mencari arah :
1. Dengan cara setiap alat berdiri, arah Utara disejajarkan dengan 00 pada piringan skala HOR.
Kelebihan dari cara ini tidak perlu menghitung besarnya sudut dari titik-titik yang ditembak
karena begitu ditembak skala horizontal sudah menunjukan arah sebenarnya. Sedangkan k-
ekurangannya adalah pada setiap berdiri alat harus mensejajarkan arah Utara dengan arah 0°
pada alat. Dengan demikian setiap berdiri alat harus memasang kompas arah, dan mensejajarkan
arah Utara dengan 0° pada piringan skala horizontal. Seperti diketahui magnet pada kompas arah
peka sekali terhadap bahan logam atau besi, sedangkan disekitar alat banyak perangkat survey
terbuat dari besi misalnya parang, tongkat payung dan lain- lain. Jadi dengan demikian benda-
benda tersebut mempengaruhi jarum kompas, arah Utara pada kompas, sehingga berpotensi
menimbulkan kesalahan arah.

Gambar 2.3. Pengukuran Dengan Menggunakan Arah Utara Sebagai Acuan


2. Setiap berdiri alat arah 0° pads Skala horizontal diarahkan ketitik sebetumnya. Keuntungan
dari cara ini adalah penggunaan kompas arah hanya pada waktu pemassangan alat untuk
penembakkan pertama kali atau pada awal pekerjaan¬. Kerugian dari cara ini terlalu banyak
menghitung sudut- sudut yang menggunakan bilangan derajat (0), menit (‘) dan detik (")
sedangkan bilangan derajat, menit dan detik merupakan bilangan yang sulit untuk dihitung
kecuali bagi yang sudah terbiasa menggunakannya.

Gamar 2.4. Pengukuran Dengan Patok Sebelumya Sebagai Acuan


2.2.4 Jarak miring atau jarak optik
Dalam pekejaan pengukuran yang menggunakan alat ukur iheodolit, yang tidakkalah pentingnya
selain arah dan azimuth adalah jarak. Jarak yang dimaksud adalah jarak optis. Jarak optis didapat
dari pembacaan mistar, bak atau rambu.
Jarak miring atau optis dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana: BA =BenangAtas
BB = Benang Bawah
100 adalah bilangan konstanta pengali teropong.
Contoh : BA = 1750 mm
BT =1500 mm
BB = 1250 mm
Jarak Miring = (1750 mm- t250 mm ) x 100
= 50.000 mm
= 59 m
2.2.5 Jarak Datar
Untuk mencari jarak datar dapat dihitug dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini.
Cara 1:
Jarak Datar = Cos 2 α x Jarak miring

Contoh :
Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 ° 23' 48
BB = 1250
JM= 50 m
Maka slope atau sudut kemiringannya = 95°23'48"
90°00’00” -
5°23’48”
Jarak Datarnya Cos 5°23'48" = 0,9955674382
= 0,991154523 x Jarak Miring
= 0,991154523 x 50 m
= 49,557726 m

Cara 2:
Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi pembacaan sudut
vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48" maka rumus yang digunakan adalah :

Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 023' 48”


BB = 1250 JM= 50 m
Jarak- Datarnya Sin 2 95 023’ 48" = 0,995567438`
= 0,991154523 x Jarak Miring = 0,991154523 x 50 m
= 49,557726 m
2.2.6 Beda Tinggi
Beda tinggi merupakan hal yang juga sangat penting apalagi dalam pekeerjaan bangunan gedung
dan irigasi, kalau tidak teliti akan mengakibatkan kemiringan pada gedung atau aliran air yang
tidak sesuai dengan perencanaan. Pada pekerjaan pengukuran beda tinggi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Cara 1 :
BT=1/2Sin 2 α x Jarak Miring
Contoh.
Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250
pembacaan sudut vertikal 9523'48" JM= 50 m.
Makasudut kemiringannya adalah 95023'48"
90°00'00"
05023'48"
Beda tinggi = 5°23'48" x 2
= 10°47'36" Sin
= 0,1 872670 1 9 x V2
=0,093633509 x JM
= 0,093633509 x 50m
= 4,681675 m
= - 4,681675 m
Karena pembacaan sudut vertikal lebih dari 90° maka beda tingginya diberi tanda minus.
Cara 2
Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi pembacaan sudut
vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48” maka minus yang digunakan adalah :

Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250


pembacaan sudut vertikal 95023'48" JM = 50 m Beda tinggi =1/2 (95"23'48" x 2) x 50m
= 1/2 Sin 190'47' 361 ~ x 50m
=1/2(- 0,187267019) x 50m
= -0,093633509 x 50m = 4,681675 m
2.3 Kesalahan Dalam Pengukuran
Dalam pengukuran ada bermacam- macam kesalahan dan yang sering terjadi dilapangan ada tiga
macam kesalahan dalam pengukuran yaitu :
2.3.1 Kesalahan yang disebabkan karena alam
Dalam hal ini kesalahan disebabkan karena keadaan bumi yang sebenarnya melengkung atau
berbentuk bola tapi kita menggapnya lurus. Hal ini bisa ter jadi karena jarak yang diukur tidak
terlalu jauh sekitar 50 m sampai 80 m. Tapi karena jarak yang diukur tersebut berulang kali maka
dari jarak yang pendek-¬pendek tersebut digabung yang akan menjadi panjang dengan
sendirinya kelengkungan bumi akan berpengaruh terhadap ketelitian pengukuran. Tapi kesalahan
karena alam tidak terlalu berpengaruh terhadap penngukuran progress karena dalam pengukuran
progress jarak yang diambil tidak telalu jauh maksimal ± 70m sampai dengan ±100m. Jadi dalam
hal ini faktor alam bisa diabaikan. Faktor alam juga bisa disebabkan sinar matahari dimana pada
bagian nivo yang mudah mengembang jika terkena panas matahari . Maka dalam
pekerjaansurvey harus memaki payung jika cuaca dalam keadaan panas.
2.3.2 Kesalahan yang disebabkan oleh alat
Kesalahan karena alat ukut theodolit yang sangat peka terhadap goncangan dan tekanan maka
alat ukur ditempatkan pada kotak yang sedemiklan rupa. Karena sering berpindah- pindah maka
theodoit juga, akan terguncang- guncang bahkan terbanting dan akan mengalami perubahan
misalnya nivo tidak bisa ditengah waktu distel, centring akan berubah jika dilihat disisi lain,
pembacaan biasa dan luar biasa pada pembacaan sudut horizontal dan vertikal akan mengamlami
selisih yang besar, maka alat tersebut harus dikalibrasi. Kesalahan juga bisa karena rambu ukur
misalnya pada waktu memegang rambu letakkya tidak vertikal, bagian bawah rambu sudah
rusak, rambu terbenam dilumpur sambungan rambu yang tidak tepat, rambu sudah rusak
sehingga tulisannya tidak jelas yang menyulitkan surveyor untuk-membacanya.
2.3.3 Kesalahan yang disebabkan manusia
Kesalahan disini lebih sering terjadi karena, orangnya belum mahir atau kondsi sudah dalam
kelelahan. Apabila, lokasinya jauh dan memerlukan perjalanan yang melelahkan. Untuk itu
disararankan apabila lokasinya jauh didalam hutan dan mernerlukan perjalanan yang jauh dan
melelahkan, lebih baik membuat basecamp dilokasi sekitar tempat kerja, agar bisa menyingkat
waktu dan menghemat biaya maupun tenaga. Adapun macam-macam kesalahan yang
ditimbulkan oleh manusianya, meliputi kesalahan dalam penyetelan alat, kesalahan dalam
pembacaan. Untuk mengatasinya perlu mencari surveyor yang mahir dan diusahakan tempat
menginap tidak jauh dari lokasi kerja dan disediakan fasilitas yang memadai.
2.4 Luas Penampang
Yang dimaksud dengan luas (L) adalah suatu nominal yang didapat dari perkalian antara panjang
(p) dan lebar (1) dari suatu bidang.
Dalam hal ini, luasnya adalah luas yang dihitung dalam peta atau gambar yang merupakan
keadaan bumi dengan proyeksi orthogonal. Luas penampang dapat dihitung secara mekanis
menggunakan alat ukur theodolite dan dioleh dengan menggunakan planimeter.
Ada bebempa cara yang dapat digunakan untuk menghitung luas, yaitu antara lain:
1. Dengan menggunakan kertas milimeter
Cara ini dilakukan dengan menghitung banyaknya kotak kecil per milimeter yang termasuk
dalam area pengukuran.
L= Luas
n= Banyaknya kotak per milimeter
2. Dengan menggunakan data koordinat
Cara ini dilakulan dengan menggunakan data-data koordinat (koordinat X, Y dan z)

L = Luas, Z = Elevasi, X= Koordinat X, n = point titik pengukuran


3. Dengan menggunakan alat Planimeter
Cara ini lebih mudah, karena dengan mengelilingi area penelitian (dalam bentuk peta) sudah
dapat diketahui nilai luas area tersebut.
4. Dengan menggunakan Software
Cara ini yang paling mudah yaitu dengan memasukkan data pengukuran dari theodolite ke dalam
komputer (software) seperti surfac,surfer, kemudian diolah dengan perintah-perintah yang
tersedia, maka dengan sendirinya akan dapat diketahui besaran luas dari daerah penelitian.
3.5 . Volume Tanah Penutup
Untuk menentukan volume tanah penutup, dapat diperoleh diantaranya melalui peta topografi
yaitu dengan cara membuat penampang melintang (cross section). Penampang melintang dibuat
tegak lurus terhadap kontur struktur batubara dengan interval tertentu antar penampang dengan
batas-batas sesuai rencana-rencana penambangan.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume tanah penutup, antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan luas area per penampang (section) kemudian luas 1 ditambah luas 2 dibagi 2
kemudian dikalikan jarak per penampang- Atau dapat denggan meuggunakan rumus:

V = Volume tanah penutup


A= Luas area
L = Jarak per area
Gambar 2.5. Penampang Melintang Rata-Rata

Kuliah D3 Fatek
Minggu, 19 Juli 2009

Laporan Praktikum Geologi Struktur

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang
datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.

Geologi struktur mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi,
metamorfisme dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari struktur tiga dimensi batuan dan daerah,
dapat dibuat kesimpulan mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan kejadian
deformasinya. Hal ini dapat dipadukan pada waktu dengan menggunakan kontrol stratigrafi maupun
geokronologi, untuk menentukan waktu pembentukan struktur tersebut.

Secara lebih formal dinyatakan sebagai cabang geologi yang berhubungan dengan proses geologi
dimana suatu gaya telah menyebabkan transformasi bentuk, susunan, atau struktur internal batuan
kedalam bentuk, susunan, atau susunan intenal yang lain.
Untuk memahami struktur geologi yang ada dan bagaimana proses terjadinya maka sangatlah perlu
diadakan pengamatan secara langsung. Hal ini akan memudahkan dalam pemahaman serta dapat
mengetahui secara langsung struktur geologi yang ada.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pelaksanaan kegiatan Praktikum Geologi Struktur Program Studi Geologi Pertambangan
(Diploma III) Fakultas Teknik, Universitas Kutai Kartanegara, ini, meliputi :
• Melatih mahasiawa dalam mengenali struktu-struktur yang ada.
• Untuk melatih dalam menganalisa persoalan - persoalan geologi struktur dengan melihat bentuk rill
dilapangan.
• Untuk mahasiswa, / mahasiwi terampil dan mahir dalam, menggunakan peralatan geologi dilapangan.
Adapun tujuan diadakan praktikum ini, yaitu
• Agar melihat secara, langsung bentuk kekar dan lipatan yang rill dilapangan.
• Untuk mengetahui arah penyebaran, stretigrafi, formasi, geometri unsur struktur, struktur garis,
struktur bidang, kedalaman dan ketebalan batuan.
• Untuk menganalisa, kekar dan lipatan yang menggunakan mitode Roset (kipas), histrogram dan
lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Geometri Unsur Struktur


Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris yaitu :
1) Geometris Bidang/ Struktur Bidang
- Bidang perlapisan
- Kekar
- Sesar
- Foliasi
- Sumbu lipatan, dll.
2) Geometris Garis/ Struktur Garis
- Gores-garis
- Perpotongan dua bidang
- Liniasi, d1l.

Pemecahan masalah-masalah yang berhubungan dengan geometri struktur bidang dan struktur garis
seperti :
• Masalah besaran arah dan sudut, jarak dan panjang dari struktur bidang dan struktur garis, misalnya ;
menentukan panjang dari segmen garis, sudut antara dua garis, sudut antara dua bidang, sudut antara
gars dan bidang, jarak titik terhadap bidang, jarak titik terhadap garis.

Kelemahan dari metode ini adalah ketelitiannya sangat tergantung pada faktor-faktor :
• Skala penggambaran, ketelitian alas gambar dan tingkat keterampilan sipengambar.Namun
dibandingkan dengan metode-metode proyeksi yang lain (proyeksi perspektif dan proyeksi seterografi),
metode ini lebih cepat untuk memecakan masalah struktur bidang dan struktur garis, karena secara
langsung berhubungan dengan kenampakan tiga dimensi, sehingga mullah dipahami.
Didalam metode grafis ini, struktur bidang dan struktur garis digambarkan pada bidang proyeksi (bidang
horisontal dan vertikal) dengan cara menarik garis¬-garis proyeksi yang tegak lurus terhadap bidang
proyeksi dan saling sejajar satu sama lain.
Definisi istilah-istilah dalam proyeksi orothogmfi
- Image Plane (IP) adalah bidang yang tegak lurus garis pandang, terletak antara mata si pengamat
dengan objek yang akan digambar.
- Line Of Sight (LS) adalah suatu garis yang berasal dari mata si pengamat sampai kesuatu titik tertentu
dalam obyek, dan sifatnya saling sejajar.
- Horizontal Plane (HP) adalah bidang khayal yang kedudukannya horisontal dan merupakan tempat
kedudukan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama Garis proyeksi dari suatu titik sifatnya akan
vertikal dan tegak lurus terhadap bidang ini.
- Front Plane (FP) adalah bidang khayal yang kedudukannya vertikal dan tegak lurus terhadap bidang
horisontal. Garis proyeksi yang ditarik dari suatu titik sifatnya horisontal dan tegak lurus terhadap bidang
ini.
- Profile Plane (PP) adalah bidang khayal yang kedudukannya vertikal dan tegak lurus terhadap
"Horizontal Plane" (HP) dan "Front Plane" (FP). Garis vertikal yang ditarik dari suatu titik, sifatnya
horisontal dan tegak lurus terhadap bidang ini.
- Folding Line (FL) adalah garis khayal yang merupakan perpotongan dua bidang proyeksi. Garis ini
berfungsi sebagai sumber putar bidang proyeksi vertikal sehingga kedudukannya menjadi horisontal.
Prinsip ini merupakan salah satu dasar dari proyeksi orthografi yang merubah gambaran tiga dimensi
menjadi dua dimensi.

2.2 Struktur Bidang


Struktur bidang dalam geologi, struktur dapat dibedakan menjadi "Struktur Bidang Rill " dan "Struktur
Bidang Semu ".
1. Struktur bidang riil artinya bentuk dan kedudukan dapat diamati secara langsung dilapangan, antara
lain adalah
• Bidang perlapisan.
• Bidang ketidakselarasan.
• Bidang sesar.
• Foliasi.
• Bidang sayap lipatan. Bidang yang disebut terakhir ini sebenarnya merupakan kedudukan bidang yang
terlipat.
2. Struktur bidang semu artinya bentuk dan kedudukannya hanya bisa diketahui atau didapatkan dari
hasil analisa struktur bidang riil yang lain, contohnya adalah :
• Bidang poros lipatan.
Dikaitkan dengan penggolongan struktur menurut waktu pembentukannya, maka dibedakan menjadi
struktur bidang primer dan struktur bidang sekunder. Bidang-bidang yang termasuk dalam struktur
bidang primer adalah bidang perlapisan, bidang foliasi bidang rekah kerut ( Mud Crack ), bidang kekar
kolom ( Colomnar Joint ) pada batuan beku, dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam
struktur bidang sekunder adalah bidang kekar, bidang sesar, bidang sayap lipatan.
Pada umumnya struktur bidang dinyatakan istilah-istilah, yaitu
1) Jurus ( Strike)
2) Kemiringan (Dip).

2.2.1 Definisi Istilah-istilah Struktur Bidang.


a. Jurus (Strike) adalah Arah dan gars horizontal yang merupakan perpotongan antara bidang yang
bersangkutan dengan bidang horizontal.
b. Kemiringan (Dip) adalah Sudut kemiringan terbesar yang dibentuk oleh bidang miring dengan bidang
horizontal dan diukur tegak lurus terhadap jurus.
c. Kemiringan Semu (Apparent Dip) adalah Arah tegak lurus jurus sesuai dengan arah miringnya bidang
yang bersangkutan dan diukur dan arah utara.

Keterangan :
A – L : Struktur garis pada bidang ABCD
A – K : Arah Penunjaman (Trend)
A-K / K-A : Arah Kelurusan (Bearing) = Azimuth NAK
β : Penunjaman (Plunge)
т : Rake (Pitch)

Gambar 2.1. Proyeksi Bearing dan Plunge

2.2.2 Cara Penulisan ( Notasi ) dan Simbol Struktur Bidang


Untuk menyatakan kedudukan suatu struktur bidang secara tertulis agar dengan mudah dan cepat
dipahami, dibutuhkan suatu cara penulisan dan simbol pada pets geologi.
Penulisan ( Notasi ) struktur bidang dinyatakan dengan :
- Jurus / Kemiringan
- Besar Kemiringan, arah kemiringan

a. Jurus / Kemiringan
• Sistem Azimuth, hanya mengenal satu tulisan yaitu N X°E/Y°, Besarnya X° antara 0° – 360° dan
besarnya Y° antara 0° – 90°.
• Sistem Kwadran , penulisan tergantung kepada posisi kwadran yang diinginkan sehingga mempunyai
beberapa cara penulisan, misalnya:
- Sistem Azimuth, N 145° E/30°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 35° W/30° SW atau S 35°
E/30° SW.
- Sistem Azimuth , N 90° E/45°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 90° E/45° S atau N 90°
W/45° S atau N 90° E/45° S atau S 90° W/45° S.

b. Besar Kemiringan, Arah Kemiringan (Dip,Dip Direction)


Misalnya : Sistem azimuth N 145°E/30°, maka penulisan berdasarkan sistem "Dip, Dip deriction ",
adalah : 30°, N 235°E.
Penggambaran Simbol Struktur Bidang :
1. Garis jurus hasil pengukuran diplot dengan tepat sesuai arah pembacaan kompas di titik lokasi dimana
struktur bidang tersebut diukur.
2. Tanda arah kemiringan digambarkan pada tengah-tengah den tegak lurus garis jurus searah jarum jam
atau harga jurus ditambah 90° searah jarum jam. Panjang tanda kemiringan ini kurang lebih sepertiga
panjang garis jurus.
3. Tulis besar kemiringan pada ujung tanda kemiringan.

2.2.3 Cara Mengukur Struktur Bidang dengan Kompas Geologi.


1) Pengukuran Jurus
Bagian sisi kompas (sisi "E") ditempelkan pada bidang yang diukur. Kedudukankompas dihorisontalkan,
ditunjukkan oleh posisi level dari nivo "Mata Sapi" ( Bull's Eye Level ), maka hargayang ditunjuk oleh
jarum utara kompas adalah harga jurus bidang yang diukur. Benlah tanda garis pada bidang tersebut
sesuai dengan arah jurusnya.
2) Pengukuran Kemiringan.
Kompas pada posisi tegaktempelkan sisi 'W' kompas pada bidang yang diukur dengan posisi yang tegak
lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat pada butir (1). Kemudian Dinometer dieter sehingga
gelembung udaranya tepat berada ditengah (Posisi Level). Harga yang ditunjukkan oleh penunjuk pada
skala klinometer adalah besarnya sudut kemiringan dari bidang yang diukur.
3) Pengukuran Arah Kemiringan.
Tempelkan sisi "S" kompas pada bidang yang diukur. Posisikan kompas, sehingga. horizontal (nivo "mata
lembu" level), baca angka yang ditunjuk oleh jarum utara kompas. Harga ini merupakan arah kemiringan
(dip direction) dari bidang yang diukur.

2.2.4 Aplikasi Metode Grafis I untuk Struktur Bidang


Aplikasi yang diuraikan disini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur bidang, antara lain :
1. Menentukan kemiringan semu.
2. Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang sama.
3. Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda.
4. Menentukan Kedudukan Bidang berdasarkan problems tiga titik (Three Point Problems).
Maksudnya menentukan kedudukan bidang dari tiga titik yang diketahui posisi dan ketinggiannya,
dimana titik tersebut terletak pada bidang rata yang sama.Dan bidang tersebut tidak terlipat /
terpatahkan serta ketiga titik tersebut ketinggiannya berbeda.

2.3 Struktur Garis


Seperti halnya struktur bidang, struktur garis dalam geologi struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
• Struktur garis rill adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati langsung
dilapangan misalnya gores garis yang erdapat pada bidang sesar.
• Struktur garis semu adalah semua struktur garis yang arah atau kedudukannya ditafsirkan dari
onentasi unsur- unsur struktur yang membentuk kelurusan atau laniasi.
Berdasarkan seat pembentukanya struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur garis primer dan
stn&w garis sekunder dari contoh-contoh struktur garis yang disebutkan diatas yang termasuk struktur
garis primer adalah liniasi atau penjajaran mineral - mineral pada batuan beku tertentu ,arah liniasi
struktur sedimen dan yang termasuk struktur garis sekunder adalah gores-garis , liniasi memanjang
fragmen breksi sesar.garis poros lipatan dan kelurusan -kelurusan topografi, sungai, dsb.

Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah – istilah:


- Arah penujaman (Trend) penunjaman (Plunge).
- Arah kelurusan (Bearing) dan Rake atau Pitch.

2.3.1 Definisi Istilah – istilah dalam struktur garis.


Arah penujaman (Trend) adalah jurus dari bidang vertical yang melalui garis dan menunjukan arah
penunjaman garis tersebut ( hanya menunjukkan suatu arah tertentu).
Arah kelurusan (Bearing) adalah jurus dari bidang vertical yang melahn gar's tetapi tidak menunjukan
arah penunjaman garis tersebut (menunjukkan arah – arah dimana, salah satu arahnaya merupakan
sudut pelurusnya).
Rake (Pith) adalah besar sudut antara garis dengan garis horisontal, yang diukur pada bidang dimana
garis tersebut terdapat besamya rake sama dengan atau lebih kecil 90 .

Keterangan :
A-B : Jurus (Strike) bidang ABCD, diukur terhadap arah utara
 : Kemiringan (Dip) bidang ABCD, diukur terhadap arah utara
β : Kemiringan Semu (Apparent Dip)
O-A : Arah Kemiringan (Dip Direction)

Gambar 2.2. Proyeksi Kemiringan dan kemiringan semu


2.3.2. Cara Penulisan (Notes) dan Simbol Strukur Garis
Untuk menyatakan kedudukan suatu sruktur garis secara, tertulis dan suatu cara penulisan simbol pada
peta geologi.
Penulisan notes' sruktur garis dinyatakan dengan
• "Plunge, Trend ( arah penujaman)".
• Sistem Azimuth , hanya mengenal satu penulisan yaitu Y°,N X° E.
- Xo adalah "Trend',besarnya = 0° - 360°
- Y° adalah "Plunge", besarnya = 0° - 90° (sudut vertikal).
• Sistem Kwadran, Penulisan tergantung pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga, mempunyai
beberapa cara penulisan, misalnya:
- Sistem azimuth, 30°,N 45° E, make menurut sistem kwadrannya adalah 45°,N 45° E.
- Sistem azimuth, 45°,N 90° E, make menurut sistem kwadrannya adalah 45°, N 90° E, atau 45° S 90°E.

2.3.3 Cara Pengukuran Struktur Garis dengan Kompas Geologi


a. Pengukuran struktur garis yang mempunyai "Trend”
Adapun yang termasuk struktur garis ini adalah gores garis pada bidang sesar, arah arus pembentukan
struktur sedimen dan garis sumbu lipatan.
• Pengukuran Arah "Trend".
1. Tempelkan alat Bantu (buku lapanganl"Dipboard') pada posisi tegak dan sejajar dengan struktur garis
yang akan diukur.
2. Tempelkan sisi "W' atau "E" kompas pada posisi kanan atau kiri alat Bantu dengan visir kompas
("Sighting Arm") mengarah kepenujaman struktur garis tersebut.
3. Levelkan/horisontalkan kompas (Nivo Mata Sapi, dalam keadaan horisontal), make harga yang
ditunjuk oleh jarum utara, kompas adalah harga arah penunjamannya ("Trend").
• Pengukuran "Plunge" ( Sudut Penunjaman ).
1. Tempelkan sisi "W" kompas pada sisi etas alat bantu yang masih dalam keadaan vertikal.
2. Levelkan "Dinometer" dan baca besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala
"Dinometer".
• Pengukuran "Pitch"( Rake ).
1. Buat garis horizontal pada bidang dimana sturktur garis tersebut terdapat (sama dengan jurus bidang
tersebut) yang memotong struktur garis yang akan diukur "Rake " -nya.
2. Ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis horisontal, butir (1) dengan struktur garis tersebut
mengguna-k-an busur derajat.
b. Pengukuran Struktur Garis yang tidak Mempunyai "Trend"(Horisontal).
Adapun yang termasuk dalam struktur garis ini pada umumnya berupa arah¬arah kelurusan (arah limasi
fragmen breksi sesar, arah kelurusan sungai, arah kelurusan gawir sesar, d1l). Jadi yang perlu diukur
hanya arah kelurusan (bearing) saja.
• Pengukuran "Bearing".
1. Arah visir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis yang akan diukurmisalnya
sumbu memanjang fragmen breksi sesar.
2. Pada posisi butir (1) levelkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan horisontal), make harga yang
ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah"Bearing"-nya.

2.3.4 Aplikasi metoda grafis I untuk struktur garis


Aplikasi yang akan dibahas disini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur garis antara lain :
1. Menentukan "Plunge" dan "Rake" sebuah garis pada suatu bidang.
2. Menentukan kedudukan struktur garis dari perpotongan dua bidang.

2.4 Tebal dan Kedalaman


Penentuan tebal dan kedalaman dalam geologi struktur pada dasarnya merupakan aplikasi dari metode
grafis dan goneometris.

2.4.1 Tebal
Tebal merupakan jarak tegak lures antara dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas lapisan
batuan.

Gambar 2.3. Proyeksi Ketebalan

Secara garis besar, masalah–masalah penetuan ketebalan dapat dibedakan berdasarkan cara
perhitungan nya menjadi :
1) Perhitungan berdasarkan pengukuran langsung
Perhitungan secara langsung hu dapat dilakukan dilapangan dengan syarat kemiringan lereng tegak
lures dengan kemiringan lapisan,seperti :
- Medan datar/tak berelief dengan lapisan relatif tegak (Gambar 2.4.1.a).
- Medan vertical dengan lapisan relative horizontal, (Gambar 2.4.1.b).

Gambar 2.4. Pengukuran medan vertical dan horizontal

2) Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak langsung.


Perhitungan secara tidak langsung im dapat dilakukan dengan macam-macam cara tergantung pada
1. Keadaan topografi.
2. Kedudukan lapisan batuan.
Unsur-unsur yang dijumpai dilapangan yang dipakai sebagai data perhitungan geometri adalah:
1. Lebar singkapan (s).
2. Kedudnkan /kemiringan lapisan batuan (o).
3. Besar sudut lintasan arahjums lapisan ().
4. Besar sudut kemiringan lereng /slope (β).

3) Menentukan Tebal Batuan


Diilustrasikan sebagai berikut:

Dimana :
w : Tebal Semu
o : Dip/Kemiringan Semu
β : Slope/ Kemiringan Lereng

Dip > Slope


Rumus : t = w sin (180o - o – β})
t = w sin β
t = w cos β
Dimana : w = Tebal Semu
o = Dip/Kemiringan Lapisan
β = Slope/Kemiringan Lereng
t = Tebal Sebenarnya

2.4 Kedalaman
Kedalaman merupakan jarak vertical dari ketinggian tertentu (permukaan air laut) ke arah bawah
terhadap suatu titik, garis atau bidang.

Gambar 2.6. Proyeksi Kedalaman

Secara, garis besar, masalah – masalah penentuan kedalaman dapat dibedakan /dibagi berdasarkan cara
perhitungan nya menjadi :
1. Perhitungan berdasaarkan pengukuran tegak lurus jurus lapisan.
2. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus lapisan.

2.4.1 Pengukuran kedalaman pada, arah lintasan tegak lurus jurus lapisan
1. Medan datar/topografi tidak berelief
d = 1 tg o
keterangan :
d : Kedalaman
I : Panjang lintasan pengukuran

2. Medan /topografi dengan slope


a. Dip searah dengan slope.
d = I (cos βo. tg o - sin βo) (Gambar 2.4.3)
b. Dip berlawanan dengan slope.
d = I (cos βo . tg o + sin βo) (Gambar2.4.4)

2.4.2 Pengukuran kedalaman pada arah tidak tegak lurus jurus lapisan
a. Dip searah dengan slope
d = I (tg o. cos βo. - sin o – sin βo)
b. Dip berlawanan dengan slope
d = I (tg o. cos βo. - sin o + sin βo)

2.5 Pola Singkapan dan Peta Geologi


Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta
geologi .
Peta geologi adalah suatu peta yang menggambarkan keadaan geologi daerah tersebut, meliputi
penyebaran batuan (litologi), penyebaran struktur dan bentuk morfologinya.
Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni:
1. Tebal lapisan.
2. Topografi/morfologi.
3. Besar kemiringan (Dip) lapisan.
4. Bentuk struktur lipatan.

Hukum " V" (V Rule)


Hubungan antara lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan
menghasillcan .suatu pola singkapan yang beraturan, diamana aturan tersebut dikenal dengan hukum
"V". Aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur.
b) Lapisan dengan kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng maka kenampakan
lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan membentuk huruf "V" yang berlawanan dengan
arah kemiringan lembah.
c) Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus dimana pola singkapan ini
tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.
d) Lapisan yang miring searah dengan arah kemiringan lereng dimana kemumgan lapisan lebih besar
danpada kemiringan lereng akan membentuk pola smgkapan dengan huruf "V" mengarah sama (searah)
dengan arah kemiringan lereng.
e) Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng dimana besar kemiringan lapisan
lebih kecil dari kemiringan lereng , maka pola singkapannya akan membentuk huruf "V" yang
berlawanan dengan arah kemiringan lereng /lembah.
f) Lapisan yang kemiringan nya searah dengan kemiringan lembah dan besarnya kemiringan lapisan
sama dengan kemiringan lereng/lembah maka pola singkapan tampak .

2.5.1 Metoda Pembuatan Pola Singkapan dan Peta Geologi


Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan cara mengamati singkapan-singkapan batuan yang
dijumpai. Pengamatan singkapan batuan biasanya dilakukan dengan mengambil jalur disekitar aliran
sungai disepanjang aliran sungai inilah dapat dijumpai smgkapan batuan dengan baik.
Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis batuan, penyebaran, kedudukanya, hubungan antar satuan
(litologi), strukturnya (baik struktur primer maupun skunder).
a) Data singkapan dari flap lokasi pengamatan diplotkan pada peta dasar (peta topogmfi) berupa simbol,
tanda, warns.
b) Batas litologi, garis sesar, sumbu lipatan dapat berupa garis penuh (tegas) bila diketahui dengan pasti
atau berupa garis putus-putus jiak diperkirakan.
c) Legenda peta diurutkan sesuai dengan urutan stratigmfi (hukum superposisi).
d) Penyebaran satuan batuan (pola singakapannya dapat ditarik batasnya diantara satuan batuan yang
berlamw dengan memperhatikan hukum "V".

2.5.2 Pembuatan Penampang Geologi


Suatu gambaran yang memperlihatkan keadaan geologi secara vertical, sehingga diketahui hubungan
satu dengan lamnya. Dalam pembuatan penampang geologi dipilih suatu jalur tertentu sedemikian rupa,
sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas semua keadaan geologinya secara vertikal. Dalam hal ini
dipilih atau dibuat suatu jalur yang arahnya tegak lurus terhadap jurus umum lapisan batuan, sehingga
dalam penampang akan tergambarkan keadaan kemiringan lapisan yang asli (true dip).Namun
pembuatan penamapang terkadang jugs melalui jalur yang tidak tegak lurus terhadap jurus lapisan
batuan maka disini penggambaran besar kemiringan lapisan nya adalah merupakan kemiringan lapisan
semu (apparent dip) yang besarnya sesuai dengan arah sayatan terhadap jurus lapisan batuan.
Rekonstruksi :
a) Perhatikan arah sayatan penampang terhadap jurus umum lapisan (tegak lurus atau tidak).
b) Buat "base line" yang panjangnya sama dengan panjang garis penampang peta geologi.
c) Buat "end line" dan berikan angka – angka yang menunjukan ketinggian sesuai dengan skalanya.
d) Buat "profile line" dengan cara mengeplot ketinggian garis kontur yang terpotong garis penampang,
dan kemudian hubungkan.
e) Gambarkan keadaan geologinya, meliputi batas lapisan, batas struktur dan lainnya, yang terpotong
oleh garis penampang.
2.6 Metoda Statistik
Metoda, statistik, yakni suatu metoda, yang diterapkan untuk mendapatkan kisaran harga rata – rata
atau harga maksimum dari sejumlah data acak satu jenis struktur . dari sim kemudian dapat diketahui
kecenderungan – kecenderungan, bentuk pola, ataupun kedudukan umum dari jenis struktur yang
sedang dianalisa .
Metoda, statistik yang sering atau umum dipakai dalam kegiatan analisa struktur, terdiri dari 2 (dua)
metoda, yang pengelompokannya, didasarkan etas banyaknya parameter yang akan diketahui hasil
statistiknya.
Metoda statistik dengan satu, parameter yakni pembuatan diagram yang didasarkan atas, sejumlah data
struktur yang hanya, memiliki satu, parameter saja.
Metoda statistik dengan dua parameter yakm pembuatan diagram --diagram, bedasarkan sejumlah data
struktur yang memiliki parameter.

2.6.1 Diagram Kipas


Tujuan diagram ini dimaksudkau untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur – unsur struktur
yang data-datanya, hanya, terdiri dari satu unsure pengukuran.
Tabulasi data - data pengukuran yang terkumpul dimasukan kedalam suatu. table (tabulasi data),dengan
tujuan untuk mempermudah proses dalam pembuatan diagramnya. Dalam hal ini jumlah data tidak
terdapat batasan mengenai banyak nya data yang harus dikumpulkan. Semakin banyak data lapangan
dalam analisa, make hasilnya akan mendekati keadaan sebenarnya.

Pembuatan Diagram Kipas


Dari pemasukan data-data pengukuran kedalam data suatu tabel diperoleh harp prosentase maksimum
24%. Harga ini dipakai sebgai patokan untuk menetukan panjang jari –jari diagram setengah lingkaran .
Panjang jari–jari Dari harga maksimum 24% = 6 cm. kemudian panjang jari–jari tersebut dibagi enam ,
sehingga, setiap satu, interval berharga, 4%. Selanjutnya dari setiap interval dibuat busurnya, dengan
pusat titik nol dan panjang jari–jari sama, dengan interval yang bersangkutan. kemudian bagilah sisi
paling luar dari busur sesuai dengan pembagian arahnya. Melalui pembagian interval tersebut tariklah
garis- garis kearah pusat busur.

2.6.2. Diagram roset.


Tujuan diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur – unsur struktur
yang data – datanya hanya memiliki satu pengarahan.
Tabulasi data –data pengukuran lapangan yang terkumpul dimasukan kedalam suatu table dengan
tujuan untuk mempermudah pembuatan diagramnya.

Pembuatan diagram roset


Pada prinsipnya cara pembuatan diagram roset ini sama dengann cara pembuatan diagram kipas .
perbedaanya hanya terletak pada bentuknya, diagram kipas berbentuk setengah lingkaran sedangkan
diagram roset merupakan lingkaran penuh.
2.7 Kekar
Suatu rekahan yang relative tanpa mengalami pergesaran pada bidang rekahannya . penyebab
tedadinya kekar dapat disebabkan oleh gejala tektonik maupun non tektonik. Klasifikasi kekar ada
beberapa macam, tergantung dasr klasifikasi yang digunakan, diantaranya :
a) Berdasarkan bentuknya.
b) Berdasarkan ukurannya.
c) Berdasarkan kerapatannya.
d) Berdasarkan cara terjadinya (genesanya).
2.7.1 Klasifikasi kekar berdasarkan genesanya
a. Shear joint (kekar gerus), tedadinya akibat adanya tegasan tekanan (compressive stress).

Gambar 2.8. Kekar Gerus

• Tanda-tanda untuk mengetahui kekar genus ini


- Bidang kekar rata (lurus)
- Adakala terdapat struktur "Pumice" akibat pergeseran yang sangat kecil.
- Bidang kekar rata dan rapat, tak ada pengisian walau memotong batuan yang bermacam-macam maka
dibidangnya tetap rata.

b. Kekar tegangan (Tension joint) atau kekar tarik adalah kekar yang terjadi karena gaya tarik (tension)
diman kekamya tegak lurus dengan gaya pembentuknya.

Gambar 2.9. Kekar Tarik


• Tanda-tanda kekar tarik di lapangan
- Sifatnya membuka
- Biasanya rekahanya terisi dengan batuan lain
- Bidang kekar tidak rata, sehingga jika memotong permukaan akan berupa garis yang tidak lurus.
Tension joint (tension stress), dibedakan atas ;
a. Extension joint, terjadi akibat pemekaran atau tarikan.
b. Release joint, terjadi akibat berhentinya gaya yang berkerja.

2.7.2. Analisa Kekar


Secara skematis prosedur analisanya dalah sebagai berikut : Pengumpulan atau pencataan data –
pengelompokan data- penyajian data- analisa data- interpretasi- diskusi.
Untuk analisa data , digunakan metoda statistic yang dilakukan dengan:
a. Diagram kipas.
- Pita radial.
- Garis radial.
b. Histogram.
Diagram kontur, dengan mengunakan proyeksi streografi dan proyeksi kutup.
Tujuan analisa :
- Menentukan kedudukan atau arah umum dari kekar.
- Menentukan arah umum dari gaya utama.

2.8 Sesar
Suatu, bidang rekahan atau zona rekahan yang telah mengalami pergeseran. Beardasarkan tipe
gerakannya secara umum dibedakan atas :
a. Sesar translasi, yaitu jenis sesar yang pergeseranya sepanjang garis lurus.
b. Sesar rotasi , yaitu jenis sesar yang pergeseranya, mengalami perputaran/ terputar.
Sifat pergeseran sesar dapat separation ( pergeseran semu) dan slip pergeseran relative) :
a. Separation jarak adalah tegak lurus antara dua bidang yang tergeser dan diukur pada bidang sesar.
b. Slip adalah pergeseran relative pada sesar , diukur dari blok 1 ke blok lamnya, merupakan pergesaran
titik - titik yang sebelumnya berimpit. Total pergeseran relatifnya disebut dengan net — slip.
Unsur-unsur / istilah dalam sesar :
a. Bidang sesar , yaitu, suatu, bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang tergeserkan.
b. Dip sesar, yaitu sudut antara, bidang sesar dengan bidang horisontal dan diukur tegak lurus jurus
sesar. Strike dan dip sesar menunjukkan kedudukan dari bidang sesar.
c. Hade yaltu sudut antara, garis vertikal dengan bidang sesar, dan merupakan penyiku dari dip sesar.
d. Thrue , yaitu komponen vertikal dari slip / speration diukur pada bidang vertikal yang tegak lurus jurus
sesar.
e. Heave, yaitu komponen horisontal dari slip / separation , diukur pada bidang vertical yang tegak lurus,
jurus sesar.
f. Hanging wall dan foot wall yaitu blok yang terletak diatas bidang sesar dan dibawah bidang sesar.

Gambar 2.10. Struktur Sesar.

2.8.1 Klasifikasi bidang sesar


Penamaan dari suatu sesar adalah tergantung dari dasar klasifikasi yang digunakan, diantara sebagai
berikut :
Berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya
a. Thrust fouls, jika tegasan utama maksimum dan intermediate adalah horisontal.
b. Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.
c. Wrench fault (strek slip fault), jika pola tegasan utama maksimum dan minimum adalah horisontal.

2.9 Lipatan
Merupakan basil perubahan bentuk dan suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau
kumpulan dan lengkungan pada unsure garis atau bidang di dalam bahan tersebut.
Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada dua macam :
a. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng.
b. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang aralmya tegak lurus permukaan lempeng.
Berdasarkan proses lipatan dan jenis batuan yang terlipat dapat di bedakan menjadi 4 macaw lipatan,
yaitu :
a. Flexur /Competent Folding termasuk di dalamnya Parallel Fold.
b. Flow /Incompetent Folding termasuk di dalamnya Similar Fold.
c. Shear folding.
d. Aexure and flow folding.

2.9.1. Unsur-unsur lipatan


a. Antiklin adalah unsur shuktur lipatan dengan bentuk convex keatas dengan urutan lipatan batuan
yang tua di bawah dan yang muda diatas.
b. Sinklin adalah unsur struktur lipatan dengan bentuk concave keatas dengan uratan lapisan batuan
yang tua dibawah dan yang muda di etas.
c. Antiform adalah unsur shuktu lipatan seperd antil-din dengan lipatan batuan yang tua diatas dan yang
muda di bawah.
d. Sinform adalah unsur struktur lipatan seperd sinklin dengan lapisan batuan tua diatas dan yang muda
di bawah.
e. Hinge adalah pelenkungan maksimum dari lipatan
f. Crest adalah puncak titik tertinggi dari lipatandil.

Gambar 2.11. Struktur Lipatan

2.9.2 Klasifikasi lipatan


Untuk menamakan suatu lipatan harus sesuai dengan klasifikasi yang sudah ada, yang mane klasifikasi
tersebut ada bermacam-macam tergantung dari dasar yang di gunakan.

2 9.3 Analisa Lipatan


Analisis lipatan dilakukan untuk mengetahui arah lipatan, kedudukan bidang sumbu dan garis sumbu,
bentuk lipatan,penunjaman dan pole tegasan yang berpengaruh terhadap pembentukan lipatan.
Untuk struktur lipatan yang ben&uran kecil (mikro) dan bentuk tiga dimensi dapat ditaksirkan,
analisanya dilakukan dilapangan dengan cara mengukur langsung unsur-unsurnya (kedudukan garis-
garis sumbu bentuk lipatan, dan arah penunjaman).
Untuk lipatan berskala besar (mayor fould) dimana sexing bentuk utuhnya tidak teramati secara
langsung atau struktur lipatan itu sudah terkikis make terhadapnya dilakukan analisis yang berdasarkan
pada :
a. Mengukur kedudukan struktur bidang yang terlipat, yakni bidang perlapisan (bedding or lentation)
pada batuan sediment dan bidang-bidang foliasi pada batuan metamorf.
b. Mengukur kedudukan "deavage" (deavage orientation) yakni rekahan yang bervariasi sejajar dan
umumnya sejajar pula dengan kedudukan bidang sumbu lipatan ( axial plane deavages ).
c. Mengukur bidang-bidang dan garis-garis sumbu lipatan-lipatan kecil Hinge lines of small fold).
b. Mengukur perpotongan bidang-bidang perlapisan dengan "deavage" (deavage bedding intersection).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pelaksanaan praktikum geologi struktur dapat disimplkan bahwa :
1. Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang
datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.
2. Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris
yaitustruktur bidang dan struktur garis dimana struktur bidang terdiri dari Bidang perlapisan kekar,
sesar, foliasi dan sumbu perlipatan sedangkan struktur garis terdiri dari gores-garis, perpotongan dua
bidang, liniasi dan lain-lain.
3. Struktur geologi perlu di pelajari karena pada daerah ini merupakan tempat terperangkapnya mineral-
mieral berharga.
4. Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta
geologi.
5. Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni:
• Tebal lapisan.
• Topografi/morfologi.
• Besar kemiringan (Dip) lapisan.
• Bentuk struktur lipatan.
6.

3.2 Saran
Berdasarkan dari keseluruhan pertemuan dan pelaksanaan praktikum, baik indoor maupun out door,
penulis menyarankan agar pelaksanaan praktikum selanjutnya dapat lebih baik lagi, yaitu persediaan
peralatan-peralatan lapangan agar dapat diperbanyak dan diperbaharui sehingga membuat mahasiswa
lebih terampil dan mahir dalam pengaplikasian di lapangan, serta untuk pelaksanaan praktikum di
lapangan (out door) lebih ditingkatkan lagi, mengingat kegiatan praktikum di lapangan lebih aplikatif.

Anda mungkin juga menyukai