Anda di halaman 1dari 15

BAB VII

PLOTING ( PENGGAMBARAN)

Plotting yang dimaksudkan di sini adalah penggambaran dari data lapangan


ataupun hasil pengolahan data. Tujuan plotting adalah menggambarkan seluruh
daerah yang diukur dapat diwujudakn dalam bentuk peta. Ini berarti diperlukan
bahan gambar yang dapat mencakup seluruh daerah, yaitu kertas yang lebar.

Plotting dilakukan setelah semua data lapangan dihitung, yang meliputi hitungan
koordinat (X, Y) titik-titik kerangka pemetaan (poligon), perhitungan ketinggian titik-
titik poligon dari pengukuran sipat datar (Z), sudut arah dan jarak titik-titik detail
serta ketinggiannya.

Dalam pemetaan, obyek yang akan digambarkan terdiri dari :

1. Titik kerangka dasar pemetaan ; yang akan digambarkan pertama, karena


sebagai acuan bagi setiap titik detail.
2. Titik detail situasi ; yang digambarkan pada titik kerangka dasar.

Kedua obyek di atas dapat digambarkan dengan 2 metode penggambaran, yaitu :

1. Metode numeris ; digambarkan berdasarkan besaran numerik koordinat titik.


2. Metode grafik ; digambarkan berdasarkan besaran posisi relatif.

Akan tetapi walaupun penggambaran obyek dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara,
dianjurkan untuk diterapkan ketentuan sebagai berikut :

1. Titik kerangka dasar digambarkan dengan metode numerik.


2. Titik detail situasi digambarkan dengan cara grafik.

Adapun garis besar langkah-langkah plotting adalah sebagai berikut :

1. Ploting titik-titik kerangka pemetaan (X, Y, Z) dengan skala yang sudah


ditentukan.
2. Ploting detail (arah, jarak mendatar dan tinggi)
3. Penarikan garis kontur.

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 1


7.1 Ploting Titik-titik Kerangka Pemetaan

Plotting titik kerangka pemetaan menggunakan metode numeris, yaitu merupakan


plotting berdasarkan garis-garis tertentu yang dikenal dengan.
 Garis grid adalah tempat kedudukan titik-titik dengan absis dan ordinat yang
sama.
 Garis grid sejajar dengan sumbu X atau sumbu Y.

Jika plotting dilakukan pada kertas gambar polos, maka terlebih dahulu dibuat jala-
jala (grid) dengan jarak setiap grid adalah 10, sehingga seluruh permukaan kertas
gambar terpenuhi oleh grid.

Penarikan garis grid mempunyai ketentuan sebagai berikut:


1. Garis grid mempunyai besaran sesuai dengan jarak antar garis (interval grid).
2. Besaran garis grid tergantung interval grid, skala peta dan berasal dari besaran
atau nilai 0,00 m.

Sebagai contoh:
Untuk peta skala 1 : 5.000, dengan interval grid 10 cm, maka garis grid yang akan
digambarkan pada nilai-nilai : … , -15000 , -14500 , … , 0 , … , +14500 , +15000

Bila nilai grid telah ditentukan, maka dipilih / dicari garis grid yang menjadi batas
bagi seluruh daerah pemetaan. Titik kerangka dasar diplot berdasarkan garis grid
yang terdekat dengan koordinatnya, dengan memperhatikan:
 Besaran garis grid
 Koordinat titik tersebut
 Skala peta

Jarak dari titik sampai garis grid terdekat adalah:

( X A− X O )
dX = IG
 SNG ........................................................... (7.1)

( Y A−Y O )
dY = IG
 SNG ........................................................... (7.2)

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 2


Keterangan notasi :
XA, YA = koordinat titik obyek plotting
XO, YO = koordinat garis grid (nilai garis grid)
dx , dy = jarak dari garis grid pada peta
SNG = selang nilai grid
IG = interval grid (misal 10 cm)

Kemudian agar posisi gambar terletak simetris pada kertas tersebut, maka
perhatikan angka absis dan ordinat maksimum dan minimumnya. Cari panjang
gambar pada arah sumbu X dan Y, lalu bagi dua. Sehingga posisi absis dan ordinat
tengah kertas gambar diberi angka sebesar:
 Angka absis = harga absis minimum + ½ panjang gambar pada arah sumbu X
 Angka ordinat = harga absis minimum + ½ panjang gambar pada arah sumbu Y

Contoh:
Harga absis maksimum = +500 m, dan minimum = -200 m, maka panjang dalam
sumbu X adalah 500 – (-200) = 700 m, sehingga setengah panjang gambar adalah
350 m dan tengah kertas plot kita beri harga absis sebesar –200 m + 350 m = +150
m.

Harga ordinat maksimum = +1000 m, dan minimum = +400 m, maka panjang dalam
sumbu Y adalah 1000 – 400 = 600 m, sehingga setengah panjang gambar adalah
300 m dan tengah kertas plot kita beri harga absis sebesar 400 m + 300 m = 700 m.
Sehingga pusat kertas koordinatnya adalah ( +150 , + 700) m

Setelah didapatkan pusat koordinat kertas, baru diplotkan posisi setiap titik poligon
sesuai dengan absis dan ordinat serta skala yang ditentukan, dengan menggunakan
mistar skala diukur dari titik jala grid yang terdekat. Titik-titik hasil plot diberi identitas
sesuai dengan nomornya di lapangan, sedangkan angka ketinggiannya dituliskan di
sebelahnya.

7.2 Ploting Detail

Plotting detail disesuaikan dengan cara pengukuran detail tersebut di lapangan.


Plotting detail menggunakan cara grafik, yaitu titik detail digambarkan berdasarkan

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 3


data posisi relatif titik obyek dari / terhadap suatu titik tertentu. Karena plotting detail
menggunakan metode grafik, maka alat yang dipakai antara lain : busur derajat,
mistar skala atau transversal, jangka tusuk, pensil dan lain-lain.Detail diplot dari titik
kerangka pemetaan (poligon) yang sesuai pada waktu pengukurannya di lapangan.

Cara memplotkan detail dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1) Sudut arah detail diukur pada kertas plot dengan menggunakan busur derajat.

(2) Karena arah detail menggunakan sudut antara detail dan sisi poligon, maka
garis ke titik yang dimaksud menjadi 00 dalam skala busur derajat. Besar
sudut tidak harus dihitung, tetapi dengan angka pembacaan ke tiitk acuan
dalam pengukuran di lapangan, kemudian arah detail disamakan dengan
pembacaan pada alat ukur di lapangan. Oleh karenanya harus digunakan
busur derajat yang berbentuk lingkaran penuh.

(3) Jarak diukur dengan menggunakan mistar skala atau transversal dan jangka
tusuk.

(4) Ketinggian setiap detail dituliskan sepert menuliskan ketinggian titik poligon.

(5) Demikian hingga semua detail diplot. Untuk detail yang berbentuk bangunan
dihubungkan dari titik-titik detail yang sesuai, demikian pula untuk bentuk-
bentuk detail yang lain.

Dalam melukis detail sangat dibutuhkan sket lapangan, sehingga tidak terjadi salah
sambung antara detail-detail yang seharusnya berhubungan dan yang tidak
berhubungan. Oleh karenanya dalam formulir ukuran disediakan kolom sket yang
berguna supaya surveyor dapat memberikan gambaran lapangan sejelas mungkin.
Kesulitan sering timbul apabila sket lapangan urang jelas dan yang memplot bukan
si pengukur.

7.3 Penarikan Garis Kontur

Dengan menuliskan tinggi setiap titik detail saat ploting detail, sebenarnya gambar
peta sudah dalam bentuk tiga dimensi. Namun cara demikian masih terlihat acak-
acakan dan bentuk topografi yang sebenarnya belum dapat dibayangkan. Untuk

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 4


menyajikan unsur ketinggian suatu tempat yang dapat menggambarkan topografi
(relief) permukaan bumi adalah dengan garis kontur (countur line).

Garis kontur merupakan garis khayal pada permukaan tanah, yang menghubungkan
titik-titik yang mempunyai ketinggian sama di lapangan. Nama lain garis kontur
adalah garis tranches, garis tinggi dan garis lengkung horisontal.

Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang


mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap referensi tinggi tertentu.

Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis


perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta.
Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka bentuk garis kontur ini
juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta.

Gambar 7. 1 Pembentukan garis kontur dengan membuat proyeksi tegak garis


perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi

Dengan memahami bentuk-bentuk tampilan garis kontur pada peta, maka dapat
diketahui bentuk ketinggian permukaan tanah, yang selanjutnya dengan bantuan
pengetahuan lainnya bisa diinterpretasikan pula informasi tentang bumi lainnya.

7.3.1 Interval kontur dan indeks kontur

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 5


Dalam penggambaran kontur, dikenal istilah interval kontur, maksudnya adalah
selisih tinggi antara dua garis kontur yang berurutan. Interval penggambaran kontur
tergantung dari kebutuhan dan tujuan peta tersebut dibuat.

Pada suatu peta topografi interval kontur dibuat sama, berbanding terbalik dengan
skala peta. Semakin besar skala peta, jadi semakin banyak informasi yang
tersajikan, interval kontur semakin kecil.

Secara umum, interval penggambaran garis kontur = 1 / 2000 x skala peta (dalam
meter). Misalnya skala peta 1 : 1000, maka besarnya interval kontur = 1/ 2000 x
1000 m = 0,5 m.

Berikut contoh interval kontur yang umum digunakan sesuai bentuk permukaan
tanah dan skala peta yang digunakan.

Tabel 7.1 Interval kontur berdasarkan skala dan bentuk medan

Skala Bentuk muka tanah Interval Kontur

1 : 1 000 Datar 0.2 - 0.5 m


dan Bergelombang 0.5 - 1.0 m
lebih besar Berbukit 1.0 - 2.0 m

1 : 1 000 Datar 0.5 - 1.5 m


s/d Bergelombang 1.0 - 2.0 m
1 : 10 000 Berbukit 2.0 - 3.0 m

1 : 10 000 Datar 1.0 - 3.0 m


dan Bergelombang 2.0 - 5.0 m
lebih kecil Berbukit 5.0 - 10.0 m
Bergunung 0.0 - 50.0 m

Indeks kontur adalah garis kontur yang penyajiannya ditonjolkan setiap kelipatan
interval kontur tertentu; misalnya. setiap 10 m atau yang lainnya.

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 6


7.3.2 Sifat garis kontur

Sifat-sifat garis kontur antara lain sebagai berikut :

a. Garis-garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak akan saling
berpotongan.
b. Pada daerah yang sangat curam, garis-garis kontur membentuk satu garis.
c. Garis kontur pada curah yang sempit membentuk huruf V yang menghadap
ke bagian yang lebih rendah.
d. Garis kontur pada punggung bukit yang tajam membentuk huruf V yang
menghadap ke bagian yang lebih tinggi.
e. Garis kontur pada suatu punggung bukit yang membentuk sudut 90° dengan
kemiringan maksimumnya, akan membentuk huruf U menghadap ke bagian
yang lebih tinggi.
f. Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk garis-garis kontur yang
menutup-melingkar.
g. Garis kontur tidak terputus penggambarannya di dalam lembar peta.
h. Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat bercabang.
i. Kontur melalui sungai berbentuk tajam ke arah hulu
j. Setiap kontur akan menutup kembali, walaupun di luar peta
k. Kontur melintasi jalan dengan bentuk cekung ke arah daerah lebih rendah.
l. Kontur sebaiknya menyusuri bangunan (tidak memotong).
m. Kontur tidak berbentuk garis lurus, kecuali pada anak tangga atau pada
daerah dengan sistem teras yang baik.
n. Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat dan pada daerah yang
landai lebih jarang.
o. Untuk daerah dengan kontur rapat, beberapa kontur dapat diganti dengan
satu garis tebal.
p. Pada selang kontur tertentu, kontur digambarkan dengan garis lebih tebal dan
besaran kontur dituliskan lebih tebal juga.
q. Penulisan besaran kontur diletakkan pada tengah kontur dengan tulisan
miring ke arah yang lebih tinggi.

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 7


Gambar 7.2 Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah landai

Gambar 7.3 Garis kontur pada daerah sangat curam

Gambar 7.4 Garis kontur pada curah dan punggung bukit

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 8


Gambar 7.5 Garis kontur pada bukit dan cekungan

7.3.3 Kegunaan garis kontur

Garis kontur mempunyai arti yang penting dalam perencanaan rekayasa, karena
selain menunjukkan bentuk ketinggian permukaan tanah, dari peta kontur dapat
direncanakan antara lain :
a. Menentukan potongan memanjang ( profile, longitudinal sections ) antara dua
tempat.
b. Menghitung luas daerah genangan dan volume suatu bendungan.
c. Menentukan route / trace dengan kelandaian tertentu.
d. Menentukan kemungkinan dua titik di langan sama tinggi dan saling terlihat.

Gambar 7.6 Potongan memanjang dari potongan garis kontur

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 9


Gambar 7.7 Rute dengan kelandaian tertentu

Gambar 7.8 Titik dengan


ketinggian sama berdasarkan
garis kontur

7.3.4 Penentuan dan pengukuran titik detail untuk pembuatan garis kontur

Karena angka ketinggian detail bermacam-macam sedangkan angka ketinggian


garis kontur sudah tertentu, maka perlu dicari tempat-tempat yang mempunyai
ketinggian yang sesuai dengan angka kontur dari titik-titik terdekat yang telah
diketahui angka ketinggiannya.

Semakin rapat titik detil yang diamati, maka semakin teliti informasi yang tersajikan
dalam peta. Dalam batas ketelitian teknis tertentu, kerapatan titik detil ditentukan
oleh skala peta dan ketelitian (interval) kontur yang diinginkan.

Untuk itu dikenal beberapa metode penarikan garis kontur. Pengukuran titik-titik detil
untuk penarikan garis kontur suatu peta dapat dilakukan antara lain :
1. Metode Langsung
2. Metode Tidak Langsung
a. metode matematis atau interpolasi linier
b. metode semi matematis

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 10


c. metode grafis

7.3.4.1 Pengukuran kontur secara langsung

Metode langsung maksudnya kita menentukan titik-titik yang sama tinggi di


lapangan secara langsung. Untuk itu diperlukan patok-patok dan rambu ukur yang
cukup banyak jumlahnya.

Titik-titik detil ditelusuri sehingga dapat ditentukan posisinya dalam peta dan diukur
pada ketinggian tertentu - ketinggian garis kontur. Cara pengukurannya bisa
menggunakan cara tachymetri atau cara sipat datar memanjang dan diikuti dengan
pengukuran polygon.

Cara pengukuran langsung lebih rumit dan sulit pelaksanaannya dibanding dengan
cara tidak langsung, namun ada jenis kebutuhan tertentu yang harus menggunakan
cara pengukuran kontur cara langsung, misalnya pengukuran dan pemasangan
tanda batas daerah genangan.

Gambar 7.9 Pengukuran kontur cara langsung

Pada gambar 7.9 di atas, misal ketinggian titik ikat = 94,070 m. Alat ukur di tempat,
kemudian bidik rambu pada titik ikat, misal terbaca 1630 mm. Berarti tinggi garis

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 11


bidik = 95,700 m (94,070 m + 1,630 m). Apabila tinggi garis kontur yang kita
kehendaki adalah 94,00 m, maka garis bidik di titik detail yang tingginya 94,00 m
harus terbaca 1700 mm. Untuk itu orang yang memegang rambu harus maju atau
mundur sedemikian hingga si pengamat membaca rambu pada angka tersebut.
Pada titik berdirinya rambu kemudian diberi tanda dengan patok, yang menunjukkan
bahwa tinggi di tempat tersebut = 94, 00 m. Demikian selanjutnya untuk titik yang
lain dengan tinggi yang sama, maupun untuk ketinggian yang lain, sehingga seluruh
daerah yang dipetakan terbentuk garis kontur.

Namun cara ini kurang praktis dan akan membutuhkan waktu yang lama di
lapangan, sehingga jarang digunakan.

Gambar 7.10 Pembuatan garis kontur secara langsung

7.3.4.2 Pengukuran kontur secara tidak langsung

Yang dimaksud dengan metode tidak langsung adalah garis kontur digambar di atas
kertas atas dasar ketinggian detail-detail hasil ploting yang tidak merupakan
kelipatan interval kontur yang diperlukan.

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 12


Pada pengukuran garis kontur cara langsung, garis-garis kontur sudah langsung
merupakan garis penghubung titik-titik yang diamati dengan ketinggian yang sama,
sedangkan pada pengukuran garis kontur cara tidak langsung umumnya titik-titik
detil itu pada ketinggian sembarang yang tidak sama.

Titik-titik detil yang tidak harus sama tinggi, dipilih mengikuti pola tertentu, yaitu:
pola kotak-kotak (spot level), pola profil (grid) dan pola radial. Titik-titik detil ini,
posisi horisontal dan tingginya bisa diukur dengan cara tachymetri - pada semua
medan, sipat datar memanjang ataupun sipat datar profil - pada daerah yang relatif
datar.

Pola radial digunakan untuk pemetaan topografi pada daerah yang luas dan
permukaan tanahnya tidak beraturan.

Gambar 7.11 Pengukuran kontur pola spot level dan pola grid

Gambar 7.12 Pengukuran kontur pola


radial

Penarikan garis kontur dengan cara tidak langsung dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti penjelasan berikut ini :

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 13


1. Metode matematis
Cara ini disebut juga dengan interpolasi linier. Pada dasarnya menggunakan dua
titik yang diketahui posisi dan ketinggiannya, hanya saja hitungan interpolasinya
dikerjakan secara numeris (eksak) menggunakan perbandingan linier terhadap
jaraknya.

Tujuan interpolasi adalah untuk meletakkan titik dengan ketinggian tertentu (sesuai
ketinggian kontur yang akan ditarik) pada garis antara 2 titik tinggi yang telah ada.

Misalnya seperti pada gambar di bawah ini :


o Tinggi titik A = 90,70 m
o Tinggi titik B = 92,50 m
o Jarak antara titik A dan B = 20 m
o Kemudian kita akan menentukan posisi titik K yang tingginya ketinggiannya
= 92,00 m

B
92,50

h = 1,80 m

A
90,70 B’

Gambar 7.13 Interpolasi linier

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 14


Beda tinggi antara A dan B = (92,50 – 90,70) m = 1,80 m
Beda tinggi antara A dan K = (92,00 – 90,70) m = 1,3

Sehingga jarak AK =
[ 1 ,30
1 ,80 ]
x20 m=14 , 50
m

Cara ini memang tepat dalam perhitungan, namun akan memakan waktu yang
cukup banyak untuk perhitungan, sehingga diperlukan alat bantu hitung atau
kalkulator.

2. Metode grafis
Merupakan metode perkiraan saja, namun karena penggambarannya lebih cepat,
maka kebanyakan orang suka dengan metode ini. Biasa digunakan untuk peta skala
menengah dan kecil, yang ketelitian ketinggian tidak banyak dituntut. Namun untuk
peta-peta teknik yang berskala besar, metode ini sebaiknya dihindari.

Setelah titik-titik tinggi sesuai dengan interval kontur ditentukan posisinya, kemudian
ditarik garis yang melalui titik-titk dengan ketinggian yang sama, sehingga terbentuk
peta kontur.

Pada setiap kontur ditulis ketinggiannya dan setiap lima kontur atau angka kelipatan
tertentu, garis kontur dibuat agak tebal.

Henny, Diktat Perpetaan I, Bab VII ~ 15

Anda mungkin juga menyukai