Anda di halaman 1dari 77

MAKALAH

GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA


ZONASI PULAU KALIMANTAN
Untuk Memenuhi tugas mata kuliah Geografi Regional Indonesia
Dosen pengampu : Drs. Marhadi Slamet Kristiyanto, M.Si

Disusun Oleh:
1. Elsa Nurma (160721614469)
2. Fahmi Wahyu S. (160721600919)
3. Frisco Imanudin (160721614501)
4. Gardina Dias S. (160721614457)
5. Khairunnisa (160721614484)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
OKTOBER 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kalimantan merupakan salah satu nama pulau besar yang ada di wilayah negara
Indonesia. Pulau Kalimatan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan
Pulau Irian. Luas Pulau Kalimantan mencapai 549.032 km2. Pulau Kalimantan juga terkenal
dengan nama Borneo. Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur merupakan propinsi yang ada di pulau ini. Bagian
utara Pulau Kalimantan merupakan negara bagian Malaysia, yaitu Serawak dan Sabah.
Selain itu, juga terdapat negara Brunei Darussallam di Pulau Kalimantan bagian utara.
Secara geografis Pulau Kalimantan terletak diantara 4o24’ LU – 4o10’ LS dan 108o30’ BT -
119o00’ BT.
Pulau Kalimantan sebagaian besar merupakan daerah pegunungan dan perbukitan
(39,69%), dataran (35,08%), dan sisanya dataran pantai/pasang surut (11,73%) dataran
aluvial (12,47%), dan lain-lain (0,93%). Topografi bagian tengah dan utara merupakan
daerah pegunungan tinggi dengan kelerengan yang terjal. Daerah tersebut merupakan
kawasan hutan dan hutan lindung yang harus dipertahankan karena berperan sebagai fungsi
cadangan air di masa yang akan datang. Pegunungan utama sebagai kesatuan ekologis
tersebut antara lain: Pegunungan Muller, Schwaner, Pegunungan Iban, dan Kapuas Hulu.
Serta dibagian selatan terdapat Pegunungan Meratus.
Pulau Kalimantan merupakan bagian dari kerak Sunda (Sundaland) dan kerak Sunda
ini merupakan bagian dari lempeng benua Eurasia. Lempeng Eurasia yang bergerak ke arah
tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm/tahun bertumbukan dengan Lempeng Indo-
Australia yang bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/tahun. Zona tumbukan
tersebut terletak di sebelah barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa, hingga selatan Bali dan
Nusa Tenggara, dan membentuk palung laut yang dikenal sebagai zona subduksi. Adapun
Pulau Kalimantan posisinya terletak jauh dari zona tumbukan tersebut, sehingga relatif stabil
secara tektonik. Namun demikian akibat proses tektonik yang terjadi sebelumnya telah
mengakibatkan terbentuknya struktur geologi, khususnya sesar.
Para Ahli agronomi sepakat bahwa tanah-tanah di Kalimantan merupakan tanah yang
sangat miskin, sangat rentan, dan sangat sukar dikembangkan untuk pertanian. Tanah di
Pulau Kalimantan memerlukan konservasi yang sangat luas karena terdiri dari lahan rawa
gambut, lahan bertanah asam, berpasir, dan lahan yang memiliki kelerengan curam.
Kalimantan dapat dikembangkan, tetapi hanya dalam batas-batas ekologis yang agak ketat
dan dengan kewaspadaan tinggi. Kegiatan perkebunan pada umumnya berada pada wilayah
di perbukitan dataran rendah. Perkebunan yang potensi dan berkembang antara lain: sawit,
kelapa, karet, tebu dan perkebunan tanaman pangan.
Potensi pertambangan banyak terdapat di pegunungan dan perbukitan di bagaian
tengah dan hulu sungai. Deposit pertambangan yang cukup potensial misalnya: emas,
mangan, bauksit, pasir kwarsa, fosfat, mika, dan batubara. Tambang minyak dan gas alam
cair terdapat di dataran rendah, pantai, dan lepas pantai.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, berikut ini dipaparkan rumusan
masalah dalam makalah.
1. Bagaimana kondisi geologi regional di Pulau Kalimantan?
2. Bagaimana kondisi geomorfologi di Pulau Kalimantan?
3. Bagaimana kondisi pedologi di Pulau Kalimantan?
4. Bagaimana kondisi hidromorfologi di Pulau Kalimantan?
5. Bagaimana kondisi klimatologi di Pulau Kalimantan?
6. Bagaimana sumber daya alam dan mineral yang ada di Pulau Kalimantan?
7. Bagaimana potensi ancaman bencana di Pulau Kalimantan?
8. Bagaimana potensi sosial budaya yang terdapat di Pulau Kalimantan

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini dipaparkan tujuan
penulisan makalah.
1. Untuk mendeskripsikan kondisi geologi regional di Pulau Kalimantan
2. Untuk mendeskripsikan kondisi geomorfologi di Pulau Kalimantan
3. Untuk mendeskripsikan kondisi pedologi di Pulau Kalimantan
4. Untuk mendeskripsikan kondisi hidromorfologi di Pulau Kalimantan
5. Untuk mendeskripsikan kondisi klimatologi di Pulau Kalimantan
6. Untuk mengetahui sumber daya alam dan mineral yang ada di Pulau Kalimantan
7. Untuk mengetahui potensi ancaman bencana di Pulau Kalimantan
8. Untuk mengetahui potensi sosial budaya yang terdapat di Pulau Kalimantan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 GEOLOGI REGIONAL KALIMANTAN
2.1.1 Geologi Regional Kalimantan
Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara
dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar
dan di bagian selatan oleh Laut Jawa.

Gambar 1.1 Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan


(Bachtiar, 2006 dalam Manroe 2014)

Bagian utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh


berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian selatan komplek ini terbentuk Cekungan
Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona
ofiolit- melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan. Sedangkan di bagian selatan pulau
Kalimantan terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur Awal-Akhir berupa batolit granit
dan granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional derajat rendah. Tinggian Meratus
di bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-
asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal.
Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure.
a) Tatanan Stratigrafi
Dalam pembahasan stratigrafi, akan dibahas hubungan tektonik dan pengendapan
cekungan dari 3 (dua) cekungan yaitu Cekungan Barito, Cekungan Kutai dan Cekungan
Tarakan.

1) Cekungan Barito
 Tektonik Cekungan Barito
Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari
Schwanner Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian Meratus
pada bagian Timur dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan Kutaioleh
pelenturan berupa Sesar Adang, ke Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat
dibatasi oleh Paparan Sunda.
Cekungan Barito merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan
(foredeep) pada bagian paling Timur dan berupa platform pada bagian Barat. Cekungan
Barito mulai terbentuk pada Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision) antara
microcontinent Paternoster dan Baratdaya Kalimantan (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996
dalam Manroe 2014).
Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik
konvergen, dan menghasilkan pola rifting Baratlaut – Tenggara. Rifting ini kemudian
menjadi tempat pengendapan sedimen lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari
Formasi Tanjung bagian bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian
graben, kemudian diikuti oleh pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam
hubungan transgresi. Kemudian pada awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang
diikuti oleh pengendapan Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung
bagian atas secara selaras dalam hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh
pengendapan satuan batugamping masif Formasi Berai.
Selama Miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang
mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi
Warukin bagian bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala
ketidakselarasan lokal (hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi
Warukin bagian bawah. Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang
pada akhirnya mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi
Warukin atas dengan Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas – pliosen. Tektonik
terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat, terlipat, dan
terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesar-sesar naik
terbentuk dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan tersier,
terutama daerah- daerah Tinggian Meratus.
 Stratigrafi Cekungan Barito
Urutan stratigrafi Cekungan Barito dari tua ke muda adalah :
1) Formasi Tanjung (Eosen – Oligosen Awal)
Formasi ini disusun oleh batupasir, konglomerat, batulempung, batubara, dan
basalt.
2) Formasi Berai (Oligosen Akhir – Miosen Awal)
Formasi Berai disusun oleh batugamping berselingan dengan batulempung /
serpih di bagian bawah, di bagian tengah terdiri dari batugamping masif dan pada
bagian atas kembali berulang menjadi perselingan batugamping, serpih, dan
batupasir. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan lagoon-neritik tengah dan
menutupi secara selaras Formasi Tanjung yang terletak di bagian bawahnya.
Kedua Formasi Berai, dan Tanjung memiliki ketebalan 1100 m pada dekat
Tanjung.
3) Formasi Warukin (Miosen Bawah – Miosen Tengah)
4) Formasi Warukin diendapkan di atas Formasi Berai dan ditutupi secara tidak
selaras oleh Formasi Dahor. Sebagian besar sudah tersingkap, terutama sepanjang
bagian barat Tinggian Meratus, malahan di daerah Tanjung dan Kambitin telah
tererosi. Hanya di sebelah selatan Tanjung yang masih dibawah permukaan.
Formasi ini terbagi atas dua anggota, yaitu Warukin bagian bawah (anggota
klastik), dan Warukin bagian atas (anggota batubara). Kedua anggota tersebut
dibedakan berdasarkan susunan litologinya. Warukin bagian bawah (anggota
klastik) berupa perselingan antara napal atau lempung gampingan dengan sisipan
tipis batupasir, dan batugamping tipis di bagian bawah, sedangkan dibagian atas
merupakan selang-seling batupasir, lempung, dan batubara. Sedangkan Warukin
bagian atas (anggota batubara) dengan ketebalan maksimum ± 500 meter, berupa
perselingan batupasir, dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal lapisan
batubara mencapai lebih dari 40 m., sedangkan batupasir tidak begitu tebal,
biasanya mengandung air tawar. Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan
neritik dalam (innerneritik) – deltaik dan menunjukkan fasa regresi.
5) Formasi Dahor (Miosen Atas – Pliosen)
Formasi ini terdiri atas perselingan antara batupasir, batubara, konglomerat, dan
serpih yang diendapkan dalam lingkungan litoral – supra litoral.

2) Cekungan Kutai
 Tektonik Cekungan Kutai
Cekungan Kutai di sebelah utara berbatasan dengan Bengalon dan Zona Sesar
Sangkulirang, di selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang, di barat dengan sedimen-
sedimen Paleogen dan metasedimen Kapur yang terdeformasi kuat dan terangkat dan
membentuk daerah Kalimantan Tengah, sedangkan di bagian timur terbuka dan
terhubung dengan laut dalam dari Cekungan Makassar bagian Utara.
Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan
pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada tektonik
dan pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase longsoran tarikan post-
rift dengan diendapkannya serpih laut dangkal dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase
Neogen dimulai sejak Miosen Bawah sampai sekarang, menghasilkan progradasi delta
dari Cekungan Kutai sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan lapisan yang
lebih muda di bagian pantai dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang
mengalami progradasi ke bagian timur dari Delta Mahakam secara progresif lebih muda
menjauhi timur. Sedimen-sedimen yang mengisi Cekungan Kutai banyak terdeformasi
oleh lipatan-lipatan yang subparalel dengan pantai. Intensitas perlipatan semakin
berkurang ke arah timur, sedangkan lipatan di daerah dataran pantai dan lepas pantai
terjal, antiklin yang sempit dipisahkan oleh sinklin yang datar. Kemiringan cenderung
meningkat sesuai umur lapisan pada antiklin. Lipatan- lipatan terbentuk bersamaan
dengan sedimentasi berumur Neogen. Banyak lipatan-lipatan yang asimetris terpotong
oleh sesar-sesar naik yang kecil, secara umum berarah timur, tetapi secara lokal berarah
barat.
 Stratigrafi Cekungan Kutai
Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi
sediment-sediment laut dangkal khususnya mudstone, batupasir sedang dari Formasi
serpih Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan benua ( Dataran
Tinggi Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak sedimen yang mengisi
Cekungan Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di kawasan Sangatta.
Ciri khas sedimen- sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang, khususnya
sedimen dataran delta bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari
Formasi Balikpapan yang terdiri atas mudstone, bataulanau, dan batupasir dari
lingkungan pengendapan sungai yang banyak didominasi substansi gambut delta plain
bagian atas yang kemudian membentuk lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian
barat kawasan Pinang. Subsidence yang berlangsung terus pada waktu itu kemungkinan
tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya sesar-sesar pada sedimen-sedimen.
Pengendapan pada Formasi Balikpapan dilanjutkan dengan akumulasi lapisan-lapisan
Kampung Baru pada kala Pliosen. Selama Kala Pliosen, serpih dari serpih Bogan dan
Formasi Pamaluan yang sekarang terendapkan sampai kedalaman 2000 meter, menjadi
kelebihan tekanan dan tidak stabil, menghasilkan pergerakan diapir dari serpih ini
melewati sedimen-sedimen diatasnya menghasilkan struktur antiklin-antiklin rapat yang
dipisahkan oleh sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan pada kawasan Pinang
terbentuk struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.

3) Cekungan Tarakan
 Tektonik Cekungan Tarakan
Cekungan Tarakan merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di
Kalimantan Timur bagian utara. Cekungan Tarakan dapat dibagi menjadi 4 sub-
cekungan yaitu: Sub-cekungan Tidung, Sub-cekungan Berau, Sub-cekungan Tarakan,
dan Sub- cekungan Muara. Batas-batas dari empat sub-cekungan tersebut adalah zona-
zona sesar dan tinggian. Bagian utara dari Cekungan Kalimantan Timur Utara dibatasi
oleh Tinggian Samporna yang terletak sedikit ke utara dari perbatasan wilayah
Indonesia dan Malaysia. Bagian barat ke arah Kalimantan dibatasi oleh Punggungan
Sekatak-Berau. Sedangkan di bagian selatan, terdapat Punggungan Mangkalihat yang
memisahkan Cekungan Tarakan dengan Cekungan Kutai. Batas timur dan tenggara dari
cekungan ini berupa laut lepas Selat Makasar.
Perkembangan struktur-struktur di Sub-cekungan Tarakan, Cekungan Tarakan
berlangsung dalam beberapa tahapan yang mempengaruhi pengendapan sedimen pada
area tersebut. Konfigurasi secara struktural sudah dimulai oleh rifting sejak Eosen Awal.
Pemekaran (rifting) pada sub-cekungan ini disebabkan oleh pembentukan sesar-sesar
normal. Pergerakan dari sesar-sesar tersebut menghasilkan daerah-daerah rendahan
yang kemudian terisi oleh sedimen-sedimen tertua pada sub-cekungan ini, seperti
Formasi Sembakung (akhir Miosen Awal-Miosen Tengah). Sedimen-sedimen pra-
Tersier tidak terpenetrasi pada banyak sumur yang dibor pada sub-cekungan ini, namun
keberadaannya terdeteksi pada data seismik. Proses Rifting berjalan dengan terus
menerus disertai dengan adanya pengangkatan secara lokal di bagian barat dari sub-
cekungan mengontrol siklus-siklus pengendapan sedimen pada sub-cekungan ini.
Pengendapan pada sub-cekungan ini dapat dibagi menjadi 4 siklus berhubungan dengan
beberapa kejadian tektonik pada regional.
 Stratigrafi Cekungan Tarakan
Batuan dasar pada cekungan Kalimantan Timur Utara terdiri dari sedimen-sedimen
berumur tua, meliputi Formasi Danau, Formasi Sembakung, dan Batulempung Malio.
Sedimen-sedimen tersebut telah terkompaksi, terlipatkan, dan tersesarkan.
1) Formasi Danau
Formasi Danau terdeformasi kuat dan sebagian termetamorfosa, mengandung breksi
terserpentinitisasi, rijang radiolaria, spilit, serpih, slate, dan kuarsa.
2) Formasi Sembakung dan Batulempung Malio
Formasi Sembakung diendapkan di atas Formasi Danau secara tidak selaras. Formasi
ini terdiri dari sedimen volkanik dan klastik yang berumur Eosen Awal-Eosen
Tengah. Di atas Formasi Sembakung diendapkan batulempung berfosil, karbonatan,
dan mikaan yang dikenal dengan Batulempung Malio yang berumur Eosen Tengah.
Siklus 1: Formasi Sujau, Mangkabua, dan Selor (Eosen Akhir – Oligosen)
Sedimen-sedimen pada Siklus 1 diendapkan secara tidak selaras terhadap Formasi
Sembakung dan memiliki lingkungan pengendapan dari laut littoral sampai dangkal.
Formasi Sujau terdiri dari sedimen klastik (konglomerat dan batupasir), serpih, dan
volkanik. Klastika Formasi Sujau merepresentasikan tahap pertama pengisian
cekungan “graben-like” yang mungkin terbentuk sebagai akibat dari pemakaran
Makassar pada Eosen Awal. Produk erosional dari Paparan Sunda di sebelah barat
terakumulasi bersamaan dengan endapan gunungapi dan pirokasltik pada bagian
bawah siklus ini. Keberadaan lapisan-lapisan batubara dan interkalasi napal pada
bagian bawah mengindikasikan fasies pengendapan danau yang bergradasi ke atas
menjadi lingkungan laut. Batugamping mikritik dari Formasi Seilor diendapkan
secara tidak selaras di atas Formasi Sujau dan Formasi Mangkabua yang terdiri dari
serpih laut dan napal yang berumur Oligosen menjadi penciri perubahan suksesi
ke basinward. Batuan sedimen siklus 1 terangkat, sebagian tersingkap dan tererosi
sebagian di tepi barat dari cekungan berkaitan dengan aktivitas volkanisme yang
terjadi sepanjang tepian deposenter pada akhir Oligosen.
Siklus 2: Formasi Tempilan, Formasi Taballar, Napal Mesalai, Formasi Naintupo
(Oligosen Akhir – Miosen Tengah).
Sedimen-sedimen yang diendapkan di atas sedimen sebelumnya secara tidak selaras.
Sedimen-sedimen tersebut merupakan sikuen-sikuen transgersif dan tidak terlalu
terdeformasi. Fasies klastik basal dari Formasi Tempilan diendapkan pertama kali
pada siklus ini dan diikuti oleh batugamping mikritik dari Formasi Taballar. Formasi
Taballar merupakan sikuen paparan karbonat dengan perkembangan reef lokal
Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Formasi ini secara gradual menipis ke arah
cekungan terhadap napal Mesalai yang kemudian berubah menjadi Formasi Naintupo
di atasnya. Formasi Naintupo terdiri dari lempung dan serpih yang bergradasi ke atas
menjadi napal dan batugamping yang menandakan meluasnya genang laut di
cekungan Tarakan.
Siklus 3: Formasi Meliat, Formasi Tabul, dan Formasi Santul (Miosen Tengah –
Miosen Akhir).
Sedimen-sedimen dari siklus 3 ini terdiri dari sikuen-sikuen deltaik regresif yang
terbentuk setelah tektonisma Miosen Awal (Orogenesa Intra-Miosen). Siklus
sedimentasi ini terbagi menjadi 3 formasi, yaitu: Formasi Meliat, Tabul, dan Santul.
Perbedaan sikuen deltaik antara formasi-formasi tersebut sulit untuk diuji dan
dibedakan mengingat sedikitnya fosil- fosil yang dapat ditemukan dan kesamaan
litologi antar formasi-formasi tersebut. Pengangkatan yang terjadi menyebabkan
berhentinya fasa genang laut dan perubahan lingkungan pengendapan yang semula
bersifat laut terbuka menjadi lebih paralik. Perubahan ini mengawali pola
pengendapan baru di Cekungan Tarakan yang membentuk delta-delta konstruktif
dengan progradasi dari barat ke timur.
Formasi Meliat merupakan nama formasi tertua dari siklus 3 dan diendapkan secara
tidak selaras dengan Serpih Naintupo. Formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih
karbonatan, dan batugamping tipis. Di beberapa bagian, Formasi Meliat terdiri dari
batulanau dan serpih dengan sedikit lensa-lensa batupasir. Formasi Tabul terdiri dari
batupasir, batulanau, dan serpih yang kadang disertai dengan kemunculan lapisan
batubara dan batugamping. Bagian paling atas dari siklus ini adalah Formasi Santul.
Pada formasi ini sering dijumpai lapisan batubara tipis yang berinterkalasi dengan
batupasir, batulanau, dan batulempung, yang diendapkan di lingkungan delta plain
sampaidelta front pada Miosen Akhir.
Siklus 4: Formasi Tarakan (Pliosen)
Pada siklus sedimentasi Pliosen, diendapkan Formasi Tarakan. Formasi ini terdiri
dari interbeding batulempung, serpih, batupasir, dan lapisan-lapisan batubata lignit,
yang menunjukan fasies pengendapan delta plain. Dasar dari Formasi Tarakan pada
beberapa ditepresentasikan oleh ketidakselarasan, sedangkan di Pulau Bunyu, kontak
antara Formasi Santul dengan Tarakan bersifat transisional.
Siklus 5: Formasi Bunyu (Pleistosen)
Sejak Pliosen, sedimen fluviomarine yang sangat tebal terbentuk, terutama terdiri
dari perlapisan batupasir delta, serpih, dan batubara. Sedimen Kuarter dari siklus 5
dinamakan Formasi Bunyu, diendapkan di lingkungan delta plain sampai fluviatil.
Batupasir tebal, berukuran butir medium sampai kasar, kadangkala konglomeratan
daninterbeding batubara lignit dengan serpih merupakan litologi penyusun dari
formasi Bunyu. Batupasir formasi ini lebih tebal, kasar, dan kurang terkonsilidasi
jika dibandingkan dengan batupasir Formasi Tarakan. Batas bawah dari Formasi ini
dapat bersifat tidak selaras maupun transisional. Meningginya muka laut pada kala
Pleistosen Akhir menyebabkan garis pantai mundur ke arah barat seperti garis pantai
saat ini.

Gambar 1.2 Stratigrafi Cekungan Barito, Cekungan Kutai, dan Cekungan Tarakan.
(Bachtiar, 2006 dalam Monroe 2014)
2.1.2 Struktur Geologi Regional (Tektonik)
2.1.2.1 Sejarah Terbentuknya Pulau Kalimantan
Pulau Kalimantan merupakan bagian dari kerak Sunda (Sundaland) yang merupakan
bagian dari lempeng benua Eurasia. Pulau Kalimantan merupakan pulau yang sudah
terbentuk sejak Jurassic, ratusan tahun yang lalu. Namun sejak puluhan tahun lalu pulau ini
terangkat akibat adanya beberapa kali tumbukan, salah satu diataranya disebabkan oleh
“terbelahnya” Laut Cina Selatan (South China Sea/SCS). Saat terbelah inilah terjadi
subduksi disebelah barat dari Kalimantan sehingga paparan (shelf, berwarna kuning muda)
membentur Kalimantan. Saat itulah dianggap Laut Cina Selatan tidak berkembang pesat
lagi. Namun terjadi pengangkatan Gunung Kinabalu mirip seperti pengangkatan Himalaya
penyebab gempa Nepal.

Gambar Rekonstruksi pembentukan pulau Kalimantan. Ma = Million Annum (Juta tahun). Terlihat
mulai 25 jt tahun lalu Laut Cina Selatan terbelah dikenal dengan “Sea Floor Spreading”. Diperkirakan sejak
5 juta tahun lalu sudah mengecil, namun kemungkinan tidak berati mati dan berhenti sama sekali (Hall, dkk,
2008)

Gambar diatas rekonstruksi pada jaman Pliocene atau sekitar 5-3 juta tahun lalu.
Namun proses ini juga tidak berarti diam dan terhenti setelah itu. Adanya subduksi aktif dari
sebelah timur akibat benturan dari Lempeng Pasifik juga membuat daerah ini tidak bebas
gencetan juga.
terdapat penunjaman Borneo di barat laut Sabah, penunjaman Sulu di timur laut
Sabah, dan penunjaman Sulawesi Utara di timur Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.
Sesar-sesar ini juga berpotensi menimbulkan gempa di Kalimantan.

Gambar Tektonik dan struktur geologi Pulau Kalimantan.

 Basement pre-Eosen
Bagian barat daya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal) sebagai
bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi barat daya Kalimantan, Laut Jawa bagian
barat, Sumatra, dan semenanjung Malaysia. Wilayah ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit
dan sediment dari busur kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan Meratus,
yang diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah antara Sarawak dan
Kalimantan terdapat sediment laut dalam berumur Kapur-OligoseN, ofiolit dan unit lainnya
yang menunjukkan adanya kompleks subduksi. Peter dan Supriatna (1989 dalam manroe
2014) menyatakan bahwa terdapat intrusive besar bersifat granitik berumur Trias diantara
Cekungan Mandai dan Cekungan Kutai atas, memiliki kontak tektonik dengan formasi
berumur Jura-Kapur.
Gambar 1.3 NW – SE Cross section Schematic reconstruction (A) Late Cretaceous, and (B) Eocene
Pertamina BPPKA, 1997, Bachtiar, 2006 dalam manroe 2014)

 Permulaan Cekungan Eosen


Keberadaan zona subduksi ke arah tenggara di bawah barat laut Kalimantan pada
periode Kapur dan Tersier awal dapat menjelaskan kehadiran ofiolit, mélanges, broken
formations, dan struktur tektonik Kelompok Rajang di Serawak, Formasi Crocker di bagian
barat Sabah, dan Kelompok Embaluh. Batas sebelah timur Sundaland selama Eosen yaitu
wilayah Sulawesi, yang merupakan batas konvergensi pada Tersier dan kebanyakan sistem
akresi terbentuk sejak Eosen.

Gambar 1.4 Cross section reconstruction of North Kalimantan that show Lupar subduction in Eocene
(Hutchison, 1989, Bachtiar 2006 dalam Monroe 2014)

Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan
mempengaruhi perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia. Adanya subsidence pada
Eosen dan sedimentasi di Kalimantan dan wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional
dan kemungkinan dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian
back-arc Laut Celebes.
 Tektonik Oligosen
Tektonisme pada pertengahan Oligosen di sebagian Asia tenggara, termasuk Kalimantan
dan bagian utara lempeng benua Australia, diperkirakan sebagai readjusement dari lempeng
pada Oligosen. Di pulau New Guinea, pertengahan Oligosen ditandai oleh ketidakselarasan
yang dihubungkan dengan collision bagian utara lempeng Australia (New Guinea) dengan
sejumlah komplek busur. New Guinea di ubah dari batas konvergen pasif menjadi oblique.
Sistem sesar strike-slip berarah barat-timur yang menyebabkan perpindahan fragmen benua
Australia (Banggai Sula) ke bagian timur Indonesia berpegaruh pada kondisi lempeng pada
pertengahan Oligosen.

Gambar 1.5 Pertamina BPKKA, 1997, Bachtiar 2006 dalam manroe 2014

Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS) dan
wilayah. Ketidak selarasan ini dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di SCS.
Subduksi pada baratlaut Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai
timurlaut. Di bagian baratdaya, berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut,
berhenti pada akhir Miosen awal.
Gambar 1.6 NW – SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene – Middle Miocene, and
(B) Middle Miocene - Recent (Pertamina BPPKA, 1997, Bachtiar, 2006 dalam Monroe 2014).

Gambar 1.7 Middle Miocene – Recent SE Asia tectonic reconstruction


(Pertamina BPKKA, 1997, Bachtiar, 2006 dalam Monroe 2014)
 Tektonisme Miosen
Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi perubahan yang Sangat penting.
Pemekaran lantai samudera di SCS berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan Palawan; mulai
terjadinya pembukaan Laut Sulu dan obduksi ofiolit di Sabah. Membukanya cekungan
marginal Laut Andaman terjadi pada sebagian awal Miosen tengah.

Gambar 1.8 Elemen Tektonik Pulau Kalimantan pada Miosen tengah.


(Nuay, 1985, dalam moenroe 2014)

2.1.3 Pegunungan di Kalimantan


a) Pegunungan Schwaner
Pegunungan Schawaner di bagi menjadi 3 sistem fisiografi:
- Sistem Dataran; berupa dataran berbukit kecil yang terbentuk oleh aktivitas sungai yang
membawa bahan-bahan dari perbukitan dan pegunungan
- Sistem Perbukitan; dengan bentuk lahan perbukitan memanjang, tidak teratur, kuesta
dan lereng struktural memanjang; proses kuesta berasal dari proses Orogenetik & tenaga
eksogen erosi yang membentuk perbukitan kecil dan memanjang; struktural akan
membentuk lahan lereng memanjang.
- Sistem Pegunungan; dengan bentuk kelompok punggung pegunungan yang tidak teratur
dan punggung pegunungan berbukit kecil; dengan kemiringan lereng bekisar 50% -
80%.
Geologi Pegunungan Schwaner:
Berdasarkan peta Geologi 1:250.00 oleh Pusat Penelitian Pengembangan Geologi
Deptamben, ada 13 formasi Geologi:
- Formasi Basal Bungan (Kubu): tersusun dari Extrusive: intermediate: lava yang
terbentuk pada masa kapur akhir dan diakhir masa Paleosen Awal.
- Formasi Batuan Gunungapi Kerabai (Kuk): tersusun dari Extrusive: felsic pyroclastic
dari endapan Volcanisme, Terbentuk pada masa masa kapur akhir dan diakhir masa
Paleosen awal.
- Formasi Pasir Sekayam (Tos): tersusun dari Sediment: clastic: sandstone dan dari
endapan Terrestrial: fluvial. Terbentuk pada masa Oligosen Awal
- Formasi Complek Ketapang (Jkke) tersusun dari Sediment: clastic: sandstone dan dari
endapan Littoral. Terbentuk pada masa Jura Akhir dan Kapur Akhir.
- Formasi Tebidah (ToT1) tersusun dari Sediment: clastic: fine: claystodan dari endapan
Terrestrial: fluvial: deltaic terbentuk pada masa Oligosen.
- Formasi Gabro Biwa (Kub) tersusun dari ophiolite dari endapan Plutonism: sub
volcanic. Terbentuk pada masa Kapur Akhir.
- Formasi Granit Laur (Kll) tersusun dari Intrusive: felsic: granitoid dari endapan
Plutonism: batholith. Terbentuk pada masa Kapur Tengah.
- Formasi Granit Sangiyang (Kusa) tersusun dari Intrusive: felsic dari endapan Plutonism:
sub-volcanic. Terbentuk pada masa Kapur Akhir.
- Formasi Granit Sukadana (Kus); tersusun dari granit biorit merah muda, granit feldspar
Alkali dan Monzogranit yang terbentuk pada masa kapur akhir yang berada di kelompok
perbukitan yang tidak teratur.
- Formasi Granodiorit Mensibau (Klm) tersusun dari Intrusive: felsic: granitoid dari
endapan Plutonism: batholith.Terbentuk pada masa Kapur Tengah.
- Formasi Tonalit Sepauk (Kls); tersusun dari Tonalit dan Granodiorit horn blenda – biorit
kelabu muda, Dioririt-granit, Monzodiaite diorite kuarsa pada masa kapur awal; bahan
induk batuan terdapat pada kelompok perbukitan memanjang di Selatan, Utara, Timur;
Barat laut kawasan TN dan kelompok yang berbukit kecil (Utara & Selatan);
pengendapan batuan ada di bukit-bukit kecil sebelah Barat Daya kawasan TN.
- Formasi Malihan Pinoh (P2Rp); berasal dari skirt, muskovit, kuarsit, fillik serisit kuarsa,
batu sabak & tufa malihan; Andalusit, biosit & koerdierit pada masing-masing tempat,
jarang Yakut atau silimanit pada masa Paleozoikum sampai Tiras; bahan induk P2Rp
ada pada kelompok perbukitan di Selatan dan pada kelompok punggung pegunungan
berbukit kecil yang terletak di bagian tengah, Barat laut, Utara dan Selatan kawasan TN.

b) Pegunungan Muller
Berdasarkan peta 1 : 250.000 dari Puslibang Geologi 1993, kondisi geologi di
pegunungan muller terdapat beberapa formasi Batuan di antarannya Paleozoikum
(Karbon Trias, Rem Trias); Mesozoikum (Trias akhir, Jura – Kapur awal, kapur awal,
Trias akhir, Kapur akhir, Kapur akhir – Tersier awal); Tersier (Eosen tengah, Eosen
akhir, Eosen akhir – Oligosen awal, Oligosen awal, Oligosen akhir – Miosen tengah);
Kuarter.

c) Pegunungan Kapuas
Membentang dari ujung Kapuas yang terbagi menjadi 3 (Kapuas Hulu, kapuasTengah,
Kapuas Hilir) yang membatasi dengan negara Bagian Malaysia Timur. Berdasarkan
Geologi di Kapuas Hulu terdapat 8 Formasi Batuan diantaranya Endapan danau, Granit
Era, Kelompok Embaloh, Kelompok Mandai, Kelompok Selangkai, Komplek Danau
Hitam dan komplek Kapuas. Sedangkan tanah yang terdapat di pegunungan Kapuas
ialah organosol glein humus, batuan alluvial, Podsolik merah kuning, tipe tanah gambut.

d) Pegunungan Iban
Seluruh perbatasan yang melalui Kutai Barat dan sebagian Malinau, yang panjangnya
sekitar 70 persen dari semua perbatasan di Kalimantan Timur, merupakan rangkaian
pegunungan Iban. Pegunungan ini membujur dari barat daya sampai timur laut yang
menghubungkan secara berturut-turut perbukitan Pacungapang, gunung Liang Pran,
perbukitan Batu Iban, gunung Latuk dan gunung Kaba. Berdasarkan Geologi di kawasan
pegunungan Iban terdapat setidaknya 20 formasi batuan yang diantaranya Batugamping
Jangkan, Batuan Gunungapi Jelai, Batuan Gunungapi Metulang, Batuan Terobosan,
Diorit, Endapan aluvium, Formasi Kuaro, Formasi latih, Formasi Longbawan, Formasi
Lurah, Formasi Malinau, Formasi Meliat, Formasi Naintopo, Formasi Parking, Granit
Topai, Gunungapi Nyaan, Intrusi Sintang, Lubis/Tarakan/Malinau, Ofiolit Jura dan
Sumbat, Retas. Dengan penyusunnya Extrusive: intermediate: polymic; lava; felsic.
Sediment: clastic: sandstone : flysch : alluvium : Reef: limestone dan Intrusive:
intermediate : felsic serta Intrusive: felsic. Umur dari Jurasic Awal, Kapur Akhir.
Wilayah ini terdiri dari dataran rendah, dataran perbukitan dan pegunungan terjal.
Di bagian barat dan selatan mencakup Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai
daerahnya bergunung-gunung dan bergelombang disamping itu terdapat juga lipatan-
lipatan dan patahan.
e) Pegunungan Meratus
Pegunungan Meratus merupakan kawasan hutan asli (native forest) yang masih tersisa
di Propinsi Kalimantan Selatan, letaknya membentang dari arah Tenggara sampai
sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur. Posisinya membelah
wilayah Kalimantan Selatan menjadi dua bagian, sebelah Barat dan sebelah Timur.
Hampir seluruh kawasan Pegunungan Meratus merupakan daerah bergunung dengan
topografi agak curam (kelerengan 20-38 derajat), curam (40-50 derajat), hingga sangat
curam (50-90 derajat), yang membentuk dinding curam dan terjal.Kawasan ini juga
merupakan daerah hulu dari sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat
di Kalsel. Mulai dari bagian barat mengalir sungai Batang Alai, sungai Barabai, sungai
Amandit, sungai Balangan, sungai Pitap. Sedangkan di bagian Timur mengalir sungai
Batang Aing Bantai, sungai Juhu, sungai Sampanahan.
Secara geomorfologi Pegunungan Meratus terletak pada lereng atas Meratus,
memiliki bahan induk yang berasal dari batuan beku ( (indigeneous rock) yang terbentuk
pada jaman Jura (Jurassic) tengah hingga Kapur (Cretaceous) akhir. Geologi
Pegunungan Meratus bagian utara terdiri dari jenis batuan utama yang menjadi bahan
induk bagi jenis-jenis tanah yang terdapat di dalamnya. Jenis bahan induk utama yang
membentuk tanah-tanah di areal ini adalah granit granodiorid serta batu pasir,
konglomerat, sabak, kersik, serpih lempung dan batu gamping. Sedangkan pada bagian
selatan tidak jauh berbeda, dimana terdapat lempung yang mempunyai ketebalan
beberapa meter didalamnya terdapat batuan besar (bloc), batu gamping, batuan
metamorph, batu pasir dan konglomerat. Batuan tertua yang diketemukan berumur
Cretaceus tengah yaitu pada formasi Alino.Terdapatnya batu pasir dan kongomerat di
Pegunungan Meratus menunjukkan besarnya intensitas erosi, kemungkinan disebabkan
oleh suatu tektonik hors dan graben yang aktif hingga Eosen dengan endapannya yang
kontinental sampai paralik.
2.2 GEOMORFOLOGI KALIMANTAN
Pulau Kalimantan yang mempunyai bentuk dasar seperti segitiga sebagian besar
wilayahnya diduduki oleh jalur Pegunungan dan bukit-bukit. Dataran rendah menduduki
bagian Barat dan Selatan sampai menyentuh pantai. Berdasarkan strukturnya Kalimantan
dapat dibagi ke dalam beberapa zona sebagai berikut :

1. Zona Baratlaut – Barat dan Zona Sentral


Zona ini dibagi menjadi dua yaitu Zona Embaluh dan Zona Kucing. Pada Zona Embaluh
terdiri dari peliatan dan sesar sungkup dari crystalime schist berumur Permokarbon, Trias
Atas dan Cretaceous. Formasi termuda di embaluh terdapat di pegunungan Apokayan dan
Neewenhuis yang berupa batuan vulkanis. pada zona Kucing berupa pelipatan yang lemah
struktur sesaran yang terbentuk pada paleogin. Zona ini membentang dari arah Timur - Barat
antara Kapuas Atas dan Pegunungan Schwaner.
2. Zona-zona Tenggara
Zona ini terdiri dari Pulau Laut, Pegunungan Meratus, Antiklinerium Samarinda.
3. Zona Timur Laut dan Utara
Zona Kalimantan Timur secara umum merupakan monoklinal yang miring ke arah Timur
dengan dip 1° – 2°. Disepanjang pantai disusupi oleh beberapa lipatan yang berumur sangat
muda.
Garis Arah Strukural (Structural Trendlines)
Kalimantan utara membentuk sebagian dari arah pokok kepulauan Filipina, padahal
pulau yang besar termasuk ke dalam struktur Sunda. Rangkaian pulau Palawan berakhir pada
pegunungan Kinabalu dan rangkaian pulau Sulu berakhir pada daerah teluk Darvel.
Pegunungan Kinabalu yang membujur dari arah timur laut – barat daya itu terdiri dari lapisan
pre-tertier yang terlibat tinggi dan lapisan tertier yang lebih rendah, yang terganggu oleh
granodiorit dari Massip Kinabalu. Pegunungan di sebelah utara teluk Darvel yang membujur
arah timur – barat, terdiri juga dari batuan pre-tertier dan batuan tertier bawah. Lapisan tertier
yang lebih muda kurang terlipat, terdapat pada sisi rangkaian-rangkaian ini pada basin
diantaranya membentuk perluasan ke arah barat dari Palung Sulu.
Kalimantan utara yang kompleks ini mempunyai hubungan geologis dengan
kepulauan Filipina dan yang dipisahkan dari daratan utama Kalimantan oleh massa Neogen
yang membentang melintasi pulau itu dari basin Sulawesi di bagian timur teluk Labuhan
pada pantai barat laut. Bagian yang bersifat Sunda dari pulau itu terdiri dari teras kontinen
berbentuk segitiga di Kalimantan barat daya yang dibatasi oleh basin tertier Serawak satu
sisi yang lain. Dari sejumlah besar batuan pre-tertier dan berhubungan dengan antiklinorium
besar Samarinda yang memisahkan distrik-distrik danau dari sungai Mahakam dari pantai.
Dari antiklinorium Samarinda, pada bagian yang terpotong oleh sungai anteseden Mahakam,
sumbu itu muncul lagi ke arah utara menuju ke arah ambang melintang yang dibentuk oleh
sistem Kongkemal – Niapa – Mangkaliat.
Rangkaian pegunungan Meratus – Samarinda ini adalah hasil orogenesis tertier pada
sisi tenggara kerangka struktural pada pulau itu. Pulau kalimantan berbukit-bukit dan
bergunung-gunung yang tingginya tidak lebih dari 1500 m. Cabang-canbang di pulau
kalimantan dapat dibagi dua cabang utama, yaitu:
1. Cabang menuju arah ke barat
a. Pegunungan kapuas hulu di antara lembah rejang di bagian utara dan basin kapuas
hulu serta lembah batang lupar di bagian selatan.
b. Plato madi di antara Basin Kapuas Hulu Dan Sungai Melawi.
c. Kelompok pegunungan yang menjorok ke laut membentuk distrik cina dengan
puncak tertinggi Niut (1701).
2. Cabang-cabang menuju arah timur
a. Sistem pegunungan di kalimantan utara yang berakhir pada kedua tanjung pada sisi
Teluk Davel.
b. Sistem pegunungan kelompok lainnya, yang berkahir pada Semenanjung
Mangkaliat.
Gambar. Peta Ekoregion Kalimantan
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013
Deskripsi lebih lanjut mengenai karakteristik pada masing‐masing kelas pada
Ekoregion Kalimantan dapat uraikan sebagai berikut (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2013):
2.2.1 Dataran Marin Kalimantan
Ditinjau dari morfogenesa, satuan ekoregion ini merupakan topografi dataran yang
terbentuk akibat pengendapan material aluvium, yang dapat berupa endapan pasir maupun
lumpur di sekitar marin, sebagai hasil proses pengendapan oleh arus dan gelombang laut di
sepanjang marin, termasuk di daerah muara sungai (estuarin). Satuan ekoregion ini
menempati area yang relatif sempit dengan elevasi rendah di wilayah pesisir. Satuan
ekoregion dapat berupa marin bergisik (beach) dan rataan pasang surut yang terbentuk akibat
aktivitas gelombang pasang surut. Satuan ekoregion ini terdapat hampir di seluruh wilayah
pesisir yang ada di Kalimantan. Satuan ini ditandai oleh relief yang datar, material
didominasi oleh lumpur berlempung untuk rataan pasang surut, material pasir halus hingga
sedang berwarna putih atau hitam pada gisik marin, serta masih dipengaruhi oleh pasang
tertinggi air laut.
Terdapat dua jenis tanah yang mungkin berkembang pada satuan ekoregion ini, yang
tanah regosol pada marin bergisik dan tanah Entisols (Epiaquent, Tropopsamments) pada
marin berlumpur. Entisols adalah tanah mineral yang belum berkembang (aluvial muda),
yang terbentuk dari bahan aluvium sungai (fluviatil) dan endapan laut (marin). Tanah
umumnya mempunyai kesuburan sedang, dengan penggunaan lahan yang cukup beragam,
seperti hutan mangrove, padang rumput, ladang dan permukiman, khususnya permukiman
nelayan. Pada satuan marin berlumpur (rataan pasang surut) banyak dimanfaatkan sebagai
lahan tambak dan permukiman nelayan. Pada umumnya air tanah berasa payau hingga asin
pada marin berlumpur, tetapi air tanah tawar dapat dijumpai pada marin berpasir.
Masyarakat yang tinggal pada satuan ekoregion ini umumnya nelayan, berladang, dan
berternak. Sebagian besar pendidikannya rendah, yang disebabkan oleh karena minimnya
aksesibilitas atau masih terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan. Ancaman yang ada di
ekoregion ini antara lain kerusakan hutan mangrove, konflik kepemilikan lahan, banjir dan
sedimentasi intensif di musim hujan, yang menyebabkan laju pendangkalan alur sungai
sangat cepat. Di samping itu, satuan ekoregion ini merupakan daerah yang rentan terhadap
pencemaran akibat aktivitas penambangan di bagian hulu, dengan limbah penambangan
yang dibuang melalui aliran sungai yang bermuara ke wilayah ini.
2.2.2 Dataran Fluvial Kalimantan
Satuan ekoregion dataran fluvial (fluvial plain) merupakan satuan yang terbentuk
akibat proses pengendapan material-material aluvium (kerikil, pasir, lempung, dan lanau)
oleh aliran sungai. Sungai-sungai yang berperan penting dalam proses pembentukan satuan
ekoregion di Kalimantan ini antara lain: Sungai Kapuas, Barito, dan Mahakam beserta anak-
anak sungainya. Satuan ekoregion ini dicirikan oleh relief datar dengan kemiringan lereng
0-3%, material berupa endapan aluvium, berstruktur horisontal dengan perlapisan yang
teratur (endapan material kasar di bagian bawah, yang semakin ke atas semakin halus).
Satuan ini hanya menempati areal yang relatif sempit di sekitar aliran sungai-sungai yang
telah disebutkan di atas.
Tanah yang berkembang pada satuan ekoregion ini adalah tanah aluvial yang relatif
subur, sehingga satuan mini banyak dimanfaatkan untuk lahan-lahan pertanian irigasi.
Permukiman dan perkotaan memungkinkan untuk berkembang, karena didukung oleh
ketersediaan air tanah sebagai sumber air bersih (sumur-sumur gali) relatif baik, dengan
muka air tanah dangkal, seperti Kota Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Kutai
Kartanegara, Palangkaraya, dan Balikpapan. Tidak terdapat potensi sumberdaya mineral
yang berarti pada satuan ini, sehingga aktivitas penambangan relatif kecil.
Ancaman bahaya yang mungkin muncul berupa ancaman banjir dan genangan, pada
saat curah hujan maksimum dengan intensitas yang tinggi durasi hujan yang lama, yang
menyebabkan luapan aliran sungai tidak normal (ekstrim).

2.2.3 Dataran Organik/Gambut Kompleks Kahayan-Kapuas-Mahakam


Satuan ekoregion dataran organik/gambut (organik plain) merupakan satuan
ekoregion yang mirip dengan dataran aluvial, tetapi tersusun atas material hasil pembusukan
bahan-bahan organik, yang berasosiasi dengan daerah rawa-rawa atau cekungan-cekungan
kecil dengan topografi berombak hingga bergelombang. Satuan ini hampir tersebar meluas
di Pulau Kalimantan, yang merupakan salah satu ciri khas ekoregion Kalimantan, yang
jarang dijumpai pada wilayah lain di Indonesia. Keberadaannya secara umum dipengaruhi
oleh proses pembusukan tumbuhan rawa dan sisa-sisa organik masa lampau, yang
membentuk lapisan gambut cukup tebal.
Ciri khas satuan ini ditandai oleh keterdapatan lapisan tanah gambut (hidromorf)
dengan pH yang rendah (<5), berasa masam, relatif kurang subur, dan relatif menjadi
kendala untuk pengembangan lahan pertanian tanaman semusim. Menurut penjelasan dari
BP3 Departemen Pertanian R.I. (2006), tanah Histosols lebih populer dikenal dengan “tanah
gambut” atau “gleisol” atau “hidromorf” merupakan tanah yang berkembang dari bahan
organik dengan ketebalan >40 cm. Sebagian tanah gambut tercampur dengan bahan tanah
mineral yang berasal dari endapan sungai maupun laut, sehingga tanah jenis ini lebih banyak
dijumpai pada satuan ekoregion dataran organik dan aluvial rawa. Akibatnya pemanfaatan
lahan relatif terbatas, kecuali semak belukar, hutan rawa, dan pada beberapa tempat untuk
permukiman perdesaan. Masyarakat seringkali melakukan pembukaan ladang dengan cara
membakar semak belukar, kemudian ditinggalkan dalam waktu beberapa bulan (±3 bulan),
kemudian dilakukan pengolahan tanah untuk penanaman tanaman palawija.

2.2.4 Dataran Struktural Komplekas Meratus


Secara genesis, struktur geologi regional Kalimantan adalah terlipat-lipat yang
membentuk jalur pegunungan lipatan hingga dataran struktural. Satuan ekoregion dataran
struktural di Kalimantan pada dasarnya berupa dataran nyaris (peneplain), yang merupakan
satuan ekoregion dengan relief atau morfologi datar, tetapi strukturnya tidak horisontal, dan
bukan terbentuk akibat proses sedimentasi material yang terbawa oleh aliran sungai, tetapi
lebih dikontrol oleh strukturisasi kulit bumi berupa lipatan.
Secara umum struktur geologi yang ada di Kalimantan berupa antiklinal dan sinklinal,
yang terpotong-potong oleh sesar naik, sesar geser, dan sesar turun. Sumbu lipatan umumnya
berarah Timur Laut-Baratdaya, dan umumnya sejajar dengan arah sesar normal. Akibat
struktur dan proses geomorfologis yang kompleks, maka di Kalimantan terbentuk berbagai
jenis batuan, baik yang bersifat individual maupun membentuk formasi dan kelompok
tertentu, mulai dari yang tertua (Middle Jurasic) berupa batuan ultramafik hingga termuda
(Holocene) berupa batuan aluvium (Sikumbang dan Heryanto, 1994).
Satuan dataran struktural dicirikan oleh morfologi permukaan berupa dataran, tetapi
jika dilakukan pengamatan profil secara vertikal menunjukkan struktur lipatan pada sistem
perlapisan batuannya. Satuan ini sebenarnya merupakan dataran kaki dari perbukitan lipatan
yang terbentuk di bagian tengah Pulau Kalimantan secara keseluruhan, dengan material
penyusun sangat variatif, bergantung pada formasi batuan penyusunnya.
2.2.5 Perbukitan Solusional/Karst Kalimantan
Ekoregion perbukitan solusional/karst di Kalimantan tersusun oleh batukapur atau
batu gamping (limestone). Batuan ini terbentuk dari dasar laut dangkal yang terangkat ke
permukaan kerena tenaga tektonik. Ekoregion yang beriklim tropika basah ini didominasi
oleh relief perbukitan dan kadang diselingi oleh dataran atau cekungan antar bukit.
Perbukitan ini menempati elevasi sedang (< 300 m). Tanah yang dijumpai didominasi
Litosol dan Renzina. Litosol umumnya memiliki solum yang tipis akibat terbentuk dari
bahan induk yang miskin mineral silikat. Pada penamaan lain disebut juga Renzina jika tanah
dangkal dan banyak pecahan batu kapur pada lapisan bawah. Tanah-tanah tersebut terutama
pada bagian puncak dan lereng, bahkan pada bagian lereng sering dijumpai tanpa tanah.
Karakteristik yang demikian menyebabkan perbukitan solusional/karst ini mempunyai tipe
penutupan/penggunaan terbatas, seperti hutan dan semak belukar dan sebagian kecil ladang
dan permukiman.
Sumberdaya air sangat terbatas di permukaan meskipun sangat melimpah di bawah
tanah (sungai bawah tanah) dengan kualitas sedang hingga rendah karena mempunyai
kandungan karbonat yang tinggi serta kandungan bakteri colli. Sumberdaya mineral
umumnya berupa batu galian batugamping (golongan C). Masyarakat yang tinggal di
wilayah ini umumnya bertani atau berladang tanaman palawija, seperti ubi kayu, ubi jalar,
jagung, dan lain-lain. Ancaman yang ada di ekoregion ini antara lain kekeringan karena
terbatasnya air pemukaan dan kekritisan lahan karena tipisnya solum tanah. Berdasarkan
karakter wilayahnya, ekoregion ini mempunyai jasa ekosistem sebagai pengendali/menyerap
CO2 di udara (carbon sink) sehingga dapat membantu menurunkan pemanasan global secara
alami.

2.2.6 Perbukitan Denudasional


Satuan ekoregion ini terbentuk karena proses denudasi intensif, yang mengakibatkan
struktur batuan tidak dapat dikenali lagi. Kondisi iklimnya adalah tropika basah dengan
variasi curah hujan tahunan sedang hingga tinggi. Material dominan adalah sedimen batu
pasir bercampur shale, mudstone, dan napal. Morfologi berbukit dengan lereng curam (26-
40%), dengan proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan
batuan yang telah lanjut, erosi lereng dan gerakan massa batuan sangat potensial. Proses ini
menyebabkan morfologi perbukitan tidak teratur, banyak alur-alur dan parit-parit erosi
(terdiseksi) dan degradasi lahan cenderung meningkat.
Akibat proses denudasi yang intensif, maka pola aliran sungai seperti cabang-cabang
pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng, dan bertemu di lembah
perbukitan menyatu menjadi sungai yang lebih besar. Kondisi aliran sungai umumnya
bersifat parenial (mengalir sepanjang tahun).
2.2.7 Perbukitan Struktural Komplekas Meratus
Satuan ekoregion perbukitan struktural yang ada di Pulau Kalimantan lebih didominasi
oleh perbukitan lipatan (folded hill) yang terpatahkan pada beberapa tempat. Satuan
ekoregion yang membentuk punggungan atau igir di bagian tengah pulau, sebagai bagian
tengah dari rangkaian Perbukitan-Pegunungan Lipatan Meratus. Satuan ini dicirikan oleh
morfologi perbukitan (lereng agak curam hingga curam dengan kemiringan 15-30% atau 30-
40%), dengan material penyusun didominasi oleh kelompok batuan ultramafik dan batuan
malihan, yang pada beberapa tempat diterobos oleh bukit-bukit intrusif berbatuan vulkanik
gabro, diorit, dan diabas. Satuan ekoregion ini kaya akan sumberdaya mineral batubara,
sehingga morfologinya telah banyak yang rusak akibat aktivitas penambangan rakyat
maupun penambangan perusahaan-perusahaan besar. Tanah yang berkembang pada satuan
ini berupa Oxisols yang sering disebut sebagai tanah “Latosol”. Tanah ini merupakan tanah
yang telah mengalami perkembangan lanjut (tanah-tanah tua), yang dicirikan oleh adanya
horison oksik (KTK lempung <16 cmol/kg). Warna tanah lebih tua dari podsolik, umumnya
coklat kemerahan hingga merah tua. Tanah agak masam hingga masam, kandungan bahan
organik sedang hingga rendah, drainase baik hingga sedang. Tanah ini berkembang dari
batuan induk batulempung, basalt, ultrabasa, dan batugamping.

2.2.8 Pegunungan Denudasional Kalimantan


Karakteristik dasar satuan ekoregion ini serupa dengan ekoregion perbukitan
Denudasional Kalimantan, yang terbentuk karena proses denudasi intensif, yang
mengakibatkan struktur batuan tidak dapat dikenali lagi. Kondisi iklimnya adalah tropika
basah dengan variasi curah hujan tahunan sedang hingga tinggi. Material dominan adalah
sedimen batu pasir bercampur shale, mudstone dan napal. Morfologi bergunung dengan
lereng sangat curam (> 40%), dengan proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh
tingkat pelapukan batuan yang telah lanjut, erosi lereng dan gerakan massa batuan sangat
potensial. Proses ini menyebabkan morfologi pegunungan tidak teratur, banyak alur-alur dan
parit-parit erosi (terdiseksi) dan degradasi lahan cenderung meningkat.
Akibat proses denudasi yang intensif, maka pola aliran sungai seperti cabang-cabang
pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng, dan bertemu di lembah
pegunungan menyatu menjadi sungai yang lebih besar. Kondisi aliran sungai umumnya
bersifat parenial (mengalir sepanjang tahun). Air tanah relatif sulit didapatkan, kecuali pada
lembah-lembah sempit yang ada, itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Umumnya air
tanah dijumpai dalam bentuk rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk
di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mata
air kontak dan terpotong lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lerengkaki, dengan debit aliran
yang umumnya relatif kecil.
Jenis tanah yang dominan adalah Podsolik (Hapludults, Plintudults) dan Spodosol
(Haplorthods). Bahan induk tanah dari batupasir ini miskin hara karena mineral primernya
banyak yang tercuci. Solum tanah umumnya dalam (> 100 cm), kecuali pada daerah-daerah
berlereng curam, banyak ditemukan tanah Litosol (kedalam soulm < 20 cm). Penggunaan
lahan yang terdapat pada satuan ini adalah hutan primer dataran rendah, ladang, dan
permukiman. Sementara tanah Litosol adalah tanah tipis yang miskin hara, sehingga
umumnya hanya tumbuh semak belukar atau savana. Lahan di lereng bawah banyak
digunakan untuk pertanian lahan kering (ladang). Kerawanan lingkungan yang potensial
adalah bahaya erosi dan longsor lahan, yang seringkali terjadi selama musim penghujan.
Daerah-daerah yang masih berhutan pada ekoregion ini digunakan sebagai habitat
berbagai satwa langka seperti orang utan dan berbagai jenis burung. Selain itu, karena
posisinya terletak di lereng atas, keberadaan hutan di pegunungan denudasional berperan
sebagai perlindungan erosi dan longsor. Karena proses erosi sangat aktif, lahan terbuka yang
ada perlu segera direhabilitasi dengan melakukan penghijauan (penghutanan kembali).
Membiarkan proses erosi yang terjadi akan berimplikasi pada timbulnya bencana sosial
seperti kemiskinan dan gizi buruk masyarakat yang hidup di Kawasan

2.2.9 Pegunungan Struktural Kompleks Meratus


Satuan ekoregion pegunungan struktural lipatan (folded mountain) mempunyai
kemiripan karakteristik dengan perbukitan struktural lipatan, hanya berbeda pada
morfometrinya saja. Satuan ekoregion ini merupakan jalur punggungan atau igir tertinggi di
bagian tengah Kalimantan sebagai puncak lipatan Pegunungan Meratus. Satuan ini dicirikan
oleh morfologi bergunung dengan lereng sangat terjal (kemiringan >40%). Material
penyusun didominasi oleh kelompok batuan ultramafik dan batuan malihan. Satun ini juga
kaya akan sumberdaya mineral batubara, bijih besi, dan emas, sehingga dapat menjadi
ancaman kerusakan lingkungan pada masa yang akan datang, jika aktivitas penambangan
semakin tinggi dan tidak terkendali.

2.2.10 Pegunungan Vulkanik ( Intrusif Batuan Beku Tua) Kalimantan


Aktivitas vulkanik di Kalimantan pada dasarnya terbentuk sejak jaman Kapur Awal
(±95 – 135 juta tahun) yang membentuk kelompok batuan gabro, diorit, dan granit, sebagai
batuan beku hasil penerobosan magma (intrusion rocks) di antara lapisan-lapisan batuan
ultramafik dan malihan. Aktivitas vulkanik ini berakhir pada jaman Kapur Akhir (±65-95
juta tahun), yang membentuk batuan diabas, basalt, dan andesit porfir. Dengan demikian,
satuan ekoregion pegunungan vulkanik di Kalimantan pada dasarnya terbentuk oleh batuan
intrusif (intrusion roks) yang menerobos di antara perbukitan-pegunungan lipatan berbatuan
ultramafik dan malihan.
Satuan ini tidak berstruktur atau struktur masif, tetapi proses pelapukan sudah cukup
intensif, sehingga proses erosional pada lereng-lereng bukit nampak dengan jelas. Akibat
proses pembentukan dan asal mula batuannya yang banyak mengandung bijih besi, maka
pada satuan juga semakin rusak akibat aktivitas penambangan bijih besi, baik oleh industri
pertambangan maupun penambang rakyat. Satuan ekoregion ini banyak terdapat secara
menyebar di hampir seluruh Kalimantan.

2.3 PEDOLOGI KALIMANTAN


Tanah untuk mengumpulkan humus dan bahan organik lagi yang penting bagi
cadangan hara dan untuk mengatur kelembaban dan suhu tanah. Kelompok tanah yang
paling umum di Kalimantan adalah Inceptisol. Tanah ini pelapukannya sedang dengan profil
yang jelas merupakan tanah Kalimantan yang relatif lebih subur. Di Kalimantan juga
terdapat kelompok tanah aquept dan tropept. Jenis tanah tropoquept yang tersalir buruk
terbentuk padaendapan sungai yang tererosi dari batu pasir silika periode Tersier. Sabak
merupakan kelompok aquept yang paling tidak subur.
Tanah tropept yang lebih subur tersebar luas, terutama di pegunungan yang terpotong
tajam dan daerahpegunungan di tempat-tempat dengan kelerengan terjal dan erosi aktif.
Beberapa tropept tua berkaitan dengan bentang lahan yang datar. Kelompok dystropept yang
berwarna coklat tua kemerahan terbentuk di atas batuan masam danbersilika, seperti batuan
konglomerat, batuan pasir, dan batuan lanau mudah ditemukan di Kalimantan.
Tanah histosol, nonmineral atau tanah yang terutama tersusun atas bahanorganik
disebut gambut, mencakup daerah yang luas di dataran rendah Kalimantan. Tanah ini semula
berupa dataran aluvial berbatu di rawa. Di sini serasah dan sampah organik terkumpul secara
cepat, lebih dari 4.5 mm/tahun (Anderson, 1964), karena kondisinya yang tetap jenuh dan
anaerob. Pada tanah tropohemist bahan organik hanya terurai sebagian.
Histosol juga terdapat di Borneo sebagai lapisan bahan organik yang relatif tipis (50-
150 cm) yang terkumpul di dataran tinggi dan perbukitan, dimana terdapat banyak awan
dankelembabanya tinggi. Tanah ini berupa gambut ombrogen (gambut asam) yangterkait
erat dengan hutan lumut. Hampir seluruh tanah histosol sangat masamdengan kandungan
hara utama dan hara tambahan rendah, sehingga sulit diolah dan memerlukan biaya tinggi
untuk mengolahnya.
Tanah alfisol terbentuk bila batuan menghasilkan sejumlah besar bahandasar ketika
mengalami pelapukan, seperti marl berkapur dan batuan kapur dibagian timur Kalimantan.
Di Kalimantan, malisol dibatasi oleh bentang lahanyang kaya akan kapur. Tanah ini
berwarna gelap, karena kandungan humusnyatinggi dan kaya bahan dasar terutama kalsium.
Secara umum jenis tanah inimiskin kalium yang merupakan hara utama. Kapur yang
menyebabkankekurangan hara tambahan merupakan masalah bagi kebanyakan tanaman
ditanah yang keasaman dan kebasaan rendah.
Rendol yang tersalir dengan baik dapat dengan mudah ditemukan dibagian timur
Kalimantan, terutama di Semenanjung Sankulirang. Tanah yang paling lapuk adalah exisol,
didominasi oleh liat yangmempunyai sedikit mineral yang terdapat lapuk dan menghasilkan
sedikit haratanaman. Jenis tanah ini terdapat diatas batuan ulta basa di Ranau dan Tawau,
Sabah dan pegunungan Meratus Kali mantan Selatan. Walaupun tanah inimengandung
Mg/Ca dengan kadar tinggi dan nikel, krom dan kobalt yang berkadar tinggi, vegetasinya
tidak berbeda dengan hutan disekitarnya. Sebaliknya tanah-tanah yang kaya akan bahan
organik di daerah yang tinggi dengan gambutdi atas batuan ultrabasa, seperti Gunung
Kinibalu pada ketinggian 2.000-2.800 m, mendukung kehidupan vegetasi tertentu (Burnham
1984).
Jenis tanah entisol berasal dari batuan yang lebih muda dan kurang berkembang.
Fluvent dan aquents (tanah aluvial) terdapat di dataran-dataran banjir pada lembah-lembah
sungai dan di dataran pantai, yang menerima endapan baru dari lembah-lembah sungai dan
di dataran pantai, yang menerima endapanbaru dari tanah aluvial secara berkala. Tanah
equents jenuh air dalam suatu periode yang panjang dalam satu tahun dengan ciri khas
dalam, berwarna abu-abu dan warna lainnya; tingkat kesuburannya bergantung pada
kandunganmineral dan bahan organik endapan aluvial asalnya.
Tanah hydraquents terdapat di rawa pasang surut Kalimantan dengan ciri tanah ini
muda, lunak, berlumpurdan belum berkembang. Tanah sulfaquents umumnya terdapat
bersama-sama dengan hydraquents. Tanah-tanah yang tersalir buruk ini sangat terbatas
untuk tanah pertanian, karena mengandung pirit, yang jika dikeringkan akanmenimbulka
kondisi yang sangat masam dengan kadar besi dan aluminium sulfat yang cukup tinggi,
sehingga bersifat beracun. Tanah asam sulfat ini terdapat di daerah Pulau Petak, Kalimantan
Selatan.
Jenis tanah fluvents penting di dataran banjir di tepi sungai atau danau di Kalimantan.
Tanah-tanah ini umumnya terdapat di sungai-sungai yangmengangkut endapan yang rawan
terhadap banjir dan perubahan aliran sungai. Kandungan mineral dan kesuburan tanah trofo
fluvents di Kalimantan tergantung pada formasi geologi di daerah aliran sungai bagian hulu
dan topografi daerah sekitarnya. Dua lingkungan utama yang bertanah aluvial adalah muara
sungai danrawa-rawa belakangnya. Tanah-tanah aluvial baru yang berasosiasi dengan
airtawar di Kalimantan sebagian besar mendukung hutan-hutan rawa air tawar. Tanah aluvial
yang lebih baru ini umumnya lebih subur dari pada lereng-lereng sekitarnya, tetapi tidak
sesubur tanah aluvial laut atau abu vulkanik (Burnham1984).
Tanah-tanah aluvial di dataran tepi sungai di Kalimantan adalah tanah-tanah yang
paling subur dan merupakan habitat yang mudah dikelola. Kebalikandari tanah yang subur
ini adalah tanah psamments, merupakan tanah muda yangmencolok, umumnya terdapat pada
pantai-pantai muda maupun pantai tua. Tingkat kesuburan jenis tanah ini sangat rendah.
Jenis tanah psmaments yangluas terdapat di bagian tengah Kalimantan. Kapasitas umum
menyimpan zat-zat hara pada tanah-tanah Kalimantan sebagian besar bergantung pada
kandungan humus. Oleh karena itu kandungan zat hara yang sangat rendah bila lapisan
humusnya rendah, misalnya pada tanah-tanah pasir kerangas.
Di dalam tanah yang dalamnya satu meter, hampir setengahnya dari basa yang
diserap hanya terdapat dalam lapisan atas sedalam 25cm (Nye dan Greeland 1960). Hal ini
menjelaskan tingkat kesuburan yang sangatrendah pada ladang-ladang, karena pembakaran
vegetasi penutup dan erosilapisan tanah atas menyebabkan lapisan yang paling subur hilang.
Untuk penggunaan tanah lahan pertanian yang berkelanjutan, banyak tanah-tanah di
Kalimantan memerlukan tindakan-tindakan konservasi terutama untuk lapisantanah atas dan
pengendalian erosi, penggunaan pupuk yang seimbang serta pengelolaan yang baik.
Peta persebaran tanah di Kalimantan
Sumber: Data Penulis

2.4 HIDROMORFOLOGI KALIMANTAN


Terdapat tiga sungai terbesar di kalimantan yakni, Sungai Kapuas, Sungai Barito, dan Sungai
Mahakam

1. Sungai Kapuas
Mata air sungai Kapuas terletak di Cemaru, yaitu bagian tengah dari pulau
Kalimantan. Sungai itu mengalir ke arah barat menuju palung di bagian barat yang bermuara
dengan beberapa cabang ke dalam laut Sunda dekat Pontianak. Sungai itu merupakan sungai
terpanjang di Indonesia (1.143 km).
Mata airnya terletak diantara Putussibau, yaitu 898 km dari muaranya dan Semitau
dengan 632 dari mauranya yang merupakan distrik berawa-rawa serta berbentuk sebuah
basin antar pegunungan, dikelilingi oleh pegunungan Kapuas Huli di bagian utara,
pegunungan Muller di bagian timur, Plato Madi di bagian selatan dan pegunungan Kelinkang
di bagian barat.
Setelah memotong punggungan diantara semitau dan Ginkang yaitu 468 km dari
muaranya dengan arah timur –barat sampailah aliran tersebut pada basin Melawi dari
Sekadau sungai itu mengalir melului tanah pegunungan rendah ke Tajan yaitu 142 km dari
muaranya.

2. Sungai Mahakam
Sungai Mahakam berawal dari Gunung Cemaru (1,681 m) di bagian tengah Pulau
Kalimantan, kemudian memotong satuan pra-tersier di sebelah timur Gunung Batuayan
(1,652 m) dan kemudian berakhir di lembah tesier Kutai (Kutai basin). Bagian tengah daerah
pengalirannya melewati dataran rendah dengan danau-danau berhutan rawa. Di bagian
tengah ini daerah aliran Sungai Mahakam dipisahkan dengan daerah aliran sungai Barito di
sebelahnya oleh perbukitan yang tingginya kurang dari 500 m. Setelah daerah tersebut
Sungai Mahakam memotong antiklin Samarinda dan mengalir ke Delta Mahakam yang
menyerupai kipas yang membentang pada landas laut dengan basis sekitar 65 km dan radius
sekitar 30 km.

3. Sungai Barito
Panjang Sungai Barito mencapai 900 km, dengan lebar antara 650 m hingga
mencapai 1000 m. Di daerah hulu Sungai Barito wilayah Kabupaten Murung Raya terdapat
beberapa anak Sungai Barito dapat dilayari seperti: Sungai Laung panjang 35,75 km, Sungai
Babuat panjang 29,25 km, Sungai Joloi panjang 40,75 km, dan Sungai Busang panjang 75,25
km. Sungai Barito bermuara pada laut Jawa dan berhubungan langsung dengan ibukota
Kalimantan Selatan yakni Banjarmasin, hulu Sungai Barito berada di kaki pegunungan
Muller perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Kalimantan merupakan pulau yang memiliki lahan gambut yang sangat luas, kondisi
hidrologi Kalimantan umumnya sangat dipengaruhi oleh lahan gambut, karena hutan rawa
gambut dalam kondisi murni air tawar memiliki karakteristik kimiawi yang khas. Airnya
sangat asam (pH 3,0 4,5) dan unsur hara yang sangat rendah, karena tidak ada nutrisi atau
komponen penyangga yang dapat mengalir masuk dari luar area gambut tersebut. Tanah
gambut dalam kondisi yang tak terganggu itu mengandung 80 90 persen air.
Karena kemampuannya untuk menyimpan air dalam jumlah besar itu, hutan rawa
gambut berperan penting dalam mengurangi banjir dan menjamin pasokan air
yangberkelanjutan. Hutan rawa gambut seringkali digolongkan sebagai BlackwaterSystems
(Sistem Air Hitam), karena air yang mengalir dari area tersebutdipengaruhi oleh bahan dari
tanah gambut, yang menyebabkan airnya berwarna seperti "cola"gelap.

Beberapa habitat yang terdapat di Kalimantan:


1.Habitat Pesisir
Wilayah pesisir umumnya didefinisikan sebagai suatu jalur daratan danlaut yang terdapat di
sepanjang pesisir. Wilayah ini hanya sebagian kecil di Kalimantan. Wilayah ini mencakup
beberapa habitat yang dari segi ekologisangat produktif, yaitu muara sungai, lahan basah
pasang-surut, hutan bakaudan terumbu karang, dan juga merupakan daerah temapat tinggal
sebagaian besar penduduk Kalimantan, di mana sebagian besar pembangunan sedang
berlangsung. Garis pesisir Kalimantan membentang sejauh 8.054 km, yakni
dariSemenanjung Sambas di bagian barat sampai Pulau Nunukan di perbatasanSabah.
Sebagaian besar garis ini berhadapan dengan pantai yang dangkal, dandibelakangnya
terdapat hutan bakau dan hamparan lumpur, atau pantaiberpasir yang luas, yang tepinya
ditumbuhi pohon-pohon cemara Casuarina. Habitat-habitat utama di Kalimantan meliputi
pulau-pulau kecil berbatu-batu,formasi terumbu karang, garis pantai berbatu-batu termasuk
tanjung pantaiberpasir, asosiasi bakau/nipah, dan hamparan lumpur, serta muara sungai.

2. Habitat Air Tawar


Di belakang batas hutan bakau dan nipah daerah pesisir, tanah yangtergenang air di dataran
rendah Kalimantan menunjang kehidupan rawa gambut dan hutan air tawar yang sangat luas.
Kalimantan, secara keseluruhan, memiliki lahan basah seluas 20.116.000 ha. Dari lahan
seluas itu, yang tersisa sekitar 12.478.000 ha. Persoalannya adalah dari 20 juta ha luas lahan
itu, yang dilestarikan hanya sebesar 1.322.000 ha. Rawa rawa di daerah Kalimantan Selatan
dan Tenggara adalah dataranrendah yang paling rendah di seluruh Kalimantan. Selam musim
kemaraurawa rawa itu ditanami padi rawa (padi bencah), dan untuk memperbesarproduksi
pertanian usaha pengeringan rawa (drainase dalam bentuk polder polder) banyak dilakukan.

3. Daerah Aliran Sungai


Borneo merupakan daratan dengan sungai-sungai besar: SungaiKapuas, Sungai Barito,
Sungai Kahayan, Sungai Kayan, dan SungaiMahakam di wilayah Kalimantan . Sungai-
sungai ini merupakan jalur masuk utama ke pedalaman pulau dan daerah pegunungan
tengah. Semakin ke hulu, sungai lebih sempit. Sungai tersebut mengalir melalui hutan-hutan
perbukitan,berarus deras, dan airnya jernih. Kebanyakan sungai-sungai utama di Kalimantan
terdapat di jajaranpegunungan tengah. Sungai-sungai itu semakin lebar dan semakin
besarvolumenya menuju ke laut, karena ada tambahan air dari anak-anak sungainya, yang
membentuk sungai utama yang mengalirkan air dari daerahaliran sungai yang luas. Debit air
bervariasi menurut musim.
2.5 KLIMATOLOGI KALIMANTAN
Kalimantan terletak di katulistiwa dan memiliki iklim tropis dengan suhuyang relatif
konstan sepanjang tahun, yaitu antara 25o-35oC di dataran rendah. Tipe vegetasi tidak hanya
ditentukan oleh jumlah curah hujan tahunan juga olehdistribusi curah hujan sepanjang tahun.
Dataran rendah di sepanjang gariskatulistiwa yang mendapat curah hujan minimum 60 mm
setiap bulan dapatmendukung hutan yang selalu hijau (Holdridge 1967). Semua bagian
Borneo terletak di daerah yang selalu basah sepanjang tahun.
Pola curah hujan di Indonesia ditentukan oleh dua angin musim angina musim
tenggara atau musim kering (mei-oktober) dan angin musim barat laut atau musim basah
(Nopember April). Dari Mei sampai Oktober mataharimelintas Indocina dan Cina bagian
selatan, dan suatu sabuk dengan tekananrendah berkembang di atas daratan Asia yang panas.
Angin yang membawahujan bertiup ke arah utara dari daerah yang bertekanan tinggi di atas
Australiadan Samudera India. Angin ini menyerap kelembaban sambil melintasi lautanyang
luas. Ketika mencapai pulau-pulau di Kawasan Sunda Besar dan daratanAsia, angin naik ke
atas karena harus melintasi jajaran bukit dan gunung. Sambilnaik udara menjadi lebih dingin
dan kelembabannya turun menjadi titik hujan. Hujan musim yang sangat lebat jatuh di atas
India dan Cina bagian selatan dancurah hujan yang lebih rendah jatuh di pulau-pulau
Dangkalan Sunda termasuk Kalimantan.
Kalimantan terletak di garis Equator dan memiliki iklim tropis dengan suhu yang
relative konstan sepanjang tahun antara 25o-35oC di dataran rendah. Dataran rendah di
sepanjang equator yang mendapat curah hujan minimum 60 mm setiap bulannya dapat
mendukung hutan yang selalu hijau. Kalimantan terletak di daerah basah sepanjang tahun.
Memiliki sedikitnya bulan basahdengan curah hujan kurang dari 200 mm. Angin musim
barat laut (Nopember-April) pada umumnya lebih basah dari pada angin musim tenggara,
tetapi beberapa daerah pesisir menunjukkan pola curah hujan bimodal.
Kalimantan dapat dibagi menjadi lima zona agroklimat. Sebagian besar daerah
perbukitanyang tinggi menerima curah hujan 2.000 4.000 mm setiap tahun. Sebagian besar
wilayah Kalimantan masuk ke dalam kawasan yang paling basah (Oldeman dkk. 1980).
Tidak seperti Sumatera, di Kalimantan tidak ada gunung-gunung di daerah pesisir yang
mempengaruhi curah hujan, walaupun beberapa gunung yang pendek mempengaruhi curah
hujan lokal, terutama di Kalimantan bagian timur.
Kalimantan tengah dan barat adalah kawasan yang paling basah, sementara bagian-
bagian di pesisir timur jauh lebih kering.Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah
merupakan kawasan yang palingbasah. Angin musim Barat laut di Kalimantan Barat pada
bulan Agustus-September dan musim hujan berlangsung sampai bulan Mei. Curah hujan
sangattinggi terutama pada bulan Nopember dan yang kedua pada bulan April. Padabulan
Juni-Agustus iklim relatif lebih kering, akan tetapi tidak ada bulan yangcurah hujannya
kurang dari 100 mm. Curah hujan tahunan di Putussibau (KapuasHulu) mencapai lebih dari
4000 mm dan tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 200 mm. Dengan wilayah
panas sepanjang tahun dan daerah lembab.
Angin musim barat laut mencapai Kalimantan Barat pada bulan Agustus-September
dan musim hujan berlangsung sampai bulan Mei; curah hujan sangattinggi terutama pada
bulan Nopember dan yang kedua pada bulan April. Daribulan Juni sampai Agustus, iklim
relatif lebih kering tetapi tidak ada bulan yangcurah hujannya kurang dari 100 mm. Curah
hujan di Putusibau lebih dari 4.000mm dan tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari
200 mm.
Di Kalimantan Tengah dan Selatan, curah hujan umumnya bertambah tinggi ke
arahutara dari daerah pesisir. Pengaruh angin musim tenggara jauh lebih besar daripada di
Kalimantan Barat. Bulan kering terjadi dari bulan Juli sampaiSeptember terutama di daerah-
daerah bayang-bayang hujan di bagian barat Pegunungan Meratus, misalnya di Martapura.
Namun musim kemarau di sini masih tidak sekering di jawa dan Nusa Tenggara.
Pesisir di bagian tenggara dan Pulau Laut umumnya lebih basah daripada pesisir
bagian selatan. Karena pengaruh Pegunungan Meratus (Oldeman dkk 1980). Daerah-daerah
pesisir di Kalimantan Timur dan bagian timur Sanah jauhlebih kering daripada bagian-
bagian lainnya di Kalimantan. Pengaruh angin musim barat laut jauh lebih lemah karena
hampir semua hujan jatuh dipegunungan tengah. Bahkan selama musim penghujan, curah
hujan relatif rendahdan seringkurang dari 200 mm/bulan, terutama di daerah Semenanjung
Sankulirang. Tidak ada musim kemarau yang khusus karena angin musim tenggara melintasi
laut terbuka sehingga juga membawa hujan ke daerah lain.
Walaupun pola iklim Kalimantan secara umum bercirikan curah hujanyang tinggi,
periode kemarau yang pendek sepanjang tahun berperan pentingdalam kehidupan tumbuhan
dan mempengaruhi pola pembungaan danpembuahan pada tumbuhan. Hanya kadang-
kadang saja musim kemarauberlangsung agak lama. Pada tahun 1982-1983 di Kalimantan
terjadi musimkemarau yang berkepanjangan, yang terjadi lagi pada tahun 1987, 1990
dan1997. Musim kemarau yang panjang ini terjadi secara berkala dalam sejarahBorneo, dan
mungkin berkaitan dengan osilasi El Nino di bagian selatan (Leighton dan Wirawan 1986).

2.6 SUMBEER DAYA ALAM DAN MINERAL KALIMANTAN


Pulau Kalimantan adalah pulau terbesar ke tiga di dunia setelah Greenland dan
Papua. Terdapat tiga negara berbeda di Pulau Kalimantan, yaitu: Indonesia, Malaysia, dan
Brunei Darusalam. Wilayah Indonesia mencakup 73% Pulau Kalimantan dan sisanya
dimiliki oleh Malaysia dan Brunei Darusalam. Pulau Kalimantan terdiri dari 5 provinsi,
yaitu: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan
Kalimantan Utara dengan total luas wilayah 539.460 km2 (28% wilayah daratan Indonesia)
dengan jumlah penduduk yang sedikit (5% dari jumlah penduduk Indonesia). Selain itu
Pulau Kalimantan adalah pulau yang tidak terdapat gunung berapi, struktur tanah stabil dan
relatif landai kontur permukaan tanahnya. Sumber daya energi yang tersimpan di Pulau
Kalimantan sangat besar sehingga patut dikatakan bahwa Pulau Kalimantan adalah lumbung
energi Indonesia.
Sektor perkebunan, lahan budidaya non kehutanan mengembangkan produk
komoditas berupa karet, kelapa hybrida, kelapa sawit, kopi, lada, cengkeh, kakao, jarak, nira,
serta beberapa tanaman farmasi, yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi di pasar lokal
maupun pasar internasional. Dari seluruh kawasan budidaya non kehutanan yang ada 4,7
juta Ha dikembangkan sebagai perkebunan kelapa sawit dan sisanya dipergunakan sebagai
lahan perkebunan produk komoditas lainnya karet. Dari data yang kami peroleh, potensi
pengembangan investasi sektor perkebunan pada tahun 2009 terdiri dari komoditi kelapa
sawit seluas 530.554 Ha dengan hasil produksi sebanyak 2.298.185,50 ton, tanaman karet
seluas 75.924,50 Ha dengan tingkat produksi 49.620,50 ton, lahan kelapa seluas 33.308,50
Ha dengan intensitas produksi 29.250 ton, tanaman kopi 15.254,5 Ha dengan hasil produksi
3.881 ton, prospek cerah bisnis kakao 15.254,50 Ha dengan hasil produksi 24.134 ton, serta
lada seluas 14.900 Ha dengan kuantitas produksi sebanyak 11.120,50 ton.
Sektor peternakan, memiliki lahan seluas 732.586,07 Ha yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota yang ada. Dengan menyesuaikan kondisi Kalimantan yang beriklim Tropika
Humida, bisnis ternak yang cocok dikembangkan di wilayah tersebut meliputi
pengembangan sapi perah, pembibitan dan penggemukan sapi, peternakan domba dan
kambing, bisnis ternak ayam pedaging dan petelur, serta pengembangan industri pakan
ternak. Pada dasarnya sektor peternakan di daerah Kalimantan masih memiliki peluang pasar
yang cukup besar, kebutuhan daging dan telur di daerah tersebut belum bisa dipenuhi oleh
pelaku usaha yang ada di sana. Sehingga untuk memenuhi permintaan yang cukup tinggi,
masyarakat masih bergantung dengan pasokan daging dan telur dari pedagang daerah lain
(seperti dari Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Bali).
Sektor pertambangan di Provinsi Kalimantan Selatan di dominasi oleh migas dan
batu bara namun migas cenderung mengalami penurunan sementara batu bara mengalami
peningkatan. Produksi batu bara pada tahun 2O04 mencapai 45.032.100 m3 ton dengan
peningkatan mencapai 7% dari tahun 2003 yang hanya mencapai 41.344.695 ton sedangkan
produksi minyak mentah 394.976.000 ton dan produksi gas alam sebanyak 23.240,50 ton.
Hutan Kalimantan merupakan penghasil kayu gaharu (Aquilaria malaccensis) kualitas
terbaik dunia. Bahkan spesies terbaik dari kayu gaharu Kalimantan itu harganya mencapai
miliaran rupiah per kilogramnya.
Propinsi Kalimantan Timur dikenal sebagai salah satu propinsi penghasil minyak
bumi terbesar di Indonesia. Bahkan salah satu kota yang terletak di propinsi ini yakni kota
Balikpapan dijuluki sebagai "kota minyak". Terdapat beberapa lokasi pengeboran minyak
bumi di propinsi ini, seperti di daerah Sanga-Sanga, Mamburungun, Kutai dan blok
Mahakam. Total kapasitas produksi dari semua sumur tersebut mencapai 134.626 barrel per
hari, yang terdiri dari 60.331 barel minyak mentah dan 74.925 barel kondensat. Selain
memiliki kandungan minyak bumi yang cukup melimpah, propinsi Kalimantan Timur juga
mempunyai kandungan gas alam yang cukup besar. Propinsi yang terletak di bagian timur
pulau kalimantan ini juga memiliki kilang minyak dan unit pengolahan gas alam.

Beberapa perusahaan yang memproduksi minyak dan kondensat tahun 2012 adalah :
 PT Chevron pada 2 lokasi sebesar 11,04 juta barrel, atau sebesar 26.16 persen.
 PT Medco sebesar 0,99 juta barel, atau sebesar 2.35 persen.
 Total E&P Indonesie sebesar 24,52 juta barel, atau sebesar 42,19 persen.
 Vico Indonesia ( ex Huffco) sebesar 5,64 juta barrel, atau sebesar 13,37 persen

Beberapa perusahaan GAS yang beroperasi adalah :


 PT Benuo taka perusahaan daerah kabupaten Kutai produksi 234 ribu Mscf atau
sebesar 0,03 persen.
 PT. Chevron ( 2 lokasi ) produksi sebesar 62,04 juta Mscf atau sebesar 6,88 persen.
 PT Medco dari 4 lokasi yang dikelola yang menghasilkan 2 lokasi dengan produksi
sebesar 2,63 juta Mscf atau sebesar 0,29 persen.
 PT Pertamina sebesar 1,7 juta Mscf atau sebesar 0,1 persen.
 PT Semco produksi sebesar 1,8 juta Mscf atau sebesar 0,2 persen.
 PT Total E&P Indonesie perusahaan minyak Perancis produksi Gas terbesar di
Indonesia sebesar 984,9 juta Mscf, atau sebesar 75,9 persen dari total produksi gas
di Kalimantan Timur.
 PT Vico ( ex PT Huffco ) prosuksi gas terbesar kedua setelah PT Total sebesar 148,1
juta Mscf atau sebesar 16,4 persen.

Di Kalimantan Timur produksen LPG ada 3 perusahaan:


 PT Chevron
 PT Pertamina
 PT Badak NGL

Industri perkayuan di wilayah Kalimantan dimulai dengan diberikannya ijin-ijin


konsesi kayu dan penggergajian kayu (saw mill) yang memproduksi papan dan balok kayu
dengan berbagai dimensi ukuran oleh pemerintah Hindia Belanda pada awal abad 20. Hal
ini ditandai dengan didirikannya industri penggergajian kayu mekanis dengan menggunakan
mesin uap pada tahun 1900 an di Samarinda Kalimantan Timur, saw mill ini beroperasi
dengan baik hingga tahun 1933. Kemudian pada tahun 1914 di wilayah Kalimantan Timur
juga berdiri beberapa konsesi dan industri saw mill seperti; Nederlands Indische Exploitastie
Mij Nunukan dengan luas konsesi 100.000 ha di Bulungan, J MacDonald Cameron dengan
luas konsesi 200.000 ha juga di Bulungan, NV Java and Borneo Olie en Rubber Syndicaat
seluas 4.900 ha di kawasan Sambaliung Gunung Tabor, NV Seliman Landbouw Mij seluas
22.000 ha di Sambaliung Gunung Tabor perusahaan ini merupakan perusahaan Amerika
dengan industri saw mill nya yang memilki kapasitas produksi 150 m3 per hari, dan VA
Cools dengan luas konsesi 6.300 ha juga di Sambaliung Gunung Tabor.
Indonesai juga merupakan negara pengekspor kayu gaharu terbesar di dunia. Nilai
Ekspor tahun 2013 mencapai 758 ton ke Timur Tengah dan China. Karena tumbuhan ini
tidak bisa dipanen berkala, membuat harga gaharu sangat tinggi di pasar global. Dari semua
spesies besar ini, yang paling bagus dan diminati pasar adalah gaharu yang tumbuh di
Kalimantan Utara. Gaharu ini digunakan untuk obat, untuk aroma terapi, bahan parfum,
kemudian dipakai untuk acara acara ritual keagamaan baik Katolik, Budha, Hindu, dan
Islam. Penggunaan terbesar untuk terapi,acara itu ke Timur Tengah. Tetapi untuk
penggunaan patung, tasbih, itu ke China. Tahun 2013 kemarin kita menghabiskan kuota
sebesar 758 ton. Itu adalah kuota terbesar di dunia. Kualitas kayu gaharu terbaik
membutuhkan waktu cukup lama, bahkan bisa mencapai ribuan tahun. Hal itu menjadi
kendala bagi petani untuk mengembangkan tanaman tersebut. Hal ini karena masyarakat
masih mengandalkan gaharu terbaik yang tumbuh di hutan. Ada kendala yang dihadapi oleh
petani gaharu. gaharu yang di alam itu bisa saja tersedia ratusan tahun, kalau puluhan tahun
tidak mungkin. Sehingga mikroba itu bisa berinteraksi dengan pohon pohon gaharu untuk
menghasilkan kualitas yang baik. Sementara kalau budidaya itu petani maunya cepat. Yang
jelas masyarakat masih mengambil dari hutan

2.7 ANCAMAN BENCANA KALIMANTAN


2.7.1 Potensi Bencana Alam di Kalimantan
Memilik kondisi alam Pulau Kalimantan dan degradasi alam yang ditemukan di
wilayah ini, tidak mengherankan jika pulau ini sebenarnya menyimpan potensi bencana yang
cukup besar. Dari hasil identifikasi yang dilakukan terhadap wilayah ini maka terdapat
beberapa potensi bencana yang ada di wilayah ini:

 Banjir
Bencana banjir selama sepuluh tahun terakhir sering melanda seluruh wilayah
kabupaten/kota setiap tahunnya. Bencana ini bersifat temporer dan terjadi di setiap awal
musim penghujan dan umumnya terjadi antara 2 hingga 6 hari. Daerah-daerah yang
diidentifikasi sering mengalami banjir dan paling rawan banjir adalah kawasan perkotaan di
sepanjang hilir sungai dan pesisir laut. Contohnya di Kalimantan Timur. Berdasarkan data
yang ada untuk tahun 2007, Provinsi Kalimantan Timur mengalami banjir sebanyak 20 kali
dengan jumlah korban sekitar 80.170 (KK) atau 375.833 jiwa. Sementara untuk tahun 2008,
sudah terjadi 4 kali banjir dengan jumlah korban sebanyak 2.232 KK atau 7.799 jiwa.

 Tanah Longsor
Kalimantan memiliki bentuk pegunungan dan gunung yang berpotnsi terjadinya
tanah longsor. Seperti di Provinsi Kalimantan Timur, wilayah yang rentan terhadap tanah
longsor adalah Balikpapan, Samarinda, Bontang, Sengata dan Sendawar. Berdasarkan data
yang berhasil dikumpulkan, untuk tahun 2007, telah terjadi musibah tanah longsor sebanyak
6 kali dengan jumlah korban sebanyak 2.195 KK atau 7.647 jiwa dengan jumlah korban
meninggal sebanyak 5 orang. Untuk tahun 2008, frekuensi kejadian tanah longsor terjadi
sebanyak 8 kali dengan jumlah korban sebanyak 30 KK atau 111 jiwa. Potensi kejadian ini
di masa yang akan datang kemungkinan akan bertambah mengingat terjadinya perubahan
fungsi lahan yang cukup besar di wilayah Provinsi Kalimantan Timur.

 Tsunami
Walaupun wilayah Kalimantan berdasarkan kondisi geologisnya merupakan
kawasan yang relatif aman dari bencana gempa bumi, akan tetapi bencana gempa bumi yang
berpotensi tsunami harus tetap diwaspadai terutama di kawasan pesisir laut sekitar Tarakan,
karena diidentifikasi pada kawasan tersebut memiliki sesar aktif yang berpotensi gempa
tektonik.

 Kebakaran Hutan dan Lahan


Kebakaran hutan dan lahan merupakan kejadian yang berulang di Kalimantan pada
musim kemarau. Jika ditinjau dari sisi penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan
tidak semata-mata disebabkan oleh ulah manusia, tetapi juga oleh kondisi alam. Pada musim
kemarau, suhu udara di beberapa wilayah di Kalimantan bahkan mencapai 34.50C hingga
39.50C. Kebakaran hutan selama ini telah banyak menimbulkan kerugian di bidang
ekonomi, lingkungan, ekologi maupun kesehatan masyarakat.
Peta sebaran daerah rawan kebakaran hutan di Kalimantan
Sumber: BNBP Kalimantan

Peta sebaran daerah rawan kebakaran hutan di Kalimantan Barat


Sumber: BNBP Kalimantan
Peta sebaran daerah rawan kebakaran hutan di Kalimantan Selatan
Sumber: BNBP Kalimantan
Dari peta kondisi kebakaran hutan lahan dan kekuatan sumber daya dalam
penanganan bencana asap di Provinsi Kalimantan Barat, setiap wilayah terdapat hotspot
kebakaran hutan lahan. Berdasarkan legenda, untuk titik yang berwarna hijau merupakan
hotspot 1 September sampai 1 November 2015 dan untuk titik yang berwarna merah
merupakan titik tanggal 2 November 2015. Dilihat dari titik yang berwarna hijau, terdapat
banyak hotspot terjadinya kebakaran hutan lahan di tanggal 1 September sampai 1
November 2015, begitupun dengan titik yang berwarna merah. Berikut penjelasan hotspot
kebakaran hutan lahan di Provinsi Kalimantan Barat:
Kalimantan Barat
 Jarak Pandang : 10.000 m
 ISPU : 15 (Baik)
 Penderita ISPA : 43.477 jiwa
 Waterbombing : 2 unit (1 Kamov, 1 Bolcow)
 TMC : Casa-212
 Pemadaman Darat : 2.810 personil
 Gakkum : 25 laporan (Tersangka 23 orang + 2 berkas lengkap)
2.8 SOSIAL BUDAYA DI KALIMANTAN
A) SOSIAL BUDAYA KALIMANTAN SELATAN
1. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan suku Banjar pada umumnya adalah sama, untuk daerah
seluruh Kalimantan Selatan. Suku Banjar mendasarkan kekerabatan mereka
menurut garis dari keturunan ayah dan garis keturunan ibu atau bilateral. Tetapi
di akui bahwa dalam hal-hal tertentu terutama yang menyangkut masalah
kematian, perkawinan yang menjadi wali asbah adalah garis dari pihak ayah.
Dalam hal masalah keluarga besar dan pengertian keluarga besar, maka berlaku
garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu, keduanya diberlakukan sama.
Masyarakat suku Banjar mengenal istilah Bubuhan, yang dimaksud dengan
istilah bubuhan dalam masyarakat Banjar adalah kelompok kekerabatan yang
merupakan kumpulan dari keluarga batih yang merupakan satu kesatuan. Bentuk
dari kelompok bubuhan ini paling sedikit mempunyai lima unsur atau ciri
sebagai berikut :
a) Mempunyai suatu sistem norma yang mengatur kelakuan warga
kelompok.
b) Mempunyai rasa kepribadian kelompok yang didasari rasa kesadaran
oleh semua warganya.
c) Aktivitas berkumpul warga kelompok bubuhan pada waktu-waktu
tertentu.
d) Adanya suatu sistem hak dan interaksi serta kewajiban dari warga
bubuhan.
e) Adanya satu orang yang ditokohkan dalam kelompok bubuhan ini.
Bubuhan ini yang menurut pengertian Sosiologi adalah keluarga besar, yaitu
yang terdiri dari dua keluarga batih atau lebih yang masih mempunyai hubungan
keturunan satu sama lain, baik menurut garis keturunan ayah atau ibu. Keluarga
bubuhan, yang disebut keluarga besar, tetapi disebut pula keluarga luas. Dari
perkawinan terbentuklah suatu kelompok kekerabatan yang sering disebut
keluarga inti atau keluarga batih. Satu keluarga batih terdiri dari satu suami dan
satu istri (atau lebih). Selama satu tahun tersebut, keluarga batih baru ini diberi
kesempatan untuk mengerjakan sawah atau ladang sendiri dan orang tua istri,
mereka selalu membantu kehidupan keluarga baru ini. Tetapi kalau keluarga
baru ini belum mempunyai kemampuan hidup berpisah dari rumah keluarga
istrinya, kecendrungan menetap dalam keluarga istri ini disebut matrilokal atau
uksorilokal. Kalau ikut di keluarga pihak suami disebut patrilokal. Kalau mereka
telah mempunyai kemampuan untuk hidup sendiri dan berpisah dari orang tua
(dari istri atau suami) disebut neolokal.
1. Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam keseharian adalah bahasa daerah, yakni bahasa
Banjar yang memiliki dua dialek besar, yakni dialek Banjar Kuala dan dialek
Banjar Hulu. Di kawasan Pegunungan Meratus, dituturkan bahasa-bahasa dari
rumpun Dayak, seperti bahasa Dusun Deyah, bahasa Maanyan, bahasa
Lawangan dan bahasa Bukit.
2. Suku
Menurut museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru, Kalimantan Selatan
sendiri memiliki 16 suku etnik yang tersebar di beberapa daerah sebagai berikut
:
Suku Etnik Daerah Pemukiman
Orang Banjar Kuala Banjarmasin – Martapura
Orang Banjar Batang Margasari - Kalua
Banyu
Orang Banjar Pahuluan Tanjung – Pelaihari
Suku Bukit Dayak Pitap, Haruyan
Dayak, Loksado, Harakit, Paramasan, Bajuin, Riam
Adungan, Sampanahan, Hampang, Bangkalan
Dayak
Suku Berangas Berangas, Ujung Panti, Lupak, Aluh-aluh
Suku Bakumpai Bakumpai, Matabahan, Kuripan, Tabukan
Suku Maanyan Maanyan Warukin, Maanyan Pasar Panas, Maanyan
Juai, Dayak Samihim
Suku Abal Kampung Agung - Haruai
Suku Dusun Deyah Kecamatan Muara Uya, Upau, dan Gunung Haruai
Suku Lawangan Binjai, Dambung Raya
Suku Madura Madurejo Desa Madurejo, Mangkauk
Orang Jawa Tamban Tamban, Barito Kuala
Orang Cina Parit Pelaihari
Suku Bajau Semayap, Tanjung Batu
Orang Bugis Pagatan Pagatan
Suku Mandar Pesisir Pulau Laut dan Pulau Sebuku

3. Agama
Mayoritas penduduk Kalimantan Selatan beragama Islam. Suku Banjar yang
mendiami sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan menganut Agama Islam,
demikian pula Suku Dayak Bakumpaidi daerah aliran Sungai Barito. Suku
Dayak Bukit di kawasan Pegunungan Meratus umumnya masih
mempertahankan Kepercayaan Kaharingan dan sebagian lainnya menganut
Agama Kristen.Suku Dayak Dusun Deyah dan Suku Dayak
Maanyan Warukin di Kabupaten Tabalong dan Dayak Samihim di Kabupaten
Kotabaru mayoritas beragama Kristen, sementara Suku Dayak Dusun
Balangan di Kecamatan Halong menganut agama Buddha. Menurut Alfani
Daud (1997 : 50), pada dasarnya masyarakat Banjar merupakan
penganut Islam yang taat, walaupun terdapat pengaruh kepercayaan lama. Corak
keislaman orang Banjar mencakup konsepsi-konsepsi dari imigran-
imigran Melayu yang menjadi nenek moyang orang Banjar, dari sisa-sisa
kepercayaan Hindu, dan sisa-sisa kepercayaan Dayak yang ikut membentuk
suku bangsa Banjar.
4. Pertanian dan Perkebunan
Sebagian besar hasil pertanian di Kalimantan Selatan adalah padi yang paling
besar terletak di daerah Gambut, untuk buah-buahan sendiri seperti jeruk,
pepaya, pisang, kasturi ,rambutan, langsat, dan durian. Dan di sektor perkebunan
kelapa sawit adalah yang paling besar.
5. Pertambangan

Pertambangan di Kalimantan Selatan didominasi batu bara, di samping


minyak bumi, emas, intan, kaloin, marmer, dan batu-batuan. Untuk
pertambangan intan sendiri yang paling besar terletak di daerah Cempaka,
menambangnya sendiri sering disebut dengan istilah mendulang intan, di
Cempaka sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pendulang intan.
6. Seni dan Budaya
Seni tradisional Banjar adalah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup
masyarakat dalam suku Banjar. Masyarakat Banjar telah mengenal berbagai
jenis dan bentuk kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun Seni Religius
Kesenian yang menjadi milik masyarakat Banjar seperti :
1) Teater Tradisi / Teater Rakyat
a) Mamanda

Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa


rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897.

Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan


mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan
musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja,
Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin,
Lagu Gandut, Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.

b) Madihin

Madihin (berasal dari kata madah dalam bahasa Arab yang berarti "nasihat",
tapi bisa juga berarti "pujian") adalah sebuah genre puisi dari suku Banjar. Puisi
rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel
saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat
dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.
Tajuddin Noor Ganie (2006) mendefinisikan Madihin dengan rumusan sebagai
berikut : puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan
dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai
dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di
Kalsel.
c) Wayang Gong
Wayang Gong merupakan cabang dari kesenian wayang, yang tidak lepas
dari induknya. Menurut G.A.J. Hazeu dan J.L.A. Brandes yang meneliti
kesenian wayang, diperoleh suatu kesimpulan bahwa kesenian wayang di
Indonesia berinduk kepada kebudayaan asli Jawa, meskipun ceritera yang
ditampilkan disadur dari pengaruh kebuayaan Hindu.
d) Kuda Gepang
Kuda Gepang adalah tarian khas dari Kalimantan Selatan. Tarian ini dulunya
digunakan saat upacara menyambut para raja, Kuda Gepang menceritakan
tentang kegagahan pasukan berkuda yang dipimpin oleh seorang raja. Penari
Kuda Gepang selalu berpasang-pasangan. Dan biasanya, tari ini ditampilkan
dalam rangkaian acara perkimpoian masyarakat Banjar, yaitu Bausung
Panganten.
e) Teater Tutur
Teater tutur adalah teater yang di tuturkan oleh seseorang, seperti bercerita,
di mainkan dan ditonton. contoh teater tutur yaitu :
1. Bapandung
2. Dundam
3. Lamut
4. Andi-Andi
2) Seni Musik
a) Kuriding
Kuriding adalah sebuah alat musik khas Kalimantan Selatan. Kuriding
dimainkan oleh seniman dari etnis Bakumpai maupun Banjar. Kuriding dibuat
dari enau atau kayu mirip ulin yang hanya ada di daerah Muara Teweh, Barito
Utara.
b) Musik Panting
Musik Panting adalah musik tradisional dari suku Banjar di Kalimantan
Selatan. Disebut musik Panting karena didominasi oleh alat musik yang
dinamakan Panting, sejenis gambus yang memakai senar (panting) maka disebut
musik Panting.
3) Sinoman Hadrah dan Rudat
Sinoman Hadrah dan Rudat bersumber daripada budaya yang dibawa oleh
pedagang dan penda'wah Islam dari Arab dan Parsi dan berkembang campur
menjadi kebudayaan pada masyarakat pantai pesisir Kalimantan Selatan hingga
Timur.
4) Seni Tari
a) Baksa Dadap
Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang disebutkan dalam Hikayat
Banjar. Tarian ini masih dipertunjukkan di keraton Banjar menurut laporan
orang-orang Belanda yang mengunjungi keraton Banjar terakhir. Dalam
mempersembahkan tarian ini para penari memegang busur dan anak panah yang
dipanggil dadap[1]. Mereka melompat dengan senjata ini, sambil mengankat
sebelah kaki, bergerak dengan amat cepat, seolah-olah mereka terpaksa
mempertahankan diri dari serangan yang datang dari semua sudut.
b) Baksa Kembang
Merupakan jenis tari klasik Banjar sebagai tari penyambutan tamu agung
yang datang ke Kalimantan Selatan, penarinya adalah wanita. Tari ini
merupakan tari tunggal dan dapat dimainkan oleh beberapa penari wanita.
Tarian ini bercerita tentang seorang gadis remaja yang sedang merangkai bunga.
c) Tari Japin Kuala
Tari Japin Kuala adalah salah satu Tari Tradisional daerah Kalimantan
Selatan. Tari ini menceritakan masyarakat tentang pergaulan muda - mudi di
daerah pesisir yang maka masyarakat yang mana para muda – mudi ini tetap
menjaga kaidah-kaidah agama khususnya Agama Islam.
c) Tari Japin Bujang Marindu
Merupakan jenis tari berpasangan yang diambil dari gerak tari zafin yang
bernafaskan Islam dan Melayu. Tari mengambarkan kerinduan seorang kekasih
setelah lama pergi merantau kemudian kembali ke kampung halaman.
d) Ladon
Ladon merupakan nama pasukan kerajaan Banjar. Tarian ini
menggambarkam tari keprajuritan dan semua penarinya laki-laki. Tari ini sering
dibawakan sebagai tari pembuka pada kesenian mamanda yaitu teater tradisonal
Banjar, yang pertama kali berkembang dari daerah Margasari, Kabupaten Tapin.
e) Maayam Tikar
Merupakan jenis tari khas dari Kabupaten Tapin yang menggambarkan
remaja putri dari daerah Margasari, Kabupaten Tapin yang sedang menganyam
tikar dan anyaman. Tari berdurasi sekitar 6 menit ini biasanya dibawakan oleh
10 orang penari putri. Tari ini diciptakan oleh Muhammad Yusuf, Ketua Sanggar
Tari Buana Buluh Merindu, dari kota Rantau, ibukota Kabupaten Tapin.
f) Ning Tak Ning Gung
Merupakan tari dolanan anak-anak yang menggambarkan anak-anak yang
sedang bermain.
g) Radap Rahayu
Merupakan tari semi klasik Banjar yang sering dalam menyambut tamu
agung dan ditarikan dalam upacara perkawinan, para penarinya adalah wanita.
Tari ini menceritakan tentang kapal prabayaksa yang kandas di muara
Lokbaitan. Tari ini mengambarkan upacara puja Bantan(tapung tawar)Tujuan
tari ini adalah sebagai ucapan rasa bersyukur dan doa agar kapal tidak tenggelam.
h) Rudat
Kesenian yang bernafaskan Islam dengan dominasi gerakan tari dalam
posisi duduk.

i) Sinoman Hadrah
Kesenian yang bernafaskan Islam dengan dominasi gerakan tari dalam posisi
berdiri
j) Tantayungan
Tarian ini mempresentasikan kisah dalam tokoh pewayangan. Sehingga
tarian ini terkesan hidup lantaran diselingi dengan dialog kelompok penari.
Tarian ini sendiri diiringi dengan musik karawitan melalui instrument babun,
gong, sarunai, dan kurung-kurung. Paduan karawitan ini sangat harmoni dengan
kelompok tari yang diperankan.
Seni Tantayungan, awalnya kerap ditampilkan di sebuah desa, yakni Desa
Ayuang, Barabai. Lalu dikembangkan di Kampung Mu’ui, Desa Pangambau
Hulu, Kecamatan Haruyan oleh salah satu damang bernama Amat. Seni khas ini
kemudian dikalim oleh pelaku seni Hulu Sungai Tengah, Sarbaini, di Desa
Barikin sebagai seni khas Hulu Sungai Tengah.
k) Tanggui

Tari yang menggambarkan para wanita yang memakai tanggui yaitu sejenis
topi lebar

l) Topeng
Merupakan jenis tari klasik yang berasal dari Tapin yang biasanya dibawakan
oleh tiga orang yang masing-masing memainkan sebuah karakter yaitu Gunung
Sari, Patih dan Tumenggung dengan diiringi gamelan Banjar. Sebelum
melakukan tarian topeng dilakukan suatu ritual dengan menyediakan sesajian
terlebih dahulu yaitu sebiji telur ayam kampung, ketan, dan kopi pahit, yang
diletakkan di dekat area pertunjukkan, maksudnya agar saat menari, roh dari
topeng ini tidak mengganggu si penari. Tarian ini umumnya dilakukan oleh
penari pria, kadang-kadang oleh penari wanita.
B) SOSIAL BUDAYA KALIMANTAN UTARA
Kalimantan Utara merupakan provinsi termuda di Indonesia. Ibu kotanya adalah
Tanjung Selor. Kalimantan Utara memiliki 4 kabupaten, 1 kota, 50 kecamatan, dan
479 kelurahan. Diantaranya yaitu ada Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan,
Kabupaten Tana Tidung, dan Kabupaten Malinau. Proses pemekaran Kalimantan
Utara menjadi suatu provinsi yang terpisah dari Kalimantan Timur dimulai pada
tahun 2000-an. Di Kalimantan Utara ada berbagai macam etnis, yaitu Dayak, Jawa,
Tidung, Bulungan, Suluk, Banjar, Lun Bawang/Lun Dayeh, dll. Serta berbagai
bahasa seperti Bahasa Dayak, Bahasa Bulungan, Bahasa Tidung, dan pastinya
Bahasa Indonesia.
Masyarakat asli Kalimantan adalah masyarakat yang terkenal ramah dan sopan
santun. Biasanya mereka hidup di daerah daratan dan sangat bergantung pada alam,
seperti hutan dan aliran sungai. Sebagian besar kehidupan mereka bermata
pecaharian sbagai peladang, bercocok tanam, berburu, bertani, dan nelayan pada
sungai. Kalimantan Utara memiliki potensi wisata budaya yang sangat besar,
khususnya budaya yang dimiliki oleh suku Dayak, Tidung, dan Bulungan. Ketiga
suku tersebut merupakan suku asli di Kaltara. Suku-suku ini memiliki keunikan
tersendiri mulai dari tari-tarian, kesenian melukis, kesenian musik hingga alat
instrument yang digunakan. Lagu daerah Kaltara yaitu Jugit Demaring, Kucing
Hitam, Bebilin. Sedangkan Rumah Tradisional ada Rumah Baloy dan Lamin Adat.
Senjata Tradisional yaitu Mandau. Makanan khas Kalimantan utara ada berbagai
macam antara lain :
 Eloi, eloi terbuat dari tepung singkong dengan cara dimasak seperti tepung
tapioca dimakan bersama sayur ubi berfungsi sebagai pengganti nasi.
 Tamba, tamba adalah ikan atau daging yang diawetkan dengan bahan alami
disebut lanam, lanam terbuat dari ampas tepung ubi yang digoreng sangria di
atas wajan tanpa minyak kemudian lauk ikan atau daging .
 Kue inalog, sejenis cemilan atau kue yang terbuat dari tepung nato basah
denga cara dibentuk butir-butir kecil.
 Dodol rumput laut, terbuat dari lumput laut pilihan yang terlebih dulu
dikeringkan dibawah sinar matahari
 Rumah Baloy merupakan rumah berdesain panggung dengan bahan
keseluruhan terbuat dari kayu ulin. Kayu ulin adalah kayu khas Kalimantan
yang terkenal sangat kuat struktur seratnya.
 Mandau terbuat dari sebuah batu istimewa bernama Mantikei. Bahan ini
sendiri secara fisik memang seperti batu, tapi ia mengandung unsur besi yang
melimpah.
 Tari jugit Paman hanya di peruntukan untuk raja, artinya tarian ini tidak akan
pernah dapat dilihat di luar Istana, dan memang itulah aturannya, berbeda
dengan tari jugit Demaring, walaupun milik kraton, namun ia boleh di
persembahkan di luar Istana, karena itu biasanya dalam setiap penyambutan
tamu diluar istana.
C) SOSIAL BUDAYA KALIMANTAN BARAT
Kalimantan Barat (disingkat Kalbar) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang
terletak di Pulau Kalimantan dengan ibu kota Provinsi Kota Pontianak. Luas wilayah
Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia). Merupakan
provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi
"Seribu Sungai". Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai
ratusan sungai besar dan kecil yang di antaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa
sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk
angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau
sebagian besar kecamatan.
Kalimantan Barat berbatasan darat dengan negara bagian Sarawak, Malaysia.
Walaupun sebagian kecil wilayah Kalimantan Barat merupakan perairan laut, akan
tetapi Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan kecil (sebagian tidak
berpenghuni) yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang
berbatasan dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Jumlah penduduk di Provinsi
Kalimantan Barat menurut sensus tahun 2016 berjumlah 5.365.256 jiwa (1,85%
penduduk Indonesia).
1. Suku Bangsa
Berdasarkan sensus tahun 2010, etnis paling dominan di Kalimantan Barat,
yaitu Dayak (49.91%), kemudian ada suku Melayu (16.50%). Etnis Dayak
merupakan etnis di daerah pedalaman, sedangkan etnis Melayu mayoritas di
kawasan pesisir. Etnis terbesar ketiga yaitu etnis Jawa (8.66%) yang memiliki
basis pemukiman di daerah-daerah transmigrasi. Di urutan keempat yaitu
Etnis Tionghoa (8,17%) yang banyak terdapat di perkotaan
seperti Singkawang dan Pontianak. Berikutnya di urutan kelima yaitu
etnis Madura (6,27%) yang memiliki basis pemukiman di Pontianak dan Kubu
Raya.
2. Bahasa
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang secara umum dipakai oleh
masyarakat di Kalimantan Barat. Selain itu bahasa penghubung, yaitu Bahasa
Melayu Pontianak, Melayu Sambas dan Bahasa Senganan menurut wilayah
penyebarannya. Demikian juga terdapat beragam jenis Bahasa Dayak, Menurut
penelitian Institut Dayakologi terdapat 188 dialek yang dituturkan oleh suku
Dayak dan Bahasa Tionghoa seperti Tiochiu dan Khek/Hakka. Dialek yang di
maksudkan terhadap bahasa suku Dayak ini adalah begitu banyaknya
kemiripannya dengan bahasa Melayu, hanya kebanyakan berbeda di ujung kata
seperti makan (Melayu), makatn (Kanayatn), makai (Iban) dan makot (Melahui).
Khusus untuk rumpun Uut Danum, bahasanya boleh dikatakan berdiri
sendiri dan bukan merupakan dialek dari kelompok Dayak lainnya. Dialeknya
justru ada pada beberapa sub suku Dayak Uut Danum sendiri. Seperti pada
bahasa sub suku Dohoi misalnya, untuk mengatakan makan saja terdiri dari
minimal 16 kosa kata, mulai dari yang paling halus sampai ke yang paling kasar.
Misalnya saja ngolasut (sedang halus), kuman (umum), dekak (untuk yang lebih
tua atau dihormati), ngonahuk (kasar), monirak (paling kasar) dan Macuh (untuk
arwah orang mati). Bahasa Melayu di Kalimantan Barat terdiri atas beberapa
jenis, antara lain Bahasa Melayu Pontianak dan Bahasa Melayu Sambas. Bahasa
Melayu Pontianak sendiri memiliki logat yang sama dengan bahasa Melayu
Sarawak, Melayu Malaysia dan Melayu Riau.
3. Agama
Mayoritas masyarakat Kalimantan Barat menganut agama Islam (55.68%).
Wilayah-wilayah mayoritas muslim di Kalimantan Barat yaitu daerah pesisir
yang mayoritas didiami Suku Melayu seperti Kabupaten Sambas, Mempawah,
Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, Kapuas Hulu dan Kota Pontianak. Di
Kabupaten Melawi dan Kota Singkawang sekitar 49% penduduknya beragama
Islam. Agama Islam juga dianut Suku Jawa, Madura dan Bugis yang berada di
Kalimantan Barat.
Di daerah pedalaman yang didiami Suku Dayak mayoritas penduduknya
beragama Kristen (Katolik/Protestan) seperti di Kabupaten Bengkayang,
Landak, Sanggau, Sintang dan Sekadau. Orang Tionghoa di Kalimantan Barat
kebanyakan menganut agama Buddha dan Kristen (Katolik/Protestan). Di
wilayah yang banyak terdapat etnis Tionghoa seperti Kota Singkawang dan
Pontianak juga terdapat penganut Buddha dalam jumlah cukup besar. Agama
yang dipeluk masyarakat Kalimantan Barat, yaitu :
Agama Jumlah Konsentrasi Keterangan

dipeluk oleh Suku Melayu, Jawa, Madura,


Bugis, Sunda, Banjar, Minangkabau,
Islam 2.987.695 55.68%
sebagian Suku Batak serta sebagian kecil
Suku Dayak dan Tionghoa

dipeluk oleh Suku Dayak, Tionghoa,


Katolik 1.260.476 23.50% NTT, Suku Batak serta sebagian kecil
Suku Jawa

Kristen dipeluk oleh suku Dayak, Tionghoa, NTT,


730.921 13.62%
Protestan suku Batak serta sebagian suku Jawa

Buddha 361.298 6.73% dipeluk oleh keturunan Tionghoa

Konghucu 13.733 0.26% dipeluk oleh keturunan Tionghoa

Hindu 11.136 0.21% dipeluk oleh orang Bali

4. Seni Budaya
Tari Monong / Manang/Baliatn, merupakan tari Penyembuhan yang
terdapat pada seluruh masyarakat Dayak. tari ini berfungsi sebagai
penolak/penyembuh/ penangkal penyakit agar si penderita dapat sembuh
kembali penari berlaku seperti dukun dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat
sang dukun sedang dalam keadaan trance, dan tarian ini merupakan bagian dari
upacara adat Bemanang/Balian.
Tari Pingan, Merupakan Tarian Tunggal pada masyarakat Dayak Mualang
Kabupaten Sekadau dimasa lalunya sebagai tarian upacara dan pada masa kini
sebagai tari hiburan masyarakat atas rezeki/tuah/makanan yang diberikan oleh
Tuhan. Tari ini menggunakan Pingan sebagai media atraksi dan tari ini berangkat
dari kebudayaan leluhur pada masa lalu yang berkaitan erat dengan ritualisme
legitimasi kelulusan beladiri tradisional Dayak Mualang (Ibanik Group).
Tari Pedang / Ajat Pedang, merupakan tarian tunggal terdapat pada Dayak
Mualang, tarian ini menceritakan persiapan membela diri bagi seorang pemuda
yang akan turun melakukan ekspedisi Mengayau. penari melakukan gerakan-
gerakan menyerang dan menangkis menggunakan keahlian tradisionalnya. tarian
ini masa lalunya dimulai dengan ritual memuja pedang ( Nyabor bahasa
Mualang) dan tarian ini diiringi dengan instrumen musik disebut Tebah Unop.
tersebar di kampung Merbang dan sekitarnya kecamatan Belitang Hilir dan
belitang hulu kampung sebetung.
Tari Jonggan, merupakan tari pergaulan masyarakat Dayak Kanayatn di
daerah Kubu Raya ( Ambawakng), Mempawah ( Toho, Manyalitn), Landak (
Sahapm) yang masih dapat ditemukan dan dinikmati secara visual, tarian ini
meceritakan suka cita dan kebahagiaan dalam pergaulan muda mudi Dayak.
Dalam tarian ini para tamu yang datang pada umumnya diajak untuk menari
bersama.
Tari kondan merupakan tari pergaulan yang diiringi oleh pantun dan musik
tradisional masyarakat Dayak Kabupaten Sanggau Kapuas, kadang kala
kesenian kondan ini diiringi oleh gitar. kesenian kondan ini adalah ucapan
kebahagiaan terhadap tamu yang berkunjung dan bermalam di daerahnya.
kesenian ini dilakukan dengan cara menari dan berbalas pantun.
Kinyah Uut Danum, adalah tarian perang khas kelompok suku Dayak Uut
Danum yang memperlihatkan kelincahan dan kewaspadaan dalam menghadapi
musuh. Dewasa ini Kinyah Uut Danum ini banyak diperlihatkan pada acara
acara khusus atau sewaktu menyambut tamu yang berkunjung. Tarian ini sangat
susah dipelajari karena selain menggunakan Ahpang (Mandau) yang asli, juga
karena gerakannya yang sangat dinamis, sehingga orang yang fisiknya kurang
prima akan cepat kelelahan.
Tari Zapin pada masyarakat Melayu Kalimantan Barat, Zapin merupakan
tarian Masyarakat Melayu Nusantara diadofsi dari timur tengah yaitu
Hadramaut, selanjutnya menyebar ke Riau seterusnya ke Kalbar. Merupakan
suatu tari pergaulan dalam masyarakat, sebagai media ungkap kebahagiaan
dalam pergaulan. Jika ia menggunakan properti Tembung maka disebut Zapin
tembung, jika menggunakan kipas maka di sebut Zapin Kipas.
5. Alat Musik Tradisional
 Gong/Agukng, Kollatung (Uut Danum) merupakan alat musik pukul
yang terbuat dari kuningan, merupakan alat musik yang multifungsi baik
sebagai mas kawin, sebagai dudukan simbol semangat dalam pernikahan.
maupun sebagai bahan pembayaran dalam hukum adat.
 Gambus, alat musik petik khas suku Melayu yang mendapat pengaruh
dari arab.
 Tawaq (sejenis Kempul) merupakan alat musik untuk mengiringi tarian
tradisional masyarakat Dayak secara umum. Bahasa Dayak Uut Danum
menyebutnya Kotavak.
 Hadrah, alat musik khas suku Melayu yang berbentuk seperti gendang
tapi memiliki gerincing-gerincing disekelilingnya.
 Sapek merupakan alat musik petik tradisional dari Kapuas hulu
dikalangan masyarakat Dayak Kayaan Mendalam kabupaten Kapuas
hulu. Pada masyarakat Uut Danum menyebutnya Konyahpik
(bentuknya) agak berbeda sedikit dengan Sapek.
 Balikan/Kurating merupakan alat musik petik sejenis Sapek, berasal dari
Kapuas Hulu pada masyarakat Dayak Ibanik, Dayak Banuaka".
 Kangkuang merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kayu dan
berukir, terdapat pada masyarakat Dayak Banuaka Kapuas Hulu.
 Keledik/Kedire merupakan alat musik terbuat dari labu dan bilah bambu
di mainkan dengan cara ditiup dan dihisap, terdapat di daerah Kapuas
Hulu. Pada suku Dayak Uut Danum di sebut Korondek. Entebong
merupakan alat musik Pukul sejenis Gendang yang banyak terdapat di
kelompok Dayak Mualang di daerah Kabupaten Sekadau.
 Rebab, yaitu alat musik gesek, terdapat pada suku Melayu
penggunaannya mirip dengan biola.
 Kohotong, yaitu alat musik tiup, terbuat dari dahan semacam pelepah
tanaman liar di hutan seperti pohon enau.
 Sollokanong (beberapa suku Dayak lain menyebutnya Klenang) terbuat
dari kuningan, bentuknya lebih kecil dari gong, penggunaannya harus
satu set.
 Terah Umat (pada Dayak Uut Danum) merupakan alat musik ketuk
seperti pada gamelan Jawa. Alat ini terbuat dari besi (umat) maka di sebut
Terah Umat.
6. Senjata Tradisional
 Mandau (Ahpang: sebutan Uut Danum) adalah sejenis Pedang yang
memiliki keunikan tersendiri, dengan ukiran dan kekhasannya. Pada
suku Dayak Uut Danum hulunya terbuat dari tanduk rusa yang diukir,
sementara besi bahan Ahpang (Mandau) terbuat dari besi yang
ditambang sendiri dan terdiri dari dua jenis, yaitu Bahtuk Nyan yang
terkenal keras dan tajam sehingga lalat hinggap pun bisa putus tetapi
mudah patah dan Umat Motihke yang terkenal lentur, beracun dan tidak
berkarat.
 Tumbak
 Keris Melayu
 Sumpit (Sohpot: sebutan Uut Danum)
 Senapang Lantak ( senjata Tradisional )
 Duhung (Uut Danum)
 Isou Bacou atau Parang yang kedua sisinya tajam (Uut Danum)
 Lunjuk atau sejenis tumbak untuk berburu (Uut Danum)
 Mandau ( sejenis pedang namun berukir pada besi dan ganggang, bilah
besi berbentuk cembung sebelah.
 Nyabor ( sejenis mandau namun melentik ke atas bilah besinya memiliki
ketajaman yang sama )
7. Sastra lisan
Beberapan sastra lisan yang ada di daerah ini antara lain:
 Bekana merupakan cerita orang tua masa lalu yang menceritakan dunia
khayangan atau Orang Menua Pangau (dewa-dewi) dalam mitologi
Dayak Ibanik: Iban , Mualang, Kantuk, Desa dan lain-lain.
 Bejandeh merupakan sejenis bekana tetapi objek ceritanya beda.
 Nyangahatn, yaitu doa tua pada masyarakat Dayak Kanayatn.
 Pantun Jepin yaitu syair-syair atau gurindam yang dilantunkan pada
acara adat suku Melayu.
8. Tenun
Kain Tenun Tradisional terdapat di beberapa daerah, di antaranya:
 Tenun Daerah Songket Sambas
 Tenun Belitang daerah Kumpang Ilong Kabupaten Sekadau ( Dayak
Mualang / Ibanik )
 Tenun Ensaid Panjang Kabupaten Sintang ( Dayak Desa / Ibanik)
 Tenun Kapuas Hulu ( Iban dan Kantuk / Kelompok Ibanik )
 Sulam Kalengkang khas suku Melayu Kabupaten Sanggau
9. Kerajinan Anyam Manik
Anyam Manik kelompok Dayak Banuaka Group: anyam baju adat Dayak
Taman, tamambaloh, peniung, Kalis ( baju Manik dan baju Burik)
10. Kerajinan Anyam Rotan atau bamboo
Bakul, keranjang, Kelayak, Tudung Saji, ambinan, dsb. tersebar di Pontianak,
Landak, Sanggau, Sekadau, Sintang, Kapuas hulu.
11. Kerajinan Tangan
Berbagai macam kerajinan tangan dapat diperoleh dari daerah ini, misalnya:
 Tikar Lampit, di Pontianak dan daerah Bengkayang, Sintang, Kapuas
Hulu, Ketapang.
 Bidai ( bahasa Ibanik ) atau bide (bahasa Kanayatn Group) tersebar
hampir disebagian suku Dayak baik di Indonesia maupun di Serawak,
bidai merupakan tikar tradisional Dayak, terdapat di Bengkayang,
Sekadau, Kapuas Hulu, Serawak ( pada komunitas Dayak Iban)
 Ukir-ukiran, perisai, mandau dan lain-lain terdapat di Pontianak dan
Kapuas Hulu.
 Kacang Uwoi (tikar rotan bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.
 Takui Darok (caping lebar bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.
12. Kue TradisionaKue-kue tradisional banyak dijumpai di tempat ini, misalnya:
 Lemang, terbuat dari pulut di masukan ke dalam bambu, merupakan
makanan tradisional masyarakat masa lampau yang kini masih
dilestarikan.
 Lemper, terbuat dari pulut yang di isi daging/kacang terdapat didaerah
Purun merupakan makanan tradisional
 Lepat, terbuat dari tepung yang di dalamnya di masukan pisang.
 Jimut, kue tradisional pada masyarakat Dayak Mualang daerah Belitang
Kabupaten Sekadau yang terbuat dari tepung yang dibentuk bulatan
sebesar bola pimpong.
 Lulun, sejenis lepat, yamg isimya gula merah, terdapat di daerah Belitang
kab sekadau
 Lempok, Dodol yang dibuat dari Durian
 Tumpi', terdapat pada masyarakat Dayak kanayatn, yang terbuat dari
bahan tepung.
 Tehpung, kue tradisional pada dayak Uut Danum, terbuat dari beras pulut
yang ditumbuk halus dan digoreng. Kue ini biasanya di buat pada acara
adat, bentuknya ada yang seperti perahu, gong dan lain-lain.
 kue lapis berbagai macam serta kue keranjang dari tionghoa
13. Masakan dan makanan Tradisional
Kuliner yang bisa kita dapatkan dari daerah ini adalah:
 Masakan Asam Pedas di daerah Pontianak
 Masakan Bubur Pedas di daerah Sambas
 Kerupok basah, merupakan makanan khas Kapuas Hulu
 Ale-ale, merupakan makanan khas Ketapang
 Pansoh, yaitu masakan daging di dalam bambu pada masyarakat Dayak.
 Mie Tiau, merupakan masakan khas Tionghoa Pontianak yang terdapat
di kota Pontianak
 Nasi Ayam dan Mie Pangsit, merupakan masakan khas penduduk
Tionghoa Singkawang dan sekitarnya
 Sungkui, merupakan masakan khas Melayu Kabupaten Sanggau.
D) SOSIAL BUDAYA KALIMANTAN TIMUR
RUMAH ADAT

Rumah Lamin adalah rumah adat dari Kalimantan Timur. Rumah Lamin adalah
identitas masyarakat Dayak di Kalimantan Timur. Rumah Lamin mempunyai
panjang sekitar 300 meter, lebar 15 meter, dan tinggi kurang lebih 3 meter. Rumah
Lamin juga dikenal sebagai rumah panggung yang panjang dari sambung
menyambung. Rumah ini dapat ditinggal oleh beberapa keluarga karena ukuran
rumah yang cukup besar. Salah satu rumah Lamin yang berada di Kalimantan Timur
bahkan dihuni oleh 12 sampai 30 kelurga. Rumah Lamin dapat menampung kurang
lebih 100 orang. Pada tahun 1967, rumah Lamin diresmikan oleh pemerintah
Indonesia.
Rumah Lamin memiliki beberapa ciri khas yang umumnya dapat langsung
dikenali. Pada badan rumah Lamin, banyak ditemukan ukiran-ukiran atau gambar
yang mempunyai makna bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Timur. Salah satu
fungsi dari ukiran-ukiran atau gambar pada tubuh rumah Lamin adalah untuk
menjaga keluarga yang hidup dalam rumah dari bahaya. Bahaya disini adalah ilmu-
ilmu hitam yang umumnya ada di masyarakat Dayak yang digunakan untuk
mencelakai seseorang. Rumah Lamin mempunyai warna khas yang dipakai untuk
menghias badan rumah. Warna khas itu adalah warna kuning dan hitam.
Setiap warna yang dipakai untuk menghias rumah Lamin mempunyai makna.
Warna kuning melambangkan kewibawaan, warna merah melambangkan
keberanian, warna biru melambangkan kesetiaan, dan warna putih melambangkan
kebersihan jiwa. Rumah Lamin dibuat dari kayu. Kayu yang digunakan untuk
membuat rumah Lamin adalah kayu Ulin. Kayu ini dikenal oleh masyarakat Dayak
dengan nama kayu besi. Konon, apabila kayu ulin terkena air maka kayu ini akan
semakin keras. Hal ini terbukti dari lamanya usia rumah Lamin yang dibuat dengan
menggunakan kayu ulin. Hanya saja, ada berbagai kesulitan untuk menemukan kayu
ini di hutan. Halaman rumah Lamin biasanya dipenuhi dengan patung-patung atau
totem. Patung-patung atau totem ini merupakan dewa-dewa yang dipercaya oleh
masyarakat Dayak sebagai penjaga rumah dari bahaya.
Rumah Lamin terbagi atas tiga ruangan yaitu ruangan dapur, ruangan tidur, dan
ruang tamu. Ruang tidur terletak berderet dan umumnya dimiliki oleh masing-
masing keluarga yang tinggal di dalam rumah tersebut. Ruang tidur juga dibedakan
antara ruang tidur lelaki dan ruang tidur perempuan kecuali jika sang lelaki dan
perempuan sudah menikah. Ruang tamu umumnya digunakan untuk menerima tamu
dan juga untuk pertemuan adat. Ruang tamu adalah ruangan kosong yang panjang.
Di sisi luar rumah Lamin, ada sebuah tangga yang digunakan untuk masuk ke dalam.
Tangga ini mempunyai bentuk dan model yang sama baik pada rumah Lamin yang
dihuni masyarakat Dayak kelas menengah ke atas maupun masyarakat Dayak kelas
menengah ke bawah. Di bagian bawah rumah Lamin biasanya digunakan untuk
memelihara ternak.
PAKAIAN ADAT
a. Baju Adat Kustin

Baju adat Kustin adalah pakaian adat Kalimantan Timur yang sering
dikenakan oleh suku Kutai. Baju ini umumnya dipakai oleh golongan
menengah ke atas sebagai pakaian resmi upacara pernikahan di masa silam.
Nama “Kustin” sendiri berasal dari bahasa Kutai yang berarti busana. Baju
adat Kustin milik suku Kutai di Kalimantan Timur umumnya terbuat dari
bahan beludru warna hitam. Lengan baju ini panjang dan kerahnya tinggi
dengan bagian kerah dan dada biasanya dihiasi oleh pasmen. Bagi para pria,
baju adat Kustin biasanya akan dipadukan dengan celana panjang hitam yang
dipasangi dodot rambu di bagian luarnya. Mereka juga akan mengenakan
setorong atau tutup kepala bundar berhiaskan lambang wapen. Bagi para
wanita, baju adat kustin dikenakan dengan tambahan berupa kelibun kuning
yang terbuat dari sutera. Mereka juga akan menghias rambutnya dengan
hiasan menyerupai aksesoris sanggul adat Jawa. Gambar di atas adalah
gambar pakaian adat Kustin Kalimantan Timur.
b. Baju Adat Sapei Sapaq

Suku Dayak Kenyah adalah sub-suku Dayak mayoritas yang mendiami


provinsi Kalimantan Timur. Sub suku ini juga memiliki pakaian adat yang
juga cukup dikenal. Pakaian adat tersebut bernama pakaian adat Ta a dan
pakaian adat Sapei Sapaq. Pakaian adat Ta a adalah pakaian perempuan adat
suku Dayak Kenyah. Pakaian ini terdiri dari da a (semacam ikat kepala yang
dibuat dari pandan), baju atasan sapei inoq, serta rok ta a. Sedangkan
pakaian adat Sapei Sapaq merupakan pakaian laki-lakinya. Tidak berbeda
dengan Ta a, pakaian adat Sapei Sapaq juga memiliki gaya yang sama.
Perbedaan hanya terletak pada pakaian atasannya yang berbentuk rompi,
celana dalam ketat, serta aksesoris senjata tradisional khas Kalimantan
Timur yaitu Mandau. Perlu diketahui bahwa, corak pakaian adat
Kalimantan Timur sangat beragam. Ada yang coraknya bergambar burung
enggang dan harimau (corak khusus bangsawan), serta corak tumbuhan
(corak untuk rakyat jelata).
c. Pakaian Adat Tradisional Ta a

Pakaian adat yang dikenakan oleh wanita dikenal dengan nama Ta a.


Pakaian ini terdiri dari da a, yaitu semacam ikat kepala yang terbuat dari
pandan dan biasanya dipakai untuk orang tua, baju atasan yang dikenal
dengan nama sapei inoq serta bawahan berupa rok yang disebut ta a. Bagian
atas dan bawah busana wanita ini dihiasai dengan manik-manik. Sebagai
pelengkap ditambahkan pula penggunaan uleng atau hiasan kalung manik
yang untaiannya sampai bawah dada.

SENJATA TRADISIONAL

Mandau merupakan senjata tradisional suku Dayak, semacam golok dan


berbentuk panjang, terbuat dari bahan pilihan yang diambil dari batu gunung yang
mengandung besi. Hiasan senjata ini berupa bulu burung enggang atau rambut
manusia, ditaruh di hulu mandau yang terbuat dari tanduk atau kayu
KESENIAN
A. Alat Musik
 Gambus

Gambus yang merupakan alat musik petik yang tidak jauh berbeda
dengan mandolin. Gambus ini awalnya berasal dari Timur Tengah yang
kemudian dibawa oleh pedagang melayu sampai ke pesisir Kalimantan
Timur.
 Sampe

Sampe juga merupakan alat musik tradisional Kalimantan Timur yang


cukup terkenal. Sampe termasuk dalam jenis alat musik kategori alat musik
petik. Nama Sampe itu sendiri sebenarnya adalah bahawa lokal suku Dayak.
Yang jika diartikan, Sampe itu berarti “memetik dengan jari”. Dari namanya
saja orang sudah bisa mengetahui bahwa Sampe ini adalah alat musik yang
dimainkan dengan memetik senarnya dengan jari. Sampe ini identik dengan
kebudayaan orang-orang Melayu, termasuk Rumpun Melayu dari suku
dayak di Kalimantan Timur.
 Ketipung

Alat musik yang satu ini juga termasuk salah satu alat musik tradisional
yang berbau Timur Tengah yang membawa pengaruh sampai ke Kalimantan
Timur. Alat musik ketipung ini adalah sejenis gendang kecil yang biasa
dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu bernuansa Timur Tengah.
 Kendang

Kendang adalah bahasa lain dari gendang. Merupakan alat musik


tradisional yang awalnya berasal dari Jawa. Biasanya kendang adalah
pelengkap dalam musik tradisional yang dimainkan untuk mengiringi
tarian-tarian daerah seperti Tari Ganjur, Tingkilan, dan sebagainya.
Kendang ini juga berfungsi untuk mengatur tempo musik yang dimainkan
pada acara-acara adat tersebut.

Tarian Tradisional
1) Tarian Kancet Punan Letto

Tarian ini menceritakan tentang perebutan seorang gadis yang sama sama
di cintai. Tarian cinta ini sangat indah dengan menggunakan baju adat
Kalimantan Timur. Dalam tarian ini dimenangkan oleh pemuda yang
mempertahankan kekasihnya. Begitulah adat dayak yang rela melakukan apa
saja untuk orang yang dicintainya.
2) Tarian Gantar

Tarian Gantar merupakan tarian yang menggambarkan orang yang sedang


menanam padi. Para penari membawa alat tani seperti kayu untuk menumbuh
dan biji biji padi. Sekarang tarian ini banyak digunakan untuk penyambutan
tamu atau acara seri. Tarian ini memiliki tiga versi tari Gantar Rayatn, Gantar
Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak. Selain dipentaskan oleh masyarakat
Dayak Tanjung tarian ini juga dipentas oleh Dayak Benuaq.
3) Tarian Tekenaq Bungan Malan

Nama Bungan Malan pada dahulu kalah merupakan seorang dewi


layaknya Tuhan yang disembah oleh masyarakat Dayak Kenyah. Karena sakti
dan bijaksana sehingga masyarakat mengaguminya. Dalam pementasan tari
Bungan Malan diangkat oleh para ajai dengan memakai gong, sebagai tanda
dia sangat di agungkan.
4) Tarian Belian Sentiyu

Tarian Belian berasal dari masyarakat Dayak Tonyooi dan Dayak


Benuaq. Fungsi dari Tarian Belian ini adalah untuk mengusir roh jahat dan
mengobati orang. Tarian Belian ini sama dengan Tarian belian Bawo namun
ada perbedaan dengan kostum dan asesoris yang dipakai. Kalau pada Belian
Bawo menggunakan gemerincing yang memekkankan telingga, pada Tarian
Belian Sentiyu menggunakan pesembahan beras yang di taburkan kepada
pemeliannya. Tarian ini masih sering digunakan sampai sekarang
5) Tarian Leleng

Tarian Leleng menggambarkan kebimbangan seorang gadis yang ditinggal


kekasihnya dan belum kembali. Leleng berarti berputar putar. Utan Along (
gadis yatim ) mementaskan tari dengan berputar putar dengan kebinggungan.
Dalam pementasanya tarian leleng juga diikuti oleh nyayian leleng yang
menceritakan kisah Utan Along.
SUKU YANG MENDIAMI KALIMANTAN TIMUR
1) Suku Oheng

Oheng adalah nama lain dari salah satu kelompok orang Dayak yang disebut
orang Penihing. Orang Oheng atau Penihing juga disebut Auheng.
2) Suku Abai

Suku Abai digolongkan suku Dayak karena dinilai berdasarkan budayanya,


sejarah budayanya, dan geneologi, suku tersebut masuk ke dalam rumpun ot
danum.
3) Suku Tidung

Suku Tidung merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara
Kalimantan Timur. Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi
merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (negeri
Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung.
Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.
E) SOSIAL BUDAYA KALIMANTAN TENGAH
Kalimantan Tengah (disingkat Kalteng) adalah salah satu provinsi di Indonesia
yang terletak di Pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya.
Kalimantan Tengah memiliki luas 157.983 km². Berdasarkan sensus tahun 2010,
provinsi ini memiliki populasi 2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-laki
dan 1.054.721 perempuan. Sensus penduduk 2015, jumlah penduduk Kalimantan
Tengah bertambah menjadi 2.680.680 jiwa. Kalteng mempunyai 13 kabupaten dan 1
kota.
SUKU BANGSA
Tiga etnis dominan di Kalimantan Tengah yaitu etnis Dayak (46,62%), Jawa
(21,67%) dan Banjar (21,03%). Kawasan utama etnis Dayak yaitu daerah pedalaman,
Kawasan utama etnis Jawa yaitu daerah transmigrasi dan Kawasan utama etnis
Banjar yaitu daerah pesisir dan perkotaan.
1. Dayak
Etnis Dayak adalah etnis terbesar di Kalteng dengan jumlah 1.029.182 atau
46,62% dari populasi Kalteng. Beberapa subetnis Dayak yang terdapat di
Kalteng yaitu Ngaju (subetnis terbesar yang mendiami daerah aliran sungai
Kapuas, Kahayan, Rungan Manuhing, Barito dan Katingan), Bakumpai
(mendiami tepian daerah aliran sungai Barito ), Maanyan (mendiami bagian
timur Kalteng seperti Barito Timur dan Barito Selatan), Ot Danum (mendiami
daerah utara Kalteng), Siang Murung (mendiami Timur Laut Kalteng/Kabupaten
Murung Raya), Taboyan (mendiami sepanjangan tepian aliran Sungai Teweh),
Lawangan (mendiami bagian timur Kalteng/Barito Timur), Dusun (mendiami
wilayah aliran sungai Barito dari Barito Selatan sampai Murung Raya), dan
subetnis lainnya dalam jumlah kecil. Orang Dayak di Kalteng umumnya
berprofesi sebagai petani dan pegawai pemerintahan.
2. Jawa
Etnis Jawa merupakan etnis terbesar kedua di Kalteng dengan jumlah
478.393 atau 21,67% dari populasi Kalteng. Di beberapa kabupaten, seperti
Kotawaringin Barat dan Pulang Pisau, etnis Jawa adalah penduduk mayoritas.
Orang Jawa di Kalteng umumnya berprofesi sebagai petani, pegawai, TNI/Polri,
pedagang makanan dan pekerja tambang/sawit. Kesenian Jawa seperti kuda
lumping, reog, wayang kulit dan bahasa Jawa masih bertahan di kantong-
kantong transmigrasi di Kalteng. Besarnya proporsi orang Jawa di Kalteng
karena banyaknya transmigrasi asal Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur
yang masuk ke Kalteng.
3. Banjar
Etnis Banjar merupakan etnis terbesar ketiga di Kalteng dengan jumlah
464.260 atau 21,03% dari populasi Kalteng. Di Kalteng, orang Banjar banyak
berada di wilayah perkotaan seperti Palangka Raya, Kotawaringin Timur
(Sampit) dan Kapuas yang berbatasan langsung dengan Kalimantan Selatan.
Orang Banjar di Kalteng umumnya bekerja sebagai pedagang dan wiraswasta,
sehingga kuliner, masakan dan bahasa Banjar cukup dominan di Kalteng.
Berbagai upacara adat Banjar, seperti pada upacara pernikahan, kelahiran
(tasmiyah), batamat Al Qur'an, selamatan, baayun mulud dan sebagian kesenian
Banjar, seperti hadrah dan maulid habsyi masih bertahan di Kalteng. Namun
kesenian lainnya seperti tari-tarian, madihin, mamanda dan musik panting sudah
jarang ditampilkan di Kalteng.
4. Melayu
Etnis Melayu merupakan etnis terbesar keempat di Kalteng dengan jumlah
87.348 atau 3,96% dari populasi Kalteng yang menempati pesisir Sukamara dan
Kotawaringin Barat. Melayu di Kalteng biasa disebut Melayu Kotawaringin
yang adat budayanya tidak jauh berbeda dengan orang Melayu Kalbar dan orang
5. Banjar.
6. Madura
Etnis Madura merupakan etnis terbesar kelima di Kalteng dengan jumlah
42.668 atau 1.93% dari populasi Kalteng. Di Kalteng, orang Madura yang juga
banyak berprofesi sebagai pedagang banyak mendiami daerah Kotawaringin
Barat dan Kotawaringin Timur. Setelah konflik etnis tahun 2001, sebagian warga
Madura sudah berangsur-angsur kembali ke Kalteng.
7. Lainnya
Etnis terbesar keenam hingga kesepuluh yaitu Sunda (1,29%), Bugis
(0,77%), Batak (0,56%), Flores (0,38%) dan Bali (0,33%) serta suku-suku
lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. Etnis Sunda, Flores dan Bali di
Kalteng juga terdapat di wilayah-wilayah transmigrasi, namun jumlahnya tidak
sebanyak etnis Jawa. Etnis Bugis di Kalteng sebagian besar merupakan
kelompok Bugis Pagatan dari Kalimantan Selatan yang merantau ke Kalteng.
Etnis Batak di Kalteng terdapat di wilayah perkotaan baik sebagai pegawai dan
birokrat, maupun di pedalaman sebagai pekerja tambang dan sawit.
BAHASA
Pada dasarnya bahasa yang digunakan secara luas di Kalimantan Tengah adalah
Bahasa Dayak dan Bahasa Indonesia. Persebaran Bahasa Banjar ke Kalimantan
Tengah karena besarnya jumlah perantauan Suku Banjar asal Kalimantan Selatan
sehingga Bahasa Banjar digunakan sebagai bahasa perdagangan dan bahasa sehari-
hari. Masyarakat Suku Jawa di lokasi transmigrasi umumnya menuturkan Bahasa
Jawa sebagai bahasa sehari-hari.
Bahasa Dayak yang dominan digunakan oleh Suku Dayak di Kalimantan
Tengah, di antaranya Bahasa Ngaju yang digunakan di daerah sungai Kahayan dan
Kapuas. Bahasa Bakumpai dan Bahasa Maanyan dituturkan oleh penduduk di
sepanjang daerah aliran sungai Barito dan sekitarnya dan Bahasa Ot Danum yang
digunakan oleh suku Dayak Ot Danum di hulu sungai Kahayan dan sungai Kapuas.
PEREKONOMIAN
Potensi perikanan di Kalimantan Tengah sangat besar, khususnya perikanan air
tawar. Hal itu dikarenakan luasnya wilayah perairan tawar seperti sungai, danau dan
rawa di Kalimantan Tengah. Potensi laut Kalimantan Tengah 94.500 km2 dengan
panjang garis pantai ± 750 km memiliki berbagai jenis ikan pelagis, udang, rajungan,
dan lainnya. Pantai laut di selatan Kalimantan Tengah merangkai 7 (tujuh)
kabupaten; yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur,
Kabupaten Kapuas, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan,
dan Kabupaten Pulang Pisau, dengan panjang garis pantai ± 750 km. Sedangkan
perairan umum dengan luas ± 2.29 juta Ha dengan potensi sumberdaya ikannya yang
cukup besar perlu pengelolaan dan pemanfaatan secara baik.
Produksi perikanan tangkap tahun 2013 sebesar 101.891,8 ton meningkat
sebesar 7,31 % dibandingkan produksi perikanan tangkap tahun 2012 sebesar
94.954,1 ton. Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) Tangkap adalah sebanyak
21.770 RTP yang terdiri dari 5.340 RTP Perikanan Laut dan 16.430 RTP Perikanan
Darat. Jumlah produksi perikanan budidaya pada tahun 2013 sebesar 53.519,43 ton
mengalami peningkatan sebesar 20,70 % dari produksi tahun 2012 sebesar 42.441,28
ton dengan luas lahan budidaya seluas 6.960,8 Ha. Jumlah Rumah Tangga Perikanan
(RTP) Budidaya pada tahun 2013 sebanyak 20.312 RTP.
Pengembangan usaha pengolahan perikanan skala kecil dilakukan melalui
peningkatan sarana dan prasarana pengolahan kepada Kelompok Pengolah dan
Pemasar (POKLAHSAR). Pada tahun 2013, jumlah produksi olahan hasil perikanan
sebesar 6.149,9 ton meningkat sebesar 0,73 % dari total produksi tahun 2012 sebesar
6.104,8 ton. Tingkat Konsumsi Ikan di Kalimantan Tengah cukup tinggi yaitu 46,03
kg/kapita/tahun, lebih besar daripada Tingkat Konsumsi Ikan Nasional sebesar 35,62
kg/kapita/tahun. Jumlah Unit Pengolahan di Kalimantan Tengah sebanyak 2.837 UPI
sedangkan Unit Pemasaran sebanyak 7.994 UPI.
PERTAMBANGAN
Sebagian besar penduduk di wilayah Katingan, Khususnya Kecamatan Katingan
Tengah bermata pencaharian sebagai petani dan penambang. Hasil tambang utama
yang diperoleh adalah emas dan puya (pasir zirkon) yang berwarna merah.
Masyarakat dalam melakukan penambangan masih bersifat tradisional sehingga hasil
yang diperoleh tidak optimal.
TRANSPORTASI
Bandar udara Tjilik Riwut Palangka Raya melayani penerbangan dari dan ke
Surabaya dan Jakarta direct, menggunakan pesawat jet jenis Boeing 737-200, 737-
300 dan 737-400. Penerbangan ini dilayani oleh 4 maskapai, yaitu: Garuda
Indonesia, Citilink, Lion Air, Batik Air, dan Wings Air. Bandar udara kesayangan
masyarakat Palangka Raya ini memiliki pcn 29 fczu, bisa dilintasi dengan mobil
maupun taksi.
SENI DAN BUDAYA
Arsitektur Rumah Betang (Huma Betang) di Tumbang Anoi merupakan rumah
panjang hunian komunal masyarakat suku Dayak Ot Danum di perhuluan sungai
Kahayan. Arsitektur Rumah Baanjung tipe Rumah Balai Bini di Kumai, yang
merupakan hunian keluarga inti dalam rumah sendiri-sendiri pada masyarakat pesisir
Kalimantan Tengah. Perpaduan Rumah Betang dengan Rumah Baanjung
menghasilkan Rumah Betang Ba'anjung (Humna Gantung) di Desa Buntoi.
Seni musik yang dikenal di daerah ini antara lain:
 Chordophone
 Kacapi
 Rebab
 Sampe
 Idiophone
 Berbagai jenis Gong
 Kangkanung
 Membranophone
 Berbagai jenis Kendang (Gandang)
 Katambung
Seni vokal yang populer di wilayah ini adalah:
 Karungut
 Kandan
 Mansana
 Kalalai Lalai
 Ngendau
 Natum
 Dodoi
 Marung
Jenis-jenis tarian yang terdapat di daerah ini antara lain:
 Tari Hugo dan Huda
 Tari Putri Malawen
 Tari Tuntung Tulus dari Barito Timur
 Tari Giring-giring
 Tari Manasai
 Tari Balian Bawo
 Tari Balian Dadas
 Manganjan
 Tari Kanjan Halu
 Tari Deder
 Tari Mandau
 Tari Kinyah
Seni kriya yang berkembang di wilayah ini adalah:
 Seni pahat patung Sapundu
 Seni lukis
 Rajah
 Anyaman
 Seni dari bahan Getah Nyatu
 Topeng Sababuka
Upacara adat
 Wadian
 Upacara Tiwah (upacara memindahkan tulang belulang keluarga yang telah
meninggal)
 Wara (upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
 Balian (upacara pengobatan)
 Potong Pantan (upacara peresmian atau penyambutan tamu kehormatan)
 Mapalas (upacara membuang sial atau membersihkan diri dari malapetaka)
 Ijambe (upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
Pakaian pengantin
Busana Pengantin Dayak
Busana pengantin pria Dayak Kalimantan Tengah memakai celana panjang
sampai lutut, selempit perak atau tali pinggang dan tutup kepala. Perhiasan yang
dipakai adalah inuk atau kalung panjang, cekoang atau kalung pendek dan kalung
yang terbuat dari gigi binatang. Pengantin wanita memakai kain berupa rok pendek,
rompi, ikat kepala dengan hiasan bulu enggang gading, kalung dan subang.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1) Kalimantan merupakan pulau yang pada umumnya pegunungannya sudah tidak aktif
lagi. Hal ini dikarenakan subduksi yang menghasilkan gunung-gunung api sudah
padam.
2) Dari segi geomorfologinya, Kalimantan dapat dibagi ke dalam beberapa zona
berdasarkan strukturnya,yakni zona barat laut -barat dan zona sentral, zona-zona
tenggara, serta zona timur laut dan utara.Rangkaian pegunungan Meratus-Samarinda
terbagi menjadi dua cabang yaitu arah barat dan timur.
3) Kelompok penyusun tanah yang terdapat di Kalimantan ialah tanah tropept, histosol,
alfisol, rendol, entisol, hydraquents, aluvial.
4) Berdasarkan klasifikasi menuut Oldeman, Kalimantan termasuk ke dalam lima zona
agroklimat. pola iklim Kalimantan secara umum bercirikan curah hujanyang tinggi,
periode kemarau yang pendek sepanjang tahun. Daerah paling basah berada pada
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
5) Keadaan hidrologis Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh tiga sungai besar Mahakam,
Kapuas dan Barito. Pengaruh adanya daerah rawa juga berperan dalam menyimpan
air.
DAFTAR PUSTAKA

Buranda, J.P. 2011. Geologi Indonesia. Malang: UM Press.

Herlambang, Sudarno. 2012. Garis Besar Geomorfologi Indonesia. Malang: UM Press.

Djodjo S, dkk, 1985, Geografi Regional Indonesia, Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Universitas terbuka

Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan.


Kementerian LingkunganHidup, Deputi Tata Lingkungan. Jakarta. Indonesia.

Monroe, Marianne. 2014. Geologi Regional Kalimantan. (Online),


(https://www.scribd.com/doc/243333694/238387317-Geologi-Regional-
Kalimantan-pdf. Diakses pada 22 Februari 2018)

Mujiono, Eko. 2010. BAB II Geologi Regional. (Online).


(http://digilib.unila.ac.id/7394/15/15%20%20BAB%20II.%20GEOLOGI%20REGI
ONAL.pdf. Diakses pada 22 Februari 2018)

NN. 2015. Mitos Tiada Gempa di Kalimantan. (Online),


(http://geomagz.geologi.esdm.go.id/mitos-tiada-gempa-di-kalimantan/, diakses 8
Maret 2018)

NN. 2015. Amankah Pulau Kalimatan dari Gempa??. (Online),


(http://www.tukangbatu.com/2015/12/amankah-pulau-kalimatan-dari-gempa.html.,
diakses 8 Maret 2018)

Putra,Hilmi Zaenal. 2015. Geologi Indonesia Kalimantan, Sejarah, Potensi. (Online),


(http://mochhim23.blogspot.co.id/2015/04/geologi-indonesia-kalimantan-
sejarah.html, diakses pada 8 Maret 201)

Anda mungkin juga menyukai