Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan
sehari-hari di zaman yang semakin modern. Seiring berjalannya waktu kemajuan
teknologi berdampingan dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan. Tidak hanya itu, teknologi juga
memberikan kemudahan serta dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan
aktivitas manusia. Setiap orang juga menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh
inovasi-inovasi teknologi dalam dekade terakhir ini. Manfaat ini sudah mulai
merambat ke berbagai bidang dan disiplin ilmu baik di seluruh dunia maupun di
Indonesia khususnya.
Indonesia merupakan negara berpenduduk terbanyak urutan keempat di
dunia dengan jumlah penduduk 261.890.921 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang
sangat signifikan ini, Indonesia harus mampu mengelola sumberdaya manusianya.
Pada era globalisasi, penguasaan teknologi menjadi prestise dan indikator
kemajuan suatu negara. Negara dapat dikatakan maju jika memiliki tingkat
penguasaan teknologi tinggi (high technology), sedangkan negara-negara yang
tidak bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi sering disebut sebagai negara
gagal (failed country). Apalagi Indonesia akan berhadapan dengan bonus
demografi sejak 2010 hingga 2035. Jangan sampai bonus demografi ini menjadi
bencana demografi.
Bonus demografi dimaknai sebagai keuntungan ekonomis yang disebabkan
oleh semakin besarnya jumlah tabungan dari penduduk produktif. Hal ini dapat
memacu investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut juga lazim dikenal
sebagai jendela kesempatan (windows of opportunity) bagi suatu negara untuk
melakukan akselerasi ekonomi dengan menggenjot industri manufaktur,
infrastruktur, maupun UMKM karena berlimpahnya angkatan kerja. Banyak
negara menjadi kaya karena berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus
demografinya untuk memacu pendapatan per kapita sehingga kesejahteraan
2

masyarakat tercapai. Kita sebagai pemuda penggerak perubahan harus mengambil


peran dalam terwujudnya bonus demografi pada tahun 2035 terkhususnya
Himpunan Mahawsiswa Islam (HMI) yang merupakan organisasi mahasiswa
tertua di Indonesia.
Mengingat HMI yang telah melahirkan putra-putri terbaik bangsa manjadi
seorang birokrat, politisi, akademisi, dan pengusaha di kancah nasional maupun
interasional, saat ini HMI juga harus mampu menghadapi tantangan perubahan
sosial di era digitalisasi saat ini, baik secara internal maupun secara eksternal.
HMI harus mampu melaksanakan kepengurusan dan pengkaderan secara digital.
Digitalisasi HMI merupakan sebuah keniscayaan dan akan terus berkembang
mengikuti perubahan zaman.
Secara struktural di HMI, kita mengenal lembaga pengembangan profesi
seperti Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI). Peran lembaga
pengembangan profesi ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar dapat
melahirkan kader-kader yang berkualitas insan cita dan dapat menjadi inkubator
dalam pertumbuhan startup di Indonesia. Oleh sebab itu penulis mengambil judul
“Peluang dan tantangan HMI di era digital dalam mengahadapi bonus demografi
di Indonesia pada tahun 2035”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peluang dan tantangan HMI menghadapi bonus demografi di
era digitalisasi ?
2. Bagaimana peran Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) di tubuh
HMI dapat menjadi inkubator pertumbuhan startup di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Melihat peluang dan tantangan HMI menghadapi bonus demografi di era
digitalisasi.
2. Sebagai langkah mengoptimalkan peran LEMI menjadi inkubator
pertumbuhan startup di Indonesia
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perubahan dan Digitalisasi Sosial


Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-
perubahan. Perubahan-perubahan hanya akan ditemukan oleh seseorang yang
sempat meneliti sususan dan kehidupan masyarakat pada suatu waktu dan
membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada
waktu yang lampau. Sesorang yang tidak sempat menelaah sususan kehidupan
masyarakat desa di Indonesia misalnya akan berpendapat bahwa masyarakat
tersebut statis, tidak maju, dan tidak berubah. Pernyataan demikian didasarkan
pada pandangan sepintas yang tentu saja kurang mendalam dan kurang teliti
karena tidak ada suatu masyarakat pun yang berhenti pada suatu titik tertentu
sepanjang masa. Orang-orang desa sudah mengenal perdagangan, alat-alat
transportasi modern bahkan dapat mengikuti berita-berita mengenai daerah lain
melalui radio, televisi, dan sebagainya yang kesemuanya belum dikenal
sebelumnya.

1. Pangantar Perubahan Sosial


Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-
norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susuan lembaga keemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan
lain sebagainya. Karena luasnya perubahan-perubahan tersebut, bila seseorang
hendak melakukan penelitian, penting untuk memilah terlebih dahulu secara tegas,
perubahan apa yang dimaksudnya. Dasar penelitiannya mungkin tak akan jelas
apabila tidak dikemukakan terlebih dahulu.
Dengan diakuinya dinamika sebagai inti jiwa masyarakat, banyak sosiolog
modern yang mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah perubahan sosial
dalam masyarakat. Masalah tersebut menjadi lebih penting lagi dalam
4

pembangunan ekonomi yang diusahakan oleh masyarakat dari negara-negara yang


memperoleh kemerdekaan politiknya setelah Perang Dunia II.
Sebagian besar ahli ekonomi menurut Soekanto (1984) mula-mula mengira
bahwa suatu masyarakat akan dapat membangun ekonominya dengan cepat
apabila telah dicukupi dan dipenuhi dengan syarat-syarat yang khusus diperlukan
dalam bidang ekonomi. Akan tetapi, pengalaman mereka yang berniat untuk
mengadakan pembangunan ekonomi dalam masyarakat-masyarakat yang baru
mulai dengan pembangunan terbukti bahwa syarat-syarat ekonomi saja tak cukup
untuk melancarkan pembangunan. Disamping itu, diperlukan pula perubahan-
perubahan masyarakat yang dapat menetralkan faktor-faktor kemasyarakatan yang
mengalami perkembangan. Hal itu dapat memperkuat atau menciptakan faktor-
faktor yang dapat mendukung pembangunan tersebut.
Sebaliknya, perlu diketahui terlebih dahulu perubahan-perubahan di bidang
manakah yang akan terjadi nanti sebagai akibat dari pembangunan ekonomi dalam
masyarakat. Menurut Soemardjan (1964), perubahan-perubahan diluar bidang
ekonomi itu tidak dapat dihindarkan karena setiap perubahan dalam suatu
lembaga kemasyarakatan akan mengakibatkan pula perubahan-perubahan di
dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan tersebut selalu terkait proses saling mempengaruhi secara timbal
balik. Namun, dapat pula berarti kemunduran bidang-bidang tertentu.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini
merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke
bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern. Penemuan-penemuan
terbaru di bidang teknologi yang terjadi di suatu tempat dengan cepat dapat
diketahui oleh masyaralat lain yang berada jauh dari tempat tersebut.
Moore (1965) mengemukakan bahwa perubahan dalam masyarakat memang
telah ada sejak zaman dahulu. Namun, dewasa ini perubahan-perubahan tersebut
berjalan dengan sangat cepat sehingga membingungkan manusia yang
menghadapinya dan berjalan secara konstan. Ia memang terikat oleh waktu dan
tempat. Akan tetapi, karena sifatnya yang berantai, perubahan terlihat berlangsung
5

terus, walau diselingi keadaan dimana masyarakat mengadakan reorganisasi


unsur-unsur struktur masyarakat yang terkena perubahan.

2. Definisi Perubahan Sosial


Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan mengenai
pembatasan perubahan-perubahan sosial. Supaya tidak timbul kerancuan,
pembicaraan karena dibatasi lebih dahulu pada perubahan-perubahan sosial.
Ogburn (1964) mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial
meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial,
yang diletakkan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap
unsur-unsur immaterial. Sedangkan Davis (1960) mengartikan perubahan sosial
sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Misalnya, timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah
menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dan majikan
dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi dan
politik.

3. Penemuan Baru dan Perubahan Sosial


Suatu proses sosial yang besar, tetapi terjadi dalam waktu yang tidak terlalu
lama disebut dengan inovasi atau innovation. Proses tersebut meliputi proses
penemuan baru, jalannya unsur sosial baru yang tersebar ke lain lapisan
masyarakat, dan cara-cara unsur sosial baru tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya
dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan.
Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan
dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan invention. Discovery
merupakan penemuan unsur sosial yang baru, baik berupa alat, atau pun yang
berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan
para individu.
Discovery baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui,
menerima serta menerapkan penemuan baru itu (Koentjaningrat, 1997). Sering
kali proses dari discovery sampai ke invention membutuhkan suatu rangkaian
6

pencipta-pencipta. Penemuan mobil, misalnya, dimulai dari usaha seorang


Austria, yaitu S. Marcus pada tahun 1875 yang membuat motor gas pertama.
Sebetulnya sistem motor gas tersebut juga merupakan suatu hasil dari rangkaian
ide yang telah dikembangkan sebelum Marcus. Sungguh pun demikian, Marcus
lah yang telah membulatkan penemuan tersebut, dan yang untuk pertama kali
menghubungkan motor gas dengan sebuah kereta sehingga dapat berjalan tanpa
ditarik seekor kuda. Itulah satanya mobil menjadi discovery. Setelah 30 tahun
berjalan, suatu rangkaian sumbangan dari sekian banyak pencipta lain yang
menambah perbaikan mobil tersebut, barulah sebuah mobil mencapai bentuk
ksehingga dapat dipakai sebagai alat pengangkutan oleh manusia dan mendapat
hak paten di Amerika Serikat pada tahun 1911. Dengan tercapainya bentuk
tersebut, kendaraan mobil menjadi suatu invention.
Pada saat penemuan menjadi invention, proses inovasi belum selesai.
Sungguhpun kira-kira sesudah tahun 1911 produksi mobil dimulai, mobil masih
belum dikenal oleh seluruh masyarakat. Biaya produksi mobil demikian tingginya
sehingga hanya suatu golongan sangat kecil saja yang dapat membelinya. Masih
diperlukan rangkaian penelitian lain dan penemuan-penemuan lain yang dapat
menekan biaya produksi. Satu persoalan lain yang juga harus dihadapi adalah
apakah masyakarat sudah siap menerimanya karena diperlukan pembuatan jalan-
jalan raya yang baru. Seluruh proses tersebut merupakan rangakaian proses
inovasi dari sebuah mobil.
Tentu ada individu yang sadar akan adanya kekurangan dalam sosial
masyarakatnya. Orang lain mungkin tidak puas dengan keadaan, tetapi tidak
mampu memperbaiki keadaan tersebut. Mereka inilah yang kemudian menjadi
pencipta-pencipta baru tersebut. Keinginan untuk meningkatkan kualitas suatu
karya merupakan pendorong untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan ciptaan
baru.
Pengaruh suatu penemuan baru tidak hanya terbatas pada satu bidang
tertentu saja, tetapi sering kali meluas ke bidang-bidang lainnya misalnya
penemuan internet menyebabkan perubahan-perubahan dalam lembaga
kemsyarakatan sepereti pendidikan, agama, pemerintahan, birokrasi, dan
7

seterusnya yang kemudian kian memperdalam perbedaan antara negara-negara


besar (super powers) dengan negara-negara kecil.

4. Korelasi Bonus Demografi dengan Pertumbuhan Ekonomi


Perbincangan mengenai korelasi antara pertambahan penduduk dengan
pertumbuhan ekonomi telah menjadi sumber perdebatan panjang di kalangan ahli
ekonomi kependudukan. Lee (2003) mengungkapkan bahwa hal ini terjadi karena
terdapat berbagai macam varian cara pandang dalam melihat dua permasalahan
tersebut. Beberapa di antaranya melihat dari ukuran (size) penduduk, pendapatan
(income), ketimpangan (inequality), maupun kondisi perekonomian nasional,
hingga pada stuktur penduduk (population structure) berikut angka natalitas,
fertilitas, maupun mortalitasnya.
Menurut Jati (2015), pembahasan bonus demografi berbicara tentang
pengendalian penduduk terhadap konsumsi ekonomi karena sumber daya alam
yang kian terbatas dan adanya pertambahan penduduk produktif yang berkualitas.
Namun, ketiga teori tersebut pada dasarnya juga merupakan abstraksi konseptual
terhadap fenomena bonus demografi yang berbeda di setiap negara. Dalam kasus
negara maju, fenomena bonus demografi yang muncul merupakan abstraksi dari
teori menolak (restrict). Oleh karena itulah, industrialisasi hadir dalam konteks
abad ke-19 dan abad ke-20 di saat struktur penduduk negara maju masih berusia
muda. Bonus demografi negara maju muncul pada masa peralihan industri yang
dari semula ekstratif menuju manufaktur.
Namun, yang menjadi masalah kemudian adalah pada konteks sekarang ini,
negara maju mengalami penuaan penduduk (population aging) karena semakin
banyaknya penduduk tua dan minimnya pertumbuhan penduduk usia muda. Hal
itulah yang memicu terjadinya relokasi industrialisasi dari negara maju ke negara
dunia ketiga yang tengah mengalami bonus demografi. Adapun bonus demografi
di negara dunia ketiga merupakan abstraksi fenomenologis teori menerima
(promoted) di mana ketersediaan penduduk muda yang melimpah memungkinkan
berdirinya industri padat karya maupun industri padat modal.
8

5. Globalisasi Ekonomi dan Sosial


Globalisasi adalah fenomena sosial yang sangat dekat dengan kehidupan
kita. Globalisasi teknologi tidak bisa kita hindari karena teknologi terus
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kita harus melihat
bahwa China perlahan mulai menyaingi Jepang dalam ranah teknologi. Begitu
pula dengan penemuan-penemuan pada bidang teknologi lainnya. Mulai dari
teknologi komunikasi sampai teknologi peralatan perang. Baik negara bagian
timur dan barat, semua berlomba membuat terobosan baru pada ranah teknologi
(Huntington, 1997).
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan zaman, perubahan
dalam setiap aspek kehidupan juga turut kita rasakan. Perubahan yang dimaksud
adalah perubahan yang terjadi dalam realitas sosial dan ekonomi kita seiring
dengan berkebangnya teknologi.
Perekonomian adalah bagian dari kehidupan sosial yang paling banyak
bersentuhan dengan globalisasi. Misalnya perdagangan internasional dan
masuknya barang-barang impor di Indonesia. Globalisasi ekonomi pun membawa
dampak positif bagi masyarakat kita, misalnya sebagai pemicu kreativitas dan
inovasi masyarakat untuk bertahan dan bersaing dalam perdagangan global.
Contoh dari globalisasi di bidang ekonomi salah satunya adalah e-
commerce. Melalui e-commerce, manusia akan dimanjakan oleh kemudahan-
kemudahan bertransaksi barang apapun. Bisnis e-commerce ini didukung oleh
kemajuan teknologi dan industri telekomunikasi dan informasi.

6. Disrupsi dalam Digitalisasi Sosial


Perubahan-perubahan akibat hasil dari globalisasi ekonomi ini pertama kali
disebut oleh Christensen (1997) sebagai disrupting innovation yang kemudian
dikutip oleh Kasali (2017) menjadi disruption dalam bukunya. Masyarakat yang
dahulu belanja ke pasar yang jauh dari rumah menggunakan transportasi umum,
kini lebih mudah dengan e-commerce. Perubahan ini tentunya membuat
masyarakat lebih mudah dalam menjangkau segala sesuatu.
9

Semua kemajuan itu terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan. Ketika


pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi rendah, akan berdampak
pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan sudah dimanfaatkan dengan baik oleh anak-anak muda Indonesia,
dan hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat.
Globalisasi membawa dampak positif bagi kehidupan sosial budaya
masyarakat. Secara garis besar, globalisasi banyak mengubah pola pikir
masyarakat yang tadinya tradisional dan akhirnya berkembang menuju modern.
Namun, dibalik perubahan positif ini tentunya memiliki dampak serius bagi
kehidupan sebagaian orang lainnya. Wirausahawan mikro dan UMKM yang
menjual berbagai perakatan elektronik kini telah sepi pengunjung lantaran
masyarakat saat ini membeli barang yang sama dengan harga yang jauh lebih
murah.
Dunia sedang mengalami disruption di semua lini karena manusia
berdaptasi seperti ekonomi saat ini. Pemuda hari ini menemukan cara baru dalam
berbisnis. Mereka fokus pada pembangunan teknologi dengan metode yang juga
baru yaitu sharing economy. Para pemuda membawa masa depan ke masa
sekarang bukan seperti generasi sebelumnya yang membawa masa lalu ke masa
sekarang. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi mahasiswa tertua
di Indonesia dan tempat berkumpulnya para pemuda terbaik bangsa harus ikut
mengambil peran dalam kemajuan teknologi ini.

B. Perjuangan HMI Menghadapi Digitalisasi


Satria (2010) menuturkan bahwa ketika didirikan, anggota HMI hanya
terdiri dari 15 mahasiswa, belum ada komisariat dan cabang. Namun,
pertumbuhan organisasi yang didirikan Lafran Pane dan teman-temannya
berkembang pesat. Reputasinya menanjak dan namanya tersohor. Anggota HMI
terus berkembang. Hampir di seluruh perguruan tinggi, baik negeri maupun
swasta, terdapat organisasi HMI.
Di awal geliatnya, aktivis HMI terdiri dari para mahasiswa dari perguruan
tinggi ternama. Banyak faktor yang melatar belakangi mahasiswa dari berbagai
10

perguruan tinggi tersebut saat berminat menjadi bagian dari HMI. Mungkin, saat
itu HMI mempunyai daya tarik sendiri dan mampu memberikan kebutuhan
student need dan student interst.
Usia HMI kini hampir mencapai 72 tahun dan menjadi organisasi yang
mantap dalam usia pergerakan. Tentu dalam kematangan itu, organisasi ini
menghadapi berbagai macam kendala yang bisa menghambat perkembangannya.
Maka, dalam konteks inilah sangat dapat dipahami pandangan yang dapat
menekankan bahwa HMI harus melakukan revitalisasi, reaktualisasi dan
rejuvenasi.

1. Sebab dan Faktor-Faktor Kemunduran HMI


Menurut Solichin (2010) yang dikutip dari Sitompul (1995), memasuki
tahun 1980-an, HMI mengalami penurunan, baik secara organisatoris, aktivitas
dan pemikiran. Ada kecenderungan HMI bergerak menuju organisasi massif. Prof.
Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif melihat kemunduran yang terjadi sejak tahun 1980-
an adalah karena konflik internal yang cenderung lama penyelesaiaannya. Bagi
mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang juga alumni HMI ini, kemelut HMI
pada tahun 1985 cukup menguras energi kedua belah pihak yang berbeda
pandangan. Akhirnya, kekuatan moral dan intelektual HMI tidak mungkin
dikembangkan secara optimal. Sedangkan menurut Fachry Ali, kemunduran HMI
adalah akibat organisasi ini tidak mampu menjembatani kebutuhan sosiologis
masyarakat sebagaimana dilakukan di awal-awal berdirinya. Sementara itu Prof.
Dr. H. Azyumardi Azra, MA. M.Phil memandang kemunduran HMI akibat dalam
hal beragama lebih banyak mengedepankan akal bukan qolbu sebagaimana
kebutuhan anak muda pada umumnya sehingga HMI dipandang tidak layak
sebagai tempat berhimpun.
Kritik-krtik di atas menyadarakan HMI agar kembali bangkit sebagai
organisasi yang senantiasa muda dan dewasa guna merespon perkembangan
zaman sekaligus memberikan solusi atas problem zamannya guna menjemput
masa depan yanag cerah dan gemilang. Namun, itu semua berpulang kepada
upaya-upaya kader untuk tetap menjaga eksistensi dan kiprahnya. Eksistensi dan
11

survivalitas HMI terlihat saat HMI mampu melakukan proses pengkaderan


dengan baik, serta mampu menggulirkan aktivitas-aktivitas yang actual.
Kita maklumi bersama perkembangan zaman telah menghantarkan lahirnya
banyak organisasi mahasiswa Islam di lingkungan kampus yang secara perlahan
mulai menggeser keberadaan dan peran HMI. Disinilah sebenarnya hukum
survival of the fittest bagi HMI sedang diuji; bagaimana cara agar HMI tetap
hidup (eksis dan survive) dan tetap diminati para mahasiswa.
Banyak hal yang dapat dilakukan agar HMI kembali bangkit menggapai
kejayaannya kembali. Ada beberapa hal yang mesti dilakukan HMI kedepannya
yaitu melakukan mengevaluasi keberadaan HMI saat ini untuk memperbaiki
kekurangan dan kelemahannya, memperkokoh tradisi intelektual dan kemauan
untuk bertransformasi.
Pandangan sebagian kader HMI yang mengatakan bahwa HMI mampu
bangkit kembali, maka HMI harus mampu mendeskripsikan kembali perjalanan
organisasinya agar dapat meningkatkan keunggulan komparatif SDM yang
dimilikinya sekaligus eksis ditengah-tengah gerakan-gerakan sosial masyarakat
yang sangat akseleratif. Karena itu HMI harus bekerja keras untuk memposisikan
kembali sebagai pemilik intelektualisme dan mampu mengambil peran populis di
tengah-tengah masyarakat. Langkah-langkah ini menunjukkan HMI sedang
kembali ke khittahnya.

2. Peluang dan Tantangan HMI Menghadapi Digitalisasi


Sudah sering digambarkan bahwa masa depan HMI cerah dan gemilang. Hal
ini beralasan karena beragai faktor pendukung, seperti misalnya bangunan
jaringan HMI, alumni-alumninya yang sudah mapan dan banyak menempati
posisi kenegaraan, jumlah anggota yang banyak, dan banyak memiliki peran dan
berkiprah aktif sejak awal berdiri. Guna mencapai masa depan cerah dan
gemilang, yang harus dilakukan HMI adalah; 1) membentuk kader yang tangguh
dan tanggap terhadap perubahan zaman; 2) berprestasi dalam bidang keilmuannya
dan tidak hanya berprestasi dalam karir organisasi; 3) melakukan inovasi dan
digitalisasi demi keberlangsungan organisasi.
12

Kader-kader HMI harus mampu menguasai secara mendalam ilmu


pengetahuan dan teknologi, serta memilik keterampilan yang dibutuhkan oleh
zamannya. Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi adalah syarat
mutlak. Sejarah menunjukkan bahwa maju mundurnya sebuah bangsa berpulang
pada penguasaanya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam mampu
mencapai puncak keemasan karena penguasaannya terhadap kedua hal ini.
Penguasaan terhadap keterampilan juga mutlak adanya karena globalisasi telah
mengarahkan kita untuk berkompetisi. Konsekuensinya, kita harus memiliki
keterampilan khusus yang memungkinkan kita menjadi pemenang.
Teknologi mobile internet menjadi pendorong utama perubahan teknologi,
yang memungkinkan lebih efisiennya penyampaian layanan dan kesempatan
untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Sementara kemajuan dalam
kekuatan komputasi dan big data akan menjadi faktor pendorong perubahan pada
dunia kerja, saat organisasi berusaha untuk mewujudkan potensi penuh teknologi
dalam membantu memahami banyaknya data yang sangat jumlahnya. Digitalisasi
menegaskan bahwa sumber daya paling berharga di era digital ini adalah data.
Dengan naiknya kebutuhan akan data, maka permintaan akan kompetensi baru,
analisis, pembelajaran virtual, kecerdasan bantuan, keamanan siber, dan lainnya.
HMI tentu sadar akan hal ini, karena itu perlu menyiapkan kader-kadernya
agar memiliki keunggulan kompetitif yang lebih berdaya dan siap guna. Kader-
kader HMI saat ini juga harus menguasai teknologi informasi. Informasi dapat
kita ketahui begitu mudah didapat karena kecanggihan teknologi. Perlu disadari
bahwa teknologi informasi merupakan modal. Persoalannya yaitu bagaimana kita
mengolah dan mengelola teknologi informasi dengan baik sehingga menjadi
kekuatan. Kejayaan HMI merupakan berkat kemampuan para kader mengakses
dan mengolah teknologi informasi. Diharapkan HMI mampu menemukan format
yang tepat dimana kecanggihan teknologi informasi dapat dijadikan kekuatan bagi
kepentingan organisasi dan kader.

C. Masa Depan HMI Sebagai Inkubator Startup Indonesia


13

Merebaknya trend memulai bisnis startup di kalangan anak muda kerap kali
menimbulkan pertanyaan. Apa yang membuat kaum muda menggemarinya,
pertanyaan ini tentu saja tidak terlontarkan hanya dengan melihat satu dan dua
startup yang berkembang di Indonesia. Bayangkan saja, dalam sebuah siaran pers
yang dilakukan pada tahun 2016, CEO Telkom Testra, Erik Meijer, menyatakan
bahwa dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia
menempati posisi negara dengan jumlah startup tertinggi yang mencapai lebih dari
2000 startup.
Sementara itu, jumlah ini tidak hanya berhenti sampai di situ. Ramalan ke
depannya, Indonesia akan lebih banyak dijamuri oleh startup-startup baru.
Memang tidak mengherankan, perkembangan teknologi kini memungkinkan Anda
untuk melakukan apa saja. Begitu juga dengan anak muda. Upaya ini kini dinilai
semakin tepat sebagai penyalur jiwa dan kreativitas mereka dan diwujudkan
dalam memulai bisnis startup.

1. Startup dan Inkubasi Bisnis Digital Para Pemuda


Startup adalah perusahaan gerakan ekonomi rakyat berbasis akar rumput
yang baru didirikan dan berada dalam fase pengembangan (inkubasi) dan
penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Startup kerap sekali dikaitkan
dengan bisnis berbasis digital dan bersentuhan dengan teknologi dan aplikasi
untuk menghasilkan sebuah produk maupun jasa yang bisa mandiri tanpa bantuan
korporasi-korporasi yang lebih besar dan mapan.
Para pendiri startup ini masih memiliki komunitas dalam mengembangkan
bisnisnya yang biasa disebut dengan inkubator. Banyak dari mereka telah
mengalami permasalahan yang sama sebelumnya dan dapat memberikan saran
atas masalah tersebut. Bertemu dengan para entrepreneur di dalam program
inkubasi dapat menciptakan diskusi yang produktif, selain memperluas network
juga mendapatkan ide untuk solusi permasalahan yang ada.
Startup pada tahap awal biasanya memiliki kesulitan untuk mendapatkan
partner bisnis yang tepat. Jika bukan karena harga yang mahal, partner bisnis ini
biasanya enggan untuk bekerja sama dengan startup yang umurnya masih relatif
14

muda. Inkubator memiliki akses ke key player yang berpotensi untuk membuka
kesempatan besar. Inkubator yang didukung oleh perusahaan besar di
belakangnya juga dapat menjadi partner yang potensial. Bantuan yang diberikan
inkubator biasanya mengadakan sebuah acara untuk mendatangkan para pemain
penting di komunitas startup.
Para pemain penting ini kerap disebut sebagai mentor. Mentor yang
memiliki pengalaman sebagai entrepreneur dapat berbagi pengalaman mereka
dalam membangun startup. Mereka dapat memberikan arahan yang tepat serta
menstimulasi ide untuk memecahkan persoalan yang ada. Di dalam sebuah
inkubator biasanya ada beberapa mentor yang memang berdedikasi untuk
membantu startup di dalamnya. Tak jarang inkubator juga mengadakan workshop
dengan topik yang paling dibutuhkan oleh para startup.
Membangun startup menuntut seorang entrepreneur untuk dapat
mengerjakan semua hal sekaligus, khususnya pada tahap awal ketika startup
masih belum memiliki dana untuk mempekerjakan orang yang berpengalaman. Di
luar dari produk yang hendak dibangun, pengetahuan akan aspek utama bisnis
seperti marketing, sales, business development, operation, dan finance harus
mumpuni. Para mentor memberi tugas setiap individu dalam inkubator untuk
memulai tahapan-tahapan tersebut dalam pembangunan bisnis.
Bagi sebuah startup, membangun solusi yang diinginkan orang adalah harga
mutlak. Entrepreneur biasanya memiliki ide yang inovatif, namun belum tentu
dapat bekerja. Oleh karena itu mereka membutuhkan pendapat orang lain atas
produk yang dibangun. Inkubator merupakan tempat yang tepat untuk
memberikan masukan atas produk yang dibuat, apakah memenuhi kebutuhan
pasar, memecahkan persoalan yang ada, serta memiliki model bisnis yang masuk
akal untuk jangka panjang.
Selain itu, untuk mengetahui apa yang dibutuhkan orang, entrepreneur juga
harus mau keluar dari zona nyaman dengan berbicara kepada sebanyak mungkin
calon pengguna. Karena apa yang kita pikir orang butuhkan kadang tidak selalu
benar, satu-satunya cara untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan berbicara
15

secara langsung kepada mereka. Inkubator merupakan tempat yang tepat untuk
bertemu dengan banyak calon pengguna dan mendapatkan masukan.
Inkubator menyediakan co-working space yang dapat digunakan secara
gratis atau dengan biaya sangat murah. Startup mendapatkan akses ke ruang
kantor yang lengkap dengan internet cepat, meja kerja, ruang rapat, pantry, serta
kebutuhan kantor lainnya dengan desain kantor menarik untuk menunjang
kreativitas.
Dengan tersedianya semua kebutuhan kantor, startup dapat fokus
membangun produk mereka tanpa terganggu dengan kegiatan administratif. Co-
working space juga merupakan tempat berkumpulnya para entrepreneur dan ide
kreatif. Karena memulai bisnis secara bersama-sama, orang di dalam inkubator
cenderung mendukung satu sama lain dan membantu ketika dibutuhkan. Inkubator
sering memunculkan hubungan bisnis dan persahabatan yang bertahan lama
bahkan hingga startup yang dibangun telah sukses.
Inkubator juga merupakan tempat investor mencari startup menarik untuk
diberikan pendanaan. Startup dengan ide yang telah divalidasi dan menunjukkan
perkembangan signifikan umumnya menarik perhatian investor. Inkubator juga
memiliki program demo day untuk memperkenalkan startup binaan mereka.
Investor pada umumnya memiliki kepercayaan terhadap startup di bawah
naungan inkubator yang telah terbukti menghasilkan startup yang bagus. Tak
jarang ada perusahaan besar yang berada di belakang program inkubator.
Perusahaan besar ini biasanya memiliki inisiatif untuk mendukung perkembangan
startup di Indonesia dan memberikan pendanaan bagi startup yang relevan dengan
bisnis mereka ataupun memiliki potensi bisnis yang besar.

2. Peran Lembaga Pengembangan Profesi di HMI


Lembaga kekaryaan HMI telah berdiri sejak Kongres ke-VII di Jakarta
tahun 1963. Seiring berjalannya waktu lembaga kekaryaan berganti nama menjadi
lembaga pengembangan profesi (LPP). Perubahan nama ini sedikitpun tidak
mengurangi esensi dari tujuan berdirinya lembaga kekaryaan tersebut. Perlu
16

digaris bawahi hadirnya LPP di tubuh HMI bukan berarti melemahkan, justru
malah menguatkan HMI dan membuat HMI semakin maju.
Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) adalah lembaga perkaderan untuk
pengembangan profesi di lingkungan HMI. LPP bertugas melaksanakan
perkaderan dan program kerja sesuai dengan bidang profesi masing-masing LPP,
memberikan laporan secara berkala kepada struktur HMI setingkat. LPP memiliki
hak dan wewenang untuk memiliki pedoman dasar dan pedoman rumah tangga,
masing-masing LPP di tingkat Pengurus Besar berwenang untuk melakukan
akreditasi LPP di tingkat cabang dan dapat melakukan kerjasama dengan pihak
luar. Dapat kita lihat, yang menjadi semangat LPP ini adalah asas profesionalitas,
sesuai basis keilmuan masing-masing.
Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) harus diperkuat karena LPP
diharapkan mampu menjadi solusi terhadap upaya perampingan struktur
organisasi HMI sehingga dapat bergerak lebih gesit dan responsif. Selain itu, LPP
ini juga mampu mewadahi dan mengarahkan berbagai minat mahasiswa menjadi
tenaga-tenaga terampil yang siap berkompetisi dalam setiap medan dan tantangan
termasuk dalam mengembangkan startup.

3. Peran Lembaga Pengembangan Profesi dalam Pengembangan Startup


di Indonesia
Salah satu LPP yang bergerak dalam bidang ekonomi adalah Lembaga
Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) yang diharapkan dapat mewadahi kader HMI
dalam berwirausaha. Namun, sayangnya kepengurusan LEMI hanya ada di
beberapa cabang. Hal ini menujukkan bahwa HMI belum optimal dalam
menaungi kader-kader HMI yang berwirausaha. Setiap hirarki di HMI harus
mampu mengembangkan LEMI di kepengurusannya agar dapat menjadi inkubator
bisnis baik secara digital maupun secara konvensional.
Layaknya co-working space, LEMI menjadi tempat berkumpul para kader-
kader HMI, baik yang sudah memulai bisnis maupun yang masih dalam tahapan
riset. Kader-kader HMI ini bisa saling bertukar pendapat dan pengalaman dalam
mengembangkan usaha
17

Harus diakui bahwa HMI memiliki alumni yang telah berpengalaman dalam
dunia wirausaha yang telah jatuh bangun membangun dan merasakan pahit
manisnya survive dalam zona penuh pertarungan ini. Para alumni ini dapat
diberdayakan sebagai mentor bisnis dan inspirator kader-kader HMI yang
meneruskan perjuangannya menjadi pengusaha. Kader-kader HMI bisa
berkonsultasi dalam membangun bisnis dan memulai tahapan-tahapan bisnis.
Berbeda dengan UMKM, membangun sebuah bisnis startup harus memiliki
modal yang besar karena berbasis teknologi. Sangat sulit mengembangkan startup
jika bermodalkan kantong sendiri. Investor adalah nyawa dari semua bisnis
startup. Alumni HMI merupakan investor dengan potensi terbesar bagi kader-
kader HMI yang ingin membangun startup. Bisnis startup merupakan bisnis
dengan keuntungan kembali tercepat dan dapat diprediksi pertumbuhannya yang
terus meningkat. LEMI harus bisa menjembatani kader-kader HMI dan alumni
HMI dalam investasi di sektor startup. Anak-anak muda yang ingin membangun
startup tentunya sangat ingin manjadi bagian dari HMI jika LEMI sukses menjadi
inkubator startup di setiap cabangnya.
Bayangkan saja jika dari sebuah pengurus cabang mendirikan LEMI dan
melahirkan sekurang-kurang 10 startup, maka HMI secara nasional dengan 100
pengurus cabang dapat menciptakan 1000 startup baru di Indonesia. Angka ini
merupakan angka yang sangat signifikan. Sebagai gerakan kepemudaan dan
organisasi perjuangan, LEMI harus mampu menghadapi tantangan-tantangan dan
ikut serta berperan pada aktivitas perekonomian di Indonesia. LEMI diharapkan
mampu memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi digital dalam upaya
menjadi leading sector pertumbuhan startup secara nasional.
18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemajuan teknologi berbasis digital tidak dapat dipungkiri terus
berkembang dan terus meningkat seiring berjalan nya waktu. Perubahan sosial
dan gaya hidup masyarakat berubah dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi. HMI yang merupakan organisasi mahasiswa tertua di Indonesia
dan telah survive dengan eksistensinya selama 72 tahun dengan berbagai
perubahan sosial dan politik. Bonus demografi seharusnya dimaknai oleh HMI
sebagai peluang dan tantangan untuk bersaing.
HMI harus mampu bersaing di era digitalisasi dan mengambil peran dalam
pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. HMI juga harus mampu berwirausaha
dalam bisnis berbasis digital dengan mengoptimalkan fungsi dari lembaga
pengembangan profesi HMI yaitu salah satunya Lembaga Ekonomi Masyarakat
Islam (LEMI) sebagai wadah inkubasi dalam pertumbuhan startup dikalangan
kader HMI. LEMI menjadi co-working space yang menjadi tempat berdiskusi dan
bertukar pengalaman dalam mengembangkan startup sesuai dengan potensi dan
minat kader-kader HMI. Para alumni HMI dapat dilibatkan menjadi partner bisnis
dan investor bagi para kader-kader HMI yang ingin memulai startup.
19

B. Saran
Semoga dengan banyaknya gagasan dan ide yang dimiliki para kader HMI
dapat diwujudkan dalam bentuk startup. Dengan berkembangnya teknologi
digital, HMI mampu menjadikan hal ini sebagai peluang bagi para kader untuk
berwirausaha dengan bisnis berbasis digital dan menciptakan startup.

DAFTAR PUSTAKA

Christensen, C. 1997. The Innovator's Dilemma: When New Technologies Cause


Great Firms to Fail, Cambridge: Harvard Business Review Press

Davis, K. 1960. Human society. New York: The Macmillan Company

Huntington, S.P. 1996. Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia.
Yogyakarta: Qalam

Jati, W.R. 2015. Bonus Demografi Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi:


Jendela Peluang atau Jendela Bencana Di Indonesia?, Jurnal Populasi
Universitas Gajah Mada 23 : 1-19.

Kasali, R. 2017. Disruption. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Lee, R. 2003. “The Demographic Transition: Three Centuries of Fundamental


Change”, Journal of Economic Perspectives 17 (4): 167-190.
Moore, W.E. 1965. The Impact of Industry. New Jersey: Englewood Cliffs
Prentice-Hall

Ogburn, W.F. 1964. Sociology, Boston: A. Pfeffer and Simons International


University Edition, Toughton Mifflin Company
20

Satria, H.W. 2010. Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya. Jakarta: Penerbit
Lingkar.

Soekanto, S. 1984. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Soemardjan, S. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Penerbit


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Solichin. 2010. HMI Candradimuka Mahasiswa. Jakarta: Sinergi Persadatama


Foundation

Sitompul, A. 1995. 44 Indikator Kemunduran HMI. Jakarta: CV. Misaka Galiza.

Anda mungkin juga menyukai