Anda di halaman 1dari 9

PERCOBAAN : VIII

I. Judul Praktikum : Pengamatan Anatomi Amphibia


II. Tanggal Praktikum : 13 November 2017
III. Tujuan Praktikum : Untuk Memperhatikan Struktur dan Bagian-
bagian dari Sistem Otot, Sistem Pencernaan,
Sistem Urinaria, Sistem Reproduksi, Sistem Saraf
dan Sistem Sirkulasi

IV. Dasar Teori :


Suatu organisme berasal dari sebuah sel telur yang dibuahi, sebagai hasil
dari tiga proses yang saling berkaitan, pembelahan sel, diferensiasi sel, dan
morfogenesis. Penelitian awal tentang perkembangan hewan banyak yang
berfokus pada hewan yang meletakkan telurnya di dalam air, khususnya hewan
amfibi seperti katak. Katak mempunyai telur yang besar (berdiameter 2-3 mm)
sehingga mudah diamati dan dimanipulasi, serta fertilisasi (pembuahan) dan
perkembangan terjadi di luar tubuh induknya. Para peneliti memilihi organisme
yang memungkinkan untuk mempelajari pertanyaan tertentu yang dapat mewakili
kelompok besar , misalnya katak, adalah organism yang mudah diamati peranan
pergerakan sel pada morfogenesis dan kurang lebih memperlihatkan kekhasan
hewan vertebrata.1
Berudu Hydrophylax chalconotus (Schlegel, 1837) berukuran 20-30 mm.
bagian kepala memiliki pola warna keemasan yang melintang dari sisi kiri tubuh
hingga ke sisi kanan dengan bentuk seperti berbintil di sebelah kanan dan kiri.
Usus dengan bentuk bergelut dapat terlihat melalui kulit perut yang transparan.
Sirip ekor dengan panjang 1,5 kali panjang tubuhnya. Berudu Duttaphrynus
melanostictus (Schneider, 1799) berukuran 18-21,8 mm, biasanya ditemukan di
daerah hunian manusia seperti kolam dan genangan air. Tubuh dan otot ekor

Campbell Neil. A, dkk., Biologi Jilid Satu Edisi Kelima, (Jakarta : Erlangga, 2002), h.
415.

52
berwarna hitam kelam dengan mata di bagian dorsal. Sirip ekor berwarna lebih
terang. Bibir berbulat kearah depan. Ekor tidak lebih dari 2 kali panjang tubuhnya.
Metamorphosis dapat didefinisikan sebagai serangkaian perubahan postembrionik
yang meliputi transformasi structural, fisiologis, biokimia, dan perilaku. Tiga
perubahan utama ynag terjadi selama metamorphosis meliputi regresi struktur dan
fungsi yang hanya penting untuk berudu, transformasi struktur berudu menjadi
bentuk yang sesuai saat dewasa, dan perkembangan struktur dan fungsi di novo
yang sangat penting saat dewasa.2
Umumnya amfibi memiliki kulit yang tipis, banyak pembuluh darah dan
selalu basah. Kondisi kulit tersebut pada amfibi berperan sebagai alat respirasi .
bahkan beberapa jenis amfibi paru-parunya mereduksi sehingga sistem respirasi
hanya menggunakan kulit saja atau disebut respirasi cutaneous. Kulit amfibi basah
karena di dalamnya terdapat banyak kelenjar sekresi. Sekresi dari kelenjar kulit
amfibi mengandung berbagai senyawa yang kaya akan protein, peptide steroid,
alkaloid, amina biogenic, dan lipid. Penelitian Yoshie et al (1985) dan Ersparmer
(1994) memberikan informasi bahwa sekresi dari kelenjar kulit amfibi
memberikan pertahanan terhadap predator, memiliki sifat antibiotic terhadap
pertumbuhan mikroba, membantu dalam respirasi kulit, berperan dalam transfer
trans epithelial ion, osmoregulasi dan penyerapan air.3
Amfibi berkembang dari ikan primitif yang mempunyai paru-paru. Larva
yang hidup dalam air mengadakan pertukaran gas melalui insang, tetapi pada
larva yang sudah besar, timbul paru-paru ynag mulai berfungsi. Sehingga larva
harus timbul ke permukaan air untuk menghirup udara. Paru-paru itu berbentuk

Rury Eprilurrahman, dkk., “Rumus Geligi Berudu sebagai Karakter Identifikasi Studi
Kasus pada Berudu Hydrophylax chalconotus (Schlegel, 1837) dan Duttaphrynus melanostictus
(Schneider, 1799)”, Jurnal Berkala Ilmiah Biologi A Scientific Periodical, Vol. 9, No. 1, 2010, hal
10-11.

3
Tony Febri Qurniawan, dkk., “Mikroanatomi Kelenjar Kulit Duttaphynus melanostictus
(Schneider, 1799) dan Kalaoula baleata (Muller, 1836) (Amphibia, Anura)”, Jurnal Buletin
Anatomi dan Fisiologi, Vol. XXI, No. 2, 2013, h. 1-2.

53
kantung dan luas permukaan intrna agak diperluas oleh lipatan seperti saku.
Amfibi dewasa melakukan respirasi dengan paru-paru dan kulit, dan inilah cara
utama pertukaran gas pada banyak amfibi dan pada semua amfibi sewaktu berada
dalam air, kecuali yang mempunyai insang. Sebagian besar CO 2 dikeluarkan.
Melalui kulit pula meresap cukup oksigen untuk memenuhi kebutuhan hewan,
kecuali pada waktu peningkatan aktiviats di musim semi dan panas. Sejumlah air
juga dipertukarkan melalui kulit, dan hal inilah yang mungkin menyebabkan
amfibi itu tidak dapat hidup di darat sepenuhnya.4

V. Alat dan Bahan :


a. Alat :
1. Alat bedah
2. Nampan bedah
b. Bahan :
1. Katak (Rana sp)

VI. Cara Kerja :


1. Diperhatikan morfologi katak secara keseluruhan, mulai dari daerah
kepala (caput), badan (truncus), dan daerah caudal (ekor).
2. Dimasukkan katak ke dalam stoples kemudian dimasukkan kapas yang
telah dibubuhi chloroform atau eter ke dalam stoples tadi dan ditutup
rapat-rapat. Ditunggu beberapa menit sehingga katak itu mati.
Dikeluarkan katak dari stoples dari stoples dan diletakkan pada
punggungnya di atas papan (bak bedah).
3. Dipakukan ke empat kakinya pada papan tadi. Diangkat kulit katak
dengan pinset dengan hati-hati, digunting kulit tadi yang dimulai dari
planum medianus dari celah kaki belakang hingga ke region sub
mandibularis dan dari celah kaki belakang digunting pula kearah ujung

Claude A. Villae, dkk., Zoologi Umum Edisi Keenam, (Jakarta : Erlangga, 1999), h. 170-
171.s

54
dari ekstremitas posterior. Dengan menggunakan pinset atau pisau.
Selanjutnya ditanggalkan kulit dari tubuhnya (perhatikan saccus :
impaticus sub cutanus). Dengan membuang kulit yang kita tanggalkan
tadi terlihatlah susunan sistem otot. Digambar susunan ototnya.
4. Dibuka dinding perut secara hati-hati dengan membuat sayatan dari
celah extremitas posterior hingga ke region thoracalis. Kaki depan
direntangkan sehingga cor dapat terlihat dengan jelas. Digambar semua
jeroan yang Nampak diperhatikan bentuk dan warnanya. Digambar
susunan organisasi dari semua sistem yang disebutkan di atas.

VII. Hasil Pengamatan :


Gambar : Morfologi Katak (Rana sp) Keterangan
1. Mata
2. Hidung
3. Truncus
4. Abdomen
5. Ekstremitas Anterior
6. Ekstremitas
Posterior

Gambar : Sistem Pencernaan Katak (Rana sp) Keterangan


1. Mulut
2. Kerongkongan

55
3. Hati
4. Kantung Empedu
5. Lambung
6. Usus
7. Kloaka

Gambar : Sistem Sirkulasi Katak (Rana sp) Keterangan


1. Paru-paru
2. Atrium kiri
3. Ventrikel kiri
4. Ventrikel kanan
5. Darah
mengandung CO2
6. Darah
mengandung O2
7. Organ tubuh

Gambar : Sistem Urinari Katak (Rana sp) Keterangan


1. Ginjal
2. Ureter
3. Kloaka

56
Klasifikasi katak (Rana esculenta)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Tetrapoda
Kelas : Amphibia
Ordo : Anura
Sub Ordo : Phaneroglosa
Famili : Ranidae
Genus : Rana
Species : Rana esculenta

57
VIII. Pembahasan :
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa, ciri-ciri dari amphibia adalah dapat hidup di dua daerah yaitu darat dan air
ataupun tempat-tempat yang lembab. Hewan yang bernafas dengan paru-paru dan
juga dengan kulit. Morfologi dari katak (Rana esculenta) terdapat nares, celah
mulut, organum vicus (alat penglihatan), dorsum (bagian atas katak), branchium
(lengan atas), anlebranchium (lengan bawah), per (kaki), membran merupakan
kulit tipis diantara digiti, pada cavum oris terdapat dentes maksilaris (rahang atas),
nares ekstra, palatum catap (langit-langit), nares interna. Caput dan servix yang
lebar bersatu pada truncus terdapat dua pasang ekstermitas, seluruh tubuh
terbungkus oleh kulit halus dan licin, manus (tangan), digiti (jari), femur (paha),
dan crus (tungkai bawah).
Ekstermitas kaki atau tangan berukuran pendek terdiri atas brancium
(lengan atas), yang berupa humerus, anlebroncihium yang berupa radio sri ulna,
corpus (pergelangan tangan), mams (telapak tangan), yang terdiri atas metacarpus
dan phalangusekstermitas belakang yang berupa kaki belakang yang terdiri atsa
femur (paha) crus (bagian bawah kaki), yang terdiri atas fibia dan fibula, tarcus
(pergelangan kaki), pes (telapak), yang terdiri atas metatarcus dang phalangus
(jari-jari).
Saluran pencernaan katak (Rana esculenta) meliputi rongga mulut,
terdapat gigi berbentuk truncut untuk memegang mangsa dan lidah untuk
menangkap mangsa, esophagus berupa saluran pendek, ventruculus (lambung),
berebentuk kantung yang bila terisi makanan akan menjadi lebar. Lambung pada
katak dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tempat masuknya esophagus dan lubang
keluar menuju intestinum (usus), setelah diusus halus disalurkan keusus besar dan
berakir pada rektum dan menuju kloaka. Kloaka merupakan muara bersama antara
saluran pencernaan makanan, saluran reproduksi, dan urin.
Alat pernafasan pada katak berupa insang, kulit dan paru-paru, pada
berudu pernafasan dilakukan dengan insang luar, setelah dewasa menggunakan
paru-paru berupa dinding. Paru-paru berhubungan dengan udara luar malalui dua
bronkus, laring yng mengandung tali-tali polea, lalu lorong-lorong nasal.

58
Pernafasan pada katak melalui kulit tipis yang basah untuk memudahakan difusi
gas.
Sistem peredaran darah pada katak adalah peredaran darah tertutup dan
pertama darah dari jantung menuju ke paru-paru dan kembali ke jantung, kedua
darah dari seluruh tubuh menuju jantung dan diedarkan kembali keseluruh tubuh.
Alat ekresi pada katak adalah sepasang ginjal yang terdapat dikiri dan kanan
tulang belakang. Sistem ekresi pada katak disebut sistem gabungan, karena
masing-masing sistem masih bergabung pada kloaka

IX. Kesimpulan :
1. Amfibi memiliki ciri khusus yaitu hdup di dua alam, kulit berlendir,
bersifat poikiloiterm, ovipar, dan pembuahan eksternal.
2. Katak terbagi menjadi 3 bagian yaitu caput, truncus (ekstremitas
anterior dan posterior), bagian serviks tidak tampak karena penebalan
kulit.
3. Sistem digestoria terbagi dua komponen yaitu tructus digestorium dan
glandula digestorium.
4. Katak bernapas menggunakan pulmo dan dermis, namun pada saat fase
berudu bernapas menggunakan brancia (insang).
5. Katak (Rana sp) hanya memiliki 1 ventrikel dan 2 atrium (dexter dan
xinister) yang mengakibatkan bercampurnya darah oksigen dan karbon
dioksida.

59
DAFTAR PUSTAKA

Campbell Neil. A, dkk., Biologi Jilid Satu Edisi Kelima, (Jakarta : Erlangga, 2002), hal. 415.
Claude A. Villae, dkk., Zoologi Umum Edisi Keenam, (Jakarta : Erlangga, 1999), hal. 170-171.
Rury Eprilurrahman, dkk., “Rumus Geligi Berudu sebagai Karakter Identifikasi Studi Kasus pada
Berudu Hydrophylax chalconotus (Schlegel, 1837) dan Duttaphrynus melanostictus
(Schneider, 1799)”, Jurnal Berkala Ilmiah Biologi A Scientific Periodical, Vol. 9, No. 1,
2010, hal 10-11.
Tony Febri Qurniawan, dkk., “Mikroanatomi Kelenjar Kulit Duttaphynus melanostictus
(Schneider, 1799) dan Kalaoula baleata (Muller, 1836) (Amphibia, Anura)”, Jurnal
Buletin Anatomi dan Fisiologi, Vol. XXI, No. 2, 2013, hal. 1-2.

60

Anda mungkin juga menyukai