Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR FINAL PROJECT

PRAKTIKUM SURVEI TERESTRIS I

“Pembuatan Peta Blok/Planimetris Skala 1 : 400 Lokasi Daerah


Blimbingsari, Sleman, DIY menggunakan Peralatan Theodolite dan Pita
Ukur”

Disusun oleh :

1. Ika Aula Syafitri : 18/431866/SV/15837


2. Kumala Arofah Asri : 18/426178/SV/15320
3. Muhammad Faiz Alfiansyah : 18/431869/SV/15840
4. Nurlita Dwi Lestari : 18/431870/SV/15841
5. Yovi Alyo : 18/431875/SV/15846

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK GEOMATIKA


DEPARTEMEN TEKNOLOGI KEBUMIAN
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
mengikuti rangkaian praktikum Praktek Survei Terestris I dan dapat menyelesaikan laporan
Praktikum Survei Terestris I dengan sebaik-baiknya. Laporan ini kami buat setelah
melaksanakan rangkaian praktek dimulai dengan pengukuran Kerangka Poligon dan
dilanjutkan dengan pengukuran Detil. Pengukuran ini dilaksanakan di
Blimbingsari,Yogyakarta.
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Survei Terestris I ini adalah mahasiswa dapat
memahami dan mengaplikasikan teori pada mata kuliah Survei Terestris I yang telah
diberikan dan dapat memanfaatkannya dalam kehidupan nyata. Disamping itu, pelaksanaan
kegiatan praktikum Praktek Survei Terestris I ini untuk memenuhi tugas di semester I.
Dalam menyelesaikan laporan Praktek Survei Terestris I ini kami mendapat bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. M. Iqbal Taftazani, S.T., M.Eng. ; Anindya Sricandra Prasidya,S.T.,M.Eng. selaku
dosen Praktek Survei Terestris I.
2. Rekan – rekan mahasiswa D3 Teknik Geomatika SV UGM 2018 yang telah
membantu dalam penyusunan laporan praktikum Praktek Survei Terestris I.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak bias
kami sebutkan satu per satu.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan
semua ini tidak lepas dari keterbatasan kemampuan kami dalam mencari referensi maupun
kurangnya ketelitian dari kami dalam pengumpulan data di lapangan. Untuk itu kami
mengharapkan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

Yogyakarta, Desember 2018

Penyusun

II
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER….…………………………………………………………….. I
IDENTITAS SISWA.………………………………………………………………... I
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….. II
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..... III
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..... IV
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………........ V
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………………... 6
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………..... 6
1.2 Tujuan dan Manfaat………………………………………………………….......... 7
1.2.1 Tujuan………………………………………………………………….... 7
1.2.2 Manfaat………………………………………………………………….. 7
1.3 Waktu dan pelaksanaan………………………………………………………….... 7
BAB II : LANDASAN TEORI…………………………………………………….... 8
2.1 Perhitungan Planimetris…………………………………………………………... 8
2.1.1 Jarak………………………………………………………………...…… 8
2.1.2 Azimuth………………………………………………………………..... 8
2.1.3 Sudut…………………………………………………………………...... 8
2.1.4 Koordinat………………………………………………………………... 9
2.2 Peralatan Alat Ukur Jarak dan Sudut ……………………………………………... 9
2.2.1 Theodolite……………………………………………………………….. 9
2.2.2 Pita Ukur……………………………………………………………….... 9
2.3 Konsep dan Metode Pengukuran Jarak……………………………………………. 10
2.3.1 Pengukuran Jarak Langsung…………………………………………….. 10
2.3.2 Pengukuran Jarak Tak Langsung………………………………………... 10
2.4 Konsep dan Metode Kerangka Peta (Poligon tertutup)………………………….... 11
2.4.1 Bentuk Poligon tertutup………………………………………………..... 12
2.4.2 Toleransi Sudut………………………………………………………….. 13
2.4.3 Pengukuran Sudut Poligon………………………………………………. 13
2.5 Konsep atau Metode Pengukuran Detail…………………………………………... 14
2.5.1 Metode Polar…………………………………………………………….. 14
2.5.2 Metode Offset……………………………………………………………. 14
BAB III : PELAKSANAAN…………………………………………………………. 16
BAB 1V : HASIL DAN EVALUASI………………………………………………...
4.1 Sketsa Poligon……………………………………………………………………..
4.2 Pengukuran Poligon dan Detil……………………………………………………..
4.2.1 Tabel Pengukuran Poligon……………………………………………….
4.2.2 Tabel Pengukuran Jarak………………………………………………….
4.2.3 Tabel Pengukuran Detil………………………………………………….
4.2.4 Analisa Data (Pengukuran Poligon)……………………………………..
4.2.5 Evaluasi Ketelitian Poligon……………………………………………...
4.2.6 Kendala………………………………………………………………...
BAB 5 : PENUTUP…………………………………………………………………...
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………………...
5.2 Saran………………………………………………………………………………..

III
DAFTAR TABEL

4.1 Tabel Pengukuran Poligon………………………………………………………


4.2 Tabel Pengukuran Jarak Pergi dan Pulang………………………………………
4.2.2 Tabel Pengukuran Jarak……………………………………………………….
4.2.3 Tabel Pengukuran Detil……………………………………………………….

IV
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Pengukuran Jarak Langsung………………………………………….


Gambar 2.2 : Pengukuran Jarak Tak Langsung……………………………………..
Gambar 2.3 : Poligon………………………………………………………………..
Gambar 2.4 : Pengukuran Detail Cara Pengikatan………………………………….
Gambar 2.5 : Pengukuran Detail Cara Penyikuan…………………………………..
Gambar 2.6 : Pengukuran Detail Cara Interpolasi…………………………………..
Gambar 4.1 : Sketsa Poligon………………………………………………………...

V
VI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembuatan peta planimetris adalah tugas final project untuk Mata Kuliah Praktik
Survei Terestris I. Pada program studi D3 Teknik Geomatika, Departemen Teknologi
Kebumian, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah mada.
Pengukuran tanah (surveying) didefinisikan sebagai seni penentuan posisi relatif pada,
di atas, atau di bawah permukaan bumi, berkenaan dengan pengukuran jarak-jarak,
sudutsudut, arah-arah baik vertikal mau pun horisontal.
Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara
pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi relatif atau
absolut titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam memenuhi
kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu daerah. Pemetaan situasi
adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur yang mencakup penyajian dalam dimensi
horizontal dan vertikal secara bersama-sama dalam suatu gambar peta (Fish, 2007).
Pengukuran menghailkan jarak-jarak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jarak langsung diperoleh dengan pengukuran tarikan meteran antar titik dengan titik
lainnya. Jarak tidak langsung diperoleh dengan penghitungan hasil-hail ukuran besaran di
lapangan, misalnya pada survei tacimetri.
Poligon adalah segi banyak yang sering digunakan dalam pengadaan kerangka dasar
pemetaan karena sifatnya yang fleksibel dan kesederhanaan hitungannya. Fleksibel dalam
arti bahwa pengukuran poligon dapat mengikuti berbagai bentuk medan pengukuran,
mulai dari yang paling sederhana; misalnya berupa segitiga; sampai bentuk kompleks,
misalnya segi n dengan variasi loop (n adalah jumlah sisi poligon yang tak terbatas).
Hitungannya sederhana dalam arti bahwa seorang Surveyor dapat menghitung koordinat
ukuran poligon hanya dengan menggunakan kalkulator dan pengetahuan matematis dasar
setingkat SMA dan sedikit pelatihan. Namun, sering ditemui para Juru ukur masih kurang
terampil dan merasa sulit dalam penghitungan poligon ini padahal berbagai pelatihan-
pelatihan terkait telah diikutinya
Pengukuran poligon berupa pengukuran sudut dan jarak yang keduanya harus
konsisten dalam hal ketelitiannya. Jelasnya, instrumen yang digunakan pada pengukuran

6
jarak hendaknya mememiliki ketelitian yang sepadan dengan instrumen sudutnya. Jika
ketelitian kedua alat itu tidak sepadan, dikatakan pengukuran tidak konsisten.
Peta planimetris (situasi) adalah peta yang memuat situasi objek sekitar. Objek yang
diamat dalam hal ini adalah bangunan sekitar, jalan, selokan dll. Selain itu kontur juga
digambarkan pada peta ini. Peta ini biasa digunakan untuk perencanaan pembangunan
diberbagai sector. Oleh sebab itu pembuatan peta situasi penting dilakukan

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan mendeskripsikan secara rinci apa konsep


penentuan posisi planimetris dalam survey terestris.
2. Mahasiswa dapat dan mampu untuk mendeskripsikan dan menganalisis cara kerja
dan proses pengukuran polygon tertutup.
3. Mahasiswa mampu membuat dan menganalisis hasil data dari pengukuran polygon
menggunakan Tabel Bowdith
4. Mahasiswa mampu membuat dan melakukan penggambaran Peta Planimetris
secara Manual

1.2.2 Manfaat

Dapat diharapkan kepada seluruh mahasiswa yang melakukan praktikum dapat


membuat sebuah Peta planimetris berdasarkan daerah yang telah ditentukan dengan
mandiri, supaya nanti ketika telah memasuki dunia perkerjaan, mahasiswa telah terlatih
dan tidak ragu untuk membuat sebuah Peta planimetris

1.3 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan


Lokasi :
1. Briefing Praktikum : Ruang Kelas 216 Sekolah Vokasi UGM
2. Survey dan Pengukuran : Daerah Blimbingsari, Sleman, DIY
3. Pengolahan Data : Selasar THV Sekolah Vokasi UGM
4. Penggambaran Peta : Selasar THV Sekolah Vokasi UGM
Waktu :
1. Survey Lapangan : 05 November 2018
2. Pengukuran – Pembuatan Laporan : 05 November – 16 Desember 2018
7
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perhitungan Planimetris


Ketika surveyor melakukan pengolahan hasil-hasil pengukuran, ia banyak dijumpai
penghitungan-penghitungan; antara lain penghitungan jarak, sudut, asimut dan koordinat
koordinat atau perubahan-perubahan antar besaran-besaran itu. Perlu dipahami sejak awal,
pengukuran yang dilakukan oleh seorang surveyor itu berada pada bidang topografi
sedangkan hasil-hasil ploting atau penggambaran disajikan pada bidang datar.
2.1.1 Jarak
Pengukuran menghailkan jarak-jarak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Jarak langsung diperoleh dengan pengukuran tarikan meteran antar titik
dengan titik lainnya. Jarak tidak langsung diperoleh dengan penghitungan hasil-hail
ukuran besaran di lapangan, misalnya pada survei tacimetri.
2.1.2 Azimuth
Azimut antar dua titik adalah besarnya sudut (bearing) yang dibentuk dari
suatu referensi (meridian atau utara) searah jarum jam sampai ke garis penghubung
dua titik itu. Karena berputar satu lingkaran penuh, besarnya asimut pada satuan
derajat mulai nol derajat sampai dengan tigaratus enampuluh derajat (00 s.d. 3600).
Arah utara ditunjukkan dengan asimut nol derajat, arah timur ditunjukkan dengan
asimut sembilan puluh derajat, arah selatan ditunjukkan dengan asimut seratus
delapan puluh derajat, arah barat ditunjukkan dengan asimut dua ratus tujuh puluh
derajat, arah timur laut ditunjukkan dengan asimut empat puluh lima derajat, arah
tenggara ditunjukkan dengan asimut seratus tiga puluh lima derajat, arah barat daya
ditunjukkan dengan asimut dua ratus lima belas derajat dan arah barat laut
ditunjukkan dengan asimut dua ratus lima belas derajat.
Dalam hal ini, asimut yang berputar berlawanan arah jarum jam bukanlah
disebut sebagai asimut. Asimut ditampilkan dari 00 s.d. 3600. Asimut negatif atau
lebih dari 3600 maka perlu diubah menjadi besaran positif antara 00 s.d. 3600
2.1.3 Sudut
Sudut horisontal dapat dihitung dengan dua cara; dari selih dua bacaan
horisontal dan selisih dua asimut. Bacaan horisontal biasanya didapatkan dari
pengukuran teodolit. Dalam cara tertentu teodolit bisa menghasilkan bacaan
8
horisontal yang sekaligus sebagai asimut dua titik. Pada teoodolit tertentu, misalkan
T0, bacaan horisontal sekaligus sebagai asimut magnetis suatu garis. Selain itu
asimut bisa didapatkan dari pengukuran dengan kompas atau dari hasil hitungan dua
titik yang telah diketahui koordinatnya yang telah dibahas di atas.

2.1.4 Koordinat
Pada sistem sumbu kartesian dua dimensi, setiap titik secara unik didefinisikan
posisinya dengan koordinat berupa absis (X) dan ordinat (Y). Koordinat suatu titik
dapat dihitung jika diketahui asimut dan jaraknya dari titik referensi. Asimutnya
mungkin diketahui dengan pengukuran sudut, sementara jaraknya mungkin diukur
secara langsung di lapangan. Jika titik A diketahui koordinatnya. Titik B diukur
asimut dan jaraknya dari titik A, maka koordinat titik B dapat dihitung,

2.2 Peralatan Alat Ukur Jarak dan Sudut

2.2.1 Theodolite

Theodolite merupakan suatu alat yang dibuat untuk mengukuran sudut yaitu
sudut mendatar (sudut horizontal) dan sudut tegak (sudut vertical). Dimana sudut –
sudut tersebut berperan dalam penentuan jarak mendatar dan jarak tegak diantara dua
buah titik lapangan. Dalam bidang survey pemetaan dan pengukuran tanah telah
banyak dibuat peralatan mengukur sudut,baik digunakan untu mengukur sudut atau
didesain untuk keperluan lain. Alat untuk mengukur sudut dalam bidang pengukuran
tanah dikenal dengan nama transit atau theodolite. Walaupun semua theodolit
mempunyai mekanisme kerja yang sama, namun pada tingkatan tertentu terdapat
perbedaan baik penampilan, bagian dalamnya dan konstruksinya. Theodolite adalah
alat ukur optis untuk mengukur sudut vertikal dan horizontal,merupakan alat untuk
meninjau dan merencanakan kerja.untuk mengukur tempat yang tak dapat dijangkau
dengan berjalan. Sekarang theodolit juga sudah digunakan dalam bidang meteorologi
dan teknologi peluncuran roket.

2.2.2 Pita Ukur

Pita ukur adalah alat yang sangat penting dalam pengukuran dalam pembuatan
Peta Planimetris ini, karena pengukuran Poligon dan banyak metode dari pengukuran

9
detail yang menggunakan Pita Ukur dari pada teodolit yang hanya digunakan
sebanyak 30% saja dan pengukuran dengan pita ukur adalah 70%

Dan juga menggunakan alat-alat bantu ukur lainnya seperti Jalon, unting-
unting, rambu ukur untuk pengukuran jarak tidak langsung dan sebagainya

2.3 Konsep dan Metode Pengukuran Jarak


2.3.1 Pengukuran Jarak Langsung
Pada pengukuran jarak Iangsung, dimana jaraknya tidak dapat diukur dengan
satu kali bentangan pita ukur, maka pelaksanaannya terdiri dari:

1. Pelurusan : menentukan titik-titik antara, sehingga terletak pada satu garis


lurus (terletak pada satu bidang vertikal)
2. Pengukuran jarak. Dengan menggunakan pita ukur

Pelaksanaan pelurusan

1. Tancapkan jalon dititik A dan dititik B


2. Orang I berdiri dinelakang jalon di A, dan orang II dengan membawa jalon
disekitarnya titik a, dengan petunjuk orang I orang II bergeser kekanan/kekiri
sampai dicapai orang II di a, bahwa jalon di A di a dan jalon di B tampak jadi
satu/ berimpit kemudian jalon di a diganti dengan pen ukur. Demikian pada
dilakukan dititik-titik b, c dan seterusnya.
3. Pelaksanaan Pengukuran Jarak.
4. Bentangkan pita ukur dari A ke a, skala 0 m diimpitkan pada titik A dan pada saat
skala pita ukur tepat dititik a, baca dan catat, misal terbaca d1 m.
5. Lakukan hal yang sama antara a ke b, misal terbaca d2 m. demikian terus sampai
ke bentangan antara c ke b.
6. Jarak AB adalah penjumlahan dari jarak —jarak tadi; AB = di+d2+d3+d4.
7. Pengukuran jarak dilakukan dua kali, dari A dan B disebut pengukuran persegi
dan pengukuran pulang dari B ke A.
8. Jarak AB adalah jarak rerata pengukuran persegi dan pengukuran pulang.

10
Gambar 2.1 : Pengukuran Jarak Langsung

2.3.2 Pengukuran Jarak Tak Langsung( Tacimetri)


Pengukuran tacimetri menghasilkan posisi detail X, Y dan Z secara optis. Data
yang diperoleh dari pengukuran adalah bacaan benang rambu, bacaan vertikal,
bacaan horisontal, dan ketinggian alat.

Keterangan:

Dm: Jarak miring

D : Jarak datar

h: helling

z : zenith

ba : bacaan benang atas

bt : bacaan benang tengah

bb : bacaan benang bawah

Ti : tinggi instrumen

Ha : Ketinggian a dari permukaan laut

HI : Ketinggian I dari permukaan laut

∆H : beda tinggi a dan I

100 adalah konstanta pengali alat.

11
Gambar 2.2 : Pengukuran Jarak Tak Langsung

2.4 Konsep dan Metode Kerangka Peta (Poligon tertutup)


Poligon dapat dihitung dengan metoda bowditch, transit, grafis dan kuadrat terkecil.
Masing-masing metoda tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari cara
penghitungannya metoda bowditch merupakan metoda yang termudah sedangkan metoda
kuadrat terkecil merupakan metoda yang tersulit. Pada metoda grafis tidak ada
penghitungan-penghitungan.
2.4.1 Bentuk Poligon Tertutup
Pada setiap pekerjaan poligon tertutup, penting diketahui arah pengukuran
poligon. arah pengukuran poligon berlawanan dengan jarum jam. Konsekuensinya,
sudut kanan () yang terbentuk adalah sudut dalam. Berbeda dengan poligon
pertama, pada gambar 58, arah pengukuran poligon searah jarum jam sehingga sudut
kanan () yang terbentuk adalah sudut luar. Perlu diketahui bahwa sudut kanan
adalah sudut yang terbentuk dari selisih arah bacaan muka dikurangi arah bacaan
belakang (back sight atau reference object). Bacaan ke back sight ini dapat diset nol,
sembarang atau sebesar asimut yang diketahui.
Ketika teodolit di titik 2, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ke titik 1
sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ke titik 3. Ketika teodolit di titik 3,
bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ke titik 2 sedangkan bacaan mukanya
adalah hasil bidikan ke titik 4. Ketika teodolit di titik 4, bacaan belakangnya adalah
hasil bidikan ke titik 3 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ke titik 5.
Ketika teodolit di titik 5, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ke titik 4
sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ke titik 1. Terakhir, ketika teodolit
12
di titik 1, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ke titik 5 sedangkan bacaan
mukanya adalah hasil bidikan ke titik 2. Cara ini berlaku baik untuk posisi biasa
maupun luar biasa.

Gambar 2.3 : Gambar Poligon

Polygon berlawanan arah jaum jam polygon searah jarum jam

Syarat penutup sudut

Secara geometris jumlah sudut dalam

 = (n-2).1800 …………………………………………….(1)

n adalah jumlah titik sudut polygon

Secara geometris, jumlah sudut luar

 = (n+2).1800…………………………………………….(2)

n adalah jumlah titik sudut poligon

Dengan menggunakan syarat geometris sudut tersebut, hasil keseluruhan ukuran


sudut ( u ) dapat dihitung penyimpangannya. Penyimpangan atau kesalahan adalah
selisih syarat penutup sudut dengan jumlah sudut ukuran (persamaan 3). Karena
berbagai penyebab, hasil ukuran sudut tidaklah tepat menghasilkan angka seperti syarat
sudut di atas tetapi biasanya hanyalah mendekati angka itu. Besarnya penyimpangan
bergantung pada ketelitian alat yang digunakan. 100 Pada sudut dalam

f = (n-2).1800 -  u ……………………………….…….(3)

13
Pada sudut luar

f = (n+2).1800 -  u …………………………………….(4)

f: kesalahan ukuran sudut poligon

 u : Jumlah sudut kanan ukuran

2.4.2 Toleransi Sudut


Penyimpangan hasil ukuran dinyatakan diterima ataukah tidak dengan cara
membandingkannya terhadap toleransi. Jika penyimpangannya lebih kecil atau sama
dengan batas atas toleransi, ukuran sudut itu diterima namun jika penyimpangannya
lebih besar dari batas atas toleransi, ukuran sudut itu ditolak. Hitungan toleransi ukuran
sudut mengikuti hukum kompensasi - hukum kompensasi dijelaskan pada buku Ilmu
ukur tanah - yaitu total kesalahan (acak) yang terjadi adalah ketelitian alat dikalikan
dengan akar jumlah kejadiannya; rumusannya ada pada persamaan 5. Pada contoh 1 di
atas jumlah kejadian adalah n atau 5 kali kejadian.

Toleransi : | f|  Cn ……………………………………….(5)

C: ketelitian alat, besarnya adalah separuh bacaan terkecil (least count) alat.

N : jumlah titik poligon

| …| : tanda harga mutlak

2.4.3 Pengukuran Sudut Poligon


Pengukuran sudut dapat dilakukan dengan metoda seri rangkap. Jika teodolit
didirikan di titik 2 pada poligon gambar VI.2, metoda ini mempunyai urutan sebagai
berikut:
a. Setting teodolit di titik 2; Posisikan teodolit posisi biasa, yaitu lingkaran
b. vertikal ada di sebelah kiri pengamat;
c. Bidik target referensi yaitu titik 1, dan set bacaan horisontal 00 0’0”;
d. Putar teodolit searah jarum jam, bidik titik target 3, baca dan catat bacaan
horisontalnya;
e. Putar balik posisi teodolit menjadi posisi luar biasa;

14
f. Bidik kembali target titik 3, dan baca dan catat bacaan horisontalnya;
g. Putar teodolit berlawanan jarum jam, bidik titik target 1, baca dan catat bacaan
horisontalnya;
Satu rangkaian tahapan di atas dinamakan satu seri rangkap. Jika dikehendaki
dua seri rangkap, tahapan a dimulai lagi dengan seting bacaan horisontal 900 0’0”.
Jika dikehendaki tiga seri rangkap, urutan seting bacaan horisontal tahap a pada
tiap seri adalah 00 0’0”, 600 0’0” dan 12000’0”. Secara umum, interval bacaan
horizontal untuk setiap seri pada target referensi adalah 1800/s ; dalam hal ini s
adalah jumlah seri yang dikehendaki

2.5 Konsep Atau Metode Pengukuran Detail

2.5.1 Metode Polar

Pada metoda polar ini yang diukur adalah sudut dan jarak optis serta beda
tinggi. Peralatan yang diperlukan:

1. Theodolit dan kelengkapannya


2. Rambu ukur

Untuk ketertiban dan kemudahan pemahaman, pengukuran detail selalu


didahului dengan pembidikan pada salah satu titik poligon dengan seting 0 0’0”
pada posisi biasa. Sedapat mungkin urutan bidik detail searah jarum jam dengan
mendahulukan detail yang paling dekat dengan titik referensi yang telah diset nol di
atas. Setelah diset, detail sekitar dapat dibidik dengan didirikan rambu, kemudian
dibaca piringan horisotal, pringan vertical, tinggi alat, ba, bt, bb. Rambu ukur
berpindah pindah sesuai dengan kerapatan detail yang diperlukan.

Pojok-pojok bangunan sedapat mungkin diukur dengan cara di atas. Selain itu,
panjang dan lebar bangunan diukur secara langsung dengan pita ukur.

2.5.2 Metode Offset


Metode offset adalah metode pengukuran detail dengan cara pengukuran jarak
langsung dengan pita ukur, metode pengukuran detail dengan metode offset
mempunyai beberapa cara yaitu:
1. Metode pengikatan

15
Gambar 2.4 : Gambar Pengukuran Detail Cara Pengikatan
Pojok bangunan B, diikat dari titik-titik bantu a, b dan titik 2. Titik-titik bantu
bisa ditentukan dulu pada garis ukur 1 2.

2. Metode penyikuan

Gambar 2.5 : Gambar Pengukuran Detail Cara Penyikuan


Pojok bangunan B, diikat dari titik-titik bantu a, b dan titik 2. Titik-titik bantu
bisa ditentukan dulu pada garis ukur 1 2.

3. Metode interpolasi

Gambar 2.6 : Gambar Pengukuran Detail Cara Interpolasi


Pada pengukuran detail cara interpolasi, sisi-sisi bangunan B diluruskan
sampai di garis-garis ukur. Titik-titik potong yang terjadi 11, 31, 21, dan 41.
Pengal-pengal garis yang terjadi diukur, agar dapat dipakai untuk
menggambar posisi detail. Pada pengukuran detail pada umumnya dipakai
cara kombinasi/gabungan
16
BAB III

PELAKASANAAN

I. Prosedur Pengecekkan Alat


Pengecekan alat dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Ukur Tanah. Sebelum
melaksanakan pengukuran dilaksanakan terlebih dahulu pengecekan alatnya.seperti
mengecek sekrup ABC, optical Plummet, sekrup penggerak horizontal,sekrup penggerak
vertical dan lainnya. Pengecekan ini dilakukan agar saat berlangsungnya pengukuran tidak
terjadi kendala pada alat seperti rusak atau macat pada salah satu sekrup yang digunakan.
Pengecekan alat ini dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditentukan.
Alat yang digunakan dalam pengukuran poligon :
1. Theodolite Sokkia R 12070 1 buah
2. Statif Alumunium 1 buah
3. Tripod 2 buah
4. Unting-unting 2 buah
5. Paku payung 8 buah
6. Payung 1 buah

Alat yang digunakan dalam pengukuran detil

a. Metode polar :
1. Theodolite Sokkia R 12070 1 buah
2. Statif alumunium 1 buah
3. Tripod 1 buah
4. Unting-unting 1 buah
5. Rambu ukur 2 buah
6. Payung 1 buah

b. Metode offset
1. Pita ukur 1 buah
2. Jalon 3 buah
3. Unting-unting 2 buah

17
Alat dan bahan :

1. Data board (papan) 1 buah


2. KertasHVS dan folio 10 lembar
3. Kalkulator 1 buah
4. Kompas 1 buah
5. Tipe-X 1 buah
6. Alat tulis 3 buah
II. Prosedur Penentuan Titik Kerangka Peta
Prosedur yang dilakukan dalam tahapan penentuan titik kerangka peta yakni dengan
melakukan orientasi lapangan sebelum dilaksanakannya pengukuran kerangka peta
(pengukuran poligon). Penentuan titik kerangka peta ini harus dapat terlihat dari titik
BM yang lainnya. Tidak terhalang sesuatu yang dapat menghambat jalannya pengukuran.
Titik BM digunakan sebagai titik ikat pada pengukuran detil pada daerah yang
dipetakan, dari pelaksanaan ini didapatkan sketsa poligon yang akan digunakan.

III. Prosedur Pengukuran Kerangka Peta


Pelaksanaan kerangka peta dilaksanakan beberapa tahap pengukuran terhadap poligon
tertutup, yaitu :
a. Pengukuran sudut
Pelaksanaan praktikum pengikuran sudut :
1. Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan pada saat pengukuran setelah
melaksanakan pengecekkan alat.
2. Setelah menentukan titik yang telah dilaksanakan sesuai prosedur sebelumnya,
kemudian titik-titik tersebut diberikan notasi (nomor titik) sesuai dengan urutan.
3. Theodolite didirikan pada titik awal (BM 1), dan melakukan sentering optis dan
sumbu I vertical terhadap titik penanda.
4. Lakukan langkah untuk 0 set dengan menggunakan kompas. Arahkan ke arah
utara magnet. Kemudian tekan tombol 0 set.
5. Kemudian bidikkan teropong theodolite dengan bidikan kasar (visir) pada titik
BM 2 yang telah terpasang unting-unting. Bidik tepat pada benang unting-unting
6. Baca sudut horizontal dan catat sebagai bacaan “Biasa” arah titik BM 2.
7. Buka klem penggerak piringan horizontal dan vertikal kemudian bidik titik BM 8.

18
8. Baca bacaan skala piringan horizontal dan catat sebagai bacaan “Biasa “ arah titik
BM 8.
9. Buka kunci penggerak horizontal dan vertikal kemudaian putar teropong theodolit
pada keadaan “ Luar Biasa “. Kemudian bidik titi BM 8 dan BM 2 dan baca skala
piringan horisontalnya.
10. Ulangi langkah ke 5 sampai 9 kembali, sehingga nanti pada BM 1 didapatkan 8
kali bacaan sudut.
11. Setelah itu pindah ke BM 2 dan lakukan langkah ke 5 sampai 9 sampai selesai.
12. Sudut diperoleh dari hasil rata-rata bacaan sudut.

b. Pengukuran jarak langsung


Dalam pelaksanaan pengukuran ini dilakukan pengukuran jarak langsung
dengan alat-alat yang tersebut diatas. Pengukuran jarak langsung antar titik poligon
dilakukan dengan cara pengukuran kjarak pergi-jarak pulang, supaya
hasilpengukuran mendapat ketelitian yang tinggi.
Pelaksanaan pengukuran jarak langsung :
1. Melakukan pelurusan terhadap dua titik yang akan dilakukan pengukuran
jarak.
2. Kemudian ukur jarak Antara titik BM 1 ke titik BM 2 dengan
menggunakan pita ukur.
3. Baca bacaan jarak dan catat dalam tabel.
4. Apabila jarak anatar kedua titik polygon terlampau jauh, maka dilakukan
pelurusan dengan menggunakan jalon.
5. Kemudian dapat diukur dengan pita ukur setelah mendapatkan penggalan
titik guna memudahkan pengukuran jarak.
6. Apabila jarak antar kedua titik tidak mendatar maka jarak dapat diukur
dengan penggalan jarak dengan bantuan unting-unting.
7. Lakukan langkah pengukuran diatas dengan menggunakan pita ukur
sampai pada titik polygon terakhir.
8. Catat bacaan jarak pada table ukur.
9. Lakukan pengukuran jarak secara pulang datri titik BM8 ke titik BM1.

19
IV. Prosedur Pengukuran Detil
a. Metode Polar
1. Mendirikan alat pada salah satu BM (misalnya pada BM 1);
2. Melakukan centering dan levelling;
3. Bidik pada BM 2 sebagai Backsight (0°0’0”);
4. Bidik ke arah titik-titik yang akan dilakukan pengukuran (misalnya pada jalan);
5. Pada jalan yang berbelok, ambil beberapa titik agar saat penggambaran terlihat
belokan;
6. Baca bacaan benang yang dibidik ke arah rambu ukur (ba, bt, bb) kemudian baca
sudut horizontal dan sudut vertikal pada alat;
7. Bidik pada titik-titik yang dapat dijangkau dengan alat;
8. Catat hasil pengukuran pada tabel
9. Apabila akan memindahkan alat, lakukan kembali langkah-langkah diatas;
10. Lakukan pengukuran pada titik yang dapat dijangkau.

b. Metode Pengikatan
1. Lakukan pengukuran dengan alat pita ukur;
2. Lakukan pengukuran dengan cara mengikat titik yang akan diukur dengan dua
titik yang dapat dijangkau dengan alat;
3. Lakukan pemenggalan titik di antara titik BM, apabila titik yang akan diukur
tidak dapat dijangkau.

V. Prosedur Pengolahan Data


a. Prosedur pengolahan data dilakukan dengan cara bowdit
1. Menghitung sudut β rata-rata dari hasil pengukuran;
2. Menghitung 𝑓𝑠 (kesalahan penutup sudut) dengan rumus ∑𝛽 − (𝑛 + 2)180 atau
∑𝛽 − (𝑛 − 2)180;
3. Menghitung sudut setelah dikoreksi dengan rumus 𝛽 ± 𝑓𝑠;
4. Menghitung azimuth tiap BM (azimuth awal diperoleh dari 𝛼𝐵𝑀1 − 𝐵𝑀2;
5. Menghitung 𝛥𝑥 dengan rumus (𝐷 𝑠𝑖𝑛 𝛼) dan 𝛥𝑦 (𝐷 𝑐𝑜𝑠 𝛼);
6. Menghitung ∑𝛥𝑥 dan ∑𝛥𝑦 agar dapat menghitung 𝐹𝑥 dan 𝐹𝑦;
𝐷 𝐷
7. Menghitung 𝐹𝑥𝑛 dan 𝐹𝑦𝑛 dengan rumus (∑𝐷) 𝐹𝑥 dan (∑𝐷) 𝐹𝑦;

8. Menghitung 𝑓𝑙 dengan rumus 𝑓𝑙 = √𝛥𝑥 2 + 𝛥𝑦 2 ;


1
9. Menghitung perbandingan 𝑓𝑙;
10. Menghitung koordinat 𝑥 dan 𝑦 dengan rumus 𝑥1 ± 𝛥𝑥1−2 ± 𝑓𝑥𝑛1−2 atau 𝑦1 ±
𝛥𝑦1−2 ± 𝑓𝑦𝑛1−2 ;
11. Lakukan perhitungan koordinat hingga selesai;
12. Koordinat 𝑋𝐵𝑀1 dan 𝑌𝐵𝑀1 didapatkan dari koordinat lokas (1000,1000).

VI. Prosedur Penggambaran


20
Pengambaran data-data ukur, dimulai dengan tahapan :
1. Membuat garis tepi dan garis legenda
2. Membuat grid berdasarkan ukuran yang telah diberikan
3. Membuat kerangka peta berupa poligon yang dimulai dari titik 1 berdasarkan
koordinat awal yang telah ditentukan pada perhitungan poligon
4. Membuat titik 2 berdasarkan koordinat yang telah dihitung pada perhitungan poligon
dan mengecek ketepatan titik melalui sudut, azimuth dan jarak yang diperoleh dari data
ukuran di lapangan
5. Melakukan hal yang sama untuk titik ke 3 sampai dengan titik ke 8
6. Menggambar detil dengan cara:
a. Menghitung jarak di peta dari titik ikat poligon ke titik detil yang akan diukur
dengan cara jarak sesungguhnya dibagi dengan skala peta
b. Setelah diperoleh jarak pada peta, bentangkan jangka sejauh jarak di peta yang telah
diperoleh
c. Membuat lingkaran dengan pusat lingkaran berada pada titik ikat poligon
d. Melakukan hal yang sama dari titik ikat poligon yang berbeda sehingga diperoleh
perpotongan dua lingkaran dan perpotongan itulah yang nantinya akan menjadi titik
detil
e. Melakukan hal yang sama untuk titik detil lainnya sehingga diperoleh titik-titik
yang dihubungkan dan akan membentuk objek dengan ukuran dan bentuk yang
sesuai dengan ukuran dan bentuk di lapangan dengan skala tertentu.
Membuat meta data peta yang meliputi judul peta, skala peta, arah mata angin, legenda.

BAB IV

21
HASIL DAN EVALUASI

4.1. Sketsa Poligon

Gambar 4.1. Sketsa Poligon

4.2. Pengukuran Poligon dan Detil

22
4.2.1 Tabel Pengukuran Poligon

Bacaan Sudut Rata-rata Rata-rata B


Titik Target
Biasa Luar Biasa Biasa Luar Biasa dan LB
8 205° 37' 35" 25° 37' 35"
1 275° 11' 20" 275° 11' 15" 275° 11' 17,5"
2 120° 48' 55" 300° 48' 50"
8 205° 37' 40" 25° 37' 35"
1' 275° 11' 15" 275° 11' 15" 275° 11' 15"
2 120° 48' 55" 300° 48' 50"
1 180° 00' 00" 0° 00' 5"
2 281° 9' 25" 281° 9' 20" 281° 9' 25"
3 101° 09' 25" 281° 09' 25"
1 180° 00' 00" 0° 00' 5"
2' 281° 9' 25" 281° 9' 20" 281° 9' 20"
3 101° 09' 25" 281° 09' 25"
2 198° 36' 30" 18° 36' 25"
3 166° 10' 10" 166° 10' 15" 166° 10' 10"
4 4° 46' 40" 184° 46' 40"
2 198° 36' 35" 18° 36' 25"
3' 166° 10' 10" 166° 10' 15" 166° 10' 15"
4 4° 46' 45" 184° 46' 40"
3 179° 52' 55" 359° 52' 55"
4 187° 39' 30" 187° 39' 30" 187° 39' 30"
5 7° 32' 25" 187° 32' 25"
3 179° 52' 55" 359° 52' 55"
4' 187° 39' 30" 187° 39' 30" 187° 39' 30"
5 7° 32' 25" 187° 32' 25"
4 169° 43' 35" 349° 43' 25"
5 263° 59' 55" 264° 0' 0" 263° 59' 55"
6 73° 43' 30" 253° 43' 25"
4 169° 43' 35" 349° 43' 25"
5' 263° 59' 55" 264° 0' 0" 264° 0' 0"
6 73° 43' 30" 253° 43' 25"
5 254° 30' 30" 74° 30' 30"
6 248° 53' 15" 248° 53' 15" 248° 53' 15"
7 143° 23' 45" 323° 23' 45"
5 254° 30' 30" 74° 30' 30"
6' 248° 53' 15" 248° 53' 15" 248° 53' 15"
7 143° 23' 45" 323° 23' 45"
6 342° 35' 25" 162° 35' 25"
7 183° 59' 55" 183° 59' 55" 183° 59' 57,5"
8 166° 35' 20" 346° 35' 20"
6 342° 35' 25" 162° 35' 25"
7' 184° 0' 0" 183° 59' 55" 183° 59' 55"
8 166° 35' 25" 346° 35' 20"
7 171° 7' 30" 351° 7' 30"
8 193° 1' 20" 193° 1' 20" 193° 1' 20"
1 4° 8' 55" 4° 8' 55"
7 171° 7' 30" 351° 7' 30"
8' 193° 1' 20" 193° 1' 20" 193° 1' 20"
1 4° 8' 55" 4° 8' 55"

Tabel 4.1 Tabel Pengukuran Poligon

23
4.2.2 Tabel Pengukuran Jarak

PENGUKURAN JARAK (PERGI) PENGUKURAN JARAK (PULANG)


STN TITIK JARAK ∑D STN TITIK JARAK ∑D
1-a 18.416 2-b 27.22
a-c 17.418 b-c 22.382
1 85.438 1' 85.432
c-b 22.38 c-a 17.416
b-2 27.224 a-1 18.414
2-a 33.244 3-a 29.834
2 63.078 2 63.078
a-3 29.834 a-2 33.244
3-a 20.682 4-b 14.312
a-c 11.394 b-c 18.934
3 65.312 3 65.332
c-b 18.932 c-3 11.394
b-4 14.304 3-a 20.692
4-a 15.866 5-c 21.17
4 a-c 11.068 48.102 4 c-a 11.07 48.094
c-5 21.168 a-4 15.854
5 5-6. 28.048 28.048 5 6-5' 28.048 28.048
6-c 21.244 7-c 25.82
6 47.066 6 47.066
c-7 25.822 c-6 21.246
7-a 25.558 8-b 19.525
7 a-b 18.952 64.036 7 b-a 18.955 64.036
b-8 19.526 a-7 25.556
8-a 29.078 1-a 42.278
8 71.354 8 71.37
a-1 42.276 a-8 29.092

Tabel 4.2 Tabel Pengukuran Jarak Pergi dan Pulang

4.2.3 Tabel Pengukuran Detil


a. Metode Polar (Terlampir)
b. Metode Offset (Terlampir)

4.2.4 Analisa Data (Pengukuran Poligon)


a. Perhitungan Sudut Rata-rata

βbiasa + βluar biasa


2

275° 11′ 17.5"+ 275° 11′ 15"


 β1 = = 275° 11' 16,5"
2

281° 9′ 25"+ 281° 9′ 20"


 β2 = = 281° 9' 22,5"
2
24
166° 10′ 10"+ 166° 10′ 15"
 β3 = = 166° 10' 12,5"
2

187° 39′ 30"+ 187° 39′ 30"


 β4 = = 187° 39' 30"
2

263° 59′ 55"+ 264° 0′ 0"


 β5 = = 263° 59' 57,5"
2

248° 53′ 15"+ 248° 53′ 15"


 β6 = = 248° 53' 15"
2

183° 59′ 57,5"+ 183° 59′ 55"


 β7 = = 183° 59' 56,25"
2

193° 1′ 20"+ 193° 1′ 20"


 β8 = = 193° 1' 20"
2

b. Menghitung Kesalahan Penutup Sudut

fs = ∑β – syarat
fs = ∑β – (n-2) x 180° atau fs = ∑β – (n+2) x 180°

fs = ∑β – (n+2) x 180°
= 1800° 4' 50" - 1800°
0°4’50”
=
8
= 0°0’36,25”

c. Menghitung Sudut Terkoreksi

β rata-rata ± fs

 β1 = 275° 11' 16,5" - 0°0’36,25”


= 275° 10' 40"
 β2 = 281° 9' 22,5" - 0°0’36,25”
= 281° 8' 46,25"
 β3 = 166° 10' 12,5" - 0°0’36,25”
= 166° 9' 36,25"

 β4 = 187° 39' 30" - 0°0’36,25”


25
= 187° 3' 53,75"
 β5 = 263° 59' 57,5" - 0°0’36,25”
= 263° 59' 21,25"
 β6 = 248° 53' 15" - 0°0’36,25”
= 248° 52' 38,75"
 β7 = 183° 59' 56,25" - 0°0’36,25”
= 183° 59' 20"
 β8 = 193° 1' 20" - 0°0’36,25”
= 193° 0' 43,75"

d. Menghitung Azimuth

αawal + β ± 180°/540° atau αawal + 180° - β

 α1-2 = 120° 48' 55"


 α2-3 = 120° 48' 55” + 281° 8' 46,25" - 180°
= 221° 57' 41,2”
 α3-4 = 221° 57' 41,2” + 166° 9' 36,25" - 180°
= 208° 7' 17,5”
 α4-5 = 208° 7' 17,5” + 187° 3' 53,75" - 180°
= 215° 46' 11,2”
 α5-6 = 215° 46' 11,2” + 263° 59' 21,25" - 180°
= 299° 45' 32,5”
 α6-7 = 299° 45' 32,5” + 248° 52' 38,75" - 540°
= 8° 38' 11,25”
 α7-8 = 8° 38' 11,25” + 183° 59' 20" - 180°
= 12° 37' 31,25”
 α8-1 = 12° 37' 31,25” + 193° 0' 43,75" - 180°
= 25° 38' 15”

e. Menghitung ∆X dan ∆Y

∆X = D x SIN α dan ∆Y = D x COS α

1. ∆X :
26
 ∆X1-2 = 85,435 x sin 120° 48' 55"
= 73.3735713
 ∆X2-3 = 63,078 x sin 221° 57' 41,2”
= -42.1762193
 ∆X3-4 = 65,322 x sin 208° 7' 17,5”
= -30.78657337
 ∆X4-5 = 48,098 x sin 215° 46' 11,2”
= -28.11330403
 ∆X5-6 = 28,048 x sin 299° 45' 32,5”
= -24.34945192
 ∆X6-7 = 47,066 x sin 8° 38' 11,25”
= 7.066626387
 ∆X7-8 = 64,036 x sin 12° 37' 31,25”
= 13.99575747
 ∆X8-1= 71,362 x sin 25° 38' 15”
= 30.87615017

∑∆X = -0.113443281
f∆X = 0.113443281

2. ∆Y :
 ∆X1-2 = 85,435 x cos 120° 48' 55"
= -43.76594863
 ∆X2-3 = 63,078 x cos 221° 57' 41,2”
= -46.9041641
 ∆X3-4 = 65,322 x cos 208° 7' 17,5”
= -57.61206978
 ∆X4-5 = 48,098 x cos 215° 46' 11,2”
= -39.026398
 ∆X5-6 = 28,048 x cos 299° 45' 32,5”
= 13.92100914
 ∆X6-7 = 47,066 x cos 8° 38' 11,25”
= 46.53247412
 ∆X7-8 = 64,036 x cos 12° 37' 31,25”
= 62.48782336

 ∆X8-1= 71,362 x cos 25° 38' 15”


27
= 64.33660229

∑∆Y = -0.030671589
f∆XY= 0.030671589

f. Menghitung fx dan fy

D D
Fx = X f∆X dan Fy = X f∆Y
∑D ∑D

1. Fx :
85,435
Fx1-2 = X 0.113443281
472.445
= 0.020514614
63,078
Fx2-3 = X 0.113443281
472.445
= 0.015146261
65,322
Fx3-4 = X 0.113443281
472.445
= 0.015685089
48,098
Fx4-5 = X 0.113443281
472.445
= 0.01154927
28,048
Fx5-6 = X 0.113443281
472.445
= 0.006734873
47,066
Fx6-7= X 0.113443281
472.445
= 0.011301467
64,036
Fx7-8 = X 0.113443281
472.445
= 0.015376296
71,362
Fx8-1 = X 0.113443281
472.445
= 0.017135411

2. Fy :

85,435
Fy1-2 = X 0.030671589
472.445
28
= 0.005546523

63,078
Fy2-3 = X 0.030671589
472.445

= 0.004095085

65,322
Fy3-4 = X 0.030671589
472.445

= 0.004240768

48,098
Fy4-5 = X 0.030671589
472.445

= 0.003122569

28,048
Fy5-6 = X 0.030671589
472.445

= 0.001820903

47,066
Fy6-7= X 0.030671589
472.445

= 0.003055571

64,036
Fy7-8 = X 0.030671589
472.445

= 0.004157279

71,362
Fy8-1 = X 0.030671589
472.445

= 0.00463289

g. Menghitung Koordinat X dan Y

Koordonat X = XBM1 ± ∆X ± fx dan Koordonat Y = YBM1 ± ∆Y ± fy

Koordinat X :
XBM1 = 1000,000
XBM2 = 1000,000 + 73.3735713 + 0.020514614
= 1073.394086
XBM3 = 1073.394086 + (-42.1762193) + 0.015146261

29
= 1031.233013
XBM4 = 1031.233013 + (-30.78657337) + 0.015685089
= 1000.462125
XBM5 = 1000.462125 + (-28.11330403) + 0.01154927
= 972.3603698
XBM6 = 972.3603698 + -24.34945192 + 0.006734873
= 948.0176528
XBM7 = 948.0176528 + 7.066626387 + 0.011301467
= 955.0955807
XBM8 = 955.0955807+ 13.99575747 + 0.015376296
= 969.1067144
XBM1 = 969.1067144 + 30.87615017 + 0.017135411
= 1000,000

Koordinat Y
YBM = 1000,000
YBM2 = 1000,000 + (-43.76594863) + 0.005546523
= 956.2395979
YBM3 = 956.2395979 + (-46.9041641) + 0.004095085
= 909.3395289
YBM4 = 909.3395289 + (-57.61206978) + 0.004240768
= 851.7316999
YBM5 = 851.7316999 + (-39.026398) + 0.003122569
= 812.7084244
YBM6 = 812.7084244+ 13.92100914+ 0.001820903
= 826.6312545
YBM7 = 826.6312545 + 46.53247412 + 0.003055571
= 873.1667842
YBM8 = 873.1667842 + 62.48782336 + 0.004157279
= 935.6587648
YBM1 = 935.6587648 + 64.33660229 + 0.00463289
= 1000,000

h. Menghitung Jarak Rerata


30
Dpergi+Dpulang
Jarak =
2

85,438+85,432
Jarak = = 85,435
2
63,078 +63,078
Jarak = = 63,078
2
65,312+65,332
Jarak = = 65,322
2
48,102+48,094
Jarak = = 48,098
2
28,048 + 28,048
Jarak = = 28,048
2
64,036+ 64,036
Jarak = = 64,036
2
71,354+ 71,37
Jarak = = 71,362
2

4.2.5 Evaluasi Ketelitian Poligon


a. Menghitung Ketelitian Linier

∑D
fl =
√(∆𝑋)2 +(∆𝑌)2

472.445
fl =
√(0.113443281)2 +(0.030671589)2

472.445
fl =
0,117516485

fl = 4020,24446

b. Menghitung Ketelitian Jarak


∑D Pergi = 472.434
∑D Pergi = 472.456
472,434+472,456
Rerata Jarak Peri-Pulang = = 472,445
2
Selisih Jarak Pergi-Pulang = 472,456 - 472,434 = 0,022
0,022
Ketelitian Jarak = = 0,00004656626697
472,445
31
1
Standar Ketelitian =
0,00004656626697
= 21.474,77273

4.2.6 Kendala
1. Lalu lalang kendaraan sedikit menghambat jalannya pengukuran
2. Cuaca yang berubah-ubah
3. Waktu pengukuran yang sedikit kurang

32
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
1. Bisa disimpulkan bahwa ketelitian serta kecermatan sangat dibutuhkan oleh pengukur
dalam pengukuran jarak dan sudut supaya dihasilkan data pengukuran yang ideal dan
akurat.
2. Kondisi alat berpengaruh pada proses pengukuran. Alat yang digunakan cukup mumpuni.
Pada pengukuran titik polygon mendapati beberapa kendala pada kondisi lapangan
diantaranya mobil dan motor yang parkir sembarangan sehingga menutupi titik serta
keadaan jalan yang ramai kendaraan.
3. Cuaca sangat berpengaruh pada proses pengukuran. Dalam pengukuran planimetris cuaca
seringkali mendung dan hujan sehingga proses pengukuran tertunda.
4. Pencatatan data ukuran serta sketsa harus jelas dan runtut.
5. Proses peminjaman alat khususnya alat utama yaitu theodolit kadang kala terhambat
sehingga menunda proses pengukuran.
6. Hasil dari penggambaran poligon awalnya kurang tepat namun setelah di telusuri ternyata
ada hasil perhitungan yang salah sehingga harus mengukur ulang data yang kurang tepat.
7. Dilihat dari hasil perhitungan, terdapat kesalahan linier sebesar penutup polygon sebesar
4020,24446

5.2 SARAN
1. Ketelitian dan kefokusan sebaiknya ditingkatkan saat pembacaan ukuran jarak maupun
sudut
2. Pencatatan serta pengolahan data ukuran diperlukan kehati-hatian agar mendapatkan data
hasil yang benar
3. Proses penggambaran membutuhkan kecermatan agar dapat menghindari kesalahan
4. Dalam pengukuran menggunakan pita ukur, kestabilan pemegang pita ukur harus
diutamakan sehingga hasil pembacaan pita ukur masuk nilai benar toleransi yaitu 1/3000
5. Kekompakan tim sangat dibutuhkan demi kelancaran proses pengukuran sampai
penggambaran
6. Seharusnya peminjaman alat tidak ditunda-tunda dikarenakan waktu yang cukup singkat
7. Untuk praktikum selanjutnya lebih diperhatikan lagi lingkungan sekitar dan melaksanakan
survey 2 hari sebelum berlangsungnya pengukuran.

33
LAMPIRAN

34

Anda mungkin juga menyukai