Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ANALISA WILAYAH

“Analisis Permukiman, Sarana Prasarana & Sistem Kota”

Oleh:

1. Muhammad Erizal : 12111310181


2. Nur Aini : 12111323732

KELAS D

Dosen Pengampu:

Ismail, M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


PEKANBARU 1445 H / 2024 M
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Makalah Teori Modernisasi dan Teori Ketergantungan ini
dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku
umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Geografi Pembangunan
di bimbing oleh Bapak Ismail, M.Pd. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya
akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan
informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Teori
Modernisasi dan Teori Ketergantungan ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan
kekurangan pasti milik kita Teori Modernisasi dan Teori Ketergantungan ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.

Pekanbaru, 01 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I...........................................................................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan................................................................................................3
BAB II..........................................................................................................................2
A. Teori Modernisasi (Harrod-Domar; Max Weber; Mc Cleland;Rostow; Karl
Marx)........................................................................................................................2
B. Teori Ketergantungan (Paul Baran, Andre Gunder Farnk; Theono Dos santos;
Teori Raul Prebisch).................................................................................................8
BAB III......................................................................................................................13
A. Kesimpulan.......................................................................................................13
B. Saran.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan menjadi fokus utama hampir semua negara, dan wacana pembicaraan
mengenai pembangunan berbeda antara negara maju dan berkembang. Pembangunan dianggap
sebagai standar moral untuk menilai kemajuan suatu negara, tetapi kontroversi juga melekat
pada konsep ini. Oleh karena itu, pemahaman terhadap berbagai teori pembangunan dan
kebijakan yang terkandung di dalamnya sangat penting bagi para pelaku pembangunan. Mereka
perlu berperan aktif dalam proses pembangunan, baik dengan memahami, mengkritisi,
merekonstruksi, maupun mengaplikasikannya secara konkret dalam pekerjaan mereka.
Pada dasarnya, pembangunan adalah suatu proses transformasi masyarakat menuju
keadaan yang mendekati idealitas yang tercantum dalam konstitusi. Dalam proses transformasi
ini, dua aspek yang penting untuk diperhatikan adalah keberlanjutan dan perubahan (Yamin &
Haryanto, 2017). Pembangunan merupakan proses yang melibatkan berbagai dimensi, termasuk
perubahan signifikan dalam struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional,
pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan, dan upaya pemberantasan kemiskinan
absolut (S. A. Afandi & Afandi, 2019).
Pembangunan dapat dianggap sebagai suatu proses sejarah, yang terus berlangsung dari
waktu ke waktu dan tidak pernah berhenti. Lebih dari sekadar perubahan dalam struktur fisik
atau material, pembangunan juga mencakup perubahan sikap masyarakat. Pembangunan
diharapkan mampu membawa manusia melebihi fokus utama pada aspek-aspek materi dalam
kehidupan (Jamaludin, 2016).

Teori pembangunan mencakup serangkaian konsep yang digunakan sebagai panduan untuk
membangun masyarakat. Pentingnya teori pembangunan muncul ketika negara-negara maju
berusaha mengubah kondisi masyarakat di dunia ketiga yang baru merdeka. Seiring waktu, teori
pembangunan mengalami perkembangan dan memiliki beragam pendekatan yang memberikan
kritik satu sama lain.

Dalam ilmu sosial, teori pembangunan dapat dibagi menjadi dua paradigma utama, yaitu
modernisasi dan ketergantungan. Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang
pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial, serta teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu
yang mendukung proses perubahan. Sementara itu, paradigma ketergantungan melibatkan teori-
teori keterbelakangan, ketergantungan, dan sistem dunia sesuai dengan klasifikasi Larrin

iv
(1994). Meskipun ada perbedaan dalam klasifikasi, Tikson (2005) membagi teori pembangunan
menjadi tiga kelompok, yakni modernisasi, keterbelakangan, dan ketergantungan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu teori modernisasi (modernisasi: Harrod-Domar; Max Weber; Mc Cleland;Rostow
Karl Marx)
2. Apa itu teori ketergantungan (Paul Baran, Andre Gunder Farnk; Theono Dos santos; Raul
Prebisch)

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teori modernisasi (modernisasi: Harrod-Domar; Max Weber; Mc
Cleland;Rostow Karl Marx)
2. Untuk mengetahui teori ketergantungan (Paul Baran, Andre Gunder Farnk; Theono Dos
santos; Teori Raul Prebisch)

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Modernisasi (Harrod-Domar; Max Weber; Mc Cleland;Rostow; Karl Marx)


Dalam bidang pembangunan, teori modernisasi memiliki peranan dominan dalam
menentukan bentuk pembangunan. Terdapat dua teori utama yang mempengaruhi teori
modernisasi, yaitu teori evolusi dan teori fungsional. Asumsi dasar dari teori modernisasi
muncul dari konsep metafora dalam teori evolusi. Menurut teori evolusi, perubahan sosial
bersifat linear, terus berkembang secara perlahan, membawa masyarakat melalui tahapan
perubahan dari keadaan primitif menuju tahapan yang lebih maju.
Jika kita merinci konsep modernisasi berdasarkan teori fungsional, dapat
disimpulkan bahwa teori ini mengasumsikan bahwa modernisasi adalah suatu proses yang
sistematik, berkelanjutan, dan mengalami transformasi. Sebagai proses yang sistematik,
modernisasi melibatkan berbagai aspek kehidupan berbangsa, termasuk industrialisasi,
urbanisasi, diferensiasi, sekularisasi, dan sentralisasi. Hal ini menciptakan struktur
modernisasi yang terorganisir, berbeda dengan proses yang acak dan tidak teratur. Sebagai
proses transformasi, modernisasi mengubah keadaan dari tradisional ke modern dalam
berbagai aspek sosial budaya. Selain itu, sebagai proses yang berkelanjutan, modernisasi
melibatkan perubahan sosial yang terus-menerus, di mana perubahan dalam satu aspek
sosial dapat berdampak pada aspek sosial lainnya.
Semangat teori modernisasi adalah untuk mengarahkan pembangunan yang dapat
mengubah masyarakat dari kondisi tradisional menuju masyarakat modern. Hal ini
mencakup nilai-nilai, aspek ekonomi, budaya, sosial, dan politik yang diyakini oleh
masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang. Modernisasi selalu dianggap
sebagai parameter kemajuan masyarakat. Beberapa teori terkait dengan konsep modernisasi
dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Teori Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi


Teori Harrod-Domar tetap relevan dan terus berkembang sebagai konsep
ekonomi. Dikembangkan oleh Evsey Domar dan Roy Harrod, teori ini menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada tingkat tabungan dan investasi yang
tinggi. Jika masyarakat atau negara memiliki tingkat tabungan dan investasi yang
rendah, pertumbuhan ekonominya pun akan rendah. Fenomena ini dapat diamati baik
pada negara maju maupun berkembang, di mana masyarakat negara maju cenderung
memiliki investasi yang tinggi, seperti saham, dana reksa, indeks, dan bentuk investasi
2
lainnya. Sebagai contoh, masyarakat Singapura memiliki tingkat investasi yang tinggi
dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Asumsi pokok teori ini adalah bahwa tantangan pembangunan pada dasarnya
merupakan masalah investasi modal. Jika investasi modal berkembang positif, maka
pembangunan ekonomi negara tersebut juga akan berkembang baik. Oleh karena itu,
dalam konteks pembangunan di Indonesia, pemerintah aktif mendorong penanaman
investasi untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang baik. Pendekatan ini sesuai
dengan teori Harrod-Domar, dan sebagai hasilnya, pemerintah Indonesia bahkan
membentuk lembaga seperti Penanaman Modal Nasional, dianggap sebagai langkah
strategis untuk pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akan tetapi, ketika negara
asing melakukan penanaman modal secara besar-besaran dan kemudian memperoleh
kepemilikan atas aset strategis yang sebelumnya dimiliki oleh bangsa itu, bukannya
mendatangkan investasi yang besar, yang terjadi malah sebaliknya, yaitu pengikisan aset
negara. Karena itu, salah satu kritik terhadap teori ini menyatakan bahwa fokus
utamanya pada pertumbuhan ekonomi, tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Menurut Harrod-Domar, yang paling krusial adalah penyediaan modal, tanpa
memberikan perhatian yang memadai pada aspek manusia. Akibatnya, pengembangan
kualitas manusia tidak menjadi perhatian utama dalam teori Harrod-Domar.

2. Teori Max Weber


Tidak seperti Teori Harrod-Domar, Teori Weber menitikberatkan perhatiannya
pada isu-isu yang berkaitan dengan pengaruh nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai
agama, terhadap perkembangan manusia. Max Weber, seorang sosiolog Jerman yang
diakui sebagai bapak sosiologi modern, mengadopsi pendekatan ini untuk membahas
berbagai fenomena sosial, termasuk evolusi bangsa-bangsa di dunia, kepemimpinan,
birokrasi, dan sebagainya. Salah satu aspek penting yang dibahas oleh Weber dalam
konteks masalah pembangunan adalah peran agama sebagai pemicu munculnya
kapitalisme di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Kajian ini awalnya dipublikasikan
melalui dua esai pada tahun 1904 dan 1905, yang kemudian digabungkan menjadi buku
berjudul "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" pada tahun 1905.
Teori Weber fokus pada eksplorasi dampak budaya, khususnya agama, terhadap
pembentukan karakter manusia. Dia tertarik untuk menginvestigasi bagaimana agama,
terutama Protestanisme, mempengaruhi kemunculan kapitalisme modern di Eropa.
Pertanyaan yang diajukan oleh Weber mencakup alasan di balik kemajuan pesat
beberapa negara di Eropa dalam sistem kapitalisme.
3
Melalui analisisnya, Weber menyimpulkan bahwa salah satu faktor kunci adalah
Etika Protestan. Kepercayaan atau etika Protestan menegaskan bahwa penentu akhir
nasib seseorang, apakah masuk surga atau neraka, terkait erat dengan keberhasilan
pekerjaan mereka selama hidup. Semangat ini mendorong orang Protestan untuk bekerja
dengan penuh dedikasi dan etos kerja yang tinggi, dengan keyakinan bahwa usaha
mereka akan membawa mereka ke surga setelah kematian. Semangat individual ini
menjadi pendorong munculnya kapitalisme di Eropa dan Amerika.
Penelitian Weber menjadi yang pertama yang mengaitkan agama dengan
pertumbuhan ekonomi, dan pemahaman ini kemudian merangsang penelitian tentang
hubungan antara budaya dan pertumbuhan ekonomi. Konsep Etika Protestan ini juga
menginspirasi Robert Bellah dalam penelitiannya tentang agama Tokugawa di Jepang
dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di negara tersebut, terlihat dari
tingginya pertumbuhan ekonomi di Jepang.

3. Teori David McClelland: Dorongan Berprestasi


Perubahan dalam proses pembangunan, menurut pandangan ini, tidak
sepenuhnya ditentukan oleh lembaga, ideologi, atau konflik sosial yang tengah
berlangsung. Sebaliknya, perubahan lebih banyak dipengaruhi oleh motivasi pencapaian
prestasi tinggi yang dimiliki oleh individu di dalam suatu negara. McClelland
memperkenalkan konsep "need for achievement" (n-Ach), yang merujuk pada keinginan
mencapai prestasi tinggi. Jika mayoritas warga di suatu negara memiliki tingkat "need
for achievement" yang tinggi, kemungkinan besar negara tersebut akan mengalami
pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Tentu saja, prinsip ini juga berlaku sebaliknya.
McClelland menyatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dalam suatu masyarakat, hal yang perlu diubah adalah dorongan berprestasi
individu di dalam masyarakat tersebut. Dalam pandangannya, n-ach (need for
achievement) merupakan semacam "virus" yang perlu disebarkan kepada individu-
individu di masyarakat yang ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

4. Teori Walt Witman Rostow: Lima Tahap Pembangunan


Teori pembangunan ekonomi Rostow ini sangat populer dan paling banyak
mendapatkan komentar dari para ahli. Pada mulanya teori ini merupakan artikel Rostow
yang dimuat dalam Economics Journal (Maret 1956), kemudian dikembangkan lebih
lanjut dalam bukunya yang berjudul The Stages of Economics Growth (1960). Menurut
Rostow, proses pembangunan ekonomi dapat dibedakan dalam lima tahap:

4
a. Masyarakat tradisional (the traditional society)
Dalam komunitas ini, fungsi produksi terbatas dan dicirikan oleh metode produksi
yang masih relatif primitif, didasarkan pada ilmu dan teknologi sebelum Newton,
dengan cara hidup yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional.
Selain itu, produktivitas pekerja masih rendah, sehingga sebagian besar sumber daya
masyarakat digunakan untuk kegiatan di sektor pertanian. Struktur sosial dalam
sektor pertanian ini bersifat hierarkis, di mana mobilitas vertikal anggota masyarakat
sangat terbatas, sehingga kedudukan seseorang dalam masyarakat tidak jauh berbeda
dengan generasi sebelumnya. Mengenai aktivitas politik dan pemerintahan pada
periode ini, Rostow menggambarkan bahwa meskipun terdapat sentralisasi dalam
pemerintahan, pusat kekuasaan politik di daerah-daerah dikendalikan oleh para tuan
tanah setempat. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh
pandangan dan kepentingan para tuan tanah di daerah tersebut.

b. Prasyarat untuk tinggal landas (the preconditions for take off)


Tahap prasyarat tinggal landas. Tahap prasyarat tinggal landas ini didefinisikan
Rostow sebagai masa transisi untuk mempersiapkan diri untuk mencapai
pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Menurut Rostow, pada tahap ini dan sesudahnya,
pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis. Tahap prasyarat tinggal landas
memiliki dua pola yang berbeda. Pertama, terdapat tahap prasyarat lepas landas yang
dialami oleh negara-negara di Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Pada tahap ini,
terjadi transformasi masyarakat tradisional yang telah berlangsung dalam jangka
waktu yang lama. Kedua, ada tahap prasyarat tinggal landas yang dicapai oleh
negara-negara yang tergolong sebagai Born Free, seperti Amerika Serikat, Kanada,
Australia, dan Selandia Baru. Negara-negara ini mencapai tahap tinggal landas tanpa
mengalami perombakan sistem masyarakat tradisional. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik masyarakat di negara-negara tersebut, yang terdiri dari imigran yang
telah memiliki sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat pada tahap prasyarat
tinggal landas.

c. Tinggal landas (the take off)


Pada tahap awal ini, terjadi transformasi signifikan dalam masyarakat, seperti
terjadinya revolusi politik, perkembangan inovasi yang pesat, atau munculnya pasar-
pasar baru. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut adalah adanya inovasi dan
peningkatan dalam tingkat investasi. Peningkatan investasi yang berkelanjutan ini

5
akan mempercepat laju pertumbuhan pendapatan nasional, melampaui tingkat
pertumbuhan penduduk. Dengan demikian, terjadi peningkatan yang signifikan
dalam tingkat pendapatan per kapita.
Rostow mengemukakan tiga ciri utama dan negara-negara yang sudah
mencapai masa tinggal landas, yaitu:
1) terjadinya kenaikan investasi produktif dari 5% atau kurang menjadi 10% dari
Produk Nasional Bersih (Net National Product= NNP);
2) terjadinya perkembangan satu atau beberapa sektor industry dengan tingkat
pertumbuhan yang sangat tinggi (leading sectors);
3) terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial, dan kelembagaan yang bisa
menyebabkan pertumbuhan ekonomi terus terjadi. Di sini juga termasuk
kemampuan negara tersebut untuk mengerahkan sumber-sumber modal dalam
negeri karena kenaikan tabungan dalam negeri peranannya besar sekali dalam
menciptakan tahap lepas landas.

d. Menuju kedewasaan (the drive to maturity)


Perjalanan menuju kedewasaan, seperti yang dijelaskan oleh Rostow, merujuk pada
fase di mana masyarakat secara efisien memanfaatkan teknologi modern dalam
hampir semua kegiatan produksi. Pada tahap ini, sektor-sektor baru yang menjadi
pemimpin mulai muncul, menggantikan sektor-sektor yang sebelumnya memimpin
namun mengalami kemunduran. Perubahan dalam sektor-sektor baru ini dipengaruhi
oleh perkembangan teknologi, sumber daya alam, karakteristik tahap lepas landas
sebelumnya, dan kebijaksanaan pemerintah. Rostow, dalam menganalisis tahap
menuju kedewasaan, menitikberatkan pada pola perubahan sektor-sektor pemimpin
di negara-negara yang telah maju. Ia menunjukkan bahwa di negara-negara ini, sektor
pemimpin pada tahap setelah lepas landas berbeda dengan yang ada pada tahap lepas
landas. Sebagai contoh, di Inggris, industri tekstil yang memimpin pada tahap lepas
landas telah digantikan oleh industri besi, batu bara, dan peralatan teknik berat.
Sementara itu, di Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman, pembangunan jaringan
kereta api yang sangat signifikan pada tahap lepas landas telah digantikan oleh
industri baja dan industri peralatan berat pada tahap menuju kedewasaan.
Berikutnya, Rostow menjabarkan ciri-ciri non-ekonomis dari masyarakat yang telah
mencapai tahap menuju kedewasaan sebagai berikut. (1) Struktur dan keterampilan
tenaga kerja mengalami transformasi, di mana sektor industri menjadi semakin
signifikan sementara sektor pertanian mengalami penurunan. (2) Peran
6
kepemimpinan di perusahaan berubah, dengan manajer profesional menjadi semakin
penting dan menggantikan peran pemilik usaha. (3) Munculnya kritik terhadap
industri sebagai hasil dari ketidakpuasan terhadap dampak industrialisasi.

e. Masa konsumsi tinggi (the age of high mass-consumption)


Tahap ini merupakan fase terakhir dalam teori pembangunan ekonomi menurut
Rostow. Pada tahap ini, perhatian masyarakat lebih terfokus pada isu-isu yang
berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan, bukan lagi pada aspek produksi.
Terdapat tiga tujuan utama yang dikejar oleh masyarakat atau negara pada tahap ini:
(1) memperluas kekuasaan dan pengaruh di luar negeri, yang dapat mengarah pada
upaya penjajahan terhadap bangsa lain; (2) menciptakan negara kesejahteraan dengan
mengupayakan redistribusi pendapatan yang lebih merata melalui sistem pajak yang
progresif; (3) meningkatkan konsumsi masyarakat melampaui kebutuhan dasar
(sandang, pangan, dan papan), termasuk juga barang-barang konsumsi tahan lama
dan barang-barang mewah.

5. Teori Modernisasi Karl Marx


Karl Marx menyampaikan konsep perkembangan masyarakat dalam karyanya
yang terkenal, Das Kapital. Dalam karyanya tersebut, Marx mengidentifikasi tiga tahap
perubahan dalam masyarakat, dimulai dari feodalisme yang sangat tradisional,
kemudian beralih ke kapitalisme, dan akhirnya mencapai fase yang dikenal sebagai
sosialisme. Perubahan ini terjadi secara bertahap seiring dengan pembangunan dan
kemajuan yang dihasilkan.
Pada tahap feodalisme, situasi masyarakat masih memprihatinkan dengan adanya
sistem feodal. Bangsawan sebagai pemilik tanah memiliki posisi yang menguntungkan
dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya. Ketika masyarakat beralih ke
kapitalisme, para pengusaha menjadi pihak yang memiliki posisi tawar yang
menguntungkan, terutama terhadap buruh. Marx menganggap buruh hanya sebagai
masukan dalam proses produksi dan menjadi korban eksploitasi besar-besaran oleh
majikan kapitalis.
Dengan penggunaan alat produksi modern, pelaku usaha berinvestasi dalam
mesin-mesin yang padat modal untuk memaksimalkan keuntungan. Penggunaan mesin
mengakibatkan pengurangan tenaga manusia dan meningkatkan tingkat pengangguran.
Hal ini mendorong gerakan pekerja, terutama buruh, untuk mengatasi situasi yang

7
merugikan. Akhirnya, perkembangan ini melahirkan sistem masyarakat sosialis, yang
mengubah aturan kepemilikan sumber daya dan cara produksi.
Teori pembangunan Karl Marx menunjukkan bahwa masyarakat dapat
dikelompokkan berdasarkan perbedaan kepemilikan tanah dan modal, dengan dasar
asumsi bahwa konflik kelas di masyarakat memicu perubahan. Meskipun demikian,
kritik terhadap Marx melibatkan asumsi adanya nilai lebih dalam ekonomi dan
pemahaman bahwa transformasi sosialisme harus terjadi dengan cepat, meninggalkan
sistem kapitalis yang lama. Kritik tersebut berpendapat bahwa pandangan Marx
memberikan kontribusi terhadap kelanggengan kehidupan ekonomi kapitalis.

B. Teori Ketergantungan (Paul Baran, Andre Gunder Farnk; Theono Dos santos; Teori

Raul Prebisch)
Teori Dependensi atau Teori Ketergantungan lebih menitik beratkan pada persoalan
keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan
bahwa teori dependensi mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang
hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori
ketergantungan, juga dikenal sebagai teori dependensi, pertama kali dikembangkan di
Amerika Latin sebagai respons terhadap kegagalan program-program yang dilaksanakan
oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin (United Nation
Economic Commission for Latin Amerika [ECLA]) pada awal tahun 1960-an. Lembaga ini
bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara Amerika Latin dengan
menerapkan prinsip-prinsip teori modernisasi yang telah terbukti berhasil di Eropa. Teori
ketergantungan juga muncul sebagai tanggapan ilmiah terhadap pandangan klasik
Marxisme tentang pembangunan yang diterapkan di negara-negara maju dan berkembang.
Aliran neo-Marxisme mendukung eksistensi teori ketergantungan ini.

Kritik terhadap modernisasi, yang dianggap sebagai "musang berbulu domba" dan
dipandang sebagai bentuk kolonialisme baru, semakin mendapat perhatian khususnya
setelah negara-negara Amerika Latin mengalami kegagalan dalam pelaksanaan proses
modernisasi mereka. Frank, yang dianggap sebagai perintis dalam perkembangan teori
dependensi, awalnya mengkritik pandangan Rostow dan menyalahkan Rostow atas
ketidakpeduliannya terhadap sejarah. Menurut Frank, Rostow telah mengabaikan catatan
sejarah tentang bagaimana negara-negara dunia ketiga mengalami penghancuran tatanan
ekonominya oleh negara dunia pertama selama periode kolonial. Pemikiran Frank

8
kemudian diteruskan dan diterima dengan baik oleh berbagai pemikir sosial lainnya,
termasuk Santos, Roxborough, Cardoso, dan Galtung.

1. Teori Ketergantunga Paul Baran


Sebagaimana telah disebutkan, Paul Baran, seorang pemikir Marxis, menolak
pandangan Marx tentang pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga. Sementara Marx
berpendapat bahwa interaksi negara-negara kapitalis maju dengan negara-negara pra-
kapitalis yang terbelakang akan memicu perkembangan, Baran memiliki pandangan
berbeda. Menurutnya, interaksi tersebut akan menghambat kemajuan negara-negara pra-
kapitalis dan menjadikannya terus hidup dalam keterbelakangan. Pandangan atau teori
Baran ini diungkapkan dalam karyanya yang terkenal, "The Political Economy of
Growth," sebuah studi tentang dampak kolonialisme di India yang diterbitkan pada
tahun 1957.

Berbeda dengan Marx, Baran menyatakan bahwa perkembangan kapitalisme di


negara-negara pinggiran (sebagai istilah yang dipinjamkan dari Prebisch) berbeda
dengan perkembangan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara-negara pinggiran,
sistem kapitalis dianggap mengalami "penyakit kretinisme," di mana pertumbuhan
ekonomi terhambat dan tidak dapat mencapai ukuran yang optimal.

Baran menjelaskan bahwa kegagalan negara-negara yang menjadi korban


imperialisme untuk mengembangkan diri mereka terjadi karena adanya modal kuat dari
dunia Barat yang masuk ke negara-negara Dunia Ketiga. Sebaliknya dengan negara-
negara pusat, di negara-negara pinggiran terjadi penyusutan modal bukan akumulasi
modal. Hal ini terjadi karena kekuatan ekonomi asing, dalam bentuk modal kuat, datang
dan menyerap surplus ekonomi yang dihasilkan, yang kemudian diambil oleh kaum
pendatang.

Baran melihat proses penyusutan modal ini melalui lensa struktur kelas pemerintah
yang berkuasa di negara-negara Dunia Ketiga. Di sana terdapat beberapa kelas
masyarakat, termasuk kelas tuan tanah kaya di pedesaan yang juga merupakan produsen
hasil pertanian yang diekspor, kelas pedagang yang pada awalnya berkegiatan di dalam
negeri namun kemudian berhubungan dengan orang-orang asing, kaum industrialis yang
memproduksikan komoditi industri, dan orang asing dengan modal kuat yang datang
untuk mencari bahan mentah, mencari buruh murah, dan menjual barang-barang industri

9
mereka. Masuknya modal asing ini menciptakan guncangan baru dalam perekonomian
yang sudah mapan. Itulah beberapa pandangan dari teori Dependensi.

2. Andre Gunder Farnk


Andre Gunder Frank, seorang ekonom Amerika yang setuju dengan hasil
penelitian Presbich, menyimpulkan bahwa hubungan antara negara pusat dan negara
pinggiran (atau yang oleh Frank disebut negara satelit) adalah hubungan yang tidak
sehat. Frank meyakini bahwa keterbelakangan yang terjadi di negara satelit bukanlah
suatu proses alamiah, melainkan akibat langsung dari kapitalisme negara pusat (atau
yang oleh Frank disebut negara metropolis). Dalam perbandingan dengan Presbich yang
membahas teori ketergantungan dari perspektif ekonomi, khususnya ketidakseimbangan
nilai tukar, Frank lebih menekankan aspek-aspek politis dari interaksi ekonomi di negara
satelit. Dalam teori Frank, terdapat tiga komponen utama, yaitu modal asing, pemerintah
lokal, dan borjuasi lokal (atau yang oleh Baran disebut sebagai kelas tuan tanah dan
pedagang).
Pembangunan di negara satelit terbatas pada lingkaran ketiga komponen di atas,
dan rakyat yang hanya menjadi buruh merugi. Melalui tiga komponen tersebut, ciri-ciri
perkembangan kapitalisme di negara satelit dapat terlihat, antara lain:
a. Ketergantungan ekonomi, terutama terhadap barang impor, seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya oleh Baran.
b. Terjadinya kerja sama eksploitatif antara modal asing, pemerintah lokal, dan borjuasi
lokal yang merugikan rakyat banyak.
c. Terjadinya ketidaksetaraan antara kelompok kaya dan miskin.
Dengan melihat kenyataan ini, Frank menolak teori Marxis mengenai tahapan
masyarakat. Baginya, di negara satelit, masyarakat kapitalis yang utuh tidak akan pernah
terwujud karena kapitalisme yang ada di sana bukanlah kapitalisme alamiah, melainkan
kapitalisme yang terinfeksi dan menguras kekayaan negara-negara satelit. Oleh karena
itu, Frank mengusulkan revolusi langsung menuju masyarakat sosialis, karena
menurutnya tahapan masyarakat kapitalis di negara satelit tidak dapat tercapai akibat
pengaruh kuat atau campur tangan kapitalisme asing.

3. Theono Dos santos


Meskipun kedua teori tersebut memiliki dasar teori ketergantungan, Theotonio
Dos Santos tidak sepenuhnya setuju dengan pandangan Andre Gunder Frank. Dos
Santos sejalan dengan konsep negara metropolis dan negara satelit, yang dianggap

10
sebagai bayangan dari negara metropolis. Namun, ia berpendapat bahwa negara satelit
masih memiliki potensi untuk berkembang, meskipun perkembangan tersebut masih
bergantung pada negara metropolis.
Dos Santos mendefinisikan ketergantungan sebagai kondisi di mana kehidupan
ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi kehidupan ekonomi
negara lain. Negara tertentu hanya berperan sebagai penerima akibat, dan hubungan
antara dua sistem ekonomi atau lebih, serta hubungan dengan perdagangan dunia,
dianggap sebagai hubungan ketergantungan ketika ekonomi negara-negara dominan
dapat berekspansi dan mandiri, sementara ekonomi negara-negara yang bergantung
mengalami perubahan sebagai akibat dari ekspansi tersebut, baik positif maupun negatif.
Dos Santos juga memberikan kontribusi lebih rinci mengenai bentuk-bentuk
ketergantungan, antara lain:
a. Ketergantungan kolonial, yang melibatkan eksploitasi sumber daya alam untuk
diekspor ke negara kolonialis, dominasi politik, sosial, dan budaya, dan merupakan
bentuk penjajahan langsung.
b. Ketergantungan finansial-industrial, di mana ekonomi negara satelit tetap
dikendalikan oleh kekuatan finansial dan industri dari negara metropolis meskipun
negara tersebut telah merdeka secara politik.
c. Ketergantungan teknologis-industrial, yang merupakan bentuk ketergantungan terbaru
di mana industri dari negara metropolis dipindahkan ke negara satelit untuk efisiensi
bisnis, melibatkan biaya distribusi yang lebih murah, tenaga kerja yang sangat murah,
dan pangsa pasar yang melimpah di negara satelit.

Meskipun demikian, kritik terhadap teori ketergantungan mencuat dalam konteks praktis
dengan munculnya New Industrial Countries (NICs) atau negara industri baru yang
berhasil, seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong (sebelum bergabung kembali dengan
Cina), dan Singapura. Sosiolog Amerika, Peter Evans, seorang penganut teori
ketergantungan, menjelaskan bahwa pembangunan di NICs mencerminkan bentuk baru
ketergantungan yang disebut dependent-development. Evans menyatakan bahwa
kemajuan industri di negara satelit masih tergantung pada negara pusat karena seluruh
kebijakan industri di negara satelit masih dipegang oleh negara pusat. Selain itu, melalui
regulasi hak cipta, penggunaan teknologi di negara satelit tetap terbatas. Jadi, seberapa
pun kemajuan NICs, menurut Evans, semuanya masih berada dalam batasan yang
"diinginkan" oleh negara pusat.

11
4. Raul Prebisch
Raul Presbich, seorang ekonom liberal yang mengawali penelitiannya di negara-
negara Amerika Latin, meneliti fenomena mengapa negara-negara yang mengkhususkan
diri di industri menjadi kaya, sementara yang memfokuskan pada pertanian tetap miskin.
Menurutnya, negara-negara pertanian selalu terbelakang dan miskin karena penurunan
nilai tukar antara komoditas pertanian dan industri, menyebabkan defisit yang semakin
membesar dalam neraca perdagangan dengan negara industri. Penyebab kedua adalah
proteksi yang diberlakukan oleh negara industri terhadap negara-negara pertanian,
termasuk subsidi bagi petani dalam negeri.
Presbich mengusulkan strategi "Industrialisasi Substitusi Impor," yang
mengamanatkan bahwa negara-negara pertanian yang ingin maju harus melakukan
industrialisasi seperti yang dilakukan negara-negara maju sebelumnya. Dia
menyarankan agar komoditas yang diimpor diproduksi di dalam negeri untuk
mengurangi ketergantungan pada negara industri. Dalam implementasinya, pemerintah
harus campur tangan untuk melindungi produk dalam negeri dengan pembatasan kuota
dan tarif impor.
Selanjutnya, jika strategi Industrialisasi Substitusi Impor berhasil, Presbich
mencetuskan strategi "Industrialisasi Orientasi Ekspor" (IOE). Dalam strategi ini, fokus
utama adalah memacu ekspor barang komoditas yang diproduksi di dalam negeri.
Pentingnya dua kaitan diperhatikan: pertama, kaitan antara promosi ekspor dan penetrasi
impor, dan kedua, kaitan antara diversifikasi dan spesialisasi ekspor. Negara-negara
seperti Cina dan Korea Selatan telah menerapkan strategi ini.
Meskipun demikian, Presbich tidak mendukung regulasi ekonomi sepenuhnya oleh
negara, sebagaimana yang terjadi di negara-negara sosialis. Meski merupakan seorang
liberalis, Presbich kemungkinan besar dipengaruhi oleh pemikiran John Maynard
Keynes, yang mengembangkan teori kapitalisme negara.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam rangka memahami teori-teori pembangunan ekonomi yang telah diuraikan di
atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang merangkum inti dari setiap pendekatan
tersebut.
1. Teori Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi
Keberhasilan pertumbuhan ekonomi tergantung pada tingkat tabungan dan investasi yang
tinggi. Kritik terhadap teori ini mencakup fokus yang terlalu kuat pada pertumbuhan
ekonomi tanpa memadai mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
2. Teori Max Weber
Menekankan peran nilai-nilai budaya, khususnya agama, dalam membentuk karakter
masyarakat. Weber menghubungkan kemunculan kapitalisme dengan etika Protestan,
menggambarkan pengaruh kuat budaya terhadap perkembangan ekonomi.
3. Teori David McClelland: Dorongan Berprestasi
Motivasi individu, terutama "need for achievement," dianggap sebagai kunci perubahan
dalam pembangunan ekonomi. Dorongan berprestasi dianggap sebagai faktor yang dapat
memicu pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
4. Teori Walt Witman Rostow: Lima Tahap Pembangunan
Rostow menyajikan model lima tahap pembangunan ekonomi dari masyarakat tradisional
hingga masa konsumsi tinggi. Pemahaman tahap-tahap ini memberikan pandangan evolusi
perkembangan ekonomi suatu negara.
5. Teori Modernisasi Karl Marx
Marx mengidentifikasi tiga tahap perkembangan masyarakat: feodalisme,
kapitalisme, dan sosialisme. Konflik kelas dianggap sebagai pendorong perubahan dan
transformasi sosial.
Secara keseluruhan, teori ketergantungan atau dependensi merupakan aliran
pemikiran yang memberikan perspektif kritis terhadap model pembangunan modernisasi
dan pandangan klasik Marxisme. Berkembang sebagai respons terhadap kegagalan
program-program modernisasi di Amerika Latin, teori ini memberikan "suara negara-
13
negara pinggiran" untuk menantang dominasi ekonomi, politik, budaya, dan intelektual
negara maju. Melalui pandangan tokoh seperti Paul Baran, Andre Gunder Frank, Theotonio
Dos Santos, dan Raul Prebisch, teori ketergantungan menggambarkan bagaimana negara-
negara pinggiran mengalami keterbelakangan akibat hubungan ekonomi yang tidak sehat
dengan negara pusat. Fokus pada aspek politis, ekonomi, dan sosial dari interaksi ini
memperlihatkan ketidaksetaraan dalam pembangunan. Baran menekankan bahwa interaksi
kapitalis antara negara-negara pusat dan pinggiran dapat menghambat kemajuan negara-
negara terbelakang. Frank menyoroti aspek politis keterbelakangan di negara satelit,
sementara Dos Santos memberikan analisis lebih rinci tentang bentuk-bentuk
ketergantungan. Raul Prebisch, dengan strateginya seperti "Industrialisasi Substitusi
Impor" dan "Industrialisasi Orientasi Ekspor," mencoba memberikan solusi untuk
mengurangi ketergantungan negara pertanian.

B. Saran
Makalah ini berisi tulisan mengenai teori-teori dan juga pemikiran-pemikiran para
pakar dalam bidangnya yaitu pembangunan, sehingga tidak akan jauh dari pembahasan
mengenai ekonomi. Karena suatu negara ketika akan berkembang maka hal yang harus
diperkuat ialah bidang ekonominya karena itu merupakan penggerak dari sebuah negara.
Sehingga dengan adanya makalah ini dapat memberikan kemudahan kepada para pembaca
untuk dijadikan sebagai referensi atau rujukan, karena kami sudah

14
DAFTAR PUSTAKA
afandi, s. a., Afandi, M., & Erdayani, R. (2023, January 23). Pengantar Teori
Pembangunan. https://doi.org/10.31219/osf.io/qf5hr
Anwar, MFJ Macam-macam Teori Pembangunan. academia.edu,
https://www.academia.edu/download/52492022/Macam-
macam_teori_pembangunan.pdf
Jamaludin, AN (2016). Sosiologi pembangunan., etheses.uinsgd.ac.id,
https://etheses.uinsgd.ac.id/3650/1/SOSIOLOGI%20PEMBANGUNAN.pdf
Kartono, DT, & Nurcholis, H (2016). Konsep dan Teori Pembangunan. Jakarta: Pustaka
Pelajar, pustaka.ut.ac.id,
https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/IPEM4542-M1.pdf
Rahayu, TI (2010). Teori Pembangunan Dunia Ke-3 Dalam Teori Modernisasi Sub Teori
Harrod-Domar (Tabungan dan Investasi). Gema Eksos, neliti.com,
https://www.neliti.com/publications/218025/teori-pembangunan-dunia-ke-3-dalam-
teori-modernisasi-sub-teori-harrod-domar-tabu

15

Anda mungkin juga menyukai