Anda di halaman 1dari 25

 

MAKALAH

TRANSFORMASI SPEKTRAL

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD DAFFA PRATAMA

NIM: 2110115110010

MATKUL

PENGINDERAAN JAUH DASAR

DIAMPU OLEH:
Aswin Nur Saputran, M.Pd, M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKUAT
2022
KATA PEGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah “PENGINDERAAN JAUH DASAR”. Kemudian shalawat beserta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup
yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pengantar Lingkungan Lahan
Basah di program studi Pendidikan Geografi FKIP ULM. Selanjutnya penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Aswin Nur Saputra M.Pd, M.Sc selaku
dosen pembimbing mata kuliah Penginderaan Jauh Dasar dan kepada segenap pihak yang
telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam


penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 14 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Table of Contents
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................................4
B. TUJUAN...................................................................................................................................5
C. MANFAAT...............................................................................................................................5
BAB II METODE PENGUMPULAN DATA..................................................................................................6
A. PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI.........................................................................6
B. PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI............................................................................6
C. ANALISIS DAN SINTETIS.....................................................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................7
A. DEFINISI PENGINDERAAN JAUH........................................................................................7
B. CITRA DIGITAL......................................................................................................................7
C. KONSEP RESOLUSI................................................................................................................8
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................................................11
A. TRANFORMASI SPEKTRAL................................................................................................11
B. MACAM TRANSFORMASI SPEKTRAL.............................................................................13
BAB V PENUTUP...................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau akuisisi


data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik
melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari
sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh, (misalnya dari pesawat,
pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain.

Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau akuisisi


data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik
melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari
sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh, (misalnya dari pesawat,
pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain.

Menurut Lillesand dan Kiefer mengemukakan bahwa penginderaan jauh


adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi tentang suatu objek, daerah atau
fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak
langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji dan hasil bentukan yang
berupa cetak kertas atau data digital. Proses analisa data meliputi pengujian data
dengan menggunakan alat interpretasi, alat pengamatan dan komputer untuk
menganalisis data sensor numerik. Setelah dilakukan analisa, data dapat disajikan
dalam bentuk tabel, peta atau laporan tertulis yang akan dimanfaatkan untuk proses
pengambilan keputusan.

Alat yang dimaksud tidak berhubungan langsung dengan objek yaitu alat yang
pada waktu perekaman objek tidak ada di permukaan bumi, tetapi berada di angkasa
maupun luar angkasa. Oleh karena itu, dalam proses perekaman menggunakan
wahana atau media pembantu, seperti satelit, pesawat udara dan balon udara. Data
hasil penginderaan jauh sering dinamakan citra. Wahana diartikan sebagai kendaraan
yang membawa alat pemantau. Wahana sering pula dinamakan mediator. Adapun
citra adalah gambaran yang tampak dari suatu objek yang sedang diamati sebagai
hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau.
B. TUJUAN

 Untuk menambah pengetahuan mengenai Spektral


 Untuk memberikan pengetahuan mengenai transformasi spektral

C. MANFAAT

 Bertambahnya pengetahuan mengenai tranormasi spektral


BAB II

METODE PENULISAN
A. PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI

Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan


penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian data
melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data dari buku, media
elektronik, jurnal dan beberapa pustaka yang relevan. Adapun teknik pengumpulan
data yang dilakukan yaitu:

1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka yang
menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis mengenai
lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan
2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh,
diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut
dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh
suatu solusi dan kesimpulan

B. PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI

Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif berdasarkan
data sekunder.

C. ANALISIS DAN SINTETIS

Aspek-Aspek yang akan dianalisis yaitu transormasi spektral


BAB III

TINJUAN PUSTAKA

A. DEFINISI PENGINDERAAN JAUH

Penginderaan jauh dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari istilah remote
sensing dalam bahasa Inggris, sedangkan di Prancis lebih dikenal dengan istilah
teledetection, di Jerman disebut farnerkundung, dan di Spanyol disebut perception
remota.

Penginderaan jauh atau disingkat Inderaja adalah ilmu, seni, dan teknologi untuk
mendapatkan informasi tentang suatu objek, daerah, atau gejala di permukaan Bumi
dengan menggunakan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau gejala
yang dikaji. Everett dan Simonett berpendapat bahwa penginderaan jauh merupakan suatu
ilmu karena di dalamnya terdapat suatu sistematika tertentu untuk dapat menganalisis
suatu informasi mengenai permukaan bumi. Pendapat lain mengenai penginderaan jauh
dikemukakan oleh Lillesand & Kiefer. Menurutnya, penginderaan jauh adalah ilmu dan
seni untuk mendapatkan informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek,
daerah, atau fenomena yang dikaji. Pengertian mengenai alat yang tidak berhubungan
langsung, yaitu alat yang pada waktu perekaman tidak bersentuhan langsung tetapi
memiliki jarak dengan objek, daerah, atau gejala yang diamati atau direkam dengan
menggunakan wahana, seperti satelit, pesawat udara, dan balon udara.

Aslinya, Menurut Lillesand dan Kiefer mengemukakan bahwa penginderaan jauh


adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi tentang suatu objek, daerah atau
fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji dan hasil bentukan yang berupa cetak
kertas atau data digital. Proses analisa data meliputi pengujian data dengan menggunakan
alat interpretasi, alat pengamatan dan komputer untuk menganalisis data sensor numerik.
Setelah dilakukan analisa, data dapat disajikan dalam bentuk tabel, peta atau laporan
tertulis yang akan dimanfaatkan untuk proses pengambilan keputusan.

B. CITRA DIGITAL

Citra digital merupakan model dua dimensional dari objek yang sudah ada.
Objek yang sudah ada tersebut dapat berupa kenampakan nyata di permukaan bumi,
tetapi dapaT pula berupa gambar atau citra yang diper oleh melalui proses lain,
misalnya peta hasil penggambaran tangan. Salah satu contoh alat yang paling umum
untuk mengubah kenampakan bukan digital menjadi citra digital ialah skaner. Skaner
atau pelarik/pemindai adalah suatu alat optik-elektronik yang dapat dipakai untuk
menangkap informasi pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu
permukaan secara tidak serentak. Tidak serentak maksudnya adalah bagian demi
bagian permukaan yang direkam di-'indera' oleh sensor (dibaca besarnya
pantulan/pancarannya) secara berturutan sebagai fungsi waktu Pada perkembangan
dewasa ini, perolehan citra digital tidak selalu dengan cara perekaman tak serentak,
melainkan dapat pula melalui suatu bidang (area array) yang tersusun atas banyak
detektor CCD (charge coupled device). Contoh dari cara perekaman seperti ini ialah
CCD area array pada kamera digital yang dapat dengan mudah diperoleh di toko toko
kamera dan alat elektronik atau computer.

C. KONSEP RESOLUSI

1. RESOLUSI SPASIAL
Pengertian praktis resolusi spasial adalah ukuran terkecil objek yang masih dapat
dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran objek (terkecil) yang
dapat terdeteksi, semakin halus atau tinggi resolusi spasialnya. Begitu pula
sebaliknya, semakin besar ukuran objek terkecil yang dapat terdeteksi, semakin
kasar atau rendah resolusinya. Citra satel SPOT yang berresolusi 10 dan 20 meter
dapat disebut berresolusi (lebih) tinggi dibandingkan dengan citra satelit Landsat
TM yang berresolusi 30 meter, tetapi semakin kecil pixel yang direkam oleh citra
satelit maka ruang lingkupnya semakin kecil dan waktunya semakin lama, begitu
juga sebaliknya
2. RESOLUSI SPEKTRAL
Sesuai dengan namanya, resolusi spektral adalah kemampuan suatu system
optic elektronik untuk membedakan informasi (objek) berdasarkan pan tulan atau
pancaran spektralnya. Kembali pada bagian bacaan terdahulu, secara praktis dapat
dikatakan bahwa semakin banyak jumlah salurannya (dan masing-masing cukup
sempit), semakin tinggi kemungkinannya untuk membedakan objek berdasarkan
respons spektralnya. Dengan kata lain, semakin sempit interval panjang
gelombangnya dan atau semakin banyak jumlah salurannya, semakin tinggi pula
resolusi spektralnya. Dengan kata lain, semakin sempit interval panjang
gelombangnya dan atau semakin banyak jumlah saluranya, semakin tinggi pula
resolusi spektralnya, arti sempitya resolusi ini merupakan kemampuan citra
dalam mengolah data memilah warna dan menggolongkannya kedalam kategori
warna
3. RESOLUSI RADIOMETRIK
Kemampuan sensor dalam mencatat respons spektral objek dinyatakan sebagai
resolusi radiometrik Respons berupa radiansi spektral yang di nyatakan dalam
satuan mW/cm srum atau Wm 'sr'um' datang men capai sensor dengan intensitas
yang bervariasi. Sensor yang peka dapa membedakan selisih respons yang paling
lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan
kemampuan koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas pantulan atau
pancaran spektral menjadi angka digital. Kemampuan ini dinyatakan dalam bit.
Artinya kemampun citra dalam menangkap pantulan dari radiometric yang berasal
dari matahari kebumi dan dipantulkannya kembali.
4. RESOLUSI TEMPORAL
Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang
daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari. Satelit GMS
dapat merekam daerah yang sama setiap 2 kali sehari. Satelit Landsat MSS dan
TM setiap 18 hari sekali untuk generasi 1, dan 16 hari sekali untuk generasi 2.
Satelit SPOT mampu merekam ulang setiap 26 hari sekali pada sistem operasi
normal, tetapi dapat pula beberapa hari berturut-turut dengan mekanisme
perekaman menyamping (Brachet. 1984). Secara sedehana kemampuan citra
satelit dalam hal kembali ketitik awal perekaman atau ketitik semua awal
perekaman
5. RESOLUSI LAYAR
Resolusi layar adalah kemampuan layar monitor dalam menyajikan
kenampakan objek pada citra secara lebih halus Semakin tinggi resolusi layarnya,
semakin tinggi kemampuannya untuk menyajikan gambar dengan butir-butir
piksel yang halus. Dengan kata lain, semakin banyak pula jumlah sel citra
(piksel) yang dapat ditampilkan pada layar. Biasanya. ukuran piksel layar (sering
disebut sebagai dot pitch) sebesar 0,26 milimeter sudah dapat dikatakan memadai
untuk studi penginderaan jauh. Kemampuan layar monitor ini dikendalikan oleh
graphic card yang di-pasang pada CPU. Dengan graphic card yang berbeda,
kadang-kadang suatu layar monitor resolusi tinggi dapat diemulasikan menjadi
layar monitor resolusi menengah.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. TRANFORMASI SPEKTRAL
Pengolahan data digital Citra Satelit saluran asli dengan menggunakan
pendekatan spektral secara murni tidak memberikan hasil maksimal, namun untuk
mengatasi kelemahan tersebut dapat dibantu dengan penggunaan integrasi pengolahan
citra penginderaan jauh dan SIG (Danoedoro, 1996).
Transformasi nilai spektral merupakan suatu usaha untuk melakukan
penajaman obyek dalam data digital citra satelit yang akan menghasilkan informasi
baru. Transformasi nilai spektral dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Mempertajam informasi
2. Meringkas informasi dari jumlah saluran yang ada (Danoedoro, 1996).
Transformasi ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
(a) transformasi yang dapat mempertajam informasi tertentu. namun sekaligus
menghilangkan atau menekan infomasi yang lain; dan
(b) transformasi yang 'meringkas' infomasi dengan cara mengurangi
dimensionalitas data. Berbeda halnya dengan berbagai algoritma
penajaman, transformasi khusus ini lebih banyak beroperasi pada domain
spektral. Ciri lainnya ialah bahwa dalam banyak kasus, transformasi ini
melibatkan beberapa saluran spektral sekaligus.
Dasar utama pengembangan transformasi-transformasi ini adalah feature
space. Pada feature space dapat terlihat kecenderungan pengelompokan nilai spektral,
yang mengindikasikan adanya pengelompokan objek, terpisah satu sama lain, ataupun
membentuk fenomena tertentu.

PENISBAHAN SALURAN/BAND
Penisbahan saluran/band merupakan suatu kata yang artinya turunan, jadi
dalam kata tersebut penisbahan saluran atau band adalah penurunan saluran dari
saluran A ke saluran yang B.
Penisbahan saluran (band ratioing) biasa digunakan untuk menghasilkan efek
tertentu dalam kaitannya dengan penonjolan aspek spektral vegetasi, pengurangan
efek bayangan, serta penonjolan litologi. Melalui penisbahan ini citra baru dihasilkan
dengan nilai piksel yang merupakan hasil bagi nilai piksel saluran A dengan saluran
B.
Dengan penisbahan ini, masalah timbul dalam mempresentasikan nilai
kecerahan yang baru. Bisa jadi julat nilai hasil penisbahan hanya berkisar antara 0-
2,34, padahal kemampuan komputer dalam menampilkan citra pada layar monitor
ialah pada julat 0-255 dengan nilai tiap piksel integer (bulat). Artinya, hasil
penisbahan ini hanyalah berupa citra dengan kisaran nilai O 2, atau semuanya hitam. 
Penisbahan dapat menonjolkan aspek kerapatan vegetasi, khususnya untuk
penisbahan saluran inframerah dekat dengan saluran merah (lihat pembahasan Indeks
Vegetasi). Di samping itu, secara umum penisbahan dapat menekan efek bayangan,
misalnya pada lereng yang bervegetasi. Pada Gambar 1.1 terlihat bagaimana
perubahan perbedaan nilai untuk jenis vegetasi yang sama, dari citra asli ke citra baru
hasil penisbahan. Begitu juga efek perubahan perbedaan nilai untuk tipe vegetasi yang
berbeda (daun jarum dengan daun lebar). Untuk daerah yang terbuka, kadang-kadang
penisbahan ini dapat diterapkan untuk pembedaan litologi secara spektral.

Gambar 1.1

proses penisabahan (rooting) saluran mampu mengurangi variabilitas informasi spectral


vegetasi, yang disebabkan oleh efek bayangan (modifikasi dari Lillesand et al., 2008)
PENGURANGAN SALURAN
Pengurangan saluran (image differencing) blasa diterapkan untuk mendeteksi
perubahan liputan dan satu waktu perekaman ke waktu perekaman yang lain. Secara
umum, pengurangan ini dapat diformulasikan sebagai berikut.

Khusus untuk teknik ini, Citra masukan tidak harus berupa citra saluran
tunggal, melainkan dapat pula hasu transformasi spektral, misalnya citra indeks
vegetasi pada dua tanggal perekaman yang berbeda. Hal penting yang harus
diperhatikan ialah bahwa nilai kedua citra masukan harus sudah dikalibrasi Artinya,
nilai piksel P(i,j)pada citra A harus mempresentasikan pantulan energi atau nilai
spektral yang sama dengan sembarang piksel bernilai P pada citra B. Untuk itu,
koreksi atau kalibrasi radiometrik mutlak diperlukan dan hal itu diterapkan sebelum
masingmasing saluran ditransformasi secara matematis.

B. MACAM TRANFORMASI SPEKTRAL


1. INDEKS VEGETASI
Indeks vegetasi merupakan suatu bentuk transformasi spektral yang
diterapkan terhadap citra multisaluran untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi
ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, Leaf Area
Index (LAI), konsentrasi klorofil, dan sebagainya. Secara praktis, indeks vegetasi ini
merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus,
dan menghasilkan citra baru yang lebih representatif dalam menyajikan fenomena
vegetasi.
Ray (1995) menjelaskan bahwa ada dua macam asumsi dasar dalam
pengembangan dan penggunaan indeks vegetasi. Asumsi pertama ialah bahwa
beberapa kombinasi aljabar dari saluran-saluran spektral dapat memberikan informasi
tertentu tentang vegetasi. Memang secara empiris ada beberapa bukti tentang hal ini.
Asumsi kedua ialah bahwa semua tanah terbuka (gundul) pada suatu citra akan
membentuk garis imajiner yang disebut garis tanah, apabila piksel-pikselnya diplot
pada feature space. Garis ini kemudian diasumsikan sebagai garis yang mewakili
piksel tanpa vegetasi. Kemudian, Ray mengelompokkan transformasi indeks vegetasi
ke dalam empat golongan besar, yang salah satunya yaitu
- indeks vegetasi dasar (atau generik)
Pada mulanya, indeks vegetasi dikembangkan terutama berdasarkan feature
space tiga saluran: hijau, merah, dan inframerah dekat. Ketiga saluran ini
cukup representatif dalam menyajikan fenomena vegetasi, sebelum saluran
inframerah tengah digunakan secara luas. Meskipun demikian. pola spektral
vegetasi pada saluran merah dan inframerah dekat lebih diperhatikan karena
sangat berlawanan. Bila diperhatikan. tampak bahwa feature space yang
dibentuk oleh saluran inframerah dengan saluran merah menghasilkan
sebaran yang lebih lebar. Terlihat pula piksel-piksel vegetasi ternyata
mengelompok pada sudut kiri atas, lalu piksel-piksel tanah kering berona
cerah pada kanan atas, dan piksel-piksel tanah basah berona sangat gelap
berdekatan dengan titik asal (Gambar 1.2). 

Gambar 1.2
Garis vegetasi dan garis tanah
Vegetasi sangat rapat dengan struktur daun atau percabangan yang berbeda
bila diplot, ternyata menempati garis imajiner antara tanah gelap egetast (sekitar titik
asal ke kiri atas). Garis indah yang disebut dengan garis vegetasi Di situ lain. garis
imajiner antara tanah gelap-tanah cerah ( sekitar titik asal ke kanan atas) ternyata
ditempati oleh piksel-piksel tanah dengan rona dan kelembapan yang berbeda. Garis
inilah yang disebut garis tanah (Richardson dan Wiegand, 1977). Vegetasi dengan
kerapatan yang bervariasi ternyata terletak di antara kedua garis ini. Piksel-piksel air
jernih dan dangkal terletak di sebelah kanan garis tanah Ratio Vegetation Index (RVI)
merupakan salah satu transformasi indeks vegetasi yang paling sederhana.
Transformasi ini diformulasikan sebagai: 

Bila nilai RVI ini diplot pada feature space inframerah dekat (sumbu y)
melawan merah (sumbu x), terlihat bahwa nilai RVI yang sama akan membentuk satu
garis, yang juga menunjukkan besarnya gradien, Nilai RVI terbesar ternyata berimpit
dengan garis vegetasi, dan nilai RVI terkecil ternyata berimpit dengan garis tanah.
Dengan kata lain, garis tanah menunjukkan RVI bernilai 0, garis vegetasi
menunjukkan RVl bernilai maksimum (lihat Gambar 7.4).

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan kombinasi


antara teknik penisbahan dengan teknik pengurangan citra. Transformasi NDVI ini
merupakan salah satu produk standar NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration), satelit cuaca yang berorbit polar namun memberi perhatian khusus
pada fenomena global vegetasi dan cuaca. Berbagai penelitian mengenai perubahan
liputan vegetasi di Benua Afrika banyak menggunakan transformasi ini (Tucker,
1986). Formulasinya adalah sebagai berikut. 

Sama halnya dengan RVI, NDVI mampu menonjolkan aspek kerapatan vegetasi.
Secara implisit, berbagai penelitian (lihat Danoedoro, 1989; Wardani, 1992; Jatmiko,
1992) menunjukkan adanya korelasi yang cukup kuat antara RVI dengan NDVI.
Artinya, keduanya dapat memberikan efek yang sama. Perbedaan utama di antara
keduanya terletak pada nilai asli yang dihasilkan. Pada RVI, nilai terkecil ialah 0 dan
nilai maksimum biasanya mencapai dua digit; sedangkan pada NDVI, nilai selalu
berkisar antara -1 hingga +1. Pada beberapa paket perangkat lunak, menu indeks
Vegetasi RVI, NDVI, TVI, dan sebagainya kadang-kadang telah tersedia, dan citra
keluarannya sudah langsung dikonversi ke julat 0 255. Hal ini bagus untuk aspek
visualisasi. tetapi belum tentu menguntungkan bagi proses analisis berikutnya, yang
bertumpu pada aspek informasi spektral karena tidak ada kejelasan tentang cara
konversinya.

Transformasi TVI (Transformed Vegetation Index) dikembangkan untuk menghindari


hasil negatif pada NDVI. Formulasinya adalah sebagai berikut. 

Untuk tampilan atau visualisasi langsung, nilai 0,5 ini masih harus disesuaikan
dengan kondisx perangkat lunak dan julat nilai spektral citra aslinya Untuk perangkat
lunak tertentu (dan layar monitor tertentu) yang mempunyai kemampuan
menampilkan 256 warna, nilai 0,5 ini digantikan oleh 127; sedangkan untuk Sistem
yang menyajikan 64 warna, nilai 0,5 ini digantikan oleh 31. Hal ini tidak lagi berlaku
dewasa ini, karena teknologi layar monitor telah mampu menampilkan puluhan ribu
hingga jutaan warna.

2. INDEKS UNTUK TANAH, BATUAN DAN MATERI KEDAP AIR


Logika pengembangan berbagai transformasi spektral yang telah dijelaskan
sebelumnya juga berlaku untuk objek dan fenomena selain vegetasi. Dasarnya adalah
pertimbangan tentang saluran-salman spektral yang peka terhadap objek bukan
vegetasi, misalnya tanah, batuan, dan penutup lahan artiiisial seperti aspal dan beton
bangunan. Untuk fenomena tanah dan batuan, saluran-saluran yang dipandang peka
dalam merepresentasikan kandungan mineral dan lempung adalah biru, merah,
inframerah dekat, dan inframerah tengah. Karena mteri kedan air seperti bahan
bangunan juga berasal dari bahan tanah dan batuan maka penggunaan transformasi
yang menonjolkan kandungan mineral tertentu (oksida besi) atau mineral lempung
juga kadang-kadang digunakan untuk menonjolkan menjajikan metode ini secara
ringkas.

Gambar 1.3

Gambaran grafis prosedur penurunan informasi kerapatan vegetasi melalui model FCD

Gambar 1.4
Hasil transformasi spektral citra Landsat ETM+ wilayah Yogyakarta, Gunung Kidul,
dengan menggunakan indeks mineral lempung (kiri) dan indeks oksida besi (kanan).
Area di bagian kiri atas dua merupakan dataran fuviovolkan Merapi dan
didominasi oleh bangunan dan sawah. sementara area perbukitan yang melintang
diagonal didominasi material gunung api yang sudah lapuk, sedangkan area kanan
bawah merupakan cekungan Wonosari.

 Oksida Besi
Oksida besi dan besi hidroksida merupakan mineral-mineral yang paling umum
dijumpai dalam lingkungan alami (Liu dan Mason, 2009). Kenampakannya secara
visual untuk mata kita adalah tanah atau batuan yang terlihat merah sampai merah
kecokelatan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas pantulan yang kuat di spektrum
merah dan serapan yang juga kuat di spektrum biru. Tanah-tanah yang berwarna
merah juga diasumsikan  mengandung mineral-mineral yang merupakan senyawa
besi.

Dengan memperhatikan kecenderungan yang berkebalikan antara pantulan kuat di


spektrum merah dan serapan kuat di spektrum biru maka keberadaan mineral
oksida besi bisa ditonjolkan dengan menggunakan ratio index sebagai berikut.

Mengingat bahwa baik saluran merah maupun saluran biru juga mengalami
gangguan berupa kontribusi hamburan oleh atmosfer, di mana nilai minimum yang
harusnya nol menjadi bernilai >0, maka rumus untuk Indeks Oksida Besi menjadi:

 Mineral Lempung 
Mineral-mineral lempung (Clay minerals) dicirikan oleh adanya alterasi
hidrotermal dalam batuan, dan banyak dimanfaatkan untuk eksplorasi mineral
dengan menggunakan penginderaan jauh. Mineral-mineral lempung punya
karakteristik yang berbeda dengan batuan yang belum melapuk dalam hal serapan
kuat di wilayah spektral sekitar 2,2 um, namun di sisi lain memberikan pantulan
kuat di wilayah spektral sekitar 1,6 um. Karena wilayah spektral 2,2 um juga
merupakan wilayah saluran 7 Landsat ETM+ (inframerah jauh), sementara wilayah
spektral 1,6 merupakan Wilayah saluran 5 Landsat ETM+, maka rumus untuk
Indeks Mineral Lempung dapat disajikan sebagai berikut

Liu dan Mason (2009) menegaskan bahwa formula ini secara efektif dapat
diterapkan pada citra Landsat TM atau ETM+ yang mempunyai spesifikasi panjang
gelombang yang hampir berimpit dengan spesifikasi pantulan dan serapan oleh
mineral lempung tersebut. Meskipun demikan, citra ASTER yang mempunyai 5
saluran inframerah tengah dan jauh (SWIR) kemungkinan dapat memberikan
pembedaan yang lebih spesifik.

3. Indeks Kekotaan dan Indeks Area Terbangun 

Pembahasan terdahulu tentang indeks-indeks hasil transformasi spektral


condong kepada penonjolan aspek materi alami/semialami. Aplikasi berbagai
indeks tersebut akan lebih ditekankan pada bidang kehutanan, pertanian, tanah, dan
juga geologi. Untuk bidang lain seperti halnya penggunaan lahan kekotaan, sejauh
ini tidak banyak model yang dikembangkan, meskipun bukan berarti tidak ada.

Fenomena kekotaan biasanya didominasi oleh kehadiran bangunan. Secara


spektral, bangunan sebenarnya tidak selalu tampak berbeda dibandingkan
lingkungan di sekitarnya, khususnya apabila di sekitarnya terdapat tanah atau lahan
terbuka. Kenampakan bangunan pada citra sebenarnya didominasi oleh bagian
atapnya. Di negara-negara maju beriklim sedang, atap bangunan kota terutama
terbuat dari bahan metal (seng atau seng-aluminium), bahan asbestos dan
fibercement (meskipun di banyak negara maju penggunaan asbestos cenderung
dihindari), serta bahan beton (concrete). Objek lain yang juga mendominasi
fenomena urban adalah aspal. Pembedaan objek-objek tersebut dari lingkungan
sekitarnya (terutama tanah terbuka, vegetasi, dan air) bisa dilakukan melalui
melakukan pembandingan spektral dengan objek-objek lain pada kurva pantulan
spektral. beberapa negara berkembang, bangunan rumah tidak hanya men
Di gandalkan bahan seperti yang telah disebutkan pada paragraf terdahulu.
Pada 1970-an hingga 1990-an, penggunaan bahan kayu (khususnya kayu ulin)
untuk atap sangat populer di Indonesia, meskipun ada kecenderungan saat ini untuk
mengganti bahan semacam itu, karena sangat rentan terhadap kebakaran. Di
banyak tempat di Iawa, atap genteng dengan bahan tanah liat (lempung) seperti
halnya bata merah juga masih sangat banyak dijumpai. Varian dari bahan atap
semacam ini adalah genteng keramik yang berbahan dasar tanah liat juga. Di
samping itu, ada pula bahan atap berupa plastik dan bahan-bahan sintetis lain.
Pengenalan atap genteng tanah liat secara spektral kadang kala terkendala oleh
kemiripan dengan respons spektral tanah di sekitarnya, khususnya apabila
karakteristik tanah yang ada menyerupai bahan atap genteng tersebut.
Lepas dari beberapa kesamaan antara atap dengan materi alami yang ada di
sekitarnya, penggunaan jumlah saluran yang banyak akan sangat membantu
pembedaan objek atap (yang berarti lahan terbangun) dari objek lainnya. Model
transformasi citra yang efektif untuk pembedaan materi bangunan dengan materi
alami biasanya memanfaatkan saluran-saluran inframerah dekat, tengah, dan jauh,
mengingat wilayah spektral ini dikenal peka tehadap perbedaan antara bahan
bangunan dan bahan alami seperti air, vegetasi, dan tanah terbuka.
Kawamura (1999) menggunakan indeks kekotaan (urban index, UI)
berdasarkan saluran-saluran inframerah dekat dan saluran inframerah tengah ke=ll
(atau kadang kala disebut inframerah jauh): 
Sementara itu, Zha et al. (2003) menggunakan analogi NDVI untuk
mengembangkan indeks area terbangun yang disebut dengan normalised difference
built-up index (NDBI). NDBI digunakan untuk mengkalkulasi Built-up Area.
Kedua formula tersebut adalah sebagai berikut:

Model-model semacam ini, karena dikembangkan diwilayah negara maju dan atau
wilayah dengan kebiasaan menggunakan bahan bangunan yang berbeda dengan di
Indonesia, memerlukan validasi dan uji akurasi. Sebagai contoh, tersaji pada
Gambar 7.13, citra hasil transformasi UI, NDBI, NDVI, dan Built-up Area untuk
wilayah Semarang. Citra UI kurang tajam dalam menyajikan perbedaan antara
kenampakan kekotaan dan bukankekotaan. Citra NDBI dengan bagus menyajikan
perbedaan ini, meskipun kenampakan perairan tampak sedikit cerah. Citra NDVI
hampir sama tajamnya dengan citra NDBI, namun dengan kecenderungan yang
terbalik. Sementara itu, citra Built-up Area kurang tajam dibandingkan NDBI dan
justru menunjukkan kenampakan perairan yang cukup cerah sehingga bisa
dikacaukan dengan bangunan kekotaan. Aplikasi untuk wilayah yang tidak
menunjukkan adanya tubuh air akan memberikan hasil yang lebih masuk akal. 
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Transformasi nilai spektral merupakan suatu usaha untuk melakukan
penajaman obyek dalam data digital citra satelit yang akan menghasilkan informasi
baru. Transformasi nilai spektral dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Mempertajam informasi
2. Meringkas informasi dari jumlah saluran yang ada (Danoedoro, 1996).
Penisbahan saluran (band ratioing) biasa digunakan untuk menghasilkan efek
tertentu dalam kaitannya dengan penonjolan aspek spektral vegetasi, pengurangan
efek bayangan, serta penonjolan litologi. Melalui penisbahan ini citra baru dihasilkan
dengan nilai piksel yang merupakan hasil bagi nilai piksel saluran A dengan saluran
B.
Pengurangan saluran (image differencing) blasa diterapkan untuk mendeteksi
perubahan liputan dan satu waktu perekaman ke waktu perekaman yang lain.
Indeks vegetasi merupakan suatu bentuk transformasi spektral yang
diterapkan terhadap citra multisaluran untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi
ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, Leaf Area
Index (LAI), konsentrasi klorofil, dan sebagainya. Secara praktis, indeks vegetasi ini
merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran
sekaligus, dan menghasilkan citra baru yang lebih representatif dalam menyajikan
fenomena vegetasi

Logika pengembangan berbagai transformasi spektral yang telah dijelaskan


sebelumnya juga berlaku untuk objek dan fenomena selain vegetasi. Dasarnya adalah
pertimbangan tentang saluran-salman spektral yang peka terhadap objek bukan
vegetasi, misalnya tanah, batuan, dan penutup lahan artiiisial seperti aspal dan beton
bangunan. Untuk fenomena tanah dan batuan, saluran-saluran yang dipandang peka
dalam merepresentasikan kandungan mineral dan lempung adalah biru, merah,
inframerah dekat, dan inframerah tengah. Karena mteri kedan air seperti bahan
bangunan juga berasal dari bahan tanah dan batuan maka penggunaan transformasi
yang menonjolkan kandungan mineral tertentu (oksida besi) atau mineral lempung
juga kadang-kadang digunakan untuk menonjolkan menjajikan metode ini secara
ringkas.

Pembahasan terdahulu tentang indeks-indeks hasil transformasi spektral


condong kepada penonjolan aspek materi alami/semialami. Aplikasi berbagai indeks
tersebut akan lebih ditekankan pada bidang kehutanan, pertanian, tanah, dan juga
geologi. Untuk bidang lain seperti halnya penggunaan lahan kekotaan, sejauh ini
tidak banyak model yang dikembangkan, meskipun bukan berarti tidak ada.

Fenomena kekotaan biasanya didominasi oleh kehadiran bangunan. Secara


spektral, bangunan sebenarnya tidak selalu tampak berbeda dibandingkan lingkungan
di sekitarnya, khususnya apabila di sekitarnya terdapat tanah atau lahan terbuka.
Kenampakan bangunan pada citra sebenarnya didominasi oleh bagian atapnya
DAFTAR PUSTAKA
Danoedoro,Projo. Pengantar Penginderaan Jauh

Townshend, J.R., J. Latham, O. Arino, R. Balstad, A. Belward, R. Conant, C. Elvidge, J.


Feuquay, D. El Hadani, M. Herold, A. Janetos, C.O. Justice, Liu Jiyuan, T. Loveland,
F. Nachtergaele, D. Ojima, M. Maiden, F. Palazzo, C. Schmullius, R. Sessa, A. Singh,
J. Tschirley, and H. Yamamoto. 2007. Integrated Global Observation of the Land: an
IGOS-P Theme, IGOL Report No. 8.

Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Data Digital Teori dan Aplikasinya dalam Bidang
Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Dimyati, R.D, dan M. Dimyati. 1998. Remote Sensing Dan Sistem Informasi Geografis
Untuk Perencanaan. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah. Jakarta.

Kraak. M.J, dan F. Ormeling. 2007. Kartografi: Visualisasi Data Geospasial. Edisi kedua.
Gadjah Mada University Press.

Noormasari, M. (2014). PEMANFAATAN CITRA ALOS AVNR-2 UNTUK ESTIMASI


PRODUKSI TANAMAN JATI DENGAN MENGGUNAKAN METODE
TRANSFORMASI SPEKTRAL INDEKS VEGETASI (DAERAH KAJIAN: SEBAGIAN
KABUPATEN GUNUNG KIDUL) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Arnanto, A. (2013). Pemanfaatan transformasi Normalized Difference Vegetation Index


(NDVI) citra Landsat TM untuk zonasi vegetasi di lereng Merapi bagian selatan. Geo
Media: Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian, 11(2).

Kurniawan, S. (2015). PENGEMBANGAN TRANSFORMASI SPEKTRAL UNTUK


MENDETEKSI KEPADATAN LAHAN TERBANGUN DI KOTA MAGELANG DAN
SEKITARNYA (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Calogero, F., & Degasperis, A. (2011). Spectral transform and solitons. Elsevier.

Alaghi, A., & Hayes, J. P. (2012, September). A spectral transform approach to stochastic
circuits. In 2012 IEEE 30th International Conference on Computer Design
(ICCD) (pp. 315-321). IEEE.

Crippen, R. E. (1990). Calculating the vegetation index faster. Remote sensing of


Environment, 34(1), 71-73.
Gitelson, A. A. (2004). Wide dynamic range vegetation index for remote quantification of
biophysical characteristics of vegetation. Journal of plant physiology, 161(2), 165-
173.

Qi, J., Chehbouni, A., Huete, A. R., Kerr, Y. H., & Sorooshian, S. (1994). A modified soil
adjusted vegetation index. Remote sensing of environment, 48(2), 119-126.

Huete, A., Justice, C., & Van Leeuwen, W. (1999). MODIS vegetation index
(MOD13). Algorithm theoretical basis document, 3(213), 295-309.

Anda mungkin juga menyukai