GEODESI FISIK
“PERHITUNGAN TINGGI
ORTHOMETRIK
HELMERT”
Disusun Oleh:
Avicenna Shafa Alifada B. 03311840000039
Dosen :
Ira Mutiara Anjasmara, ST, M.Phil, Ph.D.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Geodesi Fisik yang berjudul
“Perhitungan Tinggi Orthometrik Helmert” dengan lancar. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ira Mutiara Anjasmara, ST, M.Phil, Ph.D selaku dosen mata kuliah Geodesi Fisik
yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis agar dapat menyelesaikan
laporan ini.
2. Teman-teman mahasiswa di Jurusan Teknik Geomatika ITS, serta seluruh pihak yang
yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Semoga kelak Laporan Geodesi Fisik yang berjudul “Perhitungan Tinggi Orthometrik
Helmert” ini dapat memperkaya khazanah ilmu di bidang Geodesi Fisik dan dapat bermanfaat
bagi pembacanya.
Penulis
ii
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
DAFTAR ISI
iii
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
DAFTAR GAMBAR
iv
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
DAFTAR TABEL
v
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geodesi fisik adalah studi tentang medan gravitasi dan muka bumi (Bernhard
Hofmann-Wellenhof Helmut). Terdapat banyak hal yang dipelajari dalam geodesi fisik,
salah satunya yaitu bagaimana geometris bumi yang mencakup bentuk dan ukuran bumi
itu sendiri. Hal ini juga terkait dengan geoid dan ellipsoid. Geoid merupakan bidang
ekuipotensial dari medan gaya berat bumi yang paling dekat yang berhimpit dengan MSL
(Mean Sea Level) di laut lepas dengan mengabaikan efek dinamis dari arus laut. Bidang
tersebut bersifat kontinyu melalui daratan dan umumnya digunakan sebagai datum tinggi
di beberapa negara. Karena permukaan bumi yang tidak beraturan, maka dalam
menerapkan bidang acuan dalam survei pengukuran perlu adanya pemodelan matematis
bumi menggunakan ellipsoid atau spheroid untuk mereduksi hasil data survei dan
pemetaan posisi di atas Bumi.
Dalam bidang geodesi, umumnya referensi tinggi didasarkan atau direferensikan
pada ellipsoid dan geoid yang merupakan model bumi. Hubungan antara keduanya
disebut undulasi geoid. Undulasi geoid dapat dihitung dari selisih antara tinggi
orthometrik dengan tinggi ellipsoid. Ketinggian geometris di atas ellipsoid dapat
ditentukan dengan teknik penentuan posisi menggunakan satelit, sementara untuk
ketinggian di atas geoid atau tinggi orthometrik dapat ditentukan dengan pengukuran
langsung di permukaan bumi. Pengukuran tersebut dapat dilakukan menggunakan
waterpass atau sipat datar. Dalam pengukuran dengan waterpass tersebut juga dilakukan
penentuan nilai potensial gaya berat lewat survei gravimetrik sebagai koreksinya. Karena
distribusi massa atau densitas massa di dalam permukaan bumi tidak homogen, maka
titik-titik yang memiliki tinggi orthometrik sama tidak selalu berada pada permukaan
ekipotensial yang sama, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu pada laporan kali ini
dilakukan perhitungan tinggi orthometrik Helmert menggunakan program Matlab
sehingga bisa didapatkan tinggi orthometrik yang nantinya dapat digunakan untuk
keperluan tertentu.
1.3 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya laporan ini adalah:
1. Untuk memahami proses prosedur perhitungan koreksi tinggi
2. Untuk memahami prosedur dalam mendapatkan tinggi orthometrik Helmert dari
data pengukuran sipat datar
6
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
7
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Karena ellipsoid referensi merupakan model matematis bumi, maka semua data ukuran
di permukaan bumi direduksi ke model tersebut. Untuk mendapatkan reduksi yang kecil,
maka elipsoid harus diorientasikan sehingga kedudukannya berhimpit atau mendekati bumi.
Ada dua macam orientasi yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Orientasi relatif adalah mendudukkan elipsoid sehingga berhimpit dengan bumi di
titik tertentu atau yang biasa disebut titik datum, kemudian sumbu pendek elipsoid
harus sejajar dengan sumbu putar bumi, serta massa elipsoid sama dengan massa
bumi. Misalnya elipsoid yang menggunakan Geodetic Reference System 1967
sebagai bidang datumnya.
8
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
Keterangan:
a : Setengah sumbu panjang elipsoid
b : Setengah sumbu pendek elipsoid
f : Pengepengan elipsoid
Ge : Nilai anomali gravitasi normal di ekuator
Gp : Nilai anomali gravitasi di kutub
ω : Kecepatan rotasi bumi
ß1 : Konstanta gravitasi normal pada lintang ϕ
ß2 : Konstanta gravitasi normal pada lintang ϕ
9
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
Rata-rata (MLR) ditentukan sebagai bidang referensi dan perluasannya kedaratan akan
disebut dengan datum atau geoid. Dalam geodesi, tinggi terhadap bidang referensi
dibedakan menjadi empat jenis yaitu tinggi ellipsoid, tinggi orthometrik, tinggi dinamis, dan
tinggi normal.
Pengukuran beda tinggi juga dipengaruhi oleh medan gaya berat bumi ketika
pengukuran beda tinggi dalam satu penutup beda tinggi tidak nol meski pengukuran telah
dilakukan sebaik mungkin dan disebabkan oleh distribusi densitas massa bumi yang tidak
beraturan. Sehingga bidang ekipotensial dari gaya berat bumi menjadi berundulasi dan
tidak paralel. Hal ini juga yang menyebabkan garis arah pengukuran antar alat tidak akan
sejajar bidang ekipotensial dan terdapat selisih meski alat telah benar-benar sejajar dengan
bidang horizontal di setiap titik pada bidang datar.
2.3.1 Tinggi Ellipsoid
Tinggi ellipsoid merupakan tinggi yang didapatkan tanpa ada hubungannya
dengan gravitasi bumi. Sistem tinggi ellipsoid digunakan untuk pengamatan
dengan GPS. Ketinggian titik yang diberikan oleh GPS adalah ketinggian titik di
atas permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid WGS 1984. Tinggi ellipsoid (h) tersebut
tidak sama dengan tinggi orthometrik (H) yang biasanya digunakan untuk
keperluan praktis sehari-hari yang biasanya diperoleh dari pengukuran dengan
sipat datar levelling. Tinggi ellipsoid sendiri dapat didefinisikan sebagai Jarak garis
lurus yang diambil sepanjang bidang ellipsoid normal ke titik tertentu (Q0ell ) d
iatas permukaan bumi yang memiliki referensi ellipsoid ke titik tertentu (p).
Sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut:
10
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
11
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
Tinggi orthometrik titik-titik yang sama di permukaan tidak selalu berada pada
permukaan ekipotensial yang sama, begitu pula sebaliknya, hal ini dikarenakan
distribusi massa di dalam permukaan bumi tidak homogen. Secara matematis,
tinggi orthometris sebuah titik (P) dinyatakan sebagai berikut :
𝐶
𝐻=
𝑔̅
Dimana 𝑔̅ = nilai rata-rata gayaberat actual sepanjang garis unting-unting antara P
dan geoid. Untuk mengubah hasil pengukuran tinggi dengan metode sipat datar
menjadi tinggi orthometris, maka nilai medan gayaberat anatara titik P dan geoid
harus diketahui. Tetapi untuk perhitungan tinggi orthometris secara praktis,
digunakan nilai pendekatan untuk 𝑔̅ dengan persamaan Poincare-Prey reduction
yakni :
𝑔̅ = 𝑔𝑝 + 0.0424𝐻𝑝
12
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
tinggi praktis. Hasil pengukuran beda tinggi antara dua titik melalui, ∆𝑛 dapat
diubah menjadi beda tinggi orthometris melalui persamaan berikut :
∆𝐻𝐴𝐵 = ∆𝑛𝐴𝐵 + 𝑂𝐶𝐴𝐵
Di mana:
13
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah A
BTB = bacaan benang tengah B
14
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu dan tempat pembuatan laporan perhitungan Tinggi Orthometrik Helmert ini
antara lain:
Hari, tanggal : Kamis, 29 April 2021
Waktu : 12.00 WIB - selesai
Tempat : Rumah Penulis, Jember Jawa Timur
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu data beda tinggi dan gaya
berat relatif antar BM dengan data sebagai berikut:
15
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
Serta diketahui bahwa tinggi ortometrik Helmert dari BM1 dan BM10 masing-
masing adalah 36,848 m dan 904,507m. Nilai gayaberat absolut di BM1 diketahui
sebesar 979.627,797 mGal.
16
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
Penyusunan
Laporan
Selesai
3.4 Metodologi
Adapun prosedur perhitungan koreksi tinggi orthometrik antara lain:
A. Perhitungan Nilai Gaya Berat Absolut Setiap Titik
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑔𝐵𝑀𝑛 = 𝑔𝐵𝑀(𝑛−1) + 𝑔𝑟𝑒𝑙𝐵𝑀𝑛
Keterangan:
𝑔𝐵𝑀𝑛 : gaya berat absolut di BMn
𝑔𝐵𝑀(𝑛−1) : gaya berat absolut di BMn-1
𝑔𝑟𝑒𝑙𝐵𝑀𝑛 : gaya berat relatif di BMn
B. Perhitungan Tinggi BM Sebelum Terkoreksi Orthometrik
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
HBMn = HBM(n-1) + dn(n-1),n
Keterangan:
HBMn : tinggi BMn sebelum terkoreksi orthometrik
HBM(n-1) : tinggi BM(n-1) sebelum terkoreksi orthometrik
dn(n-1),n : beda tinggi BM1 dan BM2 hasil pengukuran sipat datar
C. Perhitungan Rata-Rata Gaya Berat Poincare Prey Reduction
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑔̅ = 𝑔 + 0,0424𝐻
Keterangan:
𝑔̅ : rata-rata gaya berat Poincare Prey Reduction
𝑔 : gaya berat absolut
D. Perhitungan Gaya Berat Absolut Rata-Rata Antara 2 titik
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
17
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
(𝑔1 + 𝑔2 )
𝑔12 =
2
Keterangan:
𝑔12 : gaya berat absolut rata-rata antara titik 1 dan 2
𝑔1 : gaya berat absolut di titik 1
𝑔2 : gaya berat absolut di titik 2
E. Perhitungan Koreksi Orthometrik untuk Setiap Beda Tinggi
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
Keterangan:
OCAB : koreksi orthometrik
gi : gaya berat absolut rata-rata antara 2 titik
γ0 : gaya berat normal pada lintang standar (450)
δni : beda tinggi antara 2 titik
𝑔̅ A : rata-rata gaya berat Poincare Pray Reduction di titik A
𝑔̅ B : rata-rata gaya berat Poincare Pray Reduction di titik B
HA : tinggi A belum terkoreksi orthometrik
HB : tinggi B belum terkoreksi orthometrik
F. Perhitungan Tinggi Orthometrik Helmert untuk Setiap Titik
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
H’BM1 = HBM1 + OC1,2
Keterangan:
H’BM1 : tinggi orthometrik helmert di BM1
HBM1 : tinggi BM1 belum terkoreksi orthometrik
OC1,2 : koreksi orthometrik
18
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1 Hasil
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan pemrograman komputer
Matlab maka diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Perhitungan Nilai Gaya Berat Absolut Setiap Titik
• 𝑔𝐵𝑀1 = 979627.797 mGal
• 𝑔𝐵𝑀2 = 979651.187 mGal
• 𝑔𝐵𝑀3 = 979706.847 mGal
• 𝑔𝐵𝑀4 = 979796.557 mGal
• 𝑔𝐵𝑀5 = 979910.117 mGal
• 𝑔𝐵𝑀6 = 980053.607 mGal
• 𝑔𝐵𝑀7 = 980230.387 mGal
• 𝑔𝐵𝑀8 = 980434.287 mGal
• 𝑔𝐵𝑀9 = 980668.777 mGal
• 𝑔𝐵𝑀10 = 980936.597 mGal
b. Perhitungan Tinggi BM Sebelum Terkoreksi Orthometrik
• HBM1 = 36.848 m
• HBM2 = 112.635 m
• HBM3= 217.195 m
• HBM4= 327.524 m
• HBM5= 404.819 m
• HBM6= 501.817 m
• HBM7= 609.705 m
• HBM8= 697.591 m
• HBM9 = 796.714 m
• HBM10= 904.71 m
c. Perhitungan Rata-Rata Gaya Berat Poincare Prey-Reduction
• 𝑔̅1 = 979629.3594 mGal
• 𝑔̅2 = 979655.9627 mGal
• 𝑔̅3 = 979716.0561 mGal
• 𝑔̅4 = 979810.444 mGal
• 𝑔̅5 = 979927.2813 mGal
• 𝑔̅6 = 980074.884 mGal
• 𝑔̅7 = 980256.2385 mGal
• 𝑔̅8 = 980463.8649 mGal
• 𝑔̅9 = 980702.5577 mGal
• 𝑔̅10 = 980974.9567 mGal
d. Perhitungan Gaya Berat Absolut Rata-Rata Antara 2 titik
• 𝑔12 = 979639.492 mGal
19
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
4.2 Analisis
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dan dijabarkan di atas mengenai hasil
perhitungan tinggi orthoemterik Helmert maka diperoleh nilai tinggi BM10 yang berbeda
antara tinggi yang telah diketahui dengan hasil perhitungan yang diperoleh, dengan
penjabaran sebagai berikut:
a. Tinggi orthometrik Helmert BM10 yang diketahui dalam soal = 904.507 m
b. Tinggi orthometrik Helmert BM10 hasil perhitungan dengan matlab = 904.4697 m
c. Selisih keduanya sebesar = 0.037285 m
Perbedaan ini terjadi karena terdapat kesalahan penutup hasil koreksi pada tinggi
orthometrik meskipun nilainya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena nilai pendekatan 𝑔̅
hanya dihitung menggunakan Poincare-Prey reduction, seharusnya untuk menghitung
tinggi orthometrik helmert yang baik menggunakan pendekatan yang baik terhadap 𝑔̅
20
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
(bukan hanya dengan Poincare-Prey reduction ) dan menggunakan rumus teliti hal ini
menyebabkan adanya efek densitas. Selain itu juga disebabkan nilai gaya berat relatif dari
hasil pengukuran masih terdapat kesalahan sehingga nilai gaya berat absolut yang ada
bukan merupakan nilai sebenarnya.
21
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan dan analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:
1. Tinggi orthometrik suatu titik merupakan jarak geometris yang diukur
sepanjang unting-unting antara geoid ke titik tersebut.
2. Diperoleh tinggi orthometrik Helmert sebagai berikut:
Titik Tinggi Orthometrik
Helmert
BM2 112.6327 m
BM3 217.1841 m
BM4 327.4965 m
BM5 404.7741 m
BM6 501.7469 m
BM7 609.5996 m
BM8 697.4501 m
BM9 796.5289 m
BM10 904.4697 m
22
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z., Andreas, H., Maulana, D., Hendrasto, M,. Gamal, M., Suganda, O.K.
2004. Penentuan Tinggi Ortometrik Gunung Semeru Berdasarkan Data
Survey GPS Dan Model Geoid EGM 1996. PROC. ITB Sains & Tek. Vol.
36A, No. 2, 2004, 145-157.
Anjasmara, I.M. 2013. The Measurement of Gravity. Catatan kuliah. Surabaya :
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Teknik Geomatika.
Featherstone. W.E., dan Khun. M. 2006. Height Systems And Vertical Datums : A
Review In The Australian Context.
Firmansyah, R.L., 2007. Penyatuan Datum Vertikal Dalam Kaitannya Dengan
Pekerjaan Pemasangan Pipa Transmisi Gas Bawah Laut Jawa-
Sumatra. Program Studi Teknik Geodesy dan Geomatika. Fakultas Teknik
Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Fitri, Listiyo., dan Leni, Heliani, S,. 2008. Evaluasi Model Geoid Di Pulau
Jawa. Media Teknik No. 4 Tahun XXX Edisi Nopember 2008 ISSN 0216-
3012.
Heiskanen, W.A. dan Moritz, H. 1967. Physical Geodesy. San Fransisco, USA, W.H.
Freeman and Company.
Jaenudin. 2012. Metode Gravity. Laporan Akhir Praktikum Geofisika II. Bandung :
Jurusan Fisika. Universitas Padjadjaran.
Maryanto, S. dkk. 2016. Pedoman Praktikum Workshop Geofisika. Malang : Jurusan
Fisika, Univrsitas Brawijaya
Pasaribu, J. M. dan Haryani, N. S. 2012. Perbandingan Teknik Interpolasi DEM
SRTM dengan Metode Inverse Distance Weihgted (IDW), Natural Neighbor
dan Spline. Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 2 Desember 2012 : 126-139
Widipermana, Chandr. 2017. Pemodelan Geoid Kota Surabaya Menggunakan Data
Pengukuran Gayaberat Terestris.85.
23
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
LAMPIRAN
24
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
disp(' terjadi')
disp(' ')
disp('===========================================================
========')
disp(' ')
disp('Prosedur Perhitungan:')
disp(' ')
disp('1. Perhitungan Nilai Gaya Berat Absolut Setiap Titik')
GBBM1 = GBBM1+Grel1;
disp(['Gaya berat absolut di BM1 = ', num2str(GBBM1),' mGal'])
GBBM2 = GBBM1+Grel2;
disp(['Gaya berat absolut di BM2 = ', num2str(GBBM2),' mGal'])
GBBM3 = GBBM2+Grel3;
disp(['Gaya berat absolut di BM3 = ', num2str(GBBM3),' mGal'])
GBBM4 = GBBM3+Grel4;
disp(['Gaya berat absolut di BM4 = ', num2str(GBBM4),' mGal'])
GBBM5 = GBBM4+Grel5;
disp(['Gaya berat absolut di BM5 = ', num2str(GBBM5),' mGal'])
GBBM6 = GBBM5+Grel6;
disp(['Gaya berat absolut di BM6 = ', num2str(GBBM6),' mGal'])
GBBM7 = GBBM6+Grel7;
disp(['Gaya berat absolut di BM7 = ', num2str(GBBM7),' mGal'])
GBBM8 = GBBM7+Grel8;
disp(['Gaya berat absolut di BM8 = ', num2str(GBBM8),' mGal'])
GBBM9 = GBBM8+Grel9;
disp(['Gaya berat absolut di BM9 = ', num2str(GBBM9),' mGal'])
GBBM10 = GBBM9+Grel10;
disp(['Gaya berat absolut di BM10 = ', num2str(GBBM10),' mGal'])
disp(' ')
disp('2. Perhitungan Tinggi BM Sebelum Terkoreksi Orthometrik')
HBM1 = HOBM1;
disp(['Tinggi BM1 = ', num2str(HBM1), ' m']);
HBM2 = HBM1+dn12;
disp(['Tinggi BM2 sebelum terkoreksi orthometrik = ',
num2str(HBM2), ' m']);
HBM3 = HBM2+dn23;
disp(['Tinggi BM3 sebelum terkoreksi orthometrik = ',
num2str(HBM3), ' m']);
HBM4 = HBM3+dn34;
disp(['Tinggi BM4 sebelum terkoreksi orthometrik = ',
num2str(HBM4), ' m']);
HBM5 = HBM4+dn45;
disp(['Tinggi BM5 sebelum terkoreksi orthometrik = ',
num2str(HBM5), ' m']);
HBM6 = HBM5+dn56;
disp(['Tinggi BM6 sebelum terkoreksi orthometrik = ',
num2str(HBM6), ' m']);
HBM7 = HBM6+dn67;
disp(['Tinggi BM7 sebelum terkoreksi orthometrik = ',
num2str(HBM7), ' m']);
HBM8 = HBM7+dn78;
disp(['Tinggi BM8 sebelum terkoreksi orthometrik = ',
num2str(HBM8), ' m']);
HBM9 = HBM8+dn89;
25
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
26
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
27
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
28
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
2. HASIL:
===============PROGRAM PERHITUNGAN TINGGI ORTHOMETRIK
HELMERT===============
==================================================================
=
Ditanya:
a. Tinggi Orthometrik Helmert untuk semua BM
b. Perbedaan antara tinggi orthometrik diBM10 yang diketahui
dengan
hasil hitungan. Jika ada perbedaan, mengapa hal tersebut dapat
terjadi
==================================================================
=
Prosedur Perhitungan:
29
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
30
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
==================================================================
=
Jawaban:
a. Tinggi Orthometrik Helmert untuk tiap BM adalah
Tinggi Orthometrik BM1 = 36.848 m
Tinggi Orthometrik BM2 = 112.6327 m
Tinggi Orthometrik BM3 = 217.1841 m
Tinggi Orthometrik BM4 = 327.4965 m
Tinggi Orthometrik BM5 = 404.7741 m
Tinggi Orthometrik BM6 = 501.7469 m
Tinggi Orthometrik BM7 = 609.5996 m
Tinggi Orthometrik BM8 = 697.4501 m
Tinggi Orthometrik BM9 = 796.5289 m
Tinggi Orthometrik BM10 = 904.4697 m
==================================================================
=
Terima kasih
==================================================================
=
31
Laporan Geodesi Fisik
Teknik Geomatika ITS Surabaya
>>
32