Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

“Kesiapan dan Tantangan Masyarakat Madura dalam Modernisasi Pembangunan di Madura”


Dosen Pengampu : Dr. Nadir, S.H, M.H.

Disusun Oleh Kelompok 16 :


1. Fahris Maulana (2020510109)
2. Mohammad Bairi (2020510110)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MADURA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah ASPEK HUKUM
DALAM PEMBANGUNAN tepat waktu. Tidak lupa solawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW yang syafaatnya kita nantikan kelak.
Penulisan makalah berjudul " Kesiapan dan Tantangan Masyarakat Madura dalam Modernisasi
Pembangunan di Madura " dapat diselesaikan tepat waktu. Saya berharap makalah tentang
“Kesiapan dan Tantangan Masyarakat Madura dalam Modernisasi Pembangunan di Madura”
dapat menjadi referensi bagi pihak yang tertarik pada karya Mahasiswa Teknik Sipil
Universitas Madura. Saya juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru
setelah membaca makalah ini.
Penulis menyadari makalah bertema “Kesiapan dan Tantangan Masyarakat Madura dalam
Modernisasi Pembangunan di Madura” ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada
bagian isi. Saya menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, saya memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pamekasan, 18 Juni 2023

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................................i


Daftar isi ................................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................................................1


A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .........................................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN .....................................................................................................2
A. Pengertian modernisasi menurut para ahli ..................................................................2
B. Modernisasi pembangunan di Madura ........................................................................4
C. Dampak dan pengaruh dari modernisasi pembangunan ..............................................7
D. Faktor pendorong modernisasi ....................................................................................16
E. Kesiapan dan tantangan masyarakat Madura dalam menghadapi modernisasi
pembangunan ..............................................................................................................17
BAB III : PENUTUP .............................................................................................................20
A. KESIMPULAN ...........................................................................................................20
B. SARAN .......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Modernisasi pembangunan merupakan konsep yang muncul pada pertengahan
abad ke-20 dan berkaitan dengan upaya untuk mencapai pembangunan ekonomi, sosial,
dan politik yang cepat dan terarah di negara-negara berkembang. Latar belakang
modernisasi pembangunan melibatkan sejumlah faktor yang mendorong pengadopsian
pendekatan modernisasi dalam upaya meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi di
negara-negara tersebut.
Modernisasi melibatkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat dan seringkali berakar pada perkembangan teknologi, industrialisasi,
globalisasi, dan gagasan-gagasan baru tentang pemerintahan dan masyarakat.
Modernisasi juga melibatkan perubahan dalam cara masyarakat memandang
diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Di bidang politik, gagasan demokrasi,
hak asasi manusia, dan pemerintahan yang responsif menjadi semakin penting.
Reformasi sosial seperti pergerakan hak sipil, feminisme, dan perlindungan lingkungan
juga merupakan bagian dari modernisasi yang berusaha untuk mencapai kesetaraan,
keadilan, dan keberlanjutan.
Seiring bertambahnya waktu modernisasi di pulau Madura sendiri mulai terlihat
dari segi aspek ekonomi, teknologi, sosial, budaya dan infrastruktunya sehingga
masyarakat Madura sendiri cukup cepat menerima era modernisasi tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian modernisasi?
b. Bagaimana modernisasi pembangunan di Madura?
c. Bagaimana dampak dan pengaruh dari modernisasi pembangunan?
d. Bagaimana faktor pendorong modernisasi?
e. Apa saja kesiapan dan tantangan dalam menghadapi modernisasi pembangunan di
Madura?

C. TUJUAN PENULISAN
a. Memahami modernisasi.
b. Mengetahui modernisasi pembangunan di Madura.
c. Mengetahui dampak dan pengaruh dari modernisasi pembangunan.
d. Mengetahui apa saja faktor pendorong modernisasi.
e. Mengetahui kesiapan dan tantangan dalam menghadapi modernisasi pembangunan
di Madura.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MODERNISASI

Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah
yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari
cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, dimana dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan pendapat Wilbert E. Moore
yang mengemukakan bahwa modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan
bersama yang tradisional atau pra moderen dalam arti teknologi serta organisasi sosial,
ke arah pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri-ciri negara barat yang stabil.1
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta,
pengertian modern adalah cara – cara baru atau mutakhir (1998 : 124). Modernisasi
ialah proses perubahan masyarakat dan kebudayaan dengan seluruh aspeknya dari yang
tradisional ke modern. Pengertian ini memberi gambaran bahwa hal – hal yang lama
ditinggalkan, dan beralih ke hal yang baru. Dari pengertian diatas tidak ada pengertian
yang sama tentang modernisasi. Namun, berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut,
secara sederhana modernisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan masyarakat dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Bentuk
perubahan dalam pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah (direct
change) yang didasarkan pada suatu perencanaan (planned change) yang bias
diistilahkan dengan Social Planning. Karena luasnya cakupan modernisasi, banyak ahli
yang berpendapat bahwa titik tolak setiap rumusan modernisasi tidaklah pada watak
masyarakat akan tetapi pada watak perorangan. Dengan demikian moderniasi
mencakup perubahan sikap dan mentalitas, pengetahuan, keterampilan, serta struktur
sosial masyarakat menuju suatu kehidupan sesuai dengan tuntutan masa kini.
Modernisasi tidak sama dengan reformasi yang menekankan pada faktor – faktor
rehabilitasi akan tetapi modernisasi lebih bersifat preventif dan konstruktif.2
Modernisasi yang terjadi di negara-negara berkembang sejak tahun 1950an
(pasca dekolonisasi) adalah proses yang dipaksakan dan berlangsung cepat. Proses yang
sama di negara-negara yang sudah lebih dahulu maju seperti AS, Eropa Barat dan
Jepang berjalan secara gradual sehingga mereka bisa mencapai demokrasi yang matang
dewasa ini. Di Indonesia proses modernisasi ini berjalan begitu pesat di bawah
pemerintahan Orde Baru. Tidaklah mengherankan kalau proses modernisasi ini
memunculkan masalah-masalah sosial dan politik yang dirasakan oleh rakyat Indonesia
saat ini. Perubahan drastis yang dibawa oleh modernisasi mengakibatkan pergolakan
sosial, konflik etnis dan keagamaan akibat kesenjangan sosial dan pertentang nilai,
gerakan separatis, serta masalah-masalah sosial lainnya terutama di wilayah perkotaan.
Munculnya masalah - masalah ini dalam masyarakat dijadikan pembenaran oleh
penguasa untuk menerapkan politik pemerintahan yang otoriter dan represif.
Menurut Remigio E.Agpalo (1992) kecenderungan modernisasi untuk
memunculkan otoriterisme dan hegemoni harus diimbangi dengan proses civilization.

1
Rosana, Ellya. "Modernisasi dan perubahan sosial." 7.1 (2011): hlm. 33-34.
2
Matondang, Asnawati. "Dampak Modernisasi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat."8.2 (2019): hlm. 189.

2
Yang dimaksud dengan civilization adalah proses transformasi dari situasi barbarisme
(yang kuat menaklukan yang lemah, yang modern harus menang atas yang tradisional,
kota harus lebih penting dari desa, pusat menjadi tuan dan daerah menjadi hamba,
rakyat harus tunduk dan bertanggung jawab kepada penguasa dan bukan sebaliknya)
menjadi kondisi yang dicirikan oleh pembangunan politik, kebebasan dan demokrasi.
Ada tiga indikator utama pembangunan politik yaitu: tegaknya hukum (rule of law),
civility (rasa kebersamaan dan kesederajadan untuk membela kepentingan umum,
mengutamakan dialog dan bukan pemaksaan kehendak, mencari konsensus dan
menghindari penggunaan kekerasana) dan keadilan sosial. Langkanya tiga indikator ini
di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa yang kita lakukan sampai sekarang barulah
modernisasi politik dan bukan pembangunan politik (political development). Yang
dimaksud dengan modernisasi politik adalah penciptaan lembaga-lembaga politik
modern seperti partai politik dan pemilihan umum yang kemudian dalam
perkembangannya menjadi tujuan dalam dirinya sendiri (an end in itself). Akibatnya
modernisasi politik hanya menciptakan elitisme politik atau manipulasi organisasi
politik modern demi kepentingan segelintir elit politik. Pembangunan politik,
sebaliknya, meningkatkan perwujudan dua indikator utama demokrasi yaitu: kontrol
masyarakat yang efektif dalam pembuatan kebijakan yang menyangkut kepentingan
orang banyak (publik) dan kesetaraan kedudukan setiap warga negara tanpa
membedakan suku, agama, status sosial ekonomi dan warna kulit (democratic
citizenship). Keadilan sosial terwujud bila semua orang tanpa memandang latar
belakangnya memiliki akses yang sama terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
dasar untuk hidup layak sebagai manusia.
Dalam bukunya yang berjudul Getting to the 21st Century: Voluntary Action
and the Global Agenda David C. Korten (1990) menyatakan bahwa model
pembangunan ekonomi yang berpusat pada pertumbuhan telah menciptakan
kesenjangan yang semakin lebar antara yang kaya dan miskin serta krisis ekologis yang
mengancam masa depan kehidupan manusia dan peradaban dunia. Ada tiga unsur
pokok yang terdapat dalam krisis global sebagai akibat penekanan pada pertumbuhan
ekonomi secara berlebihan. Ketiga unsur tersebut adalah kemiskinan, kerusakan
lingkungan hidup, dan kekerasan komunal. Saat ini diperkirakan ada 1 sampai 1.2
milyar manusia hidup dalam kemiskinan absolut artinya mereka tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimal seperti sandang, pangan, perumahan dan air bersih.
Menurut data PBB antara tahun 1960 sampai 1989 porsi pendapatan global yang
dinikmati oleh seperlima penduduk dunia yang terkaya meningkat dari 70 persen
menjadi 83 persen. Sedangkan porsi untuk seperlima penduduk yang miskin merosot
dari 2.3 persen menjadi 1.4 persen (Ghai and Hewitt de Alcantara, 1994:9). Sementara
negara-negara telah gagal mengurangi emisi gas akibat industrialisasi sehingga terjadi
polusi udara dan pemanasan global penggundulan dan pembakaran hutan terus terjadi
di negaranegara tropis sehingga mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan tanah
longsor. Selain itu, karena hancurnya keutuhan sosial akibat modernisasi dan
eksploitasi sumberdaya alam yang mengabaikan unsur keadilan sosial maka aksi-aksi
kekerasan yang kemudian berkembang menjadi kekerasan komunal di mana terjadi
tumpang tindih antara diferensiasi komunal berdasarkan agama dan kesukuan dengan
ketimpangan ekonomi. Contoh, perbedaan etnis di Indonesia tumpang tindih dengan

3
kesenjangan ekonomi sehingga sangat mudah menyulut kekerasan komunal anti etnis
tertentu.3
Berikut adalah pengertian modernisasi menurut para ahli:
1. Menurut Soerjono Soekanto modernisasi adalah perubahan sosial yang terarah
berdasarkan pada perencanaan (social planning).
2. Widjojo Nitisantro mengatakan modernisasi mencakup transformasi total dari
kehidupan tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial
ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
3. Sementara Piotr Sztompka menguraikan konsep modernisasi dengan tiga cara yaitu
historis, relatif, dan analisis. Secara historis, modernisasi serupa westernisasi atau
Amerikanisasi.
4. Wilbert Moore memaparkan modernisasi adalah transformasi total masyarakat
tradisional menyerupai kemajuan dunia Barat dengan ekonomi makmur dan situasi
politik stabil.
5. Tokoh aliran relatif Edward Tiryakian menyampaikan modernisasi sebagai
modernitas dengan keunggulan inovasi atau terobosan kesadaran, moral, etika,
teknologi, dan tatanan sosial yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan manusia.
6. Chodak (1973) menyatakan modernisasi merupakan contoh khusus dan penting dari
kemajuan masyarakat, contoh usaha sadar yang dilakukan untuk mencapai standar
kehidupan yang lebih tinggi.
Dengan kata lain, modernisasi merupakan sebuah proses perubahan sosial
menuju peradaban dan masyarakat yang modern. Misalnya, Indonesia melakukan
modernisasi di berbagai aspek kehidupan agar dapat sejajar dengan bangsa-bangsa
lainnya. Modernisasi ini ditandai dengan majunya pendidikan, teknologi,
perekonomian, hingga urbanisasi yang pesat.

B. MODERNISASI PEMBANGUNAN DI MADURA


Madura sebuah pulau di Indonesia yang terletak di sebelah timur Jawa, telah
mengalami perkembangan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Pulau ini
memiliki sejarah panjang yang kaya, budaya yang unik, serta potensi sumber daya alam
yang beragam.
Perkembangan ekonomi di Madura telah menjadi salah satu fokus utama.
Pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait telah berupaya meningkatkan sektor
industri dan pertanian di pulau ini. Pengembangan kawasan industri, seperti kawasan
industri di Pamekasan, telah mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan
lapangan kerja baru bagi penduduk setempat. Selain itu, sektor pertanian juga
mengalami kemajuan dengan penggunaan teknologi modern dan praktik pertanian yang
lebih efisien. Penanaman padi, buah-buahan, dan perikanan merupakan sektor yang
terus berkembang di Madura.
Pada hakekatnya modernisasi dan pembangunan pertanian memiliki sifat umum
yang sama yaitu suatu proses perubahan sektor pertanian dan agribisnis secara lebih
luas. Walaupun memang perbedaannya agak kabur, khususnya bagi kaum awam,
modernisasi sesungguhnya tidak identik dengan pembangunan (Dube, 1988). Dengan
logika yang sama, dapat dikemukakan bahwa modernisasi pertanian juga tidak sama
dengan pembangunan pertanian. Secara empiris Sajogyo (1974), Tjondronegoro (1978)

3
Jemadu, Aleksius. "Pembangunan dan modernisasi: implikasinya terhadap tatanan ekologi dan sosial."2.2
(2003). hlm. 225-227.

4
dan Pranadji (1995) juga menemukan bahwa modernisasi tidak identik dengan
pembangunan pertanian. Apabila ditelusuri secara mendalam maka akan terlihat
dengan jelas bahwa keduanya sangatlah berbeda.
Pertama adalah sasaran atau tujuannya. Pembangunan pertanian memiliki
tujuan yang jelas yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa secara umum dan
kesejahteraan petani khususnya, yang hams diukur dengan indikator-indikator absolut
seperti peningkatan pendapatan per kapita, penurunan jumlah orang miskin,
peningkatan distribusi pendapatan, peningkatan tingkat pendidikan, peningkatan umur
harapan hidup, peningkatan partisipasi dalam pengambilan keputusan dan sebagainya.
Berbeda dengan pembangunan pertanian, modernisasi pertanian memiliki sasaran
relatif yaitu bagaimana mencapai tingkat kemajuan yang paling mutakhir. Dengan
perkataan lain, sasaran modernisasi pertanian pada hakekatnya ialah berupaya untuk
mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai oleh sektor pertanian di negara-negara
maju. Oleh karena itu modernisasi pertanian belum tentu sesuai dengan sasaran
pembangunan pertanian atau pembangunan nasional.
Kedua, dari segi perspektif, pembangunan pertanian senantiasa didasarkan pada
perspektif jangka panjang. Pembangunan pertanian tidak hanya berupaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat pada masa kini, tetapi juga pada masa mendatang.
Sebaliknya, modernisasi pertanian praktis didasarkan pada perspektif temporer, yakni
bagaimana mencapai tahapan kemajuan mutakhir (saat iM). Dalam konteks ini,
modernisasi pertanian dapat membahayakan keberlanjutan pembangunan pertanian
dalam jangka panjang. Antara perspektif jangka panjang dan temporer bisa terjadi
ketidaksesuaian (miss-match) yang serius, karena pembangunan pertanian tidak bisa
begitu saja dipandang sebagai "potongan-potongan" kemajuan yang dilinearkan.
Ketiga, strategi atau upaya-upaya pembangunan pertanian juga berbeda dengan
modernisasi pertanian. Pembangunan pertanian biasanya dilakukan dengan
meningkatkan efisiensi (produktivitas), perluasan atau peningkatan asset produktif dan
peningkatan partisipasi; sedangkan modernisasi pertanian praktis hanya dilakukan
dengan pemutakhiran nilai, teknologi dan organisasi. Dengan demikian, dampak dari
modernisasi pertanian belum tentu konsisten dengan tujuan pembangunan pertanian.
Keempat, dari segi proses, pembangunan pertanian dilakukan secara terencana
dan terkoordinasi melalui keterlibatan pemerintah yang intensif, sedangkan
modernisasi pertanian biasanya berlangsung secara diffusif melalui efek demonstrasi
dan biasanya tidak terencana dan tidak terkoordinasi. Karelia memang dirancang dan
dikoordinasi, maka upayaupay a pembangunan pertanian dapat mencapai tujuannya
dengan efektif. Sebaliknya, karena tidak direncanakan dan dikoordinasikan maka
modernisasi pertanian belum tentu memberikan dampak yang positif terhadap
pencapaian tujuan pembangunan pertanian.4
Infrastruktur juga mengalami perubahan yang signifikan di Madura. Jaringan
jalan dan transportasi telah diperbaiki dan diperluas untuk memfasilitasi aksesibilitas
dan konektivitas antara berbagai daerah di pulau ini. Pembangunan jalan tol Suramadu,
yang menghubungkan Surabaya di Jawa dengan Madura melalui jembatan terpanjang
di Indonesia, telah membuka peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi dan pariwisata
di Madura. Selain itu, pemerintah juga telah memperkuat infrastruktur pendidikan dan
kesehatan di pulau ini.
Infrastruktur merupakan komponen penting dalam menunjang kemajuan
ekonomi wilayah. Keberadaan kelengkapan infrastruktur menentukan daya dukung

4
Pranadji, Tri, and Pantjar Simatupang. "Konsep modernisasi dan implikasinya terhadap penelitian dan
pengembangan pertanian." (1999). hlm. 6-7.

5
suatu wilayah dalam menunjang berbagai kegiatan untuk menghasilkan nilai tambah.
Infrastruktur mempunyai dampak terhadap suatu wilayah berdasarkan karakteristik
setempat dan mendorong adanya perubahan morfologi wilayah (Kronenberg, 2011).
Seiring dengan berbagai dampak tersebut maka mendorong untuk dilakukan
pengkaitan aspek infrastruktur dengan perkembangan ekonomi wilayah (laju
pertumbuhan dan pendapatan per kapita) berdasarkan nilai ranking tiap variabel
menggunakan analisis korelasi rank spearman. Keterkaitan yang ada tersebut
menunjukkan peran setaiap kelompok infrastruktur dalam menentukan tingkat
perkembangan ekonomi wilayah maupun sebaliknya. Berdasarkan proses keterkaitan
menunjukkan hubungan infrastruktur dan perkembangan ekonomi wilayah memiliki
berbagai macam variasi.
Infrastruktur memiliki keterkaitan dengan perkembangan ekonomi wilayah
meskipun tidak menyeluruh. Hal ini ditandai oleh hubungan antar kelompok
infrastruktur jika dihadapkan dengan laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan tidak
berkaitan.5
Pariwisata merupakan sektor potensial lainnya di Madura. Pulau ini
menawarkan pesona alam yang menakjubkan, seperti pantai-pantai indah, gugusan
pulau-pulau kecil, dan panorama alam pedesaan yang memesona. Destinasi populer
seperti Pantai Lombang, Pantai Sembilan, dan Pulau Gili Labak semakin dikenal dan
dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Upaya promosi
pariwisata dan pengembangan fasilitas pariwisata terus dilakukan untuk meningkatkan
daya tarik Madura sebagai tujuan wisata.
 Pengembangan Sarana dan Prasarana Pariwisata
Menurut Yoeti (1996, h. 170), wisatawan adalah orang yang melakukan
perjalanan sementara waktu ke tempat atau daerah yang sama sekali masih asing
baginya. Oleh karena itu sebelum seorang wisatawa melakukan perjalanan
wisatanya, terlebih dahulu kita menyediakan prasarana dan sarana pariwisata
seperti berikut:
a) Fasilitas transportasi.
b) Fasilitas akomodasi.
c) Fasilitas Catering Service.
d) Obyek dan atraksi wisata.
e) Aktivitas rekreasi.
f) Fasilitas pembelanjaan.
g) Tempat atau took.
Semua ini merupakan prasarana dan sarana kepariwisataan yang harus diadakan
sebelum kita mempromosikan suatu daerah tujuan wisata. Sedangkan mengenai
prasarana (infrastruktur) adalah semua fasilitas yang dapat memungkinkan proses
perekonomian berjalan dengan lancar sedemikan rupa. Dalam melaksanakan
fungsi dan peranannya dalam pengembangan pariwisata di daerah, pemerintah
daerah harus melakukan berbagai upaya dalam pengembangan sarana dan
prasarana pariwisata. Sarana pariwisata terbagi menjadi tiga bagian penting,
yaitu:
a) Sarana Pokok Pariwisata (Main Tourism Superstructures) adalah: Hotel,
Villa, Restoran.
b) Sarana Pelengkap Pariwisata (Suplementing Tourism Superstructures)
adalah: wisata budaya dan wisata alam.

5
Kusuma, Muhammad Eka, and Lutfi Muta'ali. "Hubungan Pembangunan Infrastruktur dan Perkembangan
Ekonomi Wilayah Indonesia."8.3 (2019). hlm. 9.

6
c) Sarana Penunjang Pariwisata (Supporting Tourism Superstructures)
seperti pasar seni, kuliner, oleh-oleh dan cindera mata kerajinan khas
daerah.
 Pengembangan Pariwisata
Menurut Joyosuharto (1995), pengembangan pariwisata memiliki tiga fungsi
yaitu:
a) menggalakkan ekonomi.
b) memelihara kepribadian bangsa & kelestarian fungsi dan mutu lingkungan
hidup.
c) Memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa.6
Selain itu, perubahan sosial dan budaya juga terjadi di Madura. Nilai-nilai
tradisional dan adat istiadat masih sangat dihormati dan dilestarikan oleh masyarakat
Madura. Namun, dengan adanya modernisasi dan akses yang lebih mudah terhadap
informasi, generasi muda Madura juga mengadopsi tren dan gaya hidup modern.
Perkembangan pendidikan dan teknologi telah membuka peluang baru bagi pemuda
Madura untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan berkontribusi pada
pembangunan pulau ini.
Perubahan Sosial Budaya sesungguhnya berasal dari dua konsep yang berbeda,
pertma perubahan sosial yang dilihat dari kacamata sosiologi dan kedua perubahan
kebudayaan yang dilihat menggunakan kacamata antropologi. Namun secara singkat
dapat diartikan bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan yang mencakup
hamper semua aspek. Kehidupan sosial budaya dari suatu masyarakat atau komunitas.
Pada hakikatnya, proses ini lebih cenderung pada proses penerimaan perubahan baru
yang dilakukan oleh masyarakat tersebut guna meningkatkan taraf hidup dan kualitas
kehidupannya. Meskipun demikian perubahan sosial budaya tidak terlepas dari
penilaian tentang akibat positif dan negative dari sesponden yang mengalami proses ini
secara langsung
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan
bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada struktur, unsur
sosial,kultur, fungsi dan lembaga dalam suatu masyarakat dan perubahan itu terjadi
karena adanya arus urbanisasi dan modernisasi. Sedangkan perubahan sosial budaya
adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur sosial dan unsur-unsur budaya dalam
kehidupan masyarakat.7

C. DAMPAK DAN PENGARUH DARI MODERNISASI PEMBANGUNAN

Modernisasi pembangunan memiliki dampak yang signifikan dalam berbagai


aspek kehidupan. Berikut adalah beberapa dampak utama dari modernisasi
pembangunan:
1. Dampak modernisasi terhadap kehidupan sosial masyarakat
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa modernisasi adalah perubahan secara
total pada masyarakat yang prosesnya berlangsung cepat. Timbulnya modernisasi
dapat diakibatkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Secara sadar atau tidak pasti
kita mengalami berbagai fenomena sosial budaya yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat kita. Fenomena ini dapat berupa perubahan gaya hidup, tata cara

6
Nurhadi, Febrianti Dwi Cahya, and S. P. Rengu. “Strategi Pengembangan Pariwisata Oleh Pemerintah Daerah
Terhadap Pendapatan Asli Daerah “(Studi Pada Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata
Kabupaten Mojokerto)."2.2 (2014): hlm. 327.
7
Yuristia, Adelina. "Keterkaitan pendidikan, perubahan sosial budaya, modernisasi dan pembangunan." 1.1
(2017). hlm. 5.

7
pergaulan, perubahan system kemasyarakatan, maupun hal – hal yang dapat
memicu terjadinya masalah – masalah sosial yang timbul akibat perkembangan
teknologi.
Teknologi juga membuat lingkungan alam menjadi nyaman untuk didiami,
aman dan efisien untuk diolah. Namun disisi lain teknologi juga menimbulkan
dampak lain yang tidak diharapkan sehingga menimbulkan masalah sosial cukup
pelik.
Sebagai contoh konkrit yang mudah dipahami adalah penemuan teknologi audio
visual seperti televisi. Televisi telah menimbulkan berbagai fenomena tersendir
bagi kita. Perubahan gaya hidup dalam suatu masyarakat tak dapat dihindarkan
sebagai akibat pertukaran informasi budaya lewat media televisi.
Modernisasi banyak membawa dampak bagi kehidupan semua orang, dari
tingkat kanak – kanak sampai tingkat orang tua. Dampak yang ditimbulkan bukan
saja dampak positif, tetapi juga dampak negatif. lebih – lebih bagi anggota
masyarakat yang tidak banyak memperoleh nilai – nilai moral, terutama norma
agama. Masalah – masalah sosial yang timbul sebgai dampak modernisasi antara
lain :
a) Kesenjangan sosial ekonomi
Kesenjangan sosial ekonomi merupakan kondisi sosial masyarakat yang
sebagian berada pada tingkat kesejahteraan dan kemakmuran yang
tinggi sementara sebagian berada pada tingkat yang rendah.Tingkat
kehidupan ekonomi seseorang ditentukan oleh kesempatan memenuhi
kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan perumahan serta
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Adanya kesenjangan
sosial ekonomi menunjukan perbedaan tinggi rendahnya kesejahteraan
masyarakat.
b) Pencemaran lingkungan
Pencemaran adalah berupa pengotoran yang berupa zat kimia atau
limbah yang mempunyai pengaruh negatif terhadap kehidupan.
Pencemaran terjadi apabila didalam lingkungan terdapat sesuatu bahan
yang merugikan ekosistem dalam konsentrasi besar.Masalah
pencemaran lingkungan alam bisa dibedakan dalam beberapa klasifikasi
yaitu pencemaran tanah, pencemaran air dan pencemaran udara.
Pencemaran linkungan alam bisa berupa pencemaran fisik, pencemaran
biologis, dan pencemaran kimiawi. Gangguan terhadap ekosistem dapat
terjadi karena desakan kebutuhan manusia, bisa juga karena kurangnya
kesadaran memelihara lingkungan alam. Apabila keseimbangan
lingkungan alam terus terganggu, kualitas lingkungan semakin hari akan
semakin menurun.
c) Kriminalitas
Bentuk kriminalitas atau tindak kejahatan ini dapat berupa pencurian,
penjarahan, perampokan, perkosaan, penganiayaan, pembunuhan,
korupsi, prostitusi, dan pemerasan. Proses modernisasi berberdampak
pada kriminalitas atau kejahatan. Dampak ini timbul dari disorganisasi
atau disintegrasi sosial seperti anomie atau kekosongan nilai dan norma.
Kondisi anomie memberi peluang kearah timbulnya masalah sosial.
Faktor penyebab kriminalitas antara lain krisis ekonomi, keinginan yang
tidak tersalur, tekanan mental, dan dendam.
d) Kenakalan Remaja

8
Faktor lingungan berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Pada
dasarnya yang bertanggung jawab atas masalah kenakalan remaja adalah
keluarga karena fungsina setiap keluarga bertanggung jawab dalam
mendidik anggota keluarnyanya agar menjadi manusia dewasa yang
baik. Jelasnya modernisasi akan membawa dampak negatif bagi anggota
masyarakat, mulai dari kanak – kanak hingga dewasa apabila tidak
dilakukan filterisasi (penyaringan) terhadap budaya – budaya asing yang
masuk ke Indonesia. Sehingga kehidupan sosial masyarakat dapat
terpengaruhi.8
2. Dampak sosial budaya dalam pengembangan pariwisata
Adanya pariwisata di suatu kawasan wisata akan mempunyai dua konsekuensi,
yaitu diferensiasi struktur sosial yang bersifat positif dan negatif. Diferensiasi
struktur sosial yang bersifat positif diantaranya:
a) transisi dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa
termasuk pariwisata.
b) modernisasi sektor pertanian.
c) berkembangnya industri kerajinan.
d) penurunan jurang pemisah diantara tingkat pendapatan.
e) persamaan kesempatan memperoleh pendidikan antar strata sosial.
Diferensiasi struktur sosial yang bersifat negatif berupa polarisasi tajam,
diantaranya:
a) polarisasi antar penduduk karena proporsi pendapatan yang tidak seimbang
antar kelompok masyarakat.
b) transformasi dari pertanian ke pariwisata hanya menguntungkan orang-
orang tertentu saja yang menyebabkan kesenjangan ekonomi tinggi.
Secara teoretis, Cohen (1984) mengelompokkan dampak sosial budaya
pariwisata menjadi 10 kelompok besar, yaitu:
1) dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat
dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau
ketergantungannya.
2) dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat
3) dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan social.
4) dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata.
5) dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat.
6) dampak terhadap pola pembagian kerja.
7) dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas social.
8) dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan.
9) dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan social.
10) dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat.
Selain itu, Richard dan Fluker (2004:129-131), mengemukakan bahwa dampak
pariwisata terhadap kehidupan social budaya di destinasi pariwisata, antara lain:
1) dampak terhadap struktur populasi.
2) transformasi struktur mata pencaharian.
3) transformasi tata nilai dapat mengambil beberapa bentuk yaitu efek peniruan
(demonstration effect), marginalisasi, dan komodifikasi kebudayaan.
4) dampak pada kehidupan sehari-hari.

8
Matondang, Asnawati. "Dampak Modernisasi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat."8.2 (2019): hlm. 191-
192.

9
Penilaian dampak sosial-budaya merupakan hal yang sulit. Pertama,
kompleksitas dan sulitnya untuk memisahkan dampak sosial-budaya dari dampak
lainnya, dan kedua, sulit untuk mengukurnya (Matheison dan Wall, 2006).
Sejumlah teori diperkenalkan antara lain Doxey Irritation Indeks dan model siklus
hidup Butler difokuskan pada industri tetapi ada banyak kritik bahwa kedua model
tidak fokus pada komunitas tuan rumah. Oleh karena itu, baik model Doxey dan
model Butler kurang sesuai untuk mengukur dampak sosial-budaya, bahwa teori
pertukaran sosial lebih relevan dengan perubahan sosial budaya (Ap, 1992).
Teori pertukaran sosial (social exchange theory) dikembangkan oleh Emerson
dan telah diterapkan untuk berbagai konteks penelitian. Salah satu studi yang paling
sering dikutip dalam konteks pariwisata adalah dari penelitian yang dilakukan oleh
Ap (1992) yang menjelaskan perubahan destinasi penerima wisatawan dalam
menanggapi pariwisata. Teori ini menunjukkan bahwa individu atau kelompok
memutuskan pertukaran setelah menimbang manfaat dan biaya. Sikap individu
tergantung pada persepsi pertukaran yang mereka buat. Sesuai dengan pernyataan
Matheison dan Wall (2006) mengemukakan bahwa individu yang mengevaluasi
dan memandang imbalan bermanfaat dalam pertukaran memiliki persepsi yang
berbeda dari orang-orang yang menganggap pertukaran sebagai hal yang
berbahaya. Lebih lanjut Snepenger dan Akis (1994) menyebutkan dalam prospek
pariwisata, prinsip-prinsip ini menunjukkan bahwa warga bersedia untuk masuk ke
dalam pertukaran dengan wisatawan jika mereka dapat mengumpulkan beberapa
manfaat tanpa menimbulkan biaya yang tidak dapat diterima. Jika penduduk
setempat secara teoritis percaya bahwa pariwisata adalah sumber yang berharga,
dan biaya yang mereka keluarkan tidak melebihi manfaat, pertukaran akan
mendukung pengembangan pariwisata.
Masyarakat lokal bersedia untuk melakukan pertukaran apabila memperoleh
manfaat dari pengembangan pariwisata (App, 1992; Snepenger dan Akis, 1994;
Matheison, 2006) didukung oleh Gokhale, dkk. (2014) pengembangan pariwisata
menimbulkan interaksi sosial yang mengarah pada pertukaran budaya. Wisatawan
asing secara substansial tinggal lebih lama, mereka memiliki interaksi dengan
penduduk setempat yang mengarah pada pertukaran budaya dan gaya hidup.
Pariwisata telah membawa perubahan sosial dan ekonomi kehidupan masyarakat
berupa transformasi pertanian ke non-pertanian. Terkenli, dkk. (2007)
pembangunan pariwisata telah menghasilkan peluang dan infrastruktur dan secara
dramatis meningkatkan sebagian besar standar hidup, ekonomi dan praktik gaya
hidup rentan terhadap transformasi mendukung perkotaan, dan budaya Barat.
Viswanatha dan Chandrashekara (2014) menunjukkan bahwa ekowisata
memberikan dampak positif sosial-budaya dalam meningkatkan perekonomian
lokal. Ekowisata mendorong ketahanan pangan dan kehidupan lokal sebagai
dampak positif yang tinggi. Hal ini memberikan kontribusi untuk
pengembangansosial lain, sistem infrastruktur dan pelayanan publik seperti kondisi
kesehatan, pendidikan anak dan akses air minum yang lebih baik. Hal ini juga
membantu untuk konservasi dan pengurangan kemiskinan. Dampak positif dari
pengembangan pariwisata terhadap sosial budaya memberi implikasi pada sikap
masyarakat lokal. Berbagai manfaat yang diperoleh membuat masyarakat
mendukung pengembangan pariwisata. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
lokal bersedia mendukung pengembangan pariwisata dan bersedia melakukan
pertukaran apabila memperoleh manfaat lebih dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan. Individu atau kelompok memutuskan pertukaran setelah menimbang
manfaat dan biaya. Sikap individu tergantung pada persepsi pertukaran yang

10
mereka buat. Soontayatron (2013), mengungkapkan bahwa menghindari
konfrontasi sangat komprehensif dalam budaya Thailand untuk menjaga harmoni
dalam masyarakat, oleh karena itu sikap penduduk setempat memiliki kesadaran
dampak negatif sosial-budaya yang dibawa oleh pariwisata tetapi empat jenis
penduduk terus-menerus mendukung pariwisata dalam komunitas mereka.
Sebaliknya, masyarakat lokal lebih terbuka untuk manfaat positif dalam proses
pertukaran karena fakta bahwa Buddha mengajarkan untuk menghindari
konfrontasi. Terkenli, dkk. (2007) kebanyakan masyarakat Crete mendukung
pariwisata dan terus berpegang pada cara hidup tradisional, peran dan nilainilai, dan
memiliki ikatan kuat kembali pulang ke desa mereka, bahkan ketika hidup di empat
lain. Secara umum, nilai sosial dan budaya masyarakat, peranan dan struktur
menjadi lebih tahan terhadap perubahan. Di lain pihak, ekonomi dan praktik gaya
hidup rentan terhadap transformasi mendukung perkotaan, budaya Barat.9
3. Pengaruh media massa dalam pembangunan
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa revolusi modern mendorong
masyarakat ke arah modernisasi dalam aspek-aspek organisasi dan simbolis.
Seluruh masyarakat pasca revolusionermengalami pertumbuhan diferensiasi
struktural dan spesialisasi denganber dirinya kerangka keorganisasian
universalistis; perkembangan ekonomi pasar industrial atau semi industrial;
perkembangan sistem stratifikasi nontradisional dan mobilitas yang relative terbuka
dimana kriteria achievment secara umum dan kriteria ekonomi, pekerjaan dan
pendidikan khususnya, menjadi unsur yang dominan; dan timbulnya system politik
terpusat dan sangat birokratis. Dalam pada itu, komunikasi melalui media massa
baik media cetak maupunelektronik, memberikan peranan yang cukup penting
dalam suatu perubahan sosial budaya politik.
Naisbitt (1984) dan Alfin Toffler (1987) mempopulerkan istilah masyarakat
informasi (Information society) sebagai masyarakat modern produk dari
modernisasi. Menurutnya, masyarakat informasi adalah masyarakat dengan
peradaban yang dicirikan oleh penggunaan elekttronika, komputer, robot, optik,
komunikasi dan informasi sampai ke genetika, energi alternatif, dan manufakture
ruang angkasa serta perekayasaan ekologis; yang kesemuanya itu merefleksikan
loncatan kualitatif pengetahuan manusia yang dewasa ini sedang diterjemahkan ke
dalam penerapan sistem perekonomian.
Sejalan dengan gerak lajunya modernisasi, sarana komunikasi; dalam hal ini
komunikasi media massa perlu mendapat perhatian yang serius. Perencanaan dalam
bidang komunikasi baik yang menyangkut software maupun hardware harus sejalan
dengan gerak pembangunan. Hal tersebut dapat difahami karena komunikasi selain
merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat sehubungan dengan ide-ide
pembaharuan, juga sebagai mediator yang efektif dalam menjembatani
pemerintahan dengan masyarakatnya. Sehubungan dengan hal tersebut, teori norma
budaya melihat cara-cara media massa mempengaruhi perilaku sebagai suatu
produk budaya. Pada hakekatnya, teori norma-norma budaya menganggap bahwa
media massa melalui pesan-pesan yang disampaikannya dengan cara-cara tertentu
dapat menumbuhkan kesan-kesan yang oleh audience disesuaikan dengan
normanorma budayanya. Perilaku individu umumnya didasarkan pada norma-
norma budaya yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapinya, dalam hal ini -

9
Widari, Dewa Ayu Diyah Sri. "Interaksi dan Dampak Sosial Budaya dalam Pengembangan Pariwisata."16.1
(2022). hlm. 46-49

11
media akan bekerja secara tidak langsung untuk mempengaruhi sikap individu
tersebut.
Paling sedikit tiga cara yang dapat ditempuh oleh media massa untuk
mempengaruhi norma-norma budaya. Pertama, pesan-pesan komunikasi massa
dapat memperkokoh pola-pola budaya yang berlaku serta membimbing masyarakat
agar yakin bahwa pola-pola tersebut masih tetap berlaku dan dipatuhi masyarakat.
Kedua, media dapat menciptakan pola-pola budaya baru yang tidak bertentangan
dengan budaya yang ada, bahkan menyempurnakannya. Ketiga, media massa dapat
mengubah normanorma budaya yang berlaku dengan perilaku individu-individu
dalam masyarakat diubah sama sekali. Mengenai besarnya pengaruh media
terhadap normanorma budaya memang masih harus lebih banyak dibuktikan lewat
penulisanpenelitianyang intensif. Menurut Lazarsfeld dan Merton, media
sebenarnya hanya berpengaruh dalam memperkokoh norma-norma yang berlaku,
tetapi tidak membentuk norma budaya baru. Mereka beranggapan bahwa media
bekerja secara konservasif dan hanya menyesuaikan diri dengan norma budaya
masyarakat seperti selera atau nilai-nilai, sehingga mereka tidak membentuk norma
budaya baru melainkan memperkuat “status quo” belaka. Dalam keadaan tertentu
media massa memang mampu menumbuhkan norma-norma budaya baru. Misalnya
kebiasaan membaca yang berkembang dengan pesat akibat penyebaran surat kabar,
minat menikmati siaran radio bertambah besar akibat perluasan jaringan radio
sampai ke pelosok desa. Selain itu, penampilan televisi memberikan suasana baru
bagi interaksi keluarga yang memanfaatkannya sebagai sarana hiburan di dalam
keluarga. Persoalan yang muncul kemudian, apakah media massa mempunyai
pengaruh terhadap perubahan perilaku yang telah mapan? Hal tersebut merupakan
persoalan yang tidak sederhana. Banyak anggapan yang menyangkal kenyataan
bahwa media massa cukup potensial dalam merubah perilaku yang telah mapan.
Misalnya, kampanye imunisasi bebas polio melalui media televisi yang dilakukan
oleh Rano Karno dan kawan-kawan cukup efektif menyentuh masyarakat dalam
mensukseskan gerakan imunisasi bebas polio dari pemerintah.
Kampanyekampanye gerakan cinta damai yang dilakukan oleh kelompok anak
bangsa, memberikan pengaruh psikologis terhadap masyarakat. Kondisi
demikianmenunjukkan bahwa media massa dapat mengukuhkan norma-norma
budaya dengan informasi-informasi yang disampaikan setiap hari. Selain itu, media
massa dapat mengaktifkan perilaku tertentu apabila informasi yang disampaikannya
sesuai dengan kebutuhan individu serta tidak bertentangan dengan budaya yang ada
di masyarakat. Media massa bahkan dapat menumbuhkan norma budaya baru dalam
perilaku selama norma tersebut tidak dihalangi oleh hambatanhambatan sosial
budaya. Sebagai contoh, penayangan berbagai iklan dengan berbagai bentuknya
mendorong masyarakat ke arah konsumtif. Namun ketika media massa
menyuguhkan informasi yang bertentangan dengan norma-norma yang ada di
masyarakat, maka masyarakat akan segera memberikan berbagai reaksi yang
membawa kepada konflik antara pro dan kontra. Sebagai contoh, dewasa ini media
massa cetak sedang dihebohkan oleh masalah penayangan fornografi. Hal tersebut
cukup menghebohkan masyarakat, walaupun dengan dalih kebebasan apa pun
penayangan fornografi belum dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
Keraguan yang masih timbul dikalangan para ahli adalah yang menyangkut
persoalan benarkah bahwa tanpa bantuan atau dukungan faktor-faktor lain media
massa mampu merangsang perubahan? Dengan perkataan lain media massa tidak
mempengaruhi secara mendalam norma-norma yang telah melembaga. Kesimpulan

12
ini, sebagaimana persoalaan-persoalaan lainnya mengenai pengaruh media bersifat
tentatif dan dapat berubah sesuai dengan pembuktianpembuktian data.
Menurut teori persuasi, cara-cara komunikasi massa dalam mempengaruhi
perilaku individu telah menumbuhkan usaha-usaha lain untuk menyusun konsep
yang berhubungan dengan manipulasi informasi melalui pesan-pesan komunikasi.
Berdasarkan teori ini, pesanpesan komunikasi akan efektif dalam persuasi apabila
memiliki kemampuan berubah secara psikologis minat atau perhatian individu
dengan cara sedemikian rupa sehingga individu menanggapi pesan-pesan
komunikasi sesuai dengan kehendak komunikator. Dengan kata lain, kunci
keberhasilan persuasif terletak pada kemampuan memodifikasi sttruktur psikologis
internal dari individu sehingga hubungan psikodinamik antara proses internal
dengan prilaku yang diwujudkan akan sesuai dengan kehendak komunikator.
Sebagai contoh, dalam kampanye partai politik yang belakangan ini marak, dapat
kita lihat dan rasakan dengan jelas bagaimana upaya para elit politik dari berbagai
partai berlomba-lomba meraih perhatian masyarakat melalui berbagai saluran
media massa, baik media elektronik maupun media cetak. Selain itu, dunia
periklanan dengan berbagai bentuk dan coraknya menawarkan produknya kepada
masyarakat yang dibarengi dengan hadiah-hadiah yang cukup menggiurkan.
Kesemuanya itu merupakan upaya-upaya persuasif melalui manipulasi informasi
sedemikian rupa untuk meraih simpati masyarakatnya agar masyarakat dapat
memilih atau membeli apa yang ditawarkan. Demikian pula halnya dengan
pembangunan. Pesanpesan pembangunan tidak sedikit yang disalurkan kepada
masyarakat melalui berbagai media massa, agar masyarakat menerima dan
mendukung gerak pembangunan dalam setiap aspek kehidupan yang telah
diprogramkan oleh pemerintah.10
4. Keberkaitan agama dan pembangunan
Wacana tentang agama dan pembangunan merupakan sebuah wacana yang
sudah lama ada dalam pembahasan ilmu sosial. Bahkan boleh dikatakan rasionalitas
yang menjadi salah satu pilar pembangunan lahir dari dialektika keagamaan, seperti
yang dituangkan Max Weber dalam esainya berjudul The Protestant Ethic And The
Spirit Of Capitalism.Pengamatan Weber terhadap tradisi JudeoChristian dari era
ide-ide Katolisme, Lutherianisme, terutama fokusnya pada etika Calvinisme -
sebagai masyarakat Kristen Puritan yang doktrinnya mulai muncul pada abad ke-
16an -memberikan sumbangsih luar biasa dalam perdebatan di lingkup akademik
mengenai berlangsungnya transformasi tatanan masyarakat dari era tradisionalis
menuju masyarakat baru yang hidup berlandaskan rasionalitas.
Diketahui dari tesis Weber setidaknya terdapat dua doktrin utama kepercayaan
yang diinisiasi oleh John Calvin tersebut yang pada akhirnya memposisikannya
pada etika rasionalitas. Pertama, Calvinisme, layaknya aliran agama lainnya, tetap
percaya bahwa Tuhan sebagai zat yang menciptakan alam semesta. Yang
membedakannya ialah, Calvinisme meyakini bahwa setelah proses penciptaan
selesai, Tuhan tidak memiliki kepentingan lagi untuk bermanifestasi terhadap
perkembangannya (no longer manifesting an overweening interest in its
development). Tidak ada lagi pengamatan Tuhan secara lebih lanjut terhadap setiap
kejadian yang dilakukan, yang didengar, bahkan yang diucapkan dan yang menjadi
pikiran ummat-Nya. Oleh karena itu, Weber menyimpulkan bahwa penganut aliran
Calvinisme memiliki kebebasan untuk berfikir & bertindak mengenai urusan -

10
Hernawan, Wawan. "Pengaruh Media Massa Terhadap Perubahan Sosial Budaya Dan Modernisasi Dalam
Pembangunan." 4.4 (2012). hlm. 92-94.

13
urusan duniawi, fisik dan perihal material lainnya. Kedua, Calvinisme percaya
bahwa setiap perilaku individu pada akhirnya memiliki ganjarannya masing-masing
yang dipredeterminasikan sejak lahir dan tak terungkap hingga setelah kematian
(salvation or damnation in the afterlife). Manusia manapun tidak akan mengetahui
bagaimana takdir Tuhan yang telah ditetapkan terhadap mereka, bahkan bagi yang
taat beragama sekalipun. Namun, bukannya terjebak dalam hedonisme duniawi
untuk menghindar dari takdir yang telah ditentukan tersebut, penganut aliran
Calvinisme malah terbentuk secara disiplin untuk berusaha keras di dunia, bukan
untuk tujuan keduniaan, melainkan untuk terpilih agar termasuk ke dalam golongan
orang-orang suci (saints) yang mendapatkan takdir kebahagian di akhirat.
Weber mengamati bahwa dua prinsip inilah yang akhirnya memunculkan etos
dikalangan penganut aliran Calvinisme yang ia istilahkan sebagai ‘inner-worldly
asceticism’Inner-worldy menunjukkan perilaku keterbukaan penganut Calvinisme
terhadap realitas sosial-ekonomi dan asceticism merujuk pada usaha dan kerja keras
bukan untuk tujuan duniawi semata sebagai fundamen utamanya, namun lebih
kepada kepentingan religiustransendental. Prinsip inilah yang sedikit banyak juga
bersinggungan dengan semangat kapitalisme di mana terdapat aspek investasi dan
penumpukkan keuntungan yang dihasilkan dari proses investasi tersebut yang
menjadikan penganut Calvinisme cenderung merepresentasikan ‘manusia ekonomi
modern’ melalui basis kepercayaannya. Seperti yang dituliskan oleh Richard Peet
& Elaini Hartwick:

“In term of this connection with capitalism, Calvinists considered themselves


ethically bound to sustain profitability through relentless, steady, and systematic
activity in business. They strove for maximal returns on invested assets and yet
abstained from immediate enjoyment of the fruits of their activity. Hence capital
accumulated through continous investment and the repression of all-too-human
feelings of solidarity toward other.”

Sedikit lebih kontemporer, kita juga kemudian dapat merujuk pada tulisan
Robert N. Bellah berjudul Tokugawa Religion: The Values of Pre-industrial
Japanyang menggunakan kerangka kerja sosiologis Max Weber dalam mengamati
Etika Protestan untuk digunakan pula dalam mengkerangkai kemajuan
pembangunan Jepang yang pesat di era Tokugawa yang dimulai dari awal Abad ke-
15 dan berakhir di penghujung Abad ke-17. Bellah menemukan terdapat pengaruh
aliranaliran agama Budha dan Konfusianisme yang dimodifikasikan dengan kultur
kehidupan masyarakat Jepang yang dipengaruhi oleh konsep-konsep ajaran Shinto.
Peleburan inilah yang kemudian melahirkan etos-etos kerja masyarakat pra-
industrial Jepang yang terus berlangsung hingga era perekonomian modern saat ini,
seperti: menahan diri (self-restrain), kerja produktif dan ketahanan serta konsistensi
dalam meraih tujuan yang telah ditetapkan yang apabila diistilahkan oleh tesis
Weber sebagai Etika Protestan. Kita ambil saja contohnya sistem perekonomian
Jepang yang dipengaruhi paham Confusianisme yang melihat bahwa terdapat
keterkaitan secara langsung antara moralitas dan kesejahteraan ekonomi. Untuk
urusan kebijakan ekonomi, para pemikir Konfusian menawarkan pandangan bahwa
jumlah produsen harus lebih dominan dari konsumen. Sehingga meskipun aktivitas
produksi terus digenjot, penghematan dalam hal pengeluaran tetap tak bisa
dinegasikan. Hanya dengan begitu sumber daya ekonomi potensial untuk tercukupi
bagi seluruh masyarakat. Dan kesadaran ini turut pula dimanifestasikan ke dalam
kesadaran para elit Jepang untuk memiliki sikap hemat dalam menjalankan

14
kekuasannya. Hal ini tercermin dari tulisan Kaibara Ekiken (1630-1714), seorang
filsuf Neo-Konfusianis sekaligus guru sosiologis dan spritualis Jepang di era
Tokugawa yang dalam bukunya berjudul Kunshikun menuliskan:

“Jika penguasa ingin memerintah rakyatnya dengan kebajikan, dia harus


melaksanakan sikap hemat. Produktivitas tanah ada batasnya, sehingga jika
penguasa terbiasa mewah-mewah dan boros, sumber daya yang ada dalam
kekuasaannya akan segera kering dan dia akan berada dalam kesulitan untuk
mencukupi kebutuhannya. Semua penguasa yang bijak selalu hemat. Sikap hemat,
memang dasar kebajikan yang penting bagi penguasa.”

Etos ekonomi hemat ini dipegang teguh oleh para samurai sebagai elite
pemerintahan feudal militeristik kekaisaran Jepang di era Tokugawa, yang
kemudian dikemas ke dalam etika Bushidō sebagai codes of honour yang mendikte
gaya hidup para samurai. Meskipun tidak terlibat langsung dalam kegiatan bisnis,
perilaku hemat para samurai cukup signifikan dalam mempengaruhi perilaku elite
pemerintahan yang mengurusi langsung urusan perekonomian dan para penggiat
bisnis, terutama di zaman kekaisaran Meiji.
Namun, introduksi mengenai ide-ide modernisasi sepertinya mulai mengalami
reorientasi pasca pertengahan abad ke-20, serentak dengan berakhirnya Perang
Dunia II. Keterlibatan pengaruh agama dalam ide-ide pembangunan mulai
dikesampingkan, bahkan diasumsikan bahwa pengaruhnya dalam proses
pembangunan sebagai ancaman. Tak hanya di Dunia Barat, di berbagai negara
berkembang di seluruh dunia pun, paham tentang agama sebagai urusan privat
(private matters) mulai menjadi pemahaman awam. Fenomena ini kemudian tak
ayal turut mereduksi peran-peran aktor yang berangkat dari motivasi keagamaan
untuk berpartisipasi dalam urusan publik (public matters). Kutipan singkat namun
cukup mengena dari William Tyndale berikutmungkin relevan dijadikan sebagai
gambaran stigmatis betapa terkikisnya peran agama dari proses modernisasi.
Tyndale menyebutkan: ‘it is impossible to talk of religions in general without giving
a false picture’. Dari kutipan singkat itu kita dapat membaca bahwa tidak ada
kepercayaan, atau tidak dimungkinkan untuk dilibatkannya nilai-nilai agama yang
berkutat pada isu etis dan moral di tengah upaya pembangunan karena sifatnya yang
seringkali kontradiktif dengan aspek rasionalitas. Kompleksitas inilah yang sering
dihadapi oleh organisasi berbasis keagamaan untuk terlibat dalam agenda
pembangunan. Di satu sisi, pakem pembangunan era modern berlangsung dalam
transformasi yang cepat dan mendalam (abrupt and profound transformation) dalam
merubah perilaku masyarakat tradisional untuk beranjak ke dalam peradaban baru
sesuai standar modernitas. Sedangkan untuk melakukan hal yang sama, organisasi
harus menghadapi semacam trade-off, yaitu bagaimana merekonsiliasikan nilai-
nilai kearifan tradisional keagamaan dengan perubahanperubahan yang diperlukan
demi tujuan pembangunan.
Tapi sampai di sini, menarik jika kita kemudian turut pula merujuk pada
argumen Jeffrey Haynes, Profesor dari Center for the Study of Religion Conflict
and Cooperation London Metropolitan University, dalam bukunya Religion and
Development: Conflict or Cooperation? yang masih meyakini kemungkinan
kebangkitan agama dalam pewacanaan dan proses pembangunan. Agama, menurut
Haynes, mulai kembali mendapatkan tempat dalam masyarakat akibat kekecewaan
dan kegagalan yang dijanjikan pembangunan.Gairah keberagamaan (religious
fervour) dianggap mampu mengkompensasikan kenyamanan dari kekurangan

15
kapasitas materialistik. Terutama bagi masyarakat miskin di negara berkembang
yang pembangunannya belum juga terakselerasikan, agama menjadi aspek penting
dari identitas masyarakat. Haynes kemudian mengutip studi perihal kesejahteraan
yang dilakukan oleh World Bank terhadap 60 ribu orang dari 60 negara yang
mengidentifikasikan diri maupun diidentifikasi oleh komunitasnya sebagai
masyarakat miskin mengungkapkan bahwa aspek keharmonisan dengan urusan-
urusan transendental (transcendent matters) seperti aktivitas spiritual dan
keagamaan merupakan bagian dari kesejahteraan (well-being). Sehingga tak heran
jika kemudian mulai muncul opini yang menyatakan bahwa agama harus terlibat
sebagai influential voice dalam pemetaan strategi pembangunan.
Kesadaran ini sesuai dengan temuan Max Weber pada masyarakat Amerika
Serikat yang bahkan sebagai negara maju dan mengadopsi prinsip pemisahan
entitas Gerejadan Negara sekalipun, afiliasi keagamaan tetap menjadi faktor
pertimbangan guna membangun relasi dalam aktivitas industrial
masyarakatnya.Ambil saja contohnya identitas denominasi kelompok Gereja,
pertanyaan seperti ‘what church do you belong?’ masih mungkin ditemui dan
dianggap relevan dalam praktik-praktik perekonomian. Weber menerangkan
bahwa:

“If one looked more closely at the matter in the United States, one could easily see
that the question of religious affiliation was almost always posed in social life and
in business life which depended on permanent and credit relations.”
Konstruksi pemikiran di atas tentu saja tidak mencoba untuk memaksakan
aktor-aktor yang bergerak dalam lingkup basis keagamaan untuk menyetujui
‘rasionalitas-rasionalitas’ modern. Atau vice versa, prinsip-prinsip modernisasi tak
pula harus mengurangi kadarnya agar dapat menampung keterlibatan aktor,
kelompok atau institusi keagamaan dalam agenda pembangunan. Namun, terdapat
kemungkinan bahwa kedua aspek tersebut untuk bersinggungan secara lebih
kooperatif, dengan didukung keterlibatan ide-ide keagamaan dan spiritualitas dapat
disisipkan untuk memberikan improvisasi, tak hanya untuk tujuan pembangunan
ekonomi, namun juga terhadap aspek pembangunan manusiasehingga memberikan
pemahaman yang lebih inklusif terhadap makna pembangunan itu sendiri.11

D. FAKTOR PENDORONG MODERNISASI

Ada beberapa faktor pendorong yang dapat mendorong modernisasi dalam


berbagai aspek kehidupan, termasuk teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Berikut
ini adalah beberapa faktor pendorong modernisasi yang umum:
1. Kemajuan Teknologi
Perkembangan teknologi, seperti komputer, internet, telekomunikasi, dan teknologi
digital lainnya, telah menjadi faktor pendorong utama dalam modernisasi. Inovasi
teknologi memungkinkan proses produksi yang lebih efisien, komunikasi yang
lebih cepat, dan aksesibilitas yang lebih baik terhadap informasi dan layanan.
2. Globalisasi
Globalisasi mempengaruhi modernisasi dengan menghubungkan dunia secara lebih
terintegrasi melalui perdagangan internasional, investasi, dan pertukaran budaya.

11
Firmansyah, Anwar, and Tiffany Setyo Pratiwi. "Agama dan Pembangunan: Beragam Pandangan dalam
Melihat Keberkaitan Agama terhadap Proses Pembangunan dan Modernisasi." 15.1 (2019): hlm. 3-6.

16
Ini mendorong adopsi praktik dan teknologi baru, memperluas pasar, dan
meningkatkan akses terhadap sumber daya global.
3. Urbanisasi
Peningkatan urbanisasi, di mana lebih banyak orang bermigrasi ke kota, juga
mendorong modernisasi. Kota-kota menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, inovasi,
dan kehidupan sosial yang lebih maju. Urbanisasi juga mempengaruhi infrastruktur,
transportasi, dan perumahan yang lebih modern.
4. Perubahan Sosial
Perubahan sosial, seperti peningkatan pendidikan, kesetaraan gender, pergeseran
nilai-nilai budaya, dan kebutuhan akan pelayanan publik yang lebih baik, juga
menjadi faktor pendorong modernisasi. Ketika masyarakat berubah, mereka
meminta perubahan dalam sistem dan layanan yang ada, memaksa inovasi dan
perubahan positif.
5. Keinginan untuk Kemajuan Ekonomi
Ambisi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan daya saing global mendorong
modernisasi. Negara-negara dan organisasi ekonomi mengadopsi teknologi dan
praktik baru untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas dalam sektor
industri dan jasa.
6. Kebutuhan Lingkungan
Kebutuhan untuk menjaga lingkungan hidup dan mengurangi dampak negatif
manusia terhadap planet kita mendorong modernisasi dalam bentuk teknologi
ramah lingkungan, energi terbarukan, dan praktik berkelanjutan lainnya.
Faktor-faktor ini berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam mendorong
modernisasi di berbagai bidang kehidupan. Penting untuk diingat bahwa modernisasi
juga memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi, dan penting untuk memastikan bahwa
modernisasi berlangsung secara inklusif dan berkelanjutan.

E. KESIAPAN DAN TANTANGAN MASYARAKAT MADURA DALAM


MENGHADAPI MODERNISASI PEMBANGUNAN

 Kesiapan masyarakat Madura dalam menghadapi modernisasi pembangunan dapat


bervariasi tergantung pada faktor-faktor berikut:
1. Kesadaran dan Pendidikan
Tingkat kesadaran dan pendidikan masyarakat Madura tentang modernisasi dan
manfaatnya dapat mempengaruhi kesiapan mereka. Pendidikan yang baik dapat
membantu masyarakat Madura memahami perubahan yang terjadi, mengenali
peluang baru, dan mengatasi tantangan yang mungkin muncul.
2. Akses terhadap Teknologi dan Infrastruktur
Akses yang memadai terhadap teknologi, seperti internet dan telekomunikasi,
serta infrastruktur yang diperlukan untuk modernisasi (misalnya listrik,
transportasi, air bersih), merupakan faktor penting dalam kesiapan masyarakat
Madura. Tanpa akses yang memadai, sulit bagi masyarakat Madura untuk
mengadopsi dan memanfaatkan inovasi modern.
3. Ketersediaan Sumber Daya
Ketersediaan sumber daya, termasuk keuangan, tenaga kerja terampil, dan
modal manusia yang berkualitas, dapat mempengaruhi kesiapan masyarakat
Madura dalam menghadapi modernisasi. Kemampuan untuk menginvestasikan
sumber daya ini dalam pengembangan teknologi dan keahlian baru dapat
meningkatkan kesiapan mereka.
4. Partisipasi dan Keterlibatan Masyarakat Madura

17
Kesiapan masyarakat Madura juga tergantung pada tingkat partisipasi dan
keterlibatan mereka dalam proses pembangunan. Ketika masyarakat Madura
secara aktif terlibat dalam perencanaan, implementasi, dan pengambilan
keputusan terkait modernisasi, mereka lebih mungkin untuk merasa memiliki
perubahan tersebut dan siap untuk menghadapinya.
5. Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan pemerintah yang mendukung modernisasi dan memberikan kerangka
kerja yang jelas dan stabil dapat membantu meningkatkan kesiapan masyarakat
Madura. Regulasi yang memfasilitasi inovasi, melindungi hak-hak masyarakat,
dan memastikan inklusivitas dan keberlanjutan dalam proses modernisasi juga
penting.
6. Resiliensi Sosial dan Budaya
Kemampuan masyarakat Madura untuk beradaptasi dengan perubahan dan
mempertahankan nilai-nilai sosial dan budaya mereka dalam konteks
modernisasi penting. Resiliensi sosial dan budaya membantu masyarakat
Madura menghadapi tantangan, menyeimbangkan kebutuhan baru dengan
kebutuhan tradisional, dan mempertahankan identitas mereka.
Kesiapan masyarakat dalam menghadapi modernisasi pembangunan bukanlah
kondisi statis, tetapi dapat dikembangkan melalui pendidikan, pelatihan, dan
partisipasi aktif dalam proses pembangunan. Penting bagi pemerintah, organisasi,
dan masyarakat sipil untuk bekerja sama guna memastikan kesiapan yang optimal
dalam menghadapi perubahan modernisasi.
 Masyarakat Madura menghadapi beberapa tantangan dalam menghadapi
modernisasi pembangunan. Berikut adalah beberapa tantangan umum yang sering
dihadapi:
1. Ketimpangan dan Ketidaksetaraan
Modernisasi pembangunan dapat memperkuat kesenjangan sosial dan ekonomi
antara kelompok masyarakat Madura. Beberapa kelompok masyarakat Madura,
seperti masyarakat pedesaan, perempuan, dan kelompok minoritas, mungkin
menghadapi kesulitan dalam mengakses manfaat modernisasi dan peluang yang
dihasilkan.
2. Perubahan Sosial dan Budaya
Modernisasi pembangunan sering kali membawa perubahan dalam nilai-nilai
sosial dan budaya yang dipegang oleh masyarakat Madura. Perubahan ini dapat
menyebabkan konflik dan ketegangan dalam masyarakat yang mencoba
mempertahankan identitas dan tradisi mereka dalam menghadapi modernisasi.
3. Ketidakpastian Pekerjaan
Modernisasi pembangunan sering kali berhubungan dengan perubahan dalam
struktur ekonomi dan jenis pekerjaan yang tersedia. Perubahan ini dapat
menyebabkan ketidakpastian pekerjaan dan mengancam mata pencaharian
tradisional masyarakat Madura. Masyarakat Madura mungkin perlu beradaptasi
dengan keterampilan baru untuk tetap relevan di pasar kerja yang terus berubah.
4. Relokasi dan Penggusuran
Proyek modernisasi pembangunan sering melibatkan relokasi dan penggusuran
masyarakat Madura dari lahan mereka. Proses ini dapat menyebabkan konflik,
kerugian ekonomi, dan masalah sosial bagi masyarakat Madura yang terkena
dampaknya. Diperlukan kebijakan dan tindakan yang tepat untuk melindungi
hak-hak masyarakat yang terkena dampak relokasi.
5. Kerentanan Lingkungan

18
Modernisasi pembangunan yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan yang serius. Penggunaan sumber daya alam yang
berlebihan, polusi, dan perubahan iklim dapat memiliki dampak negatif
terhadap ekosistem dan kesehatan masyarakat. Masyarakat Madura perlu
menghadapi tantangan ini dan mendorong praktik pembangunan yang ramah
lingkungan.
7. Kurangnya Keterlibatan Masyarakat Madura
Ketika masyarakat Madura tidak terlibat secara aktif dalam proses
pembangunan, mereka mungkin merasa tidak memiliki perubahan tersebut.
Partisipasi masyarakat Madura yang minim dapat mengurangi keberlanjutan
dan efektivitas modernisasi pembangunan. Mendorong keterlibatan masyarakat
Madura dalam perencanaan dan implementasi proyek pembangunan adalah
tantangan yang perlu diatasi.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting untuk memastikan bahwa modernisasi
pembangunan dilakukan secara inklusif, berkelanjutan, dan memperhatikan
kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang beragam. Melibatkan masyarakat
Madura dalam pengambilan keputusan, melindungi hak-hak mereka, memberikan
pelatihan keterampilan yang diperlukan, dan mempromosikan kesetaraan adalah
langkah-langkah penting untuk menghadapi tantangan modernisasi pembangunan.

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah yang
lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Seiring
dengan pendapat Wilbert E. Moore yang mengemukakan bahwa modernisasi adalah suatu
transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra moderen dalam arti
teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri-ciri
negara barat yang stabil.
Bentuk perubahan dalam pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah (direct
change) yang didasarkan pada suatu perencanaan (planned change) yang bias diistilahkan
dengan Social Planning. melibatkan masyarakat Madura dalam pengambilan keputusan,
melindungi hak-hak mereka, memberikan pelatihan keterampilan yang diperlukan, dan
mempromosikan kesetaraan adalah langkah-langkah penting untuk menghadapi tantangan
modernisasi pembangunan.

B. SARAN
Bagi pembaca, hasil makalah ini di harapkan dapat menambah wawasan pengetahuan
terkait sengan modernisasi yang ada di Madura serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Khususnya yang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang modernisasi di kota Madura
maka perlu modifikasi variable-variabel independen baik menambah variable atau
menambah variable atau menambah time series datanya. Sehingga akan lebih objektif dan
bervariasi dalam melakukan penelitian.

20
DAFTAR PUSTAKA

Matondang, A. (2019). Dampak Modernisasi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat. Wahana Inovasi:
Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat UISU, 8(2), 188-194.
Widari, D. A. D. S. (2022). Interaksi dan Dampak Sosial Budaya dalam Pengembangan
Pariwisata. Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi), 16(1).
Jemadu, A. (2003). Pembangunan dan modernisasi: implikasinya terhadap tatanan ekologi dan
sosial. Jurnal Administrasi Publik, 2(2).
Rosana, E. (2011). Modernisasi dan perubahan sosial. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik
Islam, 7(1), 46-62.
Hernawan, W. (2012). Pengaruh Media Massa Terhadap Perubahan Sosial Budaya Dan Modernisasi
Dalam Pembangunan. KOM & REALITAS SOSIAL, 4(4).
Firmansyah, A., & Pratiwi, T. S. (2019). Agama dan Pembangunan: Beragam Pandangan dalam Melihat
Keberkaitan Agama terhadap Proses Pembangunan dan Modernisasi. Jurnal Ilmiah Hubungan
Internasional, 15(1), 1-12.
Pranadji, T., & Simatupang, P. (1999). Konsep modernisasi dan implikasinya terhadap penelitian dan
pengembangan pertanian.
Kusuma, M. E., & Muta'ali, L. (2019). Hubungan Pembangunan Infrastruktur dan Perkembangan
Ekonomi Wilayah Indonesia. Jurnal Bumi Indonesia, 8(3).
Yuristia, A. (2017). Keterkaitan pendidikan, perubahan sosial budaya, modernisasi dan
pembangunan. IJTIMAIYAH Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya, 1(1).
Nurhadi, F. D. C., & Rengu, S. P. (2014). el.“Strategi Pengembangan Pariwisata Oleh Pemerintah
Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah “(Studi Pada Dinas Pemuda, Olahraga,
Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto). Jurnal Administrasi Publik (JAP), 2(2),
325-331.

21

Anda mungkin juga menyukai