Anda di halaman 1dari 9

LOMBA ESAI NASIONAL CONE 2020

ANALISIS HUBUNGAN MATEMATIKA DAN AL QUR’AN

Disusun Oleh:

Muhammad Rofid Azzuhdi

21110120130054

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

TAHUN 2020

1
Pendahuluan

Ilmu merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Banyak ayat-
ayat Alquran dan hadits Nabi yang menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu.
Dalam QS. Al-Alaq ayat 1 Allah telah berfirman yang artinya: “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”. Ayat tersebut memerintahkan
kepada setiap umat manusia untuk membaca sebagai wahyu pertama yang
diterima oleh Nabi Muhammad saw. Dalam QS. Al-Ghasiyah ayat 17-30 juga
dijelaskan bahwa: “Tidakkah mereka perhatikan bagaimana unta diciptakan,
langit ditinggikan, gunung ditegakkan dan bumi dihamparkan”. Ayat-ayat
tersebut jika diresapi maknanya secara mendalam, sebenarnya juga merupakan
perintah dan anjuran menggali ilmu pengetahuan seluas-luasnya dengan
melakukan riset terhadap alam semesta. Berikut adalah beberapa konsep
matematika dalam Al Qur’an:

Bilangan dalam Al Qur’an

Al-Qur’an ternyata juga berbicara tentang bilangan. Bilangan dalam Al


Qur’an meliputi bilangan kardinal, bilangan ordinal, bilangan cacah, bilangan
bulat dan pecahan. Bilangan kardinal secara sederhana dapat diartikan sebagai
bilangan yang menyatakan hasil dari membilang, contohnya 1, 2, 3, 4, dan 5.
Bilangan ordinal secara sederhana dapat diartikan sebagai bilangan yang
menyatakan urutan, contohnya pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima.

Dalam QS. Al-Fajr ayat 2-3 Allah berfirman yang artinya: “Dan malam
yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil.” Malam yang sepuluh itu ialah
malam sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan dan ada pula yang mengatakan
sepuluh yang pertama dari bulan Muharram, termasuk di dalamnya hari Asyura.
Ada pula yang mengatakan bahwa malam sepuluh itu ialah sepuluh malam
pertama bulan Zulhijah. Sepuluh malam terakhir pada ayat di atas menunjukkan
bilangan-bilangan pada matematika khususnya bilangan cacah yaitu bilangan
yang terdiri dari nol dan bilangan asli.

2
Sedangkan untuk bilangan bulat dijelaskan Allah dalam QS. Al-Isra ayat
12. Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami
hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu
mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-
tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”
Tanda malam dan tanda siang menunjukkan tanda positif dan tanda negatif pada
garis bilangan. Bilangan bulat merupakan bilangan yang terdiri bilangan negatif,
nol, dan positif. Jika ada sebuah bilangan bulat positif 2 diberi tanda negatif, maka
akan menjadi bilangan negatif -2, dan sebaliknya, jika negatif dihilangkan maka
akan kembali menjadi bilangan bulat positif. Begitulah keadaan siang dan malam,
selalu bergantian.

Bilangan pecahan adalah bilangan yang dinyatakan dalam bentuk a/b, b


tidak nol dan b bukan pembagi dari a, contohnya ½, ¼, ¾. Dalam QS. An-Nisa
ayat 11-12 Allah berfirman yang artinya: “[11]. Allah mensyari'atkan bagimu
tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh
separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam
dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana. [12]. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-
isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu

3
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka
para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutanghutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-
saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”

Allah sudah mensyariatkan kepada manusia akan pembagian harta waris


(faraidh) menggunakan konsep matematika yaitu pecahan. Masalah faraidh
adalah masalah yang berkenaan dengan pengaturan dan pembagian harta warisan
bagi ahli waris menurut bagian yang ditentukan dalam Alquran. Untuk dapat
memahami dan dapat melaksanakan masalah faraidh tersebut dengan baik, maka
harus memahami terlebih dahulu konsep matematika yang berkaitan dengan
bilangan pecahan, pecahan senilai, konsep keterbagian, faktor persekutuan
terbesar (FPB), kelipatan persekutuan terkecil (KPK), dan konsep pengukuran
yang meliputi volume, luas, dan berat sehingga akan memudahkan memahami
masalah faraidh.

Operasi Bilangan dalam Al Qur’an

Perhatikan firman Allah dalam QS. Al Kahfi ayat 25, yang artinya: “Dan
mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun
(lagi).” dan dalam QS. Al Ankabuut ayat 14, yang artinya: “Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka
seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan
mereka adalah orang-orang yang zalim.” Pada ayat pertama, untuk menyebut
309, Al Qur’an menggunakan 300 + 9 dan pada ayat kedua, untuk menyebut 950,

4
Al Qur’an menggunakan 1000 - 50. Dua ayat 4 tersebut menunjukkan bahwa Al
Qur’an berbicara tentang operasi penjumlahan dan operasi pengurangan.

Al Qur’an tidak hanya berbicara tentang operasi penjumlahan dan


pengurangan, tetapi juga tentang operasi perkalian dan pembagian. Penyebutan
bilangan pecahan dalam Al Qur’an secara tidak langsung telah berbicara tentang
operasi pembagian. Operasi perkalian dapat ditemukan pada QS Al-An’am ayat 6,
yang artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat
maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,
sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”. Dalam ayat tersebut
sebenarnya memuat operasi perkalian, yang dapat dinyatakan sebagai berikut.
Pahala kebaikan = 10 x amal kebaikan, dan pahala kejelekan = 1 x amal
kejelekan.

Himpunan dalam Al Qur’an

Ayat-ayat Al Qur’an yang menggambarkan tentang himpunan dapat


ditemukan pada QS. Al-An’am ayat 128 dan QS. Al-Waqi’ah ayat 7- 10. Dalam
QS. Al-An’am ayat 128, Allah berfirman yang artinya: “Dan (ingatlah) hari
diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): "Hai
golongan jin, Sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia", lalu
berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia: "Ya Tuhan kami,
sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat kesenangan dari
sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau
tentukan bagi kami". Allah berfirman: "Neraka itulah tempat diam kamu, sedang
kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)".
Sesungguhnya Tuhanmu maha bijaksana lagi maha mengetahui.”

Diagram Venn yang digambarkan dalam ayat di atas adalah dua himpunan
yang lepas karena tidak memiliki irisan (). Kedua himpunan tersebut masuk
pada hal makhluk yang diciptakan Allah yaitu golongan jin (makhluk gaib) dan
golongan manusia.

5
S = makhluk ciptaan Allah A = golongan jin
B = golongan manusia

Selanjutnya, adalah QS. Al-Waqi’ah ayat 7-10. Allah berfirman yang


artinya: “Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah
mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya
golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu.” Diagram Venn
yang digambarkan dalam ayat di atas adalah A (golongan Nabi dan umatnya yang
beriman) merupakan subhimpunan dari B (golongan kanan), maka gabungan A
dan B merupakan himpunan B yaitu golongan kanan. Dalam matematika
dituliskan sebagai A  B, maka AB = B.

U = Manusia
A = Nabi dan umatnya yang beriman
B = Golongan kanan

Lingkaran dalam Al Qur’an

Dalam QS. Al Hajj ayat 29 Allah SWT berfirman yang artinya :


“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan
mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan
hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah).” Ayat di atas menjelaskan kepada manusia tentang hubungan thawaf
dengan Ka’bah. Thawaf merupakan salah satu rukun haji yaitu mengelilingi
Ka’bah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa thawaf adalah berjalan keliling
yang membentuk lingkaran dan dilakukan sebanyak tujuh kali. Di dalam rumus
luas atau keliling lingkaran selalu digunakan satuan ukur yang disebut phi yang
besarnya 22/7 = 3,14. Angka 22 dan 7 memiliki korelasi dengan ibadah haji dan
rukun thawaf. Surat yang artinya haji adalah surat ke 22 yaitu Al-Hajj. Thawaf
membentuk lingkaran sebanyak tujuh kali. Ini merupakan kombinasi angka 22
dan 7 yang sama dengan phi lingkaran.

Logika Matematika dalam Alqur’an

6
Logika matematika adalah cabang logika dan matematika yang
mengandung kajian logika matematis dan aplikasi kajian ini pada bidang-bidang
lain di luar matematika. Misalkan p dan q adalah pernyataan. Suatu implikasi
(pernyataan bersyarat) adalah suatu pernyataan majemuk dengan bentuk “jika p
maka q”, dilambangkan dengan  p --> q. Pernyataan p disebut hipotesis (ada juga
yang menamakan anteseden) dari implikasi. Adapun pernyataan q
disebut konklusi (atau kesimpulan, dan ada juga yang menamakan konsekuen).
Implikasi bernilai salah hanya jika hipotesis p bernilai benar dan konklusi q
bernilai salah; untuk kasus lainnya adalah benar.

Sekarang, perhatikan QS. al-Fatihah ayat 6-7, yang artinya:


“Tunjukkan kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat.” Ayat tersebut dapat kita tuliskan dalam suatu
pernyataan implikasi seperti berikut:

Pertama: “Jika berada pada jalan yang lurus maka Allah swt memberi
nikmat”. Pernyataan tersebut bernilai benar (B). Pernyataan ini terjadi dalam
realitas. Selama ini telah mengakui, meyakini, dan merasakan kenikmatan Allah.
Banyak kejadian-kejadian yang telah menunjukkan pernyataan tersebut. Kedua:
“Jika berada pada jalan yang lurus maka Allah swt tidak memberi nikmat”
Pernyataan ini bernilai salah (S), karena Allah selalu memenuhi janji-Nya yaitu
bila kita melaksanakan semua ajaran-Nya maka kita akan mendapat balasan
berupa kenikmatan.

Ketiga: “Jika tidak berada pada jalan yang lurus maka Allah swt memberi
nikmat” Pernyataan ini dapat bernilai benar (B), dan ini terjadi dalam realitas.
Saat ini kita masih dapat melihat dengan nyata bahwa banyak orang-orang non-
muslim yang memiliki segudang kekayaan harta. Mereka masih diberi kenikmatan
duniawi oleh Allah. Keempat: “Jika tidak berada pada jalan yang lurus maka
Allah swt tidak memberi nikmat“ Pernyataan ini bernilai benar (B). Pernyataan ini
merupakan peringataan bagi kita seperti yang ditunjukkan dalam ayat-ayat Al

7
Qur’an yang menerangkan adzab dan siksaan Allah swt terhadap orang-orang
yang tidak bertaqwa kepada-Nya.

Konsep Ortogonalitas dalam Al Qur’an

Orthogonal mengandung arti tegak lurus. Keterkaitan konsep ini dengan


Al-Quran salah satunya terletak pada konsep “hablumminallah hablumminannas”
yang bermakna hubungan manusia dengan Allah swt (hablumminallah) dan
hubungan manusia dengan manusia yang lain (hablumminannas). Berdasarkan
sudut pandang matematika, konsep ortogonalitas diartikan dua vector dikatakan
orthogonal jika hasil kali dalam kedua vector tersebut sama dengan nol. Secara
geometri konsep orthogonal khususnya pada dimensi-2 digambarkan melalui dua
vector yang saling tegak lurus. Seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Berdasarkan gambar di samping,


garis lurus secara horizontal
menunjukkan kedudukan manusia
di hadapan Allah swt sama,
sehingga dalam menjalani
kehidupan di dunia perlu menjalin
hubungan yang harmonis diantara sesama manusia. Sedangkan garis lurus secara
secara vertical ke atas menunjukkan tujuan hidup dari manusia di muka bumi ini
tidak lain adalah beribadah kepada Allah SWT.

Kesimpulan

Alquran dan sunnah dalam pengembangan ilmu diposisikan sebagai


sumber ayat-ayat qawliyyah sedangkan hasil observasi, eksperimen, dan penalaran
logis diposisikan sebagai sumber ayat-ayat kauniyyah. Dengan posisinya seperti
ini, maka berbagai cabang ilmu pengetahuan selalu dapat dicari sumbernya dari
Alquran dan sunnah yang mana menunjukan sinergi dan keterkaitan antara ilmu
pengetahuan dengan agama. Dalam Al Qur’an, misalnya disebutkan bahwa langit
yang diciptakan Allah berjumlah tujuh. Penciptaan tujuh langit ini kalau
dikolerasikan dengan peristiwa-peristiwa besar kenabian seperti turunnya wahyu
dan isra’ mi’raj, ternyata memiliki rahasia matematis. Tidak hanya itu, masih

8
banyak rahasia matematika lainnya yang tidak dapat dijelaskan semua dalam
tulisan ini sehingga penulis hanya mengungkapkan beberapa konsep matematika
dalam Islam yang berkaitan dengan Al Qur’an.

Daftar Pustaka
Abdussakir. (2014). Matematika dalam Al Qur'an. Malang: UIN Maliki Press.

Abdussakir, M. (2005). Matematika dan Al Qur'an. Seminar Integrasi Matematika, Al


Qur’an dan Kehidupan Sosial (pp. 1-15). Malang: TOPDAM V/Brawijaya.

Huda, M. (2017). Mengenal Matematika dalam Perspektif Islam. Jurnal Kajian Keislaman
dan Kemasyarakatan, 183-199.

Irawan. (2005). Nilai-nilai Logika Matematika dalam Al-Qur’an. Saintika, 3-4.

Novitasari, C. D. (2019). Analisis Sarang Lebah Madu dalam Geometri Matematika.


Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, 146-158.

Nursupiamin. (2014). Struktur Matematika dalam Al Qur'an (Telaah Buku Karya


Abdussakir). al-Khwarizmi, 69-84.

Suparman, D. (2013). Hitungan (Matematika) dalam Perspektif Al Qur'an. Jurnal Istek, 2-


7.

Anda mungkin juga menyukai