Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Saat ini banyak ilmu pengetahuan yang berkembang, salah satunya adalah
ilmu yang ada kaitannya dengan kebumian. Salah satu ilmu kebumian tersebut
adalah geofisika. Dalam hal kebumian ilmu dari bidang geofisika sangat
diperlukan, dimana metode-metode dalam bidang geofisika dapat digunakan
untuk mengetahui kondisi bawah permukaan bumi yang melibatkan pengukuran
permukaan dari parameter fisika yang dimilki oleh batuan yang ada di bawah
permukaan bumi.
Metode Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi dengan
menggunakan pengukuran fisis di atas permukaan. Dari sisi lain, geofisika
mempelajari semua isi bumi baik yang terlihat maupun tidak terlihat langsung
oleh pengukuran sifat fisis dengan penyesuaian pada umumnya pada permukaan
(Dobrin dan Savit, 1988).
Metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang memiliki
target pengukuran berupa intensitas medan magnetik total pada suatu daerah.
Intensitas medan magnetik yang didapatkan selanjutnya digunakan sebagai bagan
analisis medan magnet yang berguna dalam intepretasi suseptibilitas struktur
geologi yang menonjol di daerah penelitian. (Kahfi, 2008)
Terdapat salah satu jenis pengukuran yang ada pada metode geomagnetik
yaitu base rover. Prinsip kerja dari metode ini yaitu menggunakan alat yang
diposisikan di satu tempat yang mencatat nilai variasi harian yaitu base, dan alat
yang lain dibawa dalam pengambilan data yaitu rover. Hal ini penting untuk
dibahas karena metode ini merupakan metode geomagnetik yang sering
digunakan.
Dimana pada daerah penelitian Dsn. Ngampon, Gunung Wungkal,
Godean, Sleman merupakan tempat zona intrusi dan alterasi, sehingga dilakukan
penelitian untuk mengetahui persebaran zona intrusi dan alterasi serta dipengaruhi
oleh struktur ataupun low source. Dengan menggunakan metode magnetik base
rover serta melakukan pengolahan menggunakan filter analityic signal, reduce to

1
pole, gradient horizontal, pseudogravity, dan tilt derivative dalam menghasilkan
peta persebaran anomali magnetik untuk mengetahui dugaan adanya struktur,
intrusi maupun alterasi pada bawah permukaan.
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dilakukan penelitian Metode Geomagnetik pengolahan “Filtering
2” untuk memahi tentang cara mengolah data Filtering 2 hasil pengukuran
menggunkan data sintetik dengan melakukan koreksi variasi medan magnetik
harian, IGRF, dan mencari nilai Bln sehingga dapat diinterpretasi persebaran
medan magnet.
Sedangkan tujuannya yaitu melakukan interpretasi dan menghasilkan
output berupa Grafik Ha, Grafik Hvar, Peta Ha, Peta Reduce to Pole, Peta Pseudo
Gravity, Peta Analytic Signal, Peta Gradient Horizontal dan Peta Tilt Derivative
yang dihasilkan dari pengolahan data semua lintasan untuk mengetahui
persebaran intensitas magnetik total, lokal dan regional.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional


Secara regional, geologi daerah Godean dan sekitarnya telah dilaporkan oleh
Rahardjo drr. (2012) di dalam peta geologi lembar Yogyakarta. Batuan tertua
dimasukkan ke dalam Formasi Nanggulan (Teon), yang berumur Eosen. Formasi
ini terdiri atas batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan
konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir dan tuf. Di atas
Formasi Nanggulan diendapkan Formasi Kebobutak (Tmok), yang tersusun oleh
breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat dan sisipan aliran lava andesit dan
berumur Oligo-Miosen. Kedua satuan batuan tersebut kemudian diterobos oleh
diorit (dr) dan andesit (a), yang berumur Miosen Bawah. Lebih ke selatan dari
Godean, yakni di daerah Kabupaten Bantul, terdapat Formasi Sentolo (Tmps),
yang terdiri atas batugamping dan batupasir napalan berumur Miosen – Pliosen.
Volkanisme Kuarter di daerah Yogyakarta membentuk Gunung api Merapi, yang
materialnya dibagi menjadi Endapan Gunung api Merapi Tua (Qmo) dan Endapan
Gunung api Merapi Muda (Qmi). Hanya Endapan Gunung api Merapi Muda yang
sampai di daerah Godean dan Bantul.
2.2. Geologi Lokal
Gunung Wungkal berada pada perbukitan di Kecamatan Godean, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Godean telah diinterpretasi sebagai
bagian dari gunung api purba , yang berumur Miosen yang diinterpretasi seumur
dengan jajaran Pegunungan Selatan bagian utara yang berumur antara 11.3 – 17.2
Jtl. Vulkanisme dan magmatisme daerah Godean diinterpretasi serupa dengan
Gajahmungkur (Wonogiri) dan Menoreh (Magelang) yang memiliki afinitas
Kapur-alkali, sebagai bagian dari produk magmatisme sabuk gunung api
kepulauan. Batuan yang berkembang pada Gunung Wungkal adalah Dasit, Basalt,
Andesit dasitik dan tuf – sedimen) yang sebagian besar teralterasi hidrotermal.
Daerah penelitian berada pada fisiografi Zona Solo yang merupakan zona depresi
tengah yang tersusun oleh endapan kuarter dan dibagi menjadi tiga sub-zona,
yaitu Sub-Zona Blitar, Sub-Zona Solo dan Sub-Zona Ngawi. Lebih tepatnya

3
daerah penelitian berada pada Cekungan Yogyakarta, yang merupakan dataran
rendah yang dibatasi oleh Kali Progo pada sisi Barat, Kali Opak pada sisi Timur,
dan Gunung Merapi pada bagian utara, sebagai tempat pengendapan endapan
fluvio-vulkanik Merapi pada masa Kuarter. Cekungan Yogyakarta terbentuk
akibat Graben Yogyakarta
2.3. Penelitian Terdahulu
Judul : APLIKASI METODE GEOMAGNETIK UNTUK IDENTIFIKASI
PERSEBARAN BATUAN BEKU DASIT DI GUNUNG WUNGKAL, KABUPATEN
SLEMAN, DIY
Oleh : C.W.R.N. Alam1*, Wahyu Hidayat1
Kota, Instansi : Kabupaten Sleman, UPN “Veteran” Yogyakarta
Intisari :
Pada peta geologi regional Yogyakarta daerah Godean. terdiri dari batuan
vulkanik yang berumur Oligocen-Miosen. Pada daerah tersebut banyak tersingkap
batuan beku. Tepatnya pada daerah Gunung Wungkal, Dusun Margodadi, Desa
Sayegan memiliki intrusi berupa batuan beku dasit. Batuan beku ini memiliki nilai
kemagnetan yang cenderung lebih besar dibandingkan batuan sekitarnya. Oleh
karena itu dilakukan penelitian dengan tujuan identifikasi persebaran batuan beku
dasit dengan menggunakan metode geomagnetik. Metode geomagnetik adalah
metode pasif geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan batuan di
bawah permukaan bumi berdasarkan nilai suseptibilitasnya. Suseptibilitas adalah
nilai kemampuan suatu medium untuk termagnetisasi. faktor yang
mempengaruhinya antara lain litologi dan kandungan mineralnya. Pengambilan
data berada di daerah dengan koordinat X= 420330-420530 dan Y- 9144166-
9144489. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Excel, dan
Geosoft Oasis Montaj, sedangkan permodelan data 3 dimensi dibuat
menggunakan software Magblox. Bloxer dan Rockwork Dari peta Intensitas
Medan Magnet Total diinterpretasikan bahwa batuan beku dasit memiliki range
nilai yang relatif tinggi dibandingkan dengan batuan sekitarnya yaitu antara 140
sampai 240 nanoTesla dan terletak di sebelah barat laut daerah penelitian yang
penyebarannya berbentuk radial. Sedangkan dari interpretasi peta Reduce to Pole,
pusat intrusinya diperkirakan berada disebelah barat daerah penelitian. Pada hasil

4
permodelan 3 dimensi, batuan beku dasit memiliki nilai suseptibilitas sekitar 0.5
(SI). Sedangkan batuan sekitarnya (Batuan Sedimen) memiliki nilai sekitar 0.0005
(SI). Batuan Beku dasit terletak di sebelah barat daerah penelitian, tersebar kearah
utara. Diameter dari persebaran batuan beku ini diperkirakan sebesar 160 meter
dan kedalamannya diperkirakan mencapai 90 meter dari permukaan.
Kata Kunci: Geomagnetik. Suseptibilitas. permodelan 3 dimensi, Dasit

5
BAB III
DASAR TEORI
3.1.Metode Magnet Bumi
Metode Geomagnetik merupakan salah satu metode geofisika yang
digunakan untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan bumi dengan
memanfaatkan sifat kemagnetan batuan yang diidentifikasikan oleh kerentanan
magnet batuan (suseptibilitas). Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi
intensitas magnetik di bawah permukaan bumi yang disebabkan adanya variasi
distribusi (anomali) benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi.
Dalam metode Geomagnetik ini, bumi dianggap sebagai batang magnet
raksasa dimana medan magnet utama bumi dihasilkan. Kerak bumi menghasilkan
medan magnet jauh lebih kecil daripada medan utama magnet yang dihasilkan
oleh bumi secara keseluruhan. Teramatinya medan magnet pada bagian bumi
tertentu, biasanya disebut anomali magnetik yang dipengaruhi suseptibilitas
batuan dan remanen magnetiknya. Berdasarkan pada anomali magnetik batuan,
dapat dijadikan acuan pendugaan sebaran batuan yang dipetakan baik secara
lateral maupun vertikal.
Eksplorasi menggunakan metode Geomagnetik, pada dasarnya terdiri dari
tiga tahap, yaitu akuisisi data lapangan, processing, dan interpretasi. Setiap tahap
terdiri dari beberapa kegiatan. Pada tahap akuisisi, dilakukan penentuan titik
pengamatan dan pengukuran dengan satu alat (looping) maupun dengan dua alat
(base rover). Untuk koreksi data pengukuran dilakukan pada tahap processing.
Koreksi pada metode Geomagnetik terdiri atas koreksi harian (diurnal), koreksi
topografi (terrain) dan koreksi lainnya. Sedangkan untuk interpretasi dari hasil
pengolahan data digunakkan software sehingga diperoleh peta anomali magnetik.
Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu batuan
yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya
perbedaan sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi
tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Harga
suseptibilitas ini sangat penting di dalam pencarian benda anomali karena sifat
yang khas untuk setiap jenis mineral. Harganya akan semakin besar bila jumlah
kandungan mineral magnetik pada batuan semakin banyak.

6
Metode Geomagnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika dengan
metode gravitasi, kedua metode sama-sama didasarkan kepada teori potensial,
sehingga keduanya sering disebut sebagai metode potensial. Namun demikian,
ditinjau dari segi besaran fisika yang terlibat, keduanya mempunyai perbedaan
yang mendasar. Dalam metode Geomagnetik harus mempertimbangkan variasi
arah dan besaran vektor magnetisasi, sedangkan dalam gravitasi hanya ditinjau
variasi besar vektor percepatan gravitasi. Data pengamatan metode Geomagnetik
lebih menunjukkan sifat residual kompleks. Dengan demikian, metode
Geomagnetik memiliki variasi terhadap waktu lebih besar. Pengukuran intensitas
medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut dan udara. Metode
Geomagnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi,
panas bumi, dan batuan serta dapat diterapkan pada pencarian benda-benda
arkeologi.
3.2.Medan Magnet Bumi
Medan magnet bumi dapat didefinisikan sebagai sebuah dipole magnet
batang dimana di sekitar dipole tersebut terdapat garis gaya magnet yang seolah-
olah bergerak dari kutub positif ke kutub negatif, yang menjadi sumber utama
proses magnetisasi batuan adalah medan magnet bumi. Medan magnet bumi juga
dapat didefinisikan sebagai harga kemagnetan dalam bumi. Medan magnet
dihasilkan dari arus listrik yang mengalir dalam inti bumi.
Medan magnetik utama bumi (H) dapat dinyatakan dengan meggunakan
sistem koordinat geografis dengan X menunjukkan arah utara, Y menunjukkan
arah timur dan Z menunjukkan arah bawah. Berdasarkan kesepakatan
internasional di bawah pengawasan Internasional Association Geomagnetism and
Aeronomy (IAGA), deskripsi matematis ini dikenal sebagai medan magnetik
utama bumi dan IGRF (International Geomagnetics Reference Field ) merupakan
harga medan magnetik utama bumi yang diperbarui tiap 5 tahun sekali. Intensitas
komponen horisontal medan magnetik bumi dapat dinyatakan dengan :
𝐻 = √𝑋 2 + 𝑌 2 (2.1)
Sedangkan intensitas medan magnetik utama bumi dapat dinyatakan
dengan :
𝐹 = √𝑋 2 + 𝑌 2 + 𝑍 2 (2.2)

7
Medan magnet bumi mempunyai parameter fisis lain yang berupa sudut
inkliasi dan sudut deklinasi. Sudut inklinasi dapat dinyatakan dengan :
𝑧
𝐼 = tan−1 √𝑋 2 (2.3)
+𝑌 2 +𝑍 2

Sudut inkliasi positif dibawah bidang horisontal dan negatif diatas bidang
horisontal, sedangkan sudut deklinasi positif ke arah timur geografis dan negatif
ke arah barat geografis. Sudut deklinasi dapat dinyatakan dengan :
𝑌
𝐷 = tan−1 √𝑋 2 (2.4)
+𝑌 2

Medan magnet bumi terdiri dari dua bagian, yaitu :


1. Medan Magnet Utama
Pengaruh medan utama magnet bumi ± 99% yang
disebabkan karena bumi itu sendiri merupakan magnet yang sangat
besar dan variasinya terhadap waktu sangat kecil. Medan magnet
utama bumi berubah terhadap waktu dan untuk menyeragamkan
nilai medan utama magnet bumi, dibuatlah standar nilai yang
disebut International Geomagnetics Reference Field (IGRF) yang
diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut
diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar
1 juta km2 yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun. Untuk
periode 2005 – 2010, diperlihatkan pada gambar 1.1 bahwa
intensitas medan magnet bumi berkisar antara 25000 – 65000 nT,
sedangkan untuk wilayah Indonesia yang terletak di bagian utara
khatulistiwa mempunyai intensitas medan magnet sebesar 40000
nT dan di bagian selatan khatulistiwa mempunyai intensitas medan
magnet sebesar 45000 nT.
2. Medan Magnet Luar
Pengaruh medan luar berasal dari pengaruh luar bumi
(aktifitas matahari maupun badai magnetik) yang merupakan hasil
ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari
matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus
listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka
perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat. Beberapa
sumber medan luar antara lain :

8
1. Perubahan konduktivitas listrik lapisan atmosfer dengan
siklus 11 tahun.
2. Variasi harian dengan periode 24 jam yang berhubungan
dengan pasang surut atau kedudukan matahari dan
mempuyai jangkauan 30 nT.
3. Variasi harian dengan periode 25 jam yang berhubungan
dengan pasang surut atau kedudukan bulan dan mempunyai
jangkauan 2 nT.
4. Badai magnetik yang bersifat acak dan mempuyai
jangkauan hingga 1000 nT.
3.3.Variasi Medan Magnet
Intensitas medan magnetik yang terukur di atas permukaan bumi selalu
mengalami perubahan terhadap waktu. Perubahan medan magnetik ini dapat
terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun dalam kurun waktu yang lama.
Berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, perubahan medan magnetik bumi dapat
terjadi dikarenakan beberapa hal, diantaranya yaitu :
1. Variasi Sekuler
Variasi sekuler merupakan variasi medan magnetik bumi
yang berasal dari variasi medan magnetik utama bumi, sebagai
akibat dari perubahan posisi kutub magnetik bumi. Pengaruh
variasi sekuler telah diantisipasi dengan cara memperbarui dan
menetapkan nilai intensitas medan magnetik utama bumi yang
dikenal dengan IGRF setiap lima tahun sekali.
2. Variasi Harian
Variasi ini bersumber dari medan magnet luar yang cukup
signifikan sehingga dapat mempengaruhi medan magnet bumi.
Medan magnet luar berasal dari perputaran arus listrik di dalam
lapisan ionosfer yang bersumber dari partikel-partikel terionisasi
oleh radiasi matahari sehingga menghasilkan fluktasi arus yang
dapat menjadi sumber medan magnet. Jangkauan nilai variasi
harian dapat mencapai angka 30 nT (matahari) dengan periode

9
waktu 24 jam, selain itu juga terdapat variasi harian yang nilainya
berkisar 2 nT dengan periode 25 jam (bulan).
3. Badai Magnetik
Badai magnetik merupakan gangguan yang bersifat
sementara dalam medan magnetik bumi dengan jangkauan nilai
berkisar 1000 nT. Faktor penyebabnya diasosiasikan dengan
aurora. Meskipun periodenya acak, tetapi kejadian ini sering
muncul dalam interval sekitar 27 hari, yaitu suatu periode yang
berhubungan dengan aktivitas sunspot. Badai magnetik secara
langsung dapat mengacaukan hasil pengamatan.
Variasi medan magnetik yang terukur di permukaan bumi merupakan target
dari survei metode Geomagnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik
berkisar ratusan hingga ribuan nano-tesla (nT), tetapi ada juga yang yang lebih
besar dari 100.000 nT yang berupa endapan magnetik. Secara garis besar, anomali
ini disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnet induksi. Medan
magnet remanen mempunyai peranan yang besar pada magnetisasi batuan, yaitu
pada intensitas dan arah medan magnetnya, serta susah diamati karena berkaitan
dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya. Sisa kemagnetan ini
disebut dengan Normal Residual Magnetism yang merupakan akibat dari
magnetisasi medan utama.
Anomali yang diperoleh dari pengukuran metode Geomagnetik merupakan
hasil gabungan dari medan magnet remanen dan medan magnet induksi, bila arah
medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi, maka
anomalinya akan bertambah besar dan demikian pula sebaliknya. Dalam
pengukuran metode Geomagnetik, efek medan remanen akan diabaikan apabila
anomali medan magnet kurang dari 25% besar medan magnet utama bumi
(Telford, et al, 1976).
3.4.Komponen Magnet Bumi
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga
elemen medan magnet bumi, elemen ini mempunyai tiga arah utama, yaitu
komponen arah utara (X), komponen arah timur (Y) dan komponen arah bawah
(Z). Elemen-elemen di dalamnya, yaitu :

10
1.Deklinasi (D) merupakan selisih sudut antara arah utara magnetik bumi
dengan arah utara geografis.
2.Inklinasi (I) merupakan selisih sudut antara medan magnet total dengan
bidang horisontal (sudut antara bidang horizontal dan vektor medan total).
3.Intensitas horisontal (H) merupakan magnitudo dari medan magnet total
pada arah horisontal.
4.Medan magnet total merupakan magnitudo dari medan vektor magnet
total.
Pada beberapa literatur, deklinasi disebut juga variasi harian kompas dan
inklinasi disebut dip. Bidang vertikal yang berimpit dengan arah dari medan
magnet disebut meridian magnet.

Gambar 2.1. Elemen magnetik bumi (Reynold, 1997).

3.5.Koreksi Data Magnetik


Untuk mendapatkan anomali medan magnetik yang menjadi target survei,
maka data magnetik yang telah diperoleh harus dikoreksi dari pengaruh beberapa
medan magnet yang lain. Secara umum beberapa koreksi yang dilakukan dalam
pengukuran metode Geomagnet meliputi :
1. Koreksi Harian
Koreksi harian merupakan koreksi yang dilakukan terhadap data
magnetik terukur untuk menghilangkan pengaruh medan magnet luar atau
variasi harian.
2. Koreksi IGRF
Koreksi IGRF merupakan koreksi yang dilakukan terhadap data
medan magnet terukur untuk menghilangkan pengaruh medan magnet
utama bumi.

11
Dengan demikian nilai anomali magnetik dalam intensitas medan magnet
suatu batuan dapat dituliskan sebagai berikut :
𝐻 = 𝐻𝑜 + ∆𝐻 + 𝐻𝑣𝑎𝑟 (2.5)
Dimana H merupakan medan magnetik bumi, Ho merupakan medan
magnetik utama bumi dan ∆H merupakan medan anomali magnetik, atau dalam
menentukan anomali magnetiknya dapat dituliskan sebagai berikut :
∆𝐻 = 𝐻 − 𝐻𝑜 − 𝐻𝑣𝑎𝑟 (2.6)
Dengan H merupakan medan magnetik bumi atau medan magnet total yang
terukur, Ho merupakan medan magnetik utama bumi berdasarkan IGRF dan Hvar
merupakan koreksi medan magnet variasi harian (Grant & West, 1965).

3.6.Sifat-Sifat Kemagnetan Bumi


1. Diamagnetik
Material-material dimana atom-atom pembentuknya memiliki
elektron yang telah jenuh yang mana tiap elektronnya berpasangan dan
mempuyai spin yang berlawanan dalam setiap pasangannya, sehingga
ketika diberikan medan magnet luar maka elektron-elektron tersebut
akan berpresesi menghasilkan medan magnet baru menentang medan
magnet luar. Nilai dari suseptibilitasnya negatif, sehingga intensitas
induksinya akan berlawanan arah dengan gaya magnet atau medan

polarisasinya. Contohnya : kuarsa, marmer, grafit, garam, gypsum, dll.


Gambar 2.2. Kurva M Vs H dan posisi momen magnet dari bahan diamagnetik

2. Paramagnetik

12
Material yang memiliki nilai suseptibilitas yang positif dan sangat
kecil. Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom-atomnya
memiliki momen magnetik yang permanen dan berinteraksi satu sama
lain dengan sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan magnet luar,
maka momen magnetik ini akan berorientasi secara acak Jika diberikan
medan magnet luar, maka momen magnetik ini akan cenderung
menyearahkan arah momen magnetiknya dengan medan magnet luar,
tetapi dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi akibat
gerak thermalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan arah
gayanya dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan magnet
luar dan temperaturnya. Nilai suseptibilitas bernilai positif dan
berbanding terbalik dengan temperatur absolut, jumlah elektron ganjil,
dan momen magnet atomya searah dengan medan polarisasi. Contoh :
olivine, pyroxene, amphibole, biotite, dll.

Gambar 2.3. Kurva M Vs H dan posisi momen magnet dari bahan paramagnetik

3. Ferromagnetik
Material yang memiliki banyak elektron bebas pada tiap kulit
elektronnya, hal ini menyebabkan batuan ini sangat mudah terinduksi
oleh medan luar, bahan ini memiliki nilai suseptibilitas positif dan
besar. Pada bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat
menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipole
magnetik atomnya. Penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan
magnet luar yang diberikan telah hilang. Hal ini dapat terjadi karena
momen dipole magnetik atom dari bahan-bahan menyearahkan gaya
yang kuat pada atom sekitarnya, sehingga dalam daerah ruang yang
sempit momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya

13
tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipole magnetik
disearahkan ini disebut daerah magnetik. Pada temperatur diatas suhu
kritis yang disebut suhu Curie, gerak thermal acak sudah cukup besar
untuk merusak keteraturan penyearahan ini, sehingga pada bahan yang
semula bersifat ferromagnetik dapat berubah menjadi bahan yang
bersifat paramagnetik. Contoh : besi, dll.

Gambar 2.4. Kurva M Vs H dan posisi momen magnet dari bahan ferromagnetik

4. Ferrimagnetik
Medium ini juga hampir sama dengan medium ferromagnetik
tetapi sebagian ada yang berbeda arah momen magnetiknya.

Gambar 2. 5. Kurva M Vs H dan posisi momen magnet dari bahan


Ferrimagnetik
Dengan tanpa adanya pengaruh kuat medan luar, arah momen
magnetiknya paralel dan saling berlawanan, tetapi berbeda dengan
antiferromagnetik, momen paralelnya lebih besar dibandingkan
momen anti paralelnya. Medium ferro, antiferro, dan ferrimagnetik
dipengaruhi oleh suhu, dimana jika medium ini dipanaskan sampai
pada suhu terntentu maka medium ini akan berubah menjadi medium
paramagnetik. Batasan tersebut dinamakan suhu Curie. Contoh :
ferrite, dll.
5. Antiferromagnetik

14
Suatu material/batuan akan mempunyai sifat-sifat yang
ditunjukkan oleh antiferromagnetik pada saat material tersebut
mengalami kenaikan temperatur melebihi suhu Curie (400°C-700°C).
Nilai momen magnetiknya kecil hingga sampai nol karena momen
magnetik saling tolak menolak. Nilai suseptibilitasnya kecil yang sama
seperti material paramagnetik pada umumnya. Contoh : hematite,
chromium, dll.

Gambar 2.6. Kurva M Vs H dan posisi momen magnet dari bahan anti-
ferromagnetik
3.7.Akuisisi Data Metode Geomagnetik (Base Rover)
Dalam akusisi data Geomagnetik dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu dengan menggunakan satu alat (looping), dengan dua alat (base rover), dan
gradien vertikal.
1. Satu Alat (Looping)
Pengukuran yang dimulai dari base dan diakhiri di base lagi.
Pengukuran satu alat ini hanya menggunakan satu alat PPM seri G-856
yang menjadi base dan rover. Dimana pengukuran looping ini mencatat
nilai variasi harian dan intensitas medan magnet total.

15
Gambar 2.7. Ilustrasi Pengukuran Satu Alat (Looping)

2. Base-Rover
Pengukuran yang menggunakan minimal dua buah alat PPM seri
G-856 atau lebih, dimana satu buah untuk pengambilan data base pada
lokasi penempatan alat PPM tersebut dan pastikan lokasi base bebas dari
noise guna mencatat nilai variasi harian, sedangkan alat satunya untuk
pengambilan data di lapangan guna mencatat intensitas medan total dari
tiap lintasan.

Gambar 2.8. Ilustrasi Pengukuran Base Rover


3. Gradien Vertikal
Untuk pengukuran Gradien vertikal secara pengukurannya sama
dapat dilakukan secara satu alat (looping) maupun dua alat (Base Rover),
hanya saja perbedaannya pada pemakaian sensor. Jumlah sensor yang
digunakan berjumlah 2 buah sensor. Biasanya untuk pemetaan medan
magnet total dan variasi gradien vertikal medan magnet.
Pada pengukuran Geomagnetik, umumnya digunakan cara pengukuran
dengan dua alat (Base Rover). Sedangkan untuk satu alat (looping) dan gradien
vertikal jarang digunakan dalam pengukuran secara umum. Gradien vertikal juga
hanya digunakan pada pengukuran untuk mengetahui batas litologi suatu
lapangan/kavling pengukuran saja.
3.8.Reduce to Pole
RTP (Reduction to The Pole) merupakan salah satu dari beberapa filter yang
digunakan untuk membantu proses interpretasi. Filter RTP pada dasarnya
mentransformasikan anomali magnetik disuatu lokasi berada pada kutub utara
magnetik bumi. Sehingga, anomali medan magnet terletak tepat diatas tubuh

16
benda penyebab anomali dan anomali magnet bersifat monopol/satu kutub.
Reduksi kekutub diakukan dengan dengan cara mengubah sudut inklinasi menjadi
90o dan deklinasi menjadi 0o.
Filter RTP mengasumsikan bahwa pada seluruh lokasi pengambilan data
nilai medan magnet bumi (terutama I dan D) memiliki nilai dan arah yang konstan
(Arkani-Hamed, 1988). Asumsi ini dapat diterima apabila lokasi tersebut memiliki
luas area yang relatif sempit. Namun hal ini tidak dapat diterima apabila luas
daerah pengambilan data sangat luas karena melibatkan nilai lintang dan bujur
yang bervariasi, dimana harga medan magnet bumi berubah secara bertahap.

Gambar 2.9. (a) Sebelum direduksi (b) Setelah Direduksi

Gambar 2.10. Reduction Pole

3.9.Reduce to Equator
4. Reduksi ke ekuator digunakan untuk latitude magnetik yang bernilai rendah
pada puncak anomali magnetik yang berada diatas sumbernya. Reduksi ke
ekuator dapat mempermudah interpretasi ketika data yang lainnya tidak
sesuai. Pada kondisi tertentu, saat anomali medan magnet difilter RTP tidak
menunjukan anomali medan magnet yang monopole maka filter RTE perlu
dilakukan agar menjadi anomali medan magnet yang monopole. Pada
prinsipnya filter RTP dan RTE adalah mengubah anomali medanmagnet yang
dipole menjadi monopole.

17
4.1. Analitic Signal
Menurut Bilim dan Ates (2003) dari data sintetik medan magnet total
mengalami perubahan yang disebabkan oleh magnetisasi dari tubuh anomali tetap
pada sinyal analitik, data sinyal analitik dilakukan pada data anomali medan
magnet yang terinduksi ke kuutub dan memberikan hasil lebih baik. Sinyal
analitik terbentuk dari gradien horisontal dan vertikal dari anomali dapat ditulis
dengan persamaan berikut:
𝜕𝑀 𝜕𝑀 𝜕𝑀
|𝐴 (𝑥, 𝑦)| = √ 𝑖 + 𝑗+ 𝑘 (2.7)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧

Dimana i, j , k adalah unit vektor dalam arah x,y,z dan M adalah magnitudo
anomali magnetik.
Dari persamaan diatas diperoleh fungsi amplitudo sinyal analitik adalah
𝜕𝑀 𝜕𝑀 2 𝜕𝑀 2 2
|𝐴 (𝑥, 𝑦)| = √[ ] + [ ] + [ ] (2.8)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧

Anomali sinyal analitik yang melalui benda magnetik 2D pada jarak x = 0


dan kedalaman h adalah:
𝑎
𝐴 (𝑥, 𝑦)𝐼 = (ℎ2 + 𝑥2 )1/2 (2.9)

Keterangan :
α adalah faktor amplitudo
α = 2M sin d( 1- cos2(I)sin2(A))
h = kedalaman
M = kuat kemagnetan
d = kemiringan
I = inklinasi vektor kemagnetan
A = arah vektor kemagnetan
Nibighian (1972) menggambarkan anomali sinyal analitik sebagai fungsi
kedalaman (h) dengan didasarkan persamaan:
𝑋1/2 = 2√3ℎ = 3.46ℎ (2.10)
Dengan X1/2 = lebar anomali pada setengah amplitudo dan h = kedalaman.
Analitik sinyal digunakan untuk menentukan kedalaman di sumber magnetik
dengan menggunakan lebar pada setengah amplitudo untuk menentukan
kedalaman.

18
Gambar 2.11. Bentuk kurva amplitudo sinyal analitik (Ma, Guoqing, 2013)
Hubungan antara ketebalan dan kedalaman adalah ketebalan sama atau lebih
besar dari kedalaman. Untuk mempermudah interpretasi, peta anomali magnet
total difilter dengan menggunakan sinyal analitik. Transformasi sinyal analitik
dibuat sebagai panduan dalam membuat model, proses ini akan merubah sifat
dipolar anomali magnetik menjadi monopolar.
4.2. Pseudogravity
Potensial magnetik pada suatu benda magnet pada dasarnya menunjukkan
kesamaan dengan percepatan gravitasi suatu elemen masa yang ditunjukkan pada
persamaan berikut.
𝑚
𝑔(P) = −𝛾 𝑟̂ (2.11)
𝑟2

Keterangan :
g(P) = Percepatan gravitasi di titik P
Cm = Konstanta
m = massa benda utama
r = Jarak pisah antara pusat massa
𝛾 = Gravitasi universal
𝑚.𝑟̂
𝑉(𝑃) = 𝐶𝑚 (2.12)
𝑟2

19
Keterangan :
V(P) = Potensial magnetik di titik P
Cm = Konstanta
m = momen magnet dipole
r = Jarak pisah antara kutub
Melalui kedua persamaan di atas, maka dapat terlihat bahwa potensial
magnetik dan percepatan gravitasi sama-sama berbanding terbalik dengan kuadrat
jarak pisahnya. Melalui persamaan tersebut maka dapat dibuat suatu persamaan
yang menunjukkan hubungan antara medan magnet dan juga medan gravitasi.
Penguraian persamaan potensial gravitasi dan magnetik dalam bentuk skalar dapat
dituliskan sebagai berikut.

Gambar 2.12. Perubahan Potensial Magnetik kedalam Potensial Gravitasi


Sehingga dengan melakukan substitusi didapati persamaan Poisson’s
relation yang mendasari pseudogravity transformation.
𝑀𝑔𝑚
𝑉(𝑃) = − 𝐶𝑚 (2.13)
𝛾𝜌

Gambar 2.13. Bentuk kurva anomali magnetik dan hasil transformasi


pseudogravity (Blakely, 1995)

20
4.3. Gradient Horizontal
Gradien horizontal merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menganalisa batas-batas dari suatu tubuh anomali. Analisa batas anomali
dilakukan dengan menghitung magnitudo gradien horizontal menggunakan
persamaan berikut.

2 2
𝜕𝑔 (𝑥,𝑦) 𝜕𝑔 (𝑥,𝑦)
ℎ(𝑥, 𝑦) = √ ( 𝑧𝜕 ) + ( 𝑧𝜕 ) (2.14)
𝑥 𝑦

Gradien horizontal dengan pola yang paling curam dapat diinterpretasikan


sebagai batas suatu anomali yang menunjukkan perubahan horizontal yang tiba-
tiba pada magnetisasi (Cordell dan Grauch, 1985).

Gambar 2.14. Anomali magnetik, anomali pseudogravity, dan magnitudo


gradien horizontal pada tubuh medium tabular (Lyngsie, 2006)
4.4. Tilt Derivative
Filter Tilt Derivative (TDR) biasanya digunakan untuk mendeteksi struktur
geologi tepi sebagai interpretasi yang menujukkan ciri patahan. filter TDR
dihitung dengan membagi komponen Vertical Derivative (VDR) dengan Total
Horizontal Derivative (TDHR) (Verduzco, 2004).

𝑉𝐷𝑅
𝑇𝐷𝑅 = arctan (𝑇𝐻𝐷𝑅)

21
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Diagram Alir Pengolahan Data
Berikut adalah diagram alir pengolahan data Filterring 2.

Mulai Tinjauan
pustaka

Data Sintetik

Base Rover
Picking Data

Koreksi Hvar & IGRF

Nilai Ha

Grafik Ha Software Oasis Grafik Hvar


Terhadap Terhadap
Posisi Waktu
Peta HA

Peta Peta Peta


Analitic Pseudogravity
RTP
Signal

Peta Tilt Peta


Derivative Gradient
Horizontal

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 4.1. Diagram alir

22
4.2. Pembahasan Diagram Alir
Proses pengolahan data Filtering 1 agar menghasilkan grafik Ha, grafik
Hvar peta Ha, Upward Continuation, Downward Continuation, RTP, dan RTE
maka dibutuhkan langkah langkah sebagai berikut :
1. Pertama memulai dengan data sintetik berupa data Filtering 2.
2. Data base dan rover diolah menggunakan Software Ms. Excel dengan
menentukan data datum pada pengukuran awal yang dilihat dari waktu
paling kecil saat pertama melakukan pengukuran.
3. Kemudian dilakukan seleksi nilai tengah pembacaan alat pada data rover
dan memasukkan hasil seleksi ke data pengolahan.
4. Setelah itu, mencari waktu dari data base yang digunakan untuk
mendapatkan data Bln dengan persamaan berikut.
Bln = ((Tobs-Tsebelum)/Tsesudah-Tsebelum)) x (H2-H1) + H1
5. Setelah didapatkan data Bln digunakan untuk mencari data Hvar dengan
cara mengurangi data Bln dengan data datum dengan persamaan
Hvar = (Bln – Datum)
6. Kemudian mencari data Ha yang didapatkan melalui pengurangan data
hasil seleksi rover dengan IGRF dan Hvar, yang dimana nilai IGRF
ditetapkan 44985.5 didapatkan dari mengakses NOAA. Dengan persamaan
berikut.
Ha = Hobs – IGRF - Hvar
7. Dari data pengolahan tersebut setelah didapatkan nilai data Hvar dan Ha
kemudian dibuat grafik Hvar terhadap waktu dan Ha terhadap posisi.
8. Kemudian untuk membuat peta digunakan software Geosoft Oasis Montaj
dengan membutuhkan nilai Ha dan koordinat x dan y dari data semua
lintasan. Peta yang dihasilkan yaitu Peta Ha dengan menggunakan grid
minimum curvature.
9. Kemudian di dalam Software Geosoft Oasis Montaj dilakukan filtering
Reduce to Pole atau Reduce to Equator mengunakan peta Ha.
10. Setelah dihasilkan Peta RTP atau RTE, dipilih Peta RTP untuk dilakukan
filtering Pseudo Gravity, Gradien Horizontal, Analytic Signal, dan Tilt
Derivative.

23
11. Setelah itu dilakukan pembahasan dan interpretasi dari hasil pengolahan
data, Grafik Hvar, Ha, Peta Ha, Peta Reduce to Pole, Peta Analytic Signal,
Peta Pseudo Gravity, Peta Gradient Horizontal dan Peta Tilt Derivative
yang dimana menggunakan tinjauan pustaka untuk mendukung
pembahasan yang dilakukan.
12. Terakhir ditarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
13. Pengolahan data Filtering 2 selesai.

24
25
Koordinat
Time Hobs Bln IGRF Hvar Ha
X Y
420624 9145004 11:48:10 45059.3 46029.5 44985.5 1000.7 -926.9
420625 9144951 11:52:10 45106.6 46235.5 44985.5 1206.7 -1085.6
Tabel 5.1. Tabel Pengolahan Data Kelompok 3

420625 9144900 11:56:10 45015.3 44498.08333 44985.5 -530.7166667 560.5166667


HASIL DAN PEMBAHASAN

420626 9144849 11:58:20 45153.6 46340.5 44985.5 1311.7 -1143.6


420626 9144802 12:04:50 44837.3 46434 44985.5 1405.2 -1553.4
420625 9144750 12:08:10 44731.5 46222.08333 44985.5 1193.283333 -1447.283333
420624 9144698 12:13:10 44930 46165.41667 44985.5 1136.616667 -1192.116667
420624 9144643 12:16:10 44969 45948 44985.5 919.2 -935.7
BAB V

420626 9144599 12:21:10 44843.3 44375.5 44985.5 -653.3 511.1


420626 9144548 12:25:50 45013 44012.41667 44985.5 -1016.383333 1043.883333
420621 9144498 12:30:10 45214.3 45564.25 44985.5 535.45 -306.65
420625 9144450 12:34:50 45046.5 44983.58333 44985.5 -45.21666667 106.2166667
420630 9144398 12:38:10 44922.2 44013.33333 44985.5 -1015.466667 952.1666667
5.1. Tabel Pengolahan Data

420625 9144350 12:41:30 44957.8 44029.25 44985.5 -999.55 971.85


420623 9144302 12:48:10 45120 43959.16667 44985.5 -1069.633333 1204.133333
420626 9144252 13:09:10 45032 44632.91667 44985.5 -395.8833333 442.3833333
420627 9144202 13:25:10 45021.9 44375.41667 44985.5 -653.3833333 689.7833333
420629 9144155 13:57:10 45069.5 45123.75 44985.5 94.95 -10.95
420631 9144107 14:02:50 45016 44602.5 44985.5 -426.3 456.8
420629 9144056 14:10:30 45112.7 44547 44985.5 -481.8 609
5.2. Grafik Hvar Vs Waktu

Gambar 5.2. Grafik Hvar vs Waktu


Grafik diatas merupakan perbandingan antara Hvar dengan waktu dimana
Hvar sebagai sumbu y yang merupakan koreksi variasi harian besarnya medan
magnet dengan besaran nanoTesla (nT) dan Waktu sebagai sumbu x untuk
mengetahui akibat adanya pengaruh intensitas matahari dan waktu dalam satu
hari. Dimana grafik Hvar vs Waktu digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh dari variasi harian medan magnet.
Dapat dilihat dari grafik tersebut pengukuran saat di lapangan pada rentang
waktu 11.48:10 sampai 14.10:30 terjadi fluktuasi yang signifikan dimana nilai
Hvar saat awal pengukuran pada titik 1 hingga titik 20 tidak konstan dimulai
dengan nilai sebesar 1000.7 nT hingga pada titik pengukuran ke 20 sebesar -481.8
nT yang menandakan adanya pengaruh intensitas matahari, suhu ataupun adanya
pengaruh yang dapat menyebabkan noise saat pengambilan data.

26
5.3. Grafik Ha Vs Posisi

Gambar 5.3. Grafik Ha vs Posisi


Grafik diatas merupakan perbandingan antara Ha vs Posisi yang
menunjukkan besar nilai H anomali di setiap titik pengukuran. Pada koordinat X
merupakan posisi dan Koordinat Y merupakan nilai medan anomali atau Ha
dimana nilai Ha didapatkan dari perhitungan dari nilai H pengamatan dikurangi
Koreksi IGRF, dan Koreksi variasi harian medan magnetik untuk mengetahu nilai
total medan magnetik di setiap tempat yang diukur.
Dapat diketahui dari grafik tersebut saat pengambilan data berada pada
lintasan koordinat 9145004 di titik pertama sampai 9144056 pada titik terakhir
dengan 20 titik pengukuran. Nilai Ha yang dihasilkan fluktuasi yang dimana pada
daerah tersebut titik tertingginya berada pada koordinat 9144302 di titik ke 14
pengukuran dengan nilai Ha 1204.13 nT dan titik terendahnya berada pada
koordinat 9144802 di titik pengukuran ke 5 dengan nilai Ha sebesar -1553.4 nT,
sehingga dapat diasumsikan dari grafik tersebut pada rentang koordinat 9145004-
9144056 pada daerah tersebut memiliki anomali medan magnet dibawah
permukaan yang masih dipengaruhi oleh kedua kutub atau masih dipole yang
menyebabkan medan anomali tidak tepat atau bergeser.
Sehingga pada nilai grafik Ha vs posisi tidak cukup hanya koreksi saja
agar bisa diinterpretasi maka dilanjutkan dengan filtering reduce to pole agar nilai
medan magnet anomali tersebut hanya dipengaruhi oleh satu kutub.

27
5.4. Peta Ha

Gambar 5.4. Peta Ha


Peta Ha merupakan peta hasil dari pengolahan data dari nilai Ha dengan
melakukan pengurangan nilai Hobs dengan IGRF dan Hvar. Tetapi peta dari nilai
Ha ini masih di pengaruhi oleh dua kutub (dipole), oleh sebab itu nilai Ha masih
bergeser dari nilai aslinya. Peta Ha ini terletak pada koordinat x di mulai dari
419750 hingga 420766 dan nilai Y di mulai dari 9144000 hingga 9145015 dengan
nilai anomali -1443.0 nT hingga 923.3 nT. Pada peta Ha ini dapat dilihat bahwa
nilai anomali pada skala warna merah sampai merahmuda yang tersebar pada peta
bagian atas, bawah, kanan, dan kiri dengan nilai variasi Ha sebesar 279.7 nT
sampai 923.3 nT. Pada rentang warna hijau sampai jingga didapatkan nilai variasi
anomali sebesar -462.9nT hingga 251.1 nT terdapat pada bagian tengah peta.
Serta rentang warna biru tua sampai biru muda memiliki nilai Ha sebesar -1443.0
nT sampai -539.1 nT pada daerah bawah, kanan, kiri, dan atas peta.
Nilai Ha pada peta HA masih bersifat dipole. Hal tersebut dikarenakan
masih terpengaruhi oleh anomali lokal dan anomali regional. Hal itu
menyebabkan peta HA belum dapat diinterpretasikan karena masih banyak
pengaruh atau data yang sebenarnya tidak perlu digunakan yang nantinya harus
melewati berbagai filter agar dapat di interpretasi. Peta HA juga sebagai peta

28
dasar dalam pembuatan filter seperti RTP, RTE, Analytic Signal, dan
pseudogravity. Pemfilteran berfungi sebagai pengilang dipole untuk dijadikan
monopole.
Peta HA ini belum dapat diinterpretasikan secara jelas karena beberapa
alasan di atas. Salah satunya karena masih bersifat dipole. Dimana tidak dapat
diketahui litologi apa yang ada di bawah permukaan karena masiha ada pengaruh
intensitas medan magnet yang bernilai positif dan bernilai negative. Namun, nilai
tersebut sebelum dibuat peta HA juga harus di-filter datanya terlebih dahulu.
Untuk tujuan interpretasi harus di-filter menjadi monopole. Caranya adalah
menggunakan filter Reduce to Pole dan Reduce to Equator. Hal tersdebut kan
mengakibatkan sifat monopole yang beracuan di satu titik kutub maupun ekuator.
Maka dapat diasumsikan pada daerah tersebut litologi batuan bawah
permukaannya terdapat mineral yang bersifat ferromagnetik, paramagnetik, dan
diamagnetik.

29
5.5. Peta Reduce to Pole

Intrusi

Intrusi

Intrusi

Gambar 5.5. Peta Reduce To Pole dan Peta Alterasi


Peta Reduce to Pole (RTP) ini didapatkan akibat melakukan filtering
menggukan filter Reduce to Pole menggunakan Software Geosoft Oasis Montaj
yang dimana merupakan suatu proses untuk menghilangkan pengaruh sudut
inklinasi dan deklinasi data pengukuran medan magnet yang telah dikoreksi (Ha)
di suatu tempat menjadi medan magnet di kutub utara magnetik. Sehingga peta
tersebut menunjukkan anomali magnetik menjadi satu kutub. Maka pada peta
RTP ini sudah dapat diinterpretasi.

30
Peta RTP ini terletak pada koordinat x di mulai dari 419750 hingga 420766
dan nilai Y di mulai dari 9144000 hingga 9145015 dengan nilai anomali -1507.9
nT hingga 996.8 nT. Pada peta RTP ini dapat dilihat bahwa nilai anomali pada
skala warna merah sampai merahmuda yang tersebar pada peta pada daerah atas,
bawah, kanan, dan kiri dengan nilai Ha sebesar 321.9 nT sampai 996.8 nT. Pada
rentang warna hijau sampai jingga didapatkan nilai anomali sebesar -521.0 nT
hingga -283.5 nT terdapat pada bagian tengah peta. Serta rentang warna biru tua
sampai biru muda memiliki nilai Ha sebesar -1507.9 nT sampai -598.2 nT pada
daerah atas dan kanan peta.
Interpretasi kualitatif didapatkan dari peta Ha yang telah direduksi ke satu
kutub. Hasil tersebut menunjukkan sumber anomali magnetik terlihat lebih jelas.
Dimana pada peta tersebut terdapat skala warna yang menunjukkan besar medan
anomalinya dengan rentang warna biru sampai merahmuda.
Dapat dilihat pada skala warna bahwa pada warna merah sampai merahmuda
menandakan pada daerah tersebut memiliki nilai medan magnet yang tinggi
sehingga dapat diinterpretasi pada peta dengan pola kontur bulatan seperti bull eye
maka dapat dikatakan bahwa pada tempat tersebut telah terjadi intrusi dan
mineralisi, skala warna hijau sampai jingga menadakan nilai medan magnet yang
sedang-rendah sehingga dapat diinterpretasi bahwa tempat tersebut merupakan
tempat endapan aluvial dan pada warna skala biru menandakan tidak ada nilai
medan magnet dikarenakan litologi batuan didaerah tersebut bersifat diamagnetik.
Didukung juga dengan peta geologi dan alterasi bahwa tempat penelitian
yang terletak pada daerah Gunung Wungkal, Godean, Dsn. Ngampon merupakan
daerah persebaran gamping yang dimana dilakukan tinjauan pustaka terdapat
struktur ditandai garis putus-putus warna hitam yang mengontrol daerah tersebut
sehingga terjadi intrusi dan mineralisasi. Dimana menunjukkan adanya batuan
beku jenis Diorite yang berasal dari Gunung Wungkal dan mineral yang teralterasi
jenis alterasi Low Sulfidation.
Maka dapat diasumsikan pada daerah tersebut litologi batuan bawah
permukaannya terdapat mineral yang bersifat ferromagnetik, paramagnetik,, dan
diamagnetik.

31
5.6. Peta Analytic Signal

Alte
rasi Alte
rasi

Gambar 5.6. Peta Analytic Signal


Peta diatas merupaakn peta Anlisis sinyal yang didapat dara pemfilteran Ha.
Analisis sinyal diperoleh melalui kombinasi horizontal dan vertical derivative,
namun dalam perhitungannya akan sangat mudah dengan menggunakan FFT atau
Hilbert Transform. Untuk data di daerah Gunung Wungkal, Godean, Dsn.
Ngampon ini akan dilakukan dengan penerapan FFT.
Peta ini memiliki tujuan untuk mencari struktur, dan bisa menginterpretasi
sebagai batas litologi. Untuk peta ini, memperkirakan struktur dengan
menggunakan nilai anomali yang menerus yang memotong anomali yang bernilai
tinggi. Hal ni bermaksud pada tubuh batuan dengan anomali tinggi akan memiliki
nilai anomali rendah pada tepi-tepi tubuh batuan. Inilah yang menjadi dasar
penarikan struktur.
Peta Analytic Signal ini terletak pada koordinat x di mulai dari 419750
hingga 420766 dan nilai Y di mulai dari 9144000 hingga 9145015 dengan nilai
analitik sinyal 2.1 nT/m hingga 36.4 nT/m. Pada peta Analytic Signal ini dapat

32
dilihat bahwa nilai analitik sinyal pada skala warna merah sampai merahmuda
yang tersebar pada peta dengan nilai sebesar 16.0 nT/m sampai 36.4 nT/m. Pada
rentang warna hijau sampai jingga didapatkan nilai sebesar 4.8 nT/m hingga 15.1
nT. Serta rentang warna biru tua sampai biru muda memiliki nilai sebesar 2.1
nT/m sampai 4.5 nT/m.
Interpretasi kualitatif didapatkan dari peta Ha yang telah direduksi ke satu
kutub. Hasil tersebut menunjukkan sumber anomali magnetik terlihat lebih jelas.
Dimana pada peta tersebut terdapat skala warna yang menunjukkan besar medan
anomalinya dengan rentang warna.
Dapat dilihat pada skala warna bahwa pada warna merah sampai merahmuda
menandakan pada daerah tersebut memiliki nilai medan magnet yang tinggi
sehingga dapat diinterpretasi pada peta dengan pola kontur bulatan seperti bull eye
ataupun pola kontur yang memanjang maka dapat dikatakan bahwa pada tempat
tersebut telah terjadi intrusi dan mineralisi, skala warna hijau sampai kuning
menadakan nilai medan magnet yang sedang-rendah sehingga dapat diinterpretasi
bahwa tempat tersebut merupakan tempat endapan aluvial dan pada warna skala
biru menandakan tidak ada nilai medan magnet dikarenakan pada tempat tersebut
bisa diduga terdapat struktur yang dimana terletak pada bagian selatan dan utara
peta dengan pola kontur memanjang dan berwarna biru.
Ditinjau dari penelitian terdahulu dan melakukan perbandingan terhadap
Gamabar 5.5. dapat diketahui bahwa pada peta Analytic Signal ini menunjukkan
bahwa terdapat struktur pada daerah Dsn. Ngampon, Gunung Wungkal, Godean
yang menyebabkan terjadinya pada daerah tersebut adanya intrusi dan alterasi.
Dimana pada zona alterasi ditunjukan dengan pola kontur berwarna biru karena
pada batuan tersebut mengalami proses demagnetisasi akibat larutan
hidrothermal.

33
5.7. Peta Pseudogravity

Gambar 5.7. Peta Pseudogravity


Peta Pseudogravity merupakan peta Ha yang dihasilkan dari proses filtering
dimana filter tersebut menggubah data magnetik menjadi data gravitasi semu.
Nilai yang ditampilkan pada peta ini bukan lagi nilai intensitas kemagnetan
batuan namun nilai pada peta ini sudah menjadi nilai rapat massa batuan dan pada
peta Pseudogravity ini berguna untuk mengetahui batas suatu anomali dan untuk
monopole peta HA .
Dari peta diatas, peta dapat diidentifikasikan bahwa peta didominasi oleh
warna jingga. Warna jingga pada peta menunjukkan bahwa pada daerah telitian
disusun oleh batuan yang memiliki sifat Paramagnetik. Sifat Paramagnetik batuan
dipengaruhi oleh mineral penyusunnya, contoh mineral paramagnetik yaitu
mineral mika, olivin, piroksen, dan pirit. Sedangkan warna merah hingga merah
muda pada peta menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki batuan penyusun
yang memiliki sifat Ferromagnetik. Contoh mineral yang bersifat ferromagnetik
yaitu mineral Magnetit, Maghemite, dan Pyrrhotite.
Dilihat dari peta geologi dan peta alterasi pada daerah penelitian yang
terletak di Gunung Wungkal, Godean, Dsn. Ngampon, bagian Barat peta yang
memperlihatkan warna biru yang membentuk pola kontur membulat dan
memanjang tersebut diduga bahwa terdapat struktur berupa sesar maupun kekar
dengan ditunjukkan oleh bulatan warna merah pada peta.

34
5.8. Peta Gradient Horizontal

Gambar 5.8. Peta Gradient Horizontal dan Peta hasil Overlay


Peta Gradient Horizontal merupakan peta yang mengubah nilai
pseudogravity dari satu titik ke titik lainnya secara horizontal dengan jarak
tertentu untuk melihat anomali gravitasi. Peta diatas merupakan peta
pseudogravity yang telah diolah menjadi peta Gradient Horizontal dimana pada

35
peta gradient horizontal lebih melokalkan batas anomali sehingga pada peta
gradient horizontal ini lebih terlihat batas-batas anomalinya dan terbalik besar
nilai anomaly dengan peta pseudogravity.
Pada peta diatas terdapat 3 golongan warna, yaitu warna biru, warna
kuning hingga hijau dan warna jingga hingga merah muda. Warna biru memiliki
range nilai antara 0,00000010 hingga 0,0000034 mGal/m, yang menandakan
bahwa daerah tersebut memiliki lapisan penyusun bawah permukaan yang bersifat
Diamagnetik. Warna hijau hingga jingga memiliki range nilai antara 0,0000037
hingga 0,0000098 mGal/m, yang menandakan bahwa daerah tersebut disusun oleh
batuan yang memiliki sifat Paramagnetik. Sedangkan warna merah hingga merah
muda memiliki kisaran nilai antara 0,0000101 hingga 0,0000161 mGal/m yang
menandakan bahwa daerah tersebut memiliki sifat kemagnetan batuan yang
Ferromagnetik.
Sehingga dapat dilihat pada peta pseudogravity terdapat pola kontur yang
memanjang dengan perbandingan pada Gambar 5.7 dimana pada bagian barat
terdapat warna biru dengan pola kontur membulat dan pada peta gradient
horizontal menunjukkan pola konutr bulatan memanjang dengan warna merah
sehingga dapat diketahui bahwa pada peta gradient horizontal lebih melokalan
batas-batas anomali maka dapat diketahui batas dimana pada peta tersebut
menunjukan adanya struktur. Dengan didukung oleh peta overlay dan penelitian
terdahulu bahwa pada daerah penelitian di Dsn. Ngampon, Gunung Wungkal,
Godean ini pada bagian selatan terdapat zona alterasi yang ditunjukan oleh warna
biru pada kontur dimana pada batuan mengalami proses demagnetisasi akibat
larutan hidrothermal yang panas.

36
5.8. Peta Tilt Derivative

Gambar 4.9. Peta Tillt Derivative


Peta di atas merupakan peta Tillt Derivative, dimana peta ini didapat dari
pemfilteran terhadap Peta RTP. Peta ini memiliki tujuan untuk mencari struktur,
dan bisa menginterpretasi sebagai batas litologi. Untuk peta ini, memperkirakan
struktur dengan menggunakan nilai fase 0. Hal ini dinyatakan berdasarkan atas
rumus yang dimiliki Tilt Derivative sendiri dimana nilai ini merupakan hasil dari
pembagian antar nilai Vertical Derivative dengan nilai Tilt Horizontal Derivative
yang dikalikan dengan nilai arc tan. Hal ini juga bisa dilihat pada peta bahwa
hasil pemfilteran akan berbentuk memanjang yang dikarenalakn nilai fase nol.
Nilai pada peta digambarkan dengan 4 komponen warna tergradasi sebagai
penunjuk besar kecilnya nilai. Untuk nilai sudut tinggi, digambarkan dengan
warna tergradasi dari warna jingga hingga merah muda dengan nilai 0,4 hingga
1,3 rad. Untuk nilai sudut sedang, digambarkan dengan warna tegradasi hijau
sampai kuning dengan nilai -0,7 hingga 0,2 rad. Sedangkan, untuk nilai sudut

37
rendah digambarkan dengan warna tergradasi dengan warna biru tua hingga biru
muda dengan nilai -1,3 hingga -0,8 rad.
Penarikan struktur yang dilakukan oleh penulis didasrkan atas nilai fase 0
yang merupakan zona lemah. Selain itu nilai fase 0 yang memiliki warna kuning
diambil dengan dasar berada di antara tubuh batuan yang memiliki nilai yang
tinggi.

38
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengolahan data, pembuatan grafik dan pembuatan peta
Metode Magnetik Base Rover Filtering 2, maka pada penelitian ini dapat
disimpulkan:
 Pada Grafik Hvar vs Waktu dapat diketahui terjadi fluktuasi yang sangat
signifikan dimana nilai Hvar dipengaruhi oleh intensitas matahari yang
ditunjukkan oleh waktu. Nilai Hvar tertinggi terletak pada pukul sekitar
12.00 dimana nilai Hvar tertinggi sebesar 1405.2 nT dan semakin sore
nilai Hvar semakin turun.
 Pada Grafik Ha vs Koordinat, dapat diketahui bahwa pada lintasa 3
terdapat 20 stasiun pengamatan, dan jarak antar stasiun sekitar 50 meter.
Pada grafik saat nilai Ha tertinggi pada stasiun ke-15 dengan nilai Ha
sebesar 1204.13 nT dan nilai Ha terendah pada stasiun ke-5 dengan nilai
Ha sebesar -1553.4 nT.
 Peta Ha merupakan peta anomali medan magnetik yang didapatkan dari
milai Ha dan Koordinat x, y yang menunjukkan persebaran anomali
magnetik total.
 Peta Reduce to Pole menunjukkan bahwa pada daerah Dsn. Ngampon
terdapat struktur dan intrusi batuan berupa batuan Diorite dengan
mengkorelasikan peta RTP dengan alterasi dan geologi.
 Peta Analytic Signal menunjukan bahwa pada daerah penilitian ditinjau
secara lokal terdapat banyak closure dengan skala warna merah dan warna
biru menunjukkan adanya intrusi dan alterasi pada tempat tesebut serta
adanya struktur yang mengontrol daerah tersebut
 Pada daerah penelitian menunjukkan dari peta Ha, RTP, AS, GH,
pseudogravity, TDR merupakan tempat persebaran intrusi atau zona
mineralisasi dengan ditandai polakontur membulat dan memanjang skala
warna merahmuda sampai merah, endapan alluvial ditandai pada peta
tersebar warna hijau sampai kuning, dan warna biru dengan pola kontur

39
memanjang pada peta menunjukkan adanya struktur pada daerah
penelitian.
 Dapat diketahui bahwa pada peelitian kali ini filter yang digunakan yaitu
analytic signal, pseudogravity, tilt derivative, dan gradient horizontal
merupakan filter yang digunakan untuk mengetahui batas-batas anomali
dan untuk mengetahui terdapat dugaan struktur.
 Pada skala warna merahmuda sampai warna merah menunjukkan batuan
yang memiliki sifat ferromagnetik, skala warna hijau sampai jingga
menunjukkan batuan bersifat paramagnetik¸dan skla warna biru
menunjukkan batuan bersifat diamagnetik.
6.2. Saran
Pada penelitian kali ini disarankan agar dilakukan penelitian menggunakan
metode lebih lanjut seperti metode resistivity untuk melihat jenis batuan secara
lokal dan mengetahui kandungan mineralnya serta kedalamannya.

40

Anda mungkin juga menyukai