Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

PENGGUNAAN ILMU KIMIA DAN TAFSIR DALAM


MEMAHAMI AYAT-AYAT AL-QURAN TENTANG KIMIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Al-Quran

Dosen Pengampu:
Dr. Miswari M.Ag.

Disusun Oleh:
Muhammad Faqih Firman (2108056049)
Nahar Ayu Muthmainnah (2108056050)
Layla Asyrotun Ni’mah (2108056062)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2022

i
ii
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur
kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Penggunaan Ilmu Kimia dan Tafsir dalam Memahami
Ayat-ayat Al-Quran tentang Kimia” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa selawat serta
salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah mengantar
umatnya dari zaman kebodohan sampai pada zaman terangnya kebenaran dan ilmu
pengetahuan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Ibu Dr. Miswari, M. Ag. pada mata kuliah Studi Al-Quran. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Penggunaan Ilmu Kimia dan Tafsir dalam Memahami Ayat-ayat Al-Quran
tentang Kimia” mata kuliah Studi Al-Quran ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca
Semarang, 05 November 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam merupakan agama yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi
dalam hal pengkajian berbagai ilmu pengetahuan. Al-Quran merupakan sumber
ilmu pengetahuan, fakta ilmiah dalam Al-Quran telah terbukti kebenarannya yang
banyak ditemukan oleh para ilmuwan. Para ilmuwan telah berhasil membuktikan
kebenaran itu melalui sejumlah eksperimen penelitian ilmiah. “Al-Quran is
always one step ahead of science” Al-Quran selalu selangkah di depan penemuan-
penemuan sains modern masa kini. Setiap kali ada penemuan hebat pada setiap
abad, ternyata Al-Quran sudah menjelaskannya terlebih dahulu. Di dalam Al-
Quran banyak berisi tentang ayat-ayat mutasyabihat yang menjelaskan tentang
sains, baik yang tersurat secara jelas maupun yang tersamar di dalamnya.
Al-Quran merupakan Kitab Suci umat Islam yang keautentikannya tidak
diragukan lagi, baik dari segi asbab an-Nuzul Al-Quran, riwayat, ayat-ayat,
maupun tata bahasa dan maknanya (Qardhawi, 1997). Oleh karena itu, umat Islam
menjadikannya sumber utama dalam mempelajari, memahami, dan menjalankan
ajaran syariat Islam. Selain itu, Al-Quran juga menempati posisi sentral, bukan
saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
merupakan inspirator, pemandu, dan pemadu gerakan umat Islam sepanjang lima
belas abad (Hanafi 1989).
Kimia adalah cabang ilmu sains yang khusus mengkaji materi. Sebagai
bagian dari sains, kimia dan pembelajarannya dapat dipandang sebagai produk,
proses ilmiah, dan sikap ilmiah (Yoranda Meinita Dwi Putri dkk:1). Kimia
sebagai produk berarti kajiannya berkaitan dengan hukum dan teori yang telah
dikaji oleh para ilmuwan. Kimia sebagai proses berarti dalam mendapatkan ilmu
kimia dibutuhkan kerja ilmiah untuk mengkaji obyeknya. Kimia sebagai sikap

1
berarti dalam belajar kimia seseorang dapat memupuk karakter pribadinya melalui
pendekatan inkuiri. Dengan adanya karakteristik kimia sebagai sikap, nilai-nilai
karakter pendidikan Islam dapat diintegrasikan pada proses pembelajarannya.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas mengenai ayat-ayat
Al-Quran tentang kimia. Dengan harapan pembaca dapat menambah wawasan
khususnya mengenai ayat-ayat Al-Quran tentang kimia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari kimia?
2. Apa penjelasan atau tafsir ayat-ayat Al-Quran tentang kimia?
3. Apa saja hikmah dari mengetahui ayat-ayat Al-Quran tentang kimia?

1.3 Tujuan Penulisan


Sebagaimana yang terdapat dalam rumusan masalah maka tujuan dari
penulisannya ini adalah:
1. Mengetahui arti atau pengertian dari kimia.
2. Menjelaskan tafsir ayat-ayat Al-Quran tentang kimia
3. Memahami hikmah dari mengetahui ayat-ayat Al-Quran tentang kimia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kimia


Pengertian dan definisi kimia tentu beragam dan terdapat banyak pendapat. Arti
kata kimia bersumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, arti dan
definisi kimia adalah ilmu tentang susunan, sifat, dan reaksi suatu unsur atau zat.
Pengertian ilmu kimia menurut para ahli kimia adalah dari Bahasa Arab yaitu ‫كيمياء‬,
(kimiya) yang artinya benda/zat. Ada juga kimia dalam bahasa Yunani yaitu
khemeia yang artinya adalah ilmu yang mempelajari mengenai komposisi, struktur,
dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau
transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan
sehari-hari.

2.2 Penjelasan Atau Tafsir Ayat-Ayat Tentang Kimia


2.2.1. Surat Fathir Ayat 12

‫اجۗ َوِم ْن ُك ٍّل تَْأ ُكلُ ْو َن‬ ِ


ٌ ‫ات َسۤإىِ ٌغ َشَرابُهٗ َوهٰ َذا م ْل ٌح اُ َج‬
ِ
ٌ ‫َوَما يَ ْستَ ِوى الْبَ ْحرٰ ۖن ٰه َذا َع ْذ‬
ٌ ‫ب ُفَر‬
‫ضلِهٖ َولَ َعلَّ ُك ْم‬
ْ َ‫اخَر لِتَْبَتغُ ْوا ِم ْن ف‬
ِ ‫ك فِي ِه مو‬ ِ ِ ِ
َ َ ْ َ ‫حَلْ ًما طَريًّا َّوتَ ْستَ ْخر ُج ْو َن ح ْليَةً َت ْلبَ ُس ْوَن َها ۚ َوَتَرى الْ ُف ْل‬
‫تَ ْش ُكُرْو َن‬
Artinya:
“Dan tidak sama (antara) dua lautan; yang ini tawar, segar, sedap
diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari (masing-masing lautan)
itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat
mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai, dan di sana kamu melihat
kapal-kapal berlayar membelah laut agar kamu dapat mencari karunia-
Nya dan agar kamu bersyukur.”
3
Tafsir Jalalain
ِ
‫ات‬ ٌ ‫َوَما يَ ْستَ ِوى الْبَ ْحرٰ ۖن ٰه َذا َع ْذ‬
ٌ ‫ب ُف َر‬ (Dan tiada sama antara dua laut;

yang ini tawar, segar) sangat tawar, ٗ‫( َس إۤىِ ٌغ رَش َ ابُه‬sedap diminum) sedap
ۗ‫اج‬ ِ
rasanya, ٌ ‫( َو ٰه َذا م ْل ٌح اُ َج‬dan yang lain asin lagi pahit) karena terlalu asin.
‫( َوِم ْن ُك ٍّل‬Dan dari masing-masing) kedua laut itu ‫( تَْأ ُكلُ ْو َن حَلْ ًم ا طَ ِريًّا‬kalian

dapat memakan daging yang segara) yaitu ikan ‫( َّوتَ ْس تَ ْخ ِر ُج ْو َن‬dan kalian
dapat mengeluarkan) dari laut yang asin, menurut pendapat lain dari laut

yang tawar juga, ‫( ِح ْليَ ةً َتْلبَ ُس ْونَ َها‬perhiasan yang dapat kalian

memakainya) yaitu berupa mutiara atau batu Marjan, ‫( َوَت َرى‬dan kamu
ِ
lihat) kamu dapat menyaksiskan, َ ‫( الْ ُف ْل‬bahtera) perahu, ‫( فْي ِه‬padanya)
‫ك‬
yakni pada masing-masing dari keduanya, ‫اخر‬ ِ
َ ‫( َم َو‬dapat berlayar) dapat
membelah airnya karena dapat dapat melaju di atasnya; baik maju

maupun mundur hanya dengan satu arah angin, ‫( لِتَْبَتغُ ْوا‬supaya kalian

dapat mencari) berupaya mencari, ٖ ‫( ِم ْن فَضْ هِل‬karunia-Nya) karunia Allah


SWT. melalui berniaga dengan memakai jalan laut, ‫( َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكُرْو َن‬dan
supaya kalian bersyukur) kepada Allah atas hal tersebut.1

Tafsir Kementerian Agama RI


1
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Asbabun Nuzul Ayat
Surat Al-Kahfi s.d. An-Nas, Jilid 2 (Bandung: Sinar Baru Algensindo 2016) hal. 571
4
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa ada dua keistimewaan
air, masing-masing mempunyai kegunaan sendiri-sendiri. Keduanya
dapat menjadi tempat berkembang baik ikan yang lezat cita rasanya. Air
tawar di sungai-sungai yang mengalir melalui desa-desa dan kota-kota
besar, sedap diminum, menghilangkan dahaga, menyuburkan tanah, dan
menumbuhkan rumput-rumputan, tanam-tanaman, dan pohon-pohonan.
Perahu-perahu dapat berlayar di atasnya untuk membawa keperluan
hidup dari satu tempat ke tempat lain.
Sedangkan air asin, di dalamnya terdapat mutiara dan karang
laut yang dapat dijadikan perhiasan, dan menjadi tempat berlayarnya
kapal-kapal besar membawa hasil bumi dan tambang dari satu tempat ke
tempat-tempat lain baik di daerah sendiri maupun ke luar negeri sebagai
barang ekspor atau mendatangkannya dari luar negeri sebagai barang
impor, yang tidak dapat dijangkau oleh perahu-perahu kecil, sebagai
barang dagangan untuk mencari karunia Allah.
Pada akhir ayat ini dijelaskan bahwa kekuasaan Allah dapat
menundukkan air tawar dan air asin sehingga bisa dipergunakan
menurut fungsinya masing-masing. Hal demikian itu bertujuan agar
manusia bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan Allah
kepadanya itu.
Menurut para saintis, air nikmat diminum dan terasa segar
apabila mengandung hanya sedikit garam terlarut, sedangkan rasa asin
dan pahit air laut disebabkan oleh tingginya kandungan garam yang
terlarut di dalamnya. Ukuran kandungan garam di dalam air biasa
dinyatakan dengan keragaman atau salinitas yang satuannya adalah
gram garam per kg air, atau karena BD air = 1, dalam gram/liter.
Empat belas abad yang lalu, ketika ilmu kimia praktis belum
ada, ayat ini telah menyatakan bahwa salinitas air laut berbeda-beda.

5
Kenyataan ini terbukti kini bahwa apa yang dinyatakan dalam ayat ini
benar adanya. Hasil pengukuran di seluruh dunia memperlihatkan
bahwa salinitas rata-rata air laut adalah sebesar 34,72 gram/l.
Tetapi salinitas rata-rata ketiga samudra besar memiliki
perbedaan: 34, 90 untuk Samudra Atlantik, 34,76 untuk Samudra Hindia
dan 34,62 untuk Samudra Pasifik. Salinitas air di lautan terbuka
umumnya bervariasi antara 33 sampai 37 gram/l. Salinitas tertinggi di
laut terbuka dijumpai di Laut Merah (sekitar 41 gram/l), sedangkan
salinitas terendah dijumpai di Teluk Bothnia dan Laut Baltik (Masing-
masing sekitar 10 dan 20 gram/l).2

Tafsir Al-Mishbah
Di sini dipaparkan bukti lain yang menunjukkan pengaturan
Allah yang sangat teliti sekaligus membuktikan kuasa-Nya
membangkitkan manusia. Ayat di atas menyatakan: Dan di antara bukti
Kuasa Allah adalah penciptaan dua laut yakni sungai dan laut. Tidak
sama antara dua laut yang ini yakni air sungai tawar, segar, sangat sedap
diminum dan yang ini yakni laut asin lagi pahit. Kendati keduanya
berdampingan dan dari masing-masing laut dan sungai itu kamu dapat
memakan daging yang segar dari binatang yang hidup di sana walau di
air asin itu dan di samping makanan tersebut, kamu juga dapat secara
bersungguh-sungguh mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu
memakainya seperti mutiara dan Marjan, dan pada masing-masing laut
dan sungai itu kamu dapat senantiasa melihat kapal berlayar membelah
lautan dengan cepat supaya kamu dengan kemudahan-kemudahan yang
dianugerahkan Allah itu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu
bersyukur.

2
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya Cahaya 2011), hal. 145
6
Kata (‫ات‬
ٌ ‫ ) ُف ر‬furat terambil dari kata farata yang berarti
َ
menundukkan dan mengalahkan. Bila kata tersebut menyifati air, maka
ia diartikan air yang sangat tawar, sehingga kehausan peminumnya
ditundukkan dan dikalahkan oleh segar dan tawarnya air itu.

Kata (‫ب‬
ٌ ‫‘ ) َع ْذ‬adzb jika menyifati air, maka ia adalah yang sangat
segar dan terasa nyaman di minum. Ayat di atas tidak menggabung kata
‘adzb dan jurat dengan menggunakan kata penghubung dan; demikian

juga ketika melukiskan air laut yang bersifat (ۗ‫اج‬


ٌ ‫اُ َج‬ ‫)ِم ْل ٌح‬ milhun ujaj.

Rujuklah ke QS. Al-Furqan [25]: 53 untuk memahami mengapa


demikian.

Kata (‫ح‬ ِ
ٌ ‫ )م ْل‬milhun berarti asin, sedang (‫اج‬
ٌۗ ‫)اُ َج‬ ujaj ada yang

memahaminya dalam arti panas, atau pahit atau sangat asin. Makna-
makna itu melukiskan betapa air itu tidak nyaman diminum, berbeda
dengan air yang disebut sebelumnya. Sementara ulama menjadikan ayat
ini sebagai penggambaran tentang keadaan seorang mukmin dan kafir.
Memang keduanya adalah manusia, keduanya pun memiliki persamaan
dan manfaat, tetapi yang mukmin memiliki sifat-sifat yang sejalan
dengan jati dirinya sehingga berbahagia dan hidup lagi diterima oleh
siapa pun yang memelihara fitrahnya, berbeda dengan si kafir yang
menyimpang dari fitrahnya.

ُ ‫ ) َّوتَ ْس تَ ْخ ِر‬tastakhrijun terambil dari kata ahkraja yang


Kata (‫ج ْو َن‬

berarti mengeluarkan. Penambahan huruf sin dan ta’ pada kata itu
mengisyaratkan upaya sungguh-sungguh. Ini berarti untuk memperoleh
perhiasan itu dibutuhkan upaya melebihi upaya menangkap ikan, apalagi
ikan-ikan yang mati dan telah mengapung di lautan atau terdampar di
darat. Pendapat ini lebih baik dari pendapat Ibn ‘Asyur yang memahami
7
penambahan tersebut dalam arfi banyak yakni memperoleh dari lautan,
perhiasan yang banyak.

Kata (ً‫ ) ِح ْليَ ة‬hilyah/perhiasan yang dimaksud adalah yang dapat

diperoleh dari laut dan sungai. Dahulu ulama-ulama membatasi


pengertian kata hilyah pada mutiara dan Marjan, lalu menyatakan bahwa
kedua hiasan itu hanya ditemukan di laut. Atas dasar itu mereka
memahami QS. Ar-Rahman [55]: 22 yang menyatakan:

‫خَي ُْر ُج ِمْن ُه َما اللُّْؤ لُُؤ َوالْ َمْر َجا ُ ۚن‬
Artinya:
“Keluar dari keduanya (yakni laut dan sungai) mutiara dan Marjan,”
Dalam arti mengeluarkan dari salah satunya yakni laut. Mereka

menyatakan bahwa kata (‫ ) ِمْن ُه َما‬minhuma/ dari keduanya yang dimaksud

adalah dari salah satunya, yakni laut, atau menyatakan bahwa di laut ada
mata air-mata air yang airnya bercampur dengan keasinan laut dan itulah
yang dimaksud dengan keluarnya mutiara dari sungai. Pendapat ini tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan
manusia. Dahulu ulama dan cendekiawan menduga bahwa mutiara
hanya dapat diperoleh di laut yang asin, tidak di sungai yang tawar.
Memang beberapa jenis tertentu dari mutiara, dihasilkan oleh lautan
yang asin, tetapi jenis lainnya juga ditemukan dalam kerangkerang
sungai yang tawar. Dari itu, selain pencarian mutiara di lautan, kita' juga
mendengar adanya pencarian mutiara air tawar di beberapa negara
seperti Inggris, Skodandia, Cekoslovakia, Jepang dan lain-lain.
Di sisi lain, jika kita berbicara tentang perhiasan, maka dalam
konteks ini, kita bisa memasukkan batu-batu mulia yang dihasilkan oleh
air tawar seperti berlian yang terendap dalam lumpur sungai kering yang
dikenal dengan lumut. Yakut, sejenis safir berwarna biru atau hijau, juga

8
ditemukan di beberapa sungai di Burma, Thailand dan Sri Langka.
Beberapa sungai di Brazil dan Siberia (Rusia) juga mengandung
plorosikat aluminium yang berwarna kuning atau coklat. Circom, batu
muha yang mirip berlian, dengan berbagai jenisnya, dipeijeleh dari
sungai-sungai berair tawar. Di antara batu semi mulia yang ada di air
tawar dan sering juga digunakan sebagai perhiasan adalah topaz.
Demikian ayat di atas mengisyaratkan sekian banyak hiasan itu, sebagai
anugerah nikmat Allah swt.

Al-Biqa'i memahami dari kalimat (‫ْوَن َها‬ ‫) ِح ْليَ ةً َتْلبَ ُس‬ hilyatan

talbasunaha/perhiasan yang dapat kamu memakainya dan yang


menggunakan bentuk redaksi maskulin (ditujukan kepada pria) padahal
menurutnya perhiasan itu dipakai oleh para wanita, sebagai isyarat
tentang kesatuan pria dan wanita, dan bahwa mereka adalah bagian dari
pria (sebagaimana pria bagian dari wanita). Dari sini kalaupun wanita
yang memakainya, maka itu karena makna kesatuan tersebut adalah
bagaikan pria yang memakainya. Ibn ‘Asyur memahaminya sebagai
taghlib yakni “penilaian banyak”, walaupun kebanyakan perhiasan
dipakai oleh wanita kecuali cincin dan hiasan pedang. Demikian
tulisnya. Bahkan cincin pun lebih banyak dipakai oleh wanita, walau
memang banyak lelaki yang memakainya. Agaknya pendapat al-Biqa‘i
di atas lebih tepat dari pendapat Ibn ‘Asyur itu. Atau dapat juga
dikatakan bahwa karena pada umumnya lelaki yang mengusahakan
perolehan perhiasan itu baik dengan mencari bahan mentahnya, maupun
dengan mengolah atau membelinya maka redaksi ayat ini ditujukan
kepada lelaki. Demikian kesan penulis.
Penggalan ayat ini juga menunjukkan betapa kuasa Allah swt.
Dia menciptakan batu-batu dan mutiara yang demikian kuat serta sangat
jernih, di satu areal yang sangat lunak yang bercampur dengan aneka
9
ِ ‫ )مو‬mawakhir terambil dari kata al-makhr
sampah dan kotoran. Kata (‫اخر‬ َ َ َ
yaitu pelayaran bahtera membelah laut ke kiri dan ke kanan menghadapi
angin.

Kata (‫ ) َت رى‬tara/ engkau lihat ditujukan kepada siapa pun yang


َ
dapat melihat dengan pandangan mata dan atau nalar. Penggunaan kata
ini dimaksudkan sebagai anjuran untuk melihat dan merenung betapa
indah serta mengagumkan obyek tersebut. Redaksi melihat apalagi
dalam bentuk pertanyaan, sering kali digunakan Al-Quran untuk maksud
dorongan merenung dan memperhatikan sesuatu yang aneh atau
menakjubkan.

Kalimat (ٖ ‫ )لِتَْبَتغُ ْوا ِم ْن فَ ْض هِل‬li tabtaghu min fadhlihi/supaya kamu

dapat mencari karunia-Nya, dipahami oleh sementara ulamaseperti Ibn


‘Asyur dalam arti terbatas yakni hanya pada perdagangan, sambil
merujuk kepada firman-Nya:
ْ ‫لَي َْس عَلَ ْيمُك ْ ُجنَ ٌاح َا ْن تَبْتَغ ُْوا فَضْ اًل ِّم ْن َّ ِبرّمُك‬
Artinya:
“Tidak ada dosa bagi kamu mencari karunia dari Tuhan kamu (yakni
pada musim haji)” (QS. Al-Baqarah [2]: 198).
Namun demikian, pembatasan ini tanpa satu alasan.
Memahaminya secara umum dalam berbagai aktivitas, dagang atau jasa,
atau apa pun yang halal baik pada musim haji sebagaimana konteks oleh
ayat Al-Baqarah di atas maupun di luar musim itu. Karena tujuan
utamanya adalah membuktikan kehebatan ciptaan Allah, maka yang
didahulukan penyebutannya adalah yang paling jelas dalam hal ini
adalah mengapungnya kapal di atas air, karena itu yang disebut terlebih
dahulu adalah tempat kapal itu mengapung. Walaupun pembelahan laut

10
melalui luncuran kapal juga merupakan bukti, namun itu tidak sejelas
pengapungannya di atas air.3

2.2.2. Surat Al-Furqon Ayat 53

‫اج َو َج َع َل َبْيَن ُه َما َبْرَز ًخا َّو ِح ْجًرا‬


ۚ ٌ ‫ات َّوهٰ َذا ِم ْل ٌح اُ َج‬ ِ
ٌ ‫َوُه َو الَّذ ْي َمَر َج الْبَ ْحَريْ ِن هٰ َذا َع ْذ‬
ٌ ‫ب ُفَر‬

‫حَّمْ ُج ْوًرا‬
Artinya:
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang
ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Dia jadikan
keduanya dinding dan batas yang tidak tembus”.

Tafsir Kementerian Agama RI


Ayat ini berisi tanda kekuasaan Allah yang keempat, yaitu Dia
yang membiarkan dua macam air mengalir berdampingan, yang satu
tawar dan segar, sedangkan yang lain asin dan pahit, seperti yang terjadi
di muara sungai-sungai besar. Namun demikian, walaupun berdekatan
rasa airnya tidak bercampur seolah-olah ada dinding yang membatasi di
antara keduanya, sehingga yang satu tidak merusak rasa yang lainnya.
Walaupun menurut pandangan mata kedua lautan itu bercampur, namun
pada kenyataannya air yang tawar terpisah dari yang asin dengan
kekuasaan Allah seperti dalam firman-Nya:

ۙ‫َمَر َج الْبَ ْحَريْ ِن َي ْلتَ ِقيٰ ِن‬

ۚ‫َبْيَن ُه َما َبْرَز ٌخ اَّل َيْبغِيٰ ِن‬


Artinya:
“Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya
bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh
3
M. Quraish Shibah, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.11 (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) hal. 443-447
11
masing-masing”. (QS. Ar-Rahman [55]: 19-20).

Menurut para ilmuwan, Allah telah menciptakan pemisah air laut


dan sungai, walaupun air sungai terjun dengan derasnya dari tempat
tinggi. Barzakh (pemisah) ini berfungsi menghalangi kedua air untuk
tidak saling menghapus ciri-cirinya. Laut asin dan tawar seolah-olah
sudah ada dinding pembatas di antara keduanya, sehingga tidak
bercampur aduk. Manusia dapat menentukan pilihannya karena baik air
asin maupun tawar ada gunanya.
Pada tahun 1873, para pakar ilmu kelautan Inggris (dengan kapal
Challenger) menemukan perbedaan ciri-ciri laut dari segi kadar garam,
temperatur, jenis ikan/binatang, dan sebagainya. Setiap jenis air
berkelompok dengan sendirinya dalam bentuk tertentu, terpisah dari
jenis air yang lain betapa pun ia mengalir jauh. Air Sungai Amazon yang
mengalir deras ke laut Atlantik sampai batas 200 mil, masih tetap tawar.
Mata air-mata air di Teluk Persia mempunyai ikan-ikan yang khas dan
masing-masing tidak hidup kecuali di lokasinya.
Kedua laut dimaksud adalah lautan yang memenuhi sekitar ¾
bumi ini serta sungai yang ditampung oleh tanah dan yang
memancarkan mata air-mata air serta sungai-sungai besar yang
kemudian mengalir ke lautan. Barzakh (pemisah) adalah penampungan
air yang terdapat di bumi itu dan saluran-saluran bumi yang
menghalangi air laut bercampur dengan air sungai sehingga tidak
mengubahnya menjadi asin.
Keadaan air asin yang merambah atau mengalir dari lautan ke batu-
batuan di dekat pantai, namun ia tidak bercampur dengan air tawar yang
merambah atau mengalir ke laut dari daratan. Posisi aliran sungai yang
lebih tinggi dari permukaan laut, memungkinkan air tawar yang relatif
sedikit menembus air laut yang asin tetapi tidak berbaur total.
12
Tafsir Al-Mishbah
Pada Surat Al-Furqan ayat 53 ini menguraikan tentang
pemisahan sekian ragam air yang merupakan benda yang mudah
bercampur, serta kuasa-Nya menghalangi percampurannya, padahal
semua berada di bumi yang berdampingan satu sama lain. Ayat ini
menurut pengarang tafsir itu menguraikan salah satu nikmat Allah
kepada hamba-hamba-Nya, yaitu keadaan air asin yang merembes atau
mengalir dari lautan ke batu-batuan di dekat pantai, namun ia tidak
bercampur dengan air tawar yang merembes atau mengalir ke laut dari
daratan.
Sementara ulama seperti Sayyid Quthub menyatakan, bahwa
penghalang yang dijadikan Allah itu adalah posisi aliran sungai yang
biasanya lebih tinggi dari permukaan laut, karena itu air sungai yang
tawar itulah yang mengalir ke laut bukan sebaliknya kecuali amat sangat
jarang dan dengan pengaturan yang sangat teliti ini, air laut walaupun
banyak, tidak mengasinkan air sungai yang merupakan sumber air
minum manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sedang air sungai
karena kadarnya sedikit, maka walaupun ia mengalir ke laut yang
banyak airnya itu namun tidak dapat mengubah rasa asin air laut.

Kata ‫( الْبَ ْح َريْ ِن‬al-bahrain) disepakati oleh para ulama dalam arti
laut dan sungai sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Furqan ayat
53 yang menyifati kedua laut itu dengan yang ini tawar lagi segar dan
yang lain lagi asin lagi pahit
Kembali ke ayat di atas, di sana dijelaskan bahwa Allah swt.

telah menciptakan (‫خا‬


ً ‫ ) َب ْرَز‬barzakh (pemisah) yang memelihara ciri
masing-masing air laut dan sungai, sehingga walaupun air sungai terjun

13
dengan derasnya dari tempat tinggi, ciri-ciri tersebut tetap terpelihara
yang tawar tetap tawar dan yang asin pun demikian. Barzakh ini
berfungsi menghalangi kedua air tersebut, sehingga tidak satu pun dari
keduanya yang dapat menghapus sama sekali ciri-cirinya. Bagaimana
yang demikian itu terjadi, dan apa yang dimaksud dengan barzakh
(pemisah) ini?
Muhammad Ibrahim as-Sumaih Guru Besar pada fakultas Sains,
jurusan ilmu kelautan Universitas Qatar dalam penelitian yang
dilakukan di Teluk Oman dan Teluk Persia (1984-1988) melalui sebuah
kapal peneliti, menemukan perbedaan rinci dengan angka-angka dan
gambar-gambar pada kedua teluk tersebut. Penelitiannya menemukan
adanya daerah antara kedua teluk itu yang dinamai Mixed Water Area
atau daerah barzakh (dalam istilah Al-Quran). Hasil penelitiannya juga
menemukan adanya dua tingkat air pada area tersebut. Pertama, tingkat
permukaan yang bersumber dari Teluk Oman, dan kedua, tingkat bawah
yang bersumber dari Teluk Persia. Adapun area yang jauh dari Mixed
Area itu, tingkat air seragam adanya. Garis pemisah atau barzakh yang
memisahkan kedua tingkat pada Mixed Area tersebut, berupa daya tarik
stabil (gravitational stability) yang terdapat pada kedua tingkat tersebut
sehingga menghalangi percampuran dan perbaurannya. Garis pemisah
tersebut terdapat pada kedalaman antara 10 hingga 50 meter, kalau
pertemuan air itu secara horizontal. Nah, itulah barzakh yang disebut
oleh QS. Al-Furqan ini.4

ِ ْ‫الْبَ ْح ري‬
Pada surat al-Furqan: 53 sekali lagi disebutkan kata ( ‫ن‬
َ
Bahraini), bukankah dapat pula bermakna ‘bertumpang tindih, kalau
kita memahaminya dalam pengertian ‘ruang’ (spatial) dan bukannya

4
M. Quraish Shibah, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.9 (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) hal. 497-502
14
pengertian ‘bidang’ (planar). Di dalam ayat ini semakin dijelaskan
bahwa kedua laut tersebut terpisahkan dengan adanya dinding (barzakh)
dan batas (hijran). Artinya, kedua laut tersebut tetap mempunyai dan
mempertahankan karakter atau sifat-sifat fisika (suhu, tekanan, dll.) dan
kimianya (senyawa, salinitas, dll.) sendiri-sendiri, sehingga antara kedua
macam lautan tersebut akan mempunyai jenis ikan dan tumbuhan yang
berlainan.5
Penulis berkesimpulan menjadikan ayat ini sebagai salah satu
mukjizat ilmiah Al-Quran, dalam ilmu sains menyatakan karena gaya
fisika yang dinamakan “tegangan permukaan”, air dari laut yang saling
bersebelahan dan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis,
tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain,
seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan (permeabilitas). pada
dasarnya semua para ahli menyatakan bahwa adanya pengaruh dari
kadar sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan rasa air dan warna
yang berbeda.
Sementara para pakar yang tekun dalam bidang kemukjizatan
Al-Quran menjadikan ayat ini sebagai salah satu mukjizat ilmiah Al-
Quran. Mereka tidak memahami pemisah itu dalam pengertian
penciptaan posisi sungai lebih tinggi dari lautan. Tetapi lebih luas dari
itu, pendapat mereka dikemukakan setelah kemajuan-kemajuan yang
dicapai manusia dalam bidang ilmu kelautan.
Hukum Science mengatakan bahwa ketika ada dua zat cair yang
berbeda kadar konsentrasinya dan viskositas (kekentalannya) dicampur
dan saling bertemu maka akan terjadi difusi, yaitu saling melarutkan
untuk mencapai keseimbangan. Tapi Al-Quran memberitahukan bahwa

5
Nuri Qomariah Maritta, Konsep geologi laut dalam al-Qur'an dan sains: analisa surat, ar Rahman
(55): 19-20, surat an Naml (27):61, dan surat al-Furqan (25):53 (Jakarta: UIN Syarif Hidyatullah,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, 2010) hal. 84
15
ada laut yang satu asin dan yang satu tawar tetapi tidak bercampur dan
tidak saling melarutkan, seorang ada barier pembatasnya. Dari hasil
penelitian Sifat dua lautan (air tawar dan air asin) ketika bertemu tidak
bisa bercampur satu sama lain dikarenakan perbedaan massa jenis dan
gaya fisika yang disebut dengan “tegangan permukaan”, yaitu air dari
laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Tegangan itulah yang
mencegah lautan bercampur.
Air tawar dan air asin mempunyai Volume yang sama, tetapi
mereka tidak bisa di satukan. Karena air laut mengandung garam (NaCl)
yang sangat tinggi. Dan itu yang menyebabkan adanya dinding penyekat
atau membran, kemudian unsur H2O dalam lautan menguraikan NaCl
menjadi ion Na+ dan Cl- yang selanjutnya dengan adanya partikel
muatan bebas tersebut maka dapat terbentuk arus listrik, yaitu arus
listrik berupa prinsip Katoda dan Anoda atau bisa disebut kutub positif
dan kutub negatif, sehingga air laut dan air tawar tidak bisa di satukan.
Walaupun volume air laut lebih banyak dari air tawar, air tawar tidak
akan terpengaruh dengan air laut. Dan walaupun air sungai mengalir ke
laut kembali, air laut tidak terpengaruh dengan air tawar tersebut.
Karena keduanya bagai utara dan selatan yang tak pernah bisa menyatu
sampai kapan pun, sampai Allah menghendakinya. Allah menyebutkan
tentang ilmu di sini karena hakikat alam semesta ini membutuhkan ilmu
pengetahuan untuk mengetahui kesempurnaan dan keserasian pencipta,
merenungkan hukum alam dan memikirkan aturannya6
guna memberikan sebuah pandangan yang utuh terhadap
fenomena laut yang tersirat dalam Al-Quran dan Sains. Sehingga dapat
diambil sebagai pelajaran bagi manusia agar senantiasa mampu

6
Agus Haryo SUdarmojo, History of Earth, (Yogyakarta: Bunyan 2013), hal. 73
16
memelihara bumi dan lautan yang merupakan suatu kewajiban bagi
manusia.

2.2.3. Surat Yunus Ayat 61

‫َوَما تَ ُك ْو ُن يِف ْ َشْأ ٍن َّوَما َتْتلُ ْوا ِمْنهُ ِم ْن ُقْرٰا ٍن َّواَل َت ْع َملُ ْو َن ِم ْن َع َم ٍل اِاَّل ُكنَّا َعلَْي ُك ْم ُش ُه ْوًدا اِ ْذ‬

‫صغََر ِم ْن‬ ِ َّ ‫ض واَل ىِف‬ ‫ِ ٍ ىِف‬ ِ َ ِّ‫تُِفيضو َن فِي ِهۗ وما يعزب عن َّرب‬
ْ َ‫الس َماۤء َواَل ٓ ا‬ َ ِ ‫ك م ْن ِّم ْث َقال ذَ َّرة ااْل َْر‬ ْ َ ُ ُْ َ َ َ ْ ْ ُ ْ
ٍ ٰ‫ك واَل ٓ اَ ْكَبر اِاَّل يِف كِت‬
ٍ ‫ب ُّمبِنْي‬ ِ
ْ َ َ َ ‫ٰذل‬

Artinya:
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat
dari Al-Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan
Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput
dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi
ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih
besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)”.

Tafsir Kementerian Agama RI


Allah menjelaskan kepada Rasul-Nya dan kaum Muslimin
bahwa pada saat Rasulullah melaksanakan urusan yang penting yang
menyangkut kepentingan masyarakat, pada saat membacakan ayat-ayat
Al-Quran, dan pada saat manusia melaksanakan amal perbuatannya,
tidak ada yang terlepas dari pengawasan Allah. Dia menyaksikan semua
amal perbuatan itu pada saat dilakukannya.
Yang termasuk urusan penting dalam ayat ini ialah segala macam
urusan yang menyangkut kepentingan umat seperti urusan dakwah
Islamiyah, yaitu mengajak umat agar mengikuti jalan yang lurus, dengan
cara yang bijaksana dan suri teladan yang baik, membangunkan
17
kesadaran umat agar tertarik untuk melakukan perintah agama dan
menjauhi larangan-larangan-Nya, termasuk pula urusan pendidikan
umat dan cara-cara merealisir pendidikan itu hingga menjadi kenyataan
yang berfaedah bagi kesejahteraan umat. Disebutkan pula bahwa ayat-
ayat Al-Quran yang dibaca itu mencakup semua urusan berdasarkan
pola-pola pelaksanaannya, tidak boleh menyimpang dari padanya,
karena urusan segala umat secara prinsip telah diatur dalam kitab itu.
Kemudian disebutkan semua amalan yang dilakukan oleh
hamba-Nya, yang telah digariskan oleh wahyu yang diturunkan kepada
rasul-Nya, dengan memedomani isi dari wahyu itu dalam urusannya
sehari-hari, serta menaati rasul, karena apa yang diucapkan dan
dikerjakan rasul menjadi suri teladan yang baik bagi seluruh umat.
Allah menandaskan bahwa segala macam amalan yang dilakukan oleh
hamba-Nya, tidak ada satu pun yang luput dari ilmu dan pengawasan
Allah, meskipun amalan itu lebih kecil dari benda yang terkecil, ataupun
urusan itu maha penting sehingga tak terkendalikan oleh manusia.
Disebutkannya urusan yang kecil dari yang terkecil dan urusan yang
maha penting, agar tergambar dalam hati para hamba-Nya, bahwa ilmu
Allah itu begitu sempurna sehingga tidak ada satu urusan pun yang luput
dari ilmu-Nya, bagaimanapun remehnya urusan itu dan bagaimana
pentingnya urusan itu, apalagi urusan itu di luar kemampuan manusia.
Ilmu Allah tidak hanya meliputi segala macam urusan yang ada
di bumi, tetapi. Juga meliputi segala macam urusan di langit, yang
urusannya lebih rumit dan lebih sukar tergambar dalam pikiran manusia.
Hal ini untuk menguatkan arti dari keluasan ilmu Allah, sehingga
terasalah keagungan dan kekuasaan-Nya.
Di akhir ayat ini, Allah menyatakan dengan tegas bahwa tidak
ada satu urusan pun melainkan telah tercatat dalam kitab yang nyata

18
yaitu Lauh Mahfuz, maksudnya segala macam urusan itu semuanya
dikontrol dan dikendalikan serta dikuasai oleh ilmu Allah Yang Maha
Luas dan tercatat dalam kitab-Nya yang jelas di Lauh Mahfuz Allah
berfirman:
‫ط ِم ْن َّوَرقٍَة اِاَّل‬
ُ ‫ب اَل َي ْعلَ ُم َهآ اِاَّل ُه َوۗ َوَي ْعلَ ُم َما ىِف الَْبِّر َوالْبَ ْح ِرۗ َوَما تَ ْس ُق‬
ِ ‫و ِعْن َد ٗه َم َفاتِح الْغَْي‬
ُ َ
ٍ ٰ‫س اِاَّل يِف كِت‬
ٍ ‫ب ُّمبِنْي‬ ٍ ِ‫ب َّواَل يَاب‬
ٍ ْ‫ض واَل رط‬ ِ ٍ
ْ َ َ ِ ‫َي ْعلَ ُم َها َواَل َحبَّة يِف ْ ظُلُمٰت ااْل َْر‬
Artinya:
“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang
mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di
laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.
Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu
yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata
(Lauh Mahfuz).” (QS. Al-Anam [6]: 59).

Tafsir Al-Mishbah
Pada ayat ini dimulai dengan bentuk tunggal (engkau) sambil
mengarahkan pembicaraan kepada Nabi Muhammad saw. seorang, lalu
disusul dengan bentuk jamak (kamu) yang ditujukan kepada seluruh
manusia. Selanjutnya, ketika menguraikan tentang Nabi Muhammad

saw., kata yang digunakan menunjuk aktivitas beliau adalah ( ‫شْأ ٍن‬
َ ) sya’n
yang mengandung makna kegiatan penting lagi agung. Sedang ketika

menguraikan tentang selain beliau, kata yang digunakan adalah (‫) َع َم ٍل‬

‘amal pekerjaan yang dapat mencakup aneka pekerjaan yang baik atau
buruk, agung atau hina. Bahwa Nabi Muhammad saw. disebut dalam
ayat ini, untuk mengisyaratkan bahwa siapa pun, walau manusia
teragung, dicatat dan diketahui segala aktivitasnya. Di sisi lain, itu juga
untuk mengisyaratkan bahwa semua kegiatan Rasulullah saw. agung lagi
bermanfaat, serta mencerminkan tuntunan yang beliau baca dari ayat-
19
ayat Al-Quran. Berbeda dengan siapa selain beliau. Dhamir (kata ganti)

berupa huruf ha’ pada kata ( ُ‫ ) ِمْن ه‬minhul darinya tepatnya pada firman-

Nya: ( ُ‫ِمْن ه‬ ‫ ) َّوَم ا َتْتلُ ْوا‬wa ma tatlu minhu penulis paham sebagai pengganti
nama Allah. Ada juga ulama yang memahaminya menunjuk kepada kata
Al-Quran. Sedang kata min dipahami dalam arti sebagian. Dan, dengan
demikian, penggalan ayat itu berarti tidak membaca dari Al-Quran

sebagian dari ayat-ayatnya. “ Asy-Sya‘rawi memahami kata ( ‫شْأ ٍن‬


َ ) sya’n
dalam arti persoalan penting yang menjadi perhatian Rasul saw., yaitu
menyampaikan risalah Allah swt. Sedang kata min yang merangkai kata
minhu dipahaminya dalam arti untuk. Sehingga, menurutnya, penggalan
ayat itu berarti “dan engkau tidak berada dalam satu keadaan yang
panting yaitu menyampaikan risalah Allah, dan apa yang engkau baca
dari Al-Quran untuk kepentingan penyampaian risalah itu serta
pelestariannya.” Selanjutnya asy-Sya‘rawi menggarisbawahi bahwa
termasuk dalam hal penting yang beliau sampaikan itu adalah ketetapan
Allah swt. yang menegaskan:
Dan apa yang diberikan "Rasul kepada kamu, maka terimalah
dia. Dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggalkanlah” (QS. Al-
Hasyr [59]: 7). Seperti misalnya tata cara Shalat dan jumlah rakaatnya,
rincian zakat dan lain-lain. Sementara ulama memahami kata kamu pada

firman-Nya: (‫َع َم ٍل‬ ‫ ) َّواَل َت ْع َملُ ْو َن ِم ْن‬wala ta 'lamuna min ‘amalin/ dan kamu
tidak mengerjakan suatu pekerjaan sebagai hanya ditujukan kepada
orang-orang beriman saja. Dengan demikian, kata ‘amal yang dimaksud
adalah amal-amal baik. Betapa pun, yang jelas ayat di atas memulai
dengan menyebut urusan khusus Nabi saw., seperti kewajiban beliau
melakukan salat malam, disusul dengan urusan beliau yang berkaitan

20
dengan umat, lalu diakhiri dengan semua aktivitas umat. Kata ( ‫ض ْو َن‬ ِ
ُ ‫)تُفْي‬
tufidhun/ kamu melakukannya digunakan untuk menggambarkan
langkah menuju suatu pekerjaan yang dilakukan dengan giat, penuh
perhatian, dan semangat. Jika kata kamu ditujukan kepada kaum
muslimin saja, maka ini mengisyaratkan bahwa kaum muslimin
melakukan pekerjaan-pekerjaannya dengan giat dan penuh semangat.
Mereka melakukannya demi mencapai rida Allah swt. walaupun
menghadapi aneka tantangan dari kaum musyrikin.

Kata (‫ )ذَ َّرٍة‬dzarrah dipahami oleh ulama dalam berbagai arti,

antara lain semut yang sangat kecil bahkan kepala semut, atau debu
yang beterbangan yang hanya terlihat di celah cahaya matahari.
Sementara orang dewasa ini memahaminya dalam arti atom. Dan
memang kata itulah yang kini digunakan untuk menunjuk atom, walau
pada masa turunnya Al-Quran atom belum dikenal. Dahulu pengguna
bahasa menggunakan kata tersebut untuk menunjuk sesuatu yang
terkecil. Karena itu, berbeda-beda maknanya seperti dikemukakan di
atas. Dan atas dasar itu pula kita tidak dapat berkait setelah ditemukan
dipecahkannya atom serta dikenalnya proton dan elektron, kita tidak
dapat berkata bahwa ayat ini telah mengisyaratkan adanya sesuatu yang
lebih kecil dari atom berdasar firman-Nya: “Tidak ada yang lebih kecil
dan tidak pula yang lebih besar dari dzarrah itu.” Hal tersebut demikian,
karena penggalan ayat ini dimaksudkan untuk menampik kesan yang
boleh jadi muncul dalam benak sementara orang yang memahami kata
dzarrah dalam arti katakanlah kepala semut, bukan dalam arti sesuatu
yang terkecil. Dan dengan demikian boleh jadi ia menduga bahwa yang

21
lebih kecil dari kepala semut tidak diketahui Allah swt. Maha Suci Allah
dari dugaan itu.7
Dalam ayat yang tersebut di atas terdapat kata dzarrah yang
dalam bahasa arab diartikan atom. Allah mengetahui segala hal yang ada
di bumi maupun di langit baik hal tersebut tersembunyi maupun yang
terlihat yang ukurannya lebih kecil dari atom maupun yang lebih besar,
dan semuanya telah tertulis dalam kita “lauh mahfuz”. Secara jelas
dalam ayat tersebut Allah menyebutkan bahwa terdapat sesuatu yang
lebih kecil dari dzarrah atau atom itu sendiri. Pada ayat ini disebutkan
“sebesar dzarrah” berarti atom (dzarrah) mempunyai besaran,
sedangkan yang lebih kecil dari padanya pada dewasa ini telah
ditemukan, yaitu elektron, proton dan neutron (bagian dari atom).
Dengan demikian terbukti bahwa Al-Quran lebih dahulu
mengungkapkan teori atom tersebut beberapa abad sebelum para ilmuan
kimia menemukan teori tentang adanya partikel penyusun atom yang
ukurannya lebih kecil dari atom itu sendiri, yaitu proton, elektron dan
neutron, meski nama-nama partikel penyusun tersebut tidak dijelaskan
secara gamblang di dalam Al-Quran, hal ini dikarenakan Allah ingin kita
senantiasa berpikir sehingga ada keinginan untuk meneliti tentang
segala kejadian alam yang akan membuat kita semakin yakin akan
kekuasaan Allah yang tertulis dalam Al-Quran.8

2.2.4. Surat al-Mukminun ayat 20


ِِ ِ ۢ ِ
ْ ‫ت بِالد‬
َ ‫ُّه ِن َوصْب ٍغ لِّاْل ٰكلنْي‬ ُ ُ‫َو َش َجَرًة خَت ُْر ُج م ْن طُْوِر َسْينَاۤءَ َت ْنب‬
Artinya :

7
M. Quraish Shibah, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.6 (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) hal. 109-111
8
Sabarni, Struktur Atom Berdasarkan Ilmu Kimia dan Perspektif Al-Quran, Lantanida Journal 2019.
Vol. 7 No. 1 hal. 92-93
22
“(Kami tumbuhkan) pohon (zaitun) yang tumbuh di Bukit Sinai, yang
menghasilkan minyak dan lauk-pauk pembangkit selera bagi orang-
orang yang makan.”
Dalam ayat ini pohon kayu yang keluar dari gunung Sinai yaitu
pohon zaitun yang banyak tumbuh di sekitar gunung itu, pohon ini
tumbuh di tanah yang penuh berkah yang membuahkan zaitun dan
menghasilkan minyak, minyak itu sering digunakan untuk melezatkan
hidangan dan pada akhir-akhir ini dapat pula dijadikan bahan kosmetik
dan obat-obatan karena minyak zaitun tidak mengandung kolesterol
yang berbahaya bagi tubuh.9

Tafsir Kemenag Tahlili


Lalu dengan sebab air hujan itu Allah menumbuhkan manusia kebun-
kebun kurma dan anggur dan buah-buahan lain yang ber-aneka warna
yang dapat dimakan. Ada pula dari tanam-tanaman itu yang menjadi
sumber penghidupan, seperti dari hasil pohon lada, pala, cengkeh dan
sebagainya. Dijadikan pula untuk manusia jenis pohon kayu yang keluar
dari gunung Sinai yaitu pohon zaitun yang banyak tumbuh di sekitar
gunung itu, yang banyak menghasilkan minyak dan sering digunakan
untuk melezatkan hidangan dan akhir-akhir ini dapat pula dijadikan
bahan kosmetik dan obat-obatan karena minyak zaitun tidak
mengandung kolesterol yang berbahaya bagi tubuh.10

Tafsir Al-Mishbah

Thirsaini terdiri dari kata ( ‫طور سيناء‬ ) Kata thursaina’ terdiri dari kata

(‫ )ط ور‬thur yang berarti gunung dan (‫ )س يناء‬saina yang diperselisihkan

9
Nisak, “KEISTIMEWAAN ZAITUN DALAM PERSPEKTIF ALQURAN DAN SAINS (Analisis Penafsiran Surah
al Mukminun ayat 20 )” (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018), Hal. 33-34
10
Surah Al-Mu’minun | Qur’an Kemenag”, diakses 6 November 2022,
https://quran.kemenag.go.id/surah/23/20.
23
maknanya. Ada yang berpendapat terambil dari kata ( ‫ )سناء‬sana’ yang

berarti cahaya, karena di gunung itulah Nabi Musa as, mendengar


firman Allah dan berdialog dengan-Nya. (Baca QS. Al-a'raf [7]: 142-
143). Ada juga yang memahami kata sina’ dalam arti indah atau
diberkati, atau nama pohon yang banyak ditemukan di sana. Thur Sina'
berada di gurun Sinai Mesir, tidak jauh dari teluk Aqabah dan terusan
Suez.
Penyebutan pohon zaitun secara khusus di Sinai boleh jadi karena di
sanalah asal mula ditemukannya pohon itu, sama dengan
rokok/tembakau yang ditemukan sekitar tahun 915 H./1519 M. di
Tobaco Meksiko, dan baru kemudian benihnya ditanam di beberapa
lokasi lain di dunia dengan nama lokasi pertama ia ditemui. Bisa juga
karena di Sinai ditemukan banyak zaitun, atau pertama kali buah itu
dikenal sebagai buah yang dapat dimakan dan banyak manfaatnya
adalah buah yang terdapat di Sinai itu, walau sebelumnya ia telah
dikenal tetapi bukan sebagai makanan. Bisa juga tempat itu disebut di
sini, karena zaitun yang tumbuh di Thur Sina' adalah buah zaitun yang
terbaik, seperti halnya jika Anda berkata: “rambutan Aceh”, “salak
Bali”, “durian Bangkok” dan lain-lain.
Pohon zaitun termasuk salah satu karunia Allah yang sangat besar,
karena ia merupakan jenis pohon kayu yang berumur ratusan tahun.
Manusia dapat memetik buahnya untuk masa yang sangat panjang.
Selain itu, penelitian mutakhir membuktikan bahwa zaitun merupakan
bahan makanan yang mengandung kadar protein cukup tinggi. Zaitun
juga mengandung zat garam, zat besi dan fosforus yang merupakan
bahan makanan terpenting bagi manusia. Lebih dari itu, zaitun
mengandung vitamin A dan B. Dari buah zaitun dapat dihasilkan minyak
yang pada umumnya juga digunakan sebagai bahan makanan.
24
Sementara dari segi kesehatan, penelitian terkini membuktikan bahwa
zaitun bermanfaat untuk alat pencernaan pada umumnya, terutama hati.
Mutu minyak zaitun juga melebihi minyak-minyak lainnya, baik minyak
nabati maupun minyak hewani, karena tidak mempunyai efek yang
dapat menimbulkan penyakit pada peredaran dan pembuluh darah arteri
seperti yang terdapat pada jenis minyak lainnya. Zaitun juga dapat
digunakan sebagai bahan penghalus kult di samping kegunaan-kegunaan
industri lain seperti industri pembuatan sabun di mana zaitun merupakan
salah satu bahan campuran terbaik Demikian diuraikan dalam Tafsir al-
Muntakhab.
ِ ) shibghin terambil dari kata (‫ )ص ب َغ‬shabagha yang berarti
Kata (‫ص ْب ٍغ‬ ََ
menyelup guna memberi warna. Kemudian makna ini berkembang
sehingg mencakup segala sesuatu yang dicelupkan pada sesuatu yang
lain. Identitas yang dianugerahkan Allah kepada seorang muslim pun

dinamai (‫اهلل‬ ‫)ص بغة‬ shibghah Allah, yang terambil dari akar kata yang

sama lain (baca QS al-Baqarah12: 138). Buah zaitun dijadikan lauk


bersama makanan pokok, dan minyaknya pun sering kali dicampur
bersama makanan secara langsung, atau dengan menggunakannya
sebagai bahan gorengan, walaupun yang terakhir ini jarang digunakan
karena sangat mahal.11

Tafsir Ibnu Kastir


Dalam penafsiran Ibnu Kastir surah al-Mukminun dijelaskan dalam
kitab ibnu kastir wa syajaratan takhruju min thuuri syai naa a (dan
pohon kayu keluar dari Thursina) yakni pohon zaitun, sedangkan tur
artinya bukit. Sebagian ulama mengatakan, sesungguhnya bukit
11
Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah : pesan, kesan dan keserasial Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati,
2003), hal. 175-177
25
dinamakan tur bila padanya terdapat pohon-pohonan, tetapi jika tidak
ada pohon-pohonan, maka disebut bukit atau gunung, bukan tur. Hanya
Allah Yang Maha Mengetahui. Thursina atau Tur Sinin adalah nama
bukit yang padanya Musa diajak bicara langsung oleh Allah swt. begitu
pula semua bukit yang ada di sekitarnya yang padanya terdapat pohon
zaitun.

ِ ‫بِال د ُّْه‬
Lafadz “‫ن‬ ‫ت‬
ُ ُ‫( ”َتْنب‬yang menghasilkan minyak), sebagian ulama

mengatakan bahwa huruf ba yang ada dalan lafadz ayat ini adalah huruf
zaidah, bentuk aslinya ialah tanbutudduhna (tanpa diawali ba). Seperti
halnya yang terdapat di dalam ucapan orang-orang Arab, "Alqa Fulanun
Biyadihi," artinya si Fulan memukulkan tangannya, yakni yadahu (tanpa
diawali ba).
Sedangkan menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa ia
mengandung fi'il yang tidak disebutkan, maka bentuk lengkapnya ialah
yang menghasilkan minyak atau yang dapat menghasilkan minyak.

Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan “ ‫لِآلكِلِني‬ ‫( ” َو ِص ْب ٍغ‬dan


pelezat makanan bagi orang-orang yang makan). Yakni dapat dijadikan
lauk pauk, menurut Qatadah. Dengan kata lain, buah zaitun itu
mengandung manfaat; darinya dapat dihasilkan minyak dan juga dapat
dijadikan pelezat makanan. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad,
bahwa:
ِ ِ ٍ ِ ِ َّ ِ ِ
‫ك‬
ُ ‫وامْسُهُ َمال‬-
َ ‫أسْيد‬ َ ‫ َع ْن َعْبد الله بْ ِن ع‬،‫َح َّد َثنَا َوكيع‬
َ ‫ َع ْن َأيِب‬،‫ َع ْن َعطَاء الشَّام ِّي‬،‫يسى‬
‫ت‬ َّ ‫ " ُكلُوا‬:‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ْ‫الزي‬
ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫قَ َال‬-‫ي‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ ِّ ‫صا ِر‬ ُّ ‫اع ِد‬
َ ْ‫ي اَأْلن‬
ِ ‫الس‬َّ َ‫بْ ُن َربِ َيعة‬
‫َو َّاد ِهنُوا بِِه؛ فَِإنَّهُ ِم ْن َش َجَرٍة ُمبَ َارَك ٍة‬
Artinya :
“Telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abdullah bin Isa, dari Ata
Asy-Syami dari Abu Usaid yang nama aslinya Malik ibnu Rabi'ah As-
26
Sa'idi Al-Ansari r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Makanlah minyak zaitun dan jadikanlah sebagai minyak,
karena sesungguhnya buah zaitun itu berasal dari pohon yang diberkati.”

Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui


berbagai jalur dari Abdur Razzaq. Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini tidak dikenal melainkan hanya melaluinya, sedangkan dia
(Mudtarib) dalam periwayatannya adakalanya menyebut Umar dalam
sanadnya, adakalanya tidak menyebutkannya.
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah
menceritakan kepadaku As-Sa'b ibnu Hakim ibnu Syarik ibnu Namilah,
dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa ia bertamu
kepada Umar ibnul Khattab r.a. di malam 'Asyura. Maka Umar
menjamunya dengan masakan kepala unta yang sudah dingin dan juga
minyak zaitun. Lalu Umar berkata, "Inilah minyak yang diberkati yang
telah disebutkan di dalam firman Allah kepada Nabi-Nya."12

2.2.5. Surat An-Nur ayat 35


ِ ۗ ‫وة فِيها ِم‬ ٍ ِ ِ َّ ‫اَل ٰلّه نُور‬
ْ ‫اح يِف‬
ُ َ‫صب‬ْ ‫صبَا ٌح اَلْم‬ ْ َ ْ ‫ض َمثَ ُل نُ ْوِرهٖ َكم ْش ٰك‬ ِ ۗ ‫الس ٰم ٰوت َوااْل َْر‬ ُْ ُ
‫ي يُّ ْوقَ ُد ِم ْن َش َجَرٍة ُّمٰبَرَك ٍة َزْيُت ْونٍَة اَّل َش ْرقِيَّ ٍة َّواَل َغ ْربِيَّ ٍۙة‬ٌّ ‫ب ُد ِّر‬ ٌ ‫اجةُ َكاَن ََّها َك ْوَك‬
ۗ ‫زج‬
َ ‫اج ٍة اَ ُّلز َج‬
َ َُ
‫ض ْۤيءُ َولَ ْو مَلْ مَتْ َس ْسهُ نَا ۗ ٌر نُ ْوٌر َع ٰلى نُ ْو ۗ ٍر َي ْه ِدى ال ٰلّهُ لُِن ْوِرهٖ َم ْن يَّ َشاۤ ۗ ُء‬ ِ ‫يَّ َكاد َزيُتها ي‬
ُ َْ ُ
‫س َوال ٰلّهُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِْي ٌم‬ ِ ٰ ‫ض ِر‬
ِ ۗ ‫ب اللّهُ ااْل َ ْمثَ َال للنَّا‬ ُ ْ َ‫ۙ َوي‬
Artinya :
“Allah (pemberi) cahaya (pada) langit dan bumi. Perumpamaan
cahaya-Nya seperti sebuah lubang (pada dinding) yang tidak tembus

12
Al Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Kasir As Simasyqi, Tafsir Alquran Al Adhim, terj. Bahrun Abu Bakar, Jil
18 (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), 38-40.
27
yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca
(dan) tabung kaca itu bagaikan bintang (yang berkilauan seperti)
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di
barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir meskipun tidak tersentuh
api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Allah memberi petunjuk
menuju cahaya-Nya kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”

Tafsir kemenag Tahlili


Ayat ini menjelaskan bahwa Allah adalah Pemberi cahaya kepada
langit dan bumi dan semua yang ada di keduanya. Dengan cahaya itu
segala sesuatu dengan teratur dan teratur, tak ada yang menyimpang dari
jalan yang ditentukan baginya, seperti orang-orang yang berjalan di
tengah malam gulita dan di sebelah kanan ada sebuah lampu yang terang
benderang yang ada di sekitarnya. Tentu dia akan aman dalam
perjalanannya tidak akan tersesat atau terperosok ke jurang yang dalam,
walau bagaimana pun banyak liku-liku yang dilaluinya. Berbeda dengan
orang yang tidak memiliki lampu, tentu akan banyak menemui
kesulitan. Meraba-raba ke sana kemari berjalan-tegun karena tidak tahu
arah, maka pastilah orang ini akan tersesat atau mendapat kecelakaan
karena tidak ada alam sekitarnya. Amat besarlah faedahnya cahaya yang
diberikan Allah kepada alam semesta ini.
Cahaya yang dikaruniakan Allah itu bukan sembarang cahaya. Ia
adalah cahaya yang istimewa yang tidak ada bandingannya, karena
cahaya itu bukan saja melalui alam lahiriah, tetapi melalui batiniah.
Allah memberikan perumpamaan bagi cahaya-Nya dengan sesuatu yang
dapat dilihat dan dirasakan oleh manusia pada waktu turunnya ayat ini,
yaitu dengan cahaya yang dianggap pada masa itu merupakan cahaya

28
yang paling cemerlang. Mungkin bagi kita sekarang ini cahaya itu
artinya bila dibandingkan dengan cahaya listrik seribu watt apalagi
cahaya yang dapat menembus lapisan-lapisan yang ada tersedia.
Sebenarnya cahaya yang menjadi sumber kekuatan bagi alam semesta
tidak dapat diserupakan dengan cahaya apa pun yang dapat ditemukan
manusia seperti cahaya laser umpamanya.
Allah memberikan perumpamaan bagi cahaya-Nya dengan cahaya
sebuah lampu yang terletak pada tempat di dinding rumah yang sengaja
dibuat untuk meletakkan sekali lampu sehingga cahayanya sangat
terang, berlainan dengan lampu yang diletakkan di tengah rumah,
cahayanya akan berkurang karena luasnya ruangan yang menyerap
cahayanya . Sumbu lampu itu berada dalam kaca yang bersih dan jernih.
Kaca itu sendiri sudah cemerlang seperti kristal. Minyaknya diperas dari
buah zaitun yang ditanam di atas bukit, selalu disinari cahaya matahari
pagi dan petang. Maka pada ayat ini diibaratkan dengan tumbuh-
tumbuhan yang tidak tumbuh di timur dan tidak pula di barat, karena
kalau pohon itu tumbuh di sebelah timur, mungkin pada sorenya tidak
ditimpa cahaya matahari lagi, demikian pula sebaliknya. Minyak lampu
itu sendiri karena jernihnya dan kualitas terbaiknya hampir-hampir
cerah, walaupun belum tersentuh api, apalagi kalau tidak ada cahaya
yang ditimbulkannya akan berlipat ganda. Di cahaya samping lampu itu
sendiri yang amat cemerlang, cahaya itu juga dipantulkan oleh tempat
letaknya, maka cahaya yang dipantulkan lampu itu menjadi berlipat
ganda.
Demikianlah perumpamaan bagi cahaya Allah meskipun amat jauh
perbedaan antara cahaya Allah dan cahaya yang dijadikan
perumpamaan. Allah memberi petunjuk kepada siapa pun yang melihat-
Nya untuk mendapat cahaya itu dia selalu melewati jalan yang lurus

29
untuk menyampaikannya kepada cita-citanya yang baik dan selalu
bertindak bijaksana dalam menghadapi berbagai macam masalah dalam
hidupnya. Berbahagialah orang yang mendapat pancaran Nur Ilahi itu,
karena dia memiliki yang tepat yang tidak akan membawanya kepada
hal-hal yang tidak benar dan menyesatkan. Untuk memperoleh Nur Ilahi
itu seseorang harus benar-benar percaya dan taat kepada perintah Allah
serta mengakui perbuatan maksiat. Imam Syafi` pernah bertanya kepada
gurunya yang bernama Waki' tentang hafalannya yang tidak pernah
mantap dan lupa, maka gurunya itu menasehatinya sehingga
meningkatkan segala perbuatan maksiat, karena ilmu itu adalah Nur
Ilahi, dan Nur Ilahi itu tidak akan diberikan kepada orang yang
melakukan maksiat. Seperti dalam syair di bawah ini:
ِ ‫ فََأر َش َدىِن ِاىَل َتر ِك الْمع‬# َ ‫شكوت اِىَل وكِي ِع سوء حفظي‬
‫اصى‬ ََ ْ ْ ُْ ْ َ
ِ ‫اهلل الَيعطَى لِْلع‬
‫اصى‬ ِ ‫ و نور‬# ‫فََأخبـرىِن الْعِـ ْلم نـُور‬
َ ُْ ٌْ َ ََْ
Aku mengadu kepada Waki' tentang buruknya hafalanku, Lalu ia
menasihatiku agar meninggalkan kemaksiatan. Ia memberitahuku bahwa
ilmu itu adalah cahaya, Dan Cahaya Allah tidak diberikan kepada orang
yang melakukan maksiat.
Yahya bin Salām pernah berkata, “Hati seorang mukmin dapat
mengetahui mana yang benar sebelum diungkapkan, karena dia selalu
sesuai dengan kebenaran.” Inilah yang dimaksud dengan sabda
Rasulullah saw.
ِ ‫َّات ُقوا فراسةَ الْمْؤ ِم ِن فاِنَّه ينظر بنور‬
)‫ (رواه البخاري التاريخ الكبري اىب اخلدري‬.‫اهلل‬ ُ ُ َ ْ
“Berhati-hatilah terhadap firasat orang mukmin, karena ia dengan Nur
Allah”. (Riwayat al-Bukhār dalam kitab at-Tārikh al-Kab³r dari Abu
Sa'id al-Khudri)
30
Tentu saja yang dimaksud dengan orang mukmin di sini adalah orang-
orang yang benar-benar percaya dan bertakwa kepada Allah dengan
sepenuhnya. Ibnu `Abbas berkata tentang ayat ini, “Inilah contoh bagi
Nur Allah dan petunjuk-Nya yang berada dalam hati orang mukmin.
Jika minyak lampu dapat muncul sendiri sebelum disentuh api, dan bila
disentuh oleh api bertambah cemerlang cahayanya, maka seperti itu pula
hati orang mukmin, dia selalu mendapat petunjuk dalam tindakannya
sebelum dia diberi ilmu. Setiap kali dia diberi ilmu, akan bertambahlah
keyakinannya, dan bertambah pula cahaya dalam hati. Demikianlah
Allah memberikan perumpamaan kepada manusia tentang Nur-Nya.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”13
Tafsir al-Mishbah
Ayat ini dapat dihubungkan dengan akhir ayat yang lalu yang
menjelaskan bahwa Allah menurunkan ayat-ayat yang demikian jelas
serta menjelaskan segala tuntunan yang berkaitan dengan kebutuhan
hidup duniawi dan ukhrawi manusia. Ayat ini bagaikan berkata:
Diturunkannya oleh Allah ayat-ayat yang berfungsi seperti dikemukakan
itu disebabkan karena Allah adalah Pemberi cahaya kepada langit dan
bumi baik cahaya yang bersifat material yang dapat dilihat dengan mata
kepala, maupun immaterial berupa cahaya kebenaran, keimanan,
pengetahuan dan lain lain yang dirasakan dengan mata hati.
Perumpamaan kejelasan cahaya-Nya adalah seperti sebuah celah
dinding yang tak tembus sehingga tidak diterpa angin yang dapat
memadamkan cahaya, dan membantu pula menghimpun cahaya dan
memantulkannya ke arah tertentu yang di dalamnya ada yakni
diletakkan pelita besar. Pelita itu di dalam kaca yang sangat bening dan
kaca itu sedemikian bersih dan bening bagaikan bintang yang
13
“Surah An-Nur | Qur’an Kemenag”, diakses 6 November 2022,
https://quran.kemenag.go.id/surah/24/35
31
bercahaya, serta mengkilap seperti mutiara. Pelita itu dinyalakan dengan
bahan bakar berupa minyak dari pohon yang ditanam di lokasi yang
diberkati sehingga tanah dan tempat tumbuhnya baik yaitu pohon zaitun
yang tumbuh di tengah, tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah
barat sehingga ia selalu ditempa oleh cahaya matahari sepanjang hari.
Karena jernihnya hampir-hampir saja minyaknya menerangi
sekelilingnya, walupun ia yakni pelita itu tidak disentuh api. Cahaya di
atas yakni berlapis cahaya. Demikian perumpamaan petunjuk Allah
yang terbentang di alam raya ini dan yang diturunkannya melalui para
nabi. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki
dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan yang bersifat indrawi
dan konkret dan memaparkannya bagi manusia untuk memudahkan
mereka memahami hal-hal yang abstrak dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu termasuk mereka yang mempersiapkan diri untuk
menerima petunjuknya.
Minyak zaitun yang demikian jernih mengibaratkan penjelasan Nabi
Muhammad saw menyangkut al-Qur'an serta hukum-hukum syariat,
yang melalui penjelasan itu lahir cahaya bashirah/mata hati dan dalam
saat yang sama mudah diraih tanpa susah payah.
Sentuhan api mengibaratkan tampilannya Nabi Muhammad saw.
menjelaskan ajaran-ajaran agama, dan ini mengisyaratkan
kesinambungan petunjuk tersebut. Demikian lebih kurang Ibn 'Asyür.
Al-Biqa'i memahami pemilihan kata kaukab/bintang yang bercahaya,
karena bintang ini tidak mengalami gerhana, berbeda dengan matahari
atau bulan. Di sisi lain ulama ini menulis bahwa misykah/celah dapat
menjadi lambang dari masjid-masjid, az-zujaj adalah manusia-manusia
yang berdzikir, al-mishbah adalah kalbu, kecemerlangannya adalah
kandungan kalbu yang mendorong seseorang berdzikir,

32
asy-syajarah/pohon adalah jasmani manusia yang telah dibersihkan dari
aneka kotoran dan yang telah terbiasa dengan iastiqamah/konsistensi
dalam keberagaman, sedangkan minyak adalah lambang dari rahasia-
rahasia yang dicampakkan Allah. Selanjutnya al-Biqa'i mengutip juga
pendapat sahabat Nabi saw. 'Abdullah Ibn 'Umar ra. yang diriwayatkan
oleh ath-Thabarani yang menyatakan bahwa misykah adalah "sisi
dalam" Nabi Muhammad saw, az-zujajah adalah kalbu beliau, al-
mishbah adalah cahaya yang berada dalam kalbu itu, sedang asy-
syajarah adalah Nabi Ibrahim a.s dan tidak di sebelah timur dan tidak
pula di sebelah barat berarti bukan ajaran Yahudi bukan juga Nasrani.14
Dari pengertian surat an-Nur ayat 35 dapat memberi petunjuk tentang
terjadinya cahaya sebagai sumber warna putih. Adapun cahaya-cahaya
itu dikelompokkan oleh manusia terbagi menjadi 4 macam15:
a. Cahaya langsung, cahaya ini memancar langsung, dari sumbernya
ke permukaan meja.
b. Cahaya setengah langsung,cahaya ini memancar dari sumbernya
dengan melalui tugung lampu yang biasanya terlihat dari alas dari
plastik.
c. Cahaya setengah tak langsung, penenrangan macam ini terjadi
dari cahaya yang sebagian besar merpakan pantulan dari langit-
langit dan dinding ruangan, sebagian lagi terpancar melalui tudung
kaca.
d. Cahaya tak langsung, cahaya ini dari sumbernya memancar ke arah
langit-langit ruangan, dari situlah dipantulkan ke arah permukaan
meja.
Cahaya putih mempunyai bermacam-macam karakter antara lain:
positif, cemerlang, ringan, sederhana, menarik/merangsang, kesucian,
polos, jujur, dan murni. Di Eropa Barat warna putih dipakai untuk

14
Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah : pesan, kesan dan keserasial Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati,
2003), hal. 349
15
Achmad Ghozali Syafi’i, “WARNA DALAM ISLAM”, Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam, (Juni,2017),
hal. 67
33
kebesaran pakaian pengantin wanita. Di suku Sunda warna putih dipakai
sebagai lambang kekalahan atau menyerah dalam peperangan. Pada
zaman Mesir Kuno, warna putih untuk lambang mahkota menghiasi
kepala Oasir. Pendeta Romawi memakai Jubah putih menandakan
pimpinan Agama yang bersih.
Dalam Islam warna putih memiliki beberapa makna, yaitu :
a. Warna cahaya (Nur) kekuatan maha tinggi
b. Warna bersih, suci dari dan akan menghadap Allah SWT
c. Warna kemenangan mengalahkan kegelapan
d. Pakaian jamaah haji/ihram yang dihubungkan dengan jiwa
Muthmainnah (tenang) bermarwah suci lahir bathin.
Sabda Rasulullah SAW. Berpakaianlah kamu dengan pakaian putih itu
lebih baik dan dengan kain itu membungkus mayatmu.16
2.2.6. Surat Ar-Ra’du ayat 17

‫السْي ُل َزبَ ًدا َّرابِيًا‬ ِ َ‫السماِۤء ماۤء فَسال‬ ِ


َّ ‫احتَ َم َل‬ ْ َ‫ت اَْوديَةٌ ۢ بَِق َد ِرَها ف‬ ْ َ ً َ َ َّ ‫اَْنَزَل م َن‬
ِ ِ ‫مِم‬
‫ك‬َ ‫َۗو َّا يُ ْوق ُد ْو َن َعلَْي ِه ىِف النَّا ِر ابْتِغَاۤءَ ِح ْليَ ٍة اَْو َمتَ ٍاع َزبَ ٌد ِّم ْثلُهٗ ۗ َك ٰذل‬
‫َّاس‬ ِ ‫ض ِرب ال ٰلّه احْل َّق والْب‬
َ ‫ب ُج َفاۤءًَۚواََّما َما َيْن َف ُع الن‬ ُ ‫الزبَ ُد َفيَ ْذ َه‬
َّ ‫اط َل ەۗ فَاََّما‬ َ َ َ ُ ُ ْ َ‫ي‬
َ َ‫ب ال ٰلّهُ ااْل َ ْمث‬
‫ال‬ ُ ‫ض ِر‬
ْ َ‫ك ي‬ ِ ۗ ‫ۗ َفيم ُكث ىِف ااْل َر‬
َ ‫ض َك ٰذل‬ ِ ْ ُ َْ
Artinya :
“Dia telah menurunkan air dari langit, lalu mengalirlah air itu di lembah-
lembah sesuai dengan ukurannya. Arus itu membawa buih yang
mengambang. Dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk
membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buih seperti (buih arus) itu.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang hak dan batil. Buih
akan hilang tidak berguna, sedangkan yang bermanfaat bagi manusia akan
menetap di dalam bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan.”
16
Achmad Ghozali Syafi’i, “WARNA DALAM ISLAM”, Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam, (Juni,2017),
hal. 68
34
Tafsir Kemenag Tahlili
Allah menurunkan air hujan dari langit yang mengandung awan, lalu
mengalirkan air hujan ke berbagai lembah yang lebar dan yang sempit
sesuai dengan ukuran. Kajian saintis menjelaskan bahwa lembah-
lembah umumnya terbentuk oleh gerusan udara. Air pertama-tama
menggerus bagian-bagian batuan yang paling lunak dan kemudian
membentuk aliran sungai. Alur aliran sungai ini lambat laun akan
membesar membentuk lembah-lembah sungai. Ukuran lembah-lembah
sungai umumnya dipengaruhi oleh besarnya aliran udara yang juga
ditentukan oleh besarnya curah hujan, kekerasan batuan dan umur
batuan. Dalam bidang geomorfologi yang dikenal besaran kerapatan
sungai, yaitu jumlah panjang sungai yang terdapat pada satu luasan
daerah dengan satuan km/km2.
Besarnya kerapatan sungai umumnya menggambarkan besarnya curah
hujan di daerah tersebut. Arus udara itu akan menimbulkan banyak buih
di permukaannya yang merupakan gabungan buih yang ikut bergerak
dengan arus udara, sehingga bila ada angin kencang yang bertiup, maka
buih itu akan segera lenyap dari pandangan mata. Menurut kajian
saintifik, buih adalah zat mengambang di atas air yang mengandung
banyak udara. Terjadinya buih merupakan bagian dari proses pemurnian
udara yang terjadi secara alami dalam pengalirannya (dikenal dengan
istilah pemurnian diri). Pemurnian ini terjadi karena adanya
pencampuran dengan udara yang larut dalam udara terutama oksigen.
Dengan adanya oksidasi, pengotor (umumya senyawa organik) yang
terlarut di udara mengurai dan bagian-bagian yang ringan di atas
permukaan udara, bagian yang berat akan tenggelam dan mengendap.
Inilah perumpamaan yang pertama yang dikemukan oleh Allah swt

35
tentang kebenaran dan kebatilan serta tentang keberhasilan dan
kekafiran. Buih juga bisa terbentuk dalam proses pemurnian logam
dengan pemanasan. Bijih logam di alam umumnya ditemukan dalam
bahan padat yang tidak murni. Pada proses peleburan, pencairan, dan
logam-logam yang berat akan tenggelam sedangkan bagian yang kurang
bermanfaat atau yang dapat merusak hasil biasanya berupa buih dan
permukaan bersama udara yang terkandung di dalamnya. Logam
tersebut dibuat untuk perhiasan dan alat-alat keperluan rumah tangga,
pertanian, pertukangan, dan perindustrian. Inilah perumpamaan yang
kedua. Demikianlah Allah membuat perumpamaan bagi yang benar dan
yang batil. kebenaran dan kebatilan itu bila bercampur, seperti arus air
yang bercampur dengan buih, atau seperti logam yang dibakar yang
sama-sama juga mengeluarkan kotoran berupa kotoran karat yang
semula menempel pada logam itu, kemudian terpisah karena pengaruh
api yang membakarnya.
Maka sebagaimana buih yang berada di atas arus udara akan lenyap
setelah ada tiupan angin, dan buih yang berada di atas logam yang
sedang dibakar akan hilang pula karena api, demikian pula perkara yang
batil akan hilang musnah bilamana datang hak dan kebenaran yang jelas.
Buih itu akan hilang tersangkut di pinggir lembah dan pohon atau ditiup
angin. Demikian pula logam kotoran atau karat yang melekat pada habis
terbakar. Yang tinggal hanya yang memberi manfaat saja kepada
manusia, yaitu air, yang dapat diminum, digunakan untuk mengairi
tanaman yang bermanfaat bagi manusia dan binatang, emas yang
digunakan untuk perhiasan, dan logam-logam lainnya untuk alat rumah
tangga, pertanian, dan sebagainya. Dari kedua perumpamaan itu dapat
diambil pengertiannya bahwa Allah swt telah menurunkan Al-Qur'an
kepada Nabi Muhammad saw kemudian disampaikan ke dalam hati

36
manusia yang masing-masing tidak sama potensi dan persiapannya
untuk menerima. Masing-masing memiliki keterbatasan dalam hal
bacaan, pengertian, hafalan, dan pengamalannya. Ayat Al-Qur'an
menjadi unsur kehidupan kerohanian dan kebahagiaan hidup
sebagaimana udara menjadi sebab hidup semua makhluk. Di antara
tanah yang ditimpa hujan itu ada yang tandus, tidak dapat
menumbuhkan tanam-tanaman, hanya sekedar menyimpan air saja, yang
dapat dijadikan sumber penampungan air jernih. Ada pula tanah yang
pinggiran yang setelah disiram dengan air hujan dapat menghasilkan
bermacam-macam hasil bumi. Itulah air yang bermanfaat bagi manusia
dan binatang-binatang.
Di antara logam yang dilebur dalam api seperti emas, perak, tembaga,
perunggu, dan timah, ada yang dijadikan alat rumah tangga,
pertukangan, perindustrian dan sebagainya. Orang mukmin
diumpamakan seperti air dan logam yang bermanfaat bagi manusia dan
binatang. Buih yang semula bercampur kemudian lenyap karena tiupan
angin atau habis dibakar oleh api, adalah perumpamaan bagi kekafiran
dan kebatilan yang akhirnya hancur bila berhadapan dengan hak dan
kebenaran, firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 81:
ِ ‫اطل ۖاِ َّن الْب‬
‫اط َل َكا َن َزُه ْوقًا‬ ِ
َ ُ َ‫َوقُ ْل َجاۤءَ احْلَ ُّق َوَزَه َق الْب‬

“Dan katakanlah, ”Kebenaran telah datang dan yang batil telah


lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.”

Demikianlah Allah membuat perumpamaan yang indah yang dapat


menjelaskan kepada manusia apa yang masih dianggap sulit oleh
mereka tentang masalah-masalah agamanya, agar jelas perbedaan antara
yang hak dan yang batil, antara arah dan kekafiran, sehingga mereka
dapat mengikuti jalan petunjuk kepada kebahagiaan dan menghindari

37
jalan yang dimurkai Allah dan menyesatkan. Dengan memperhatikan
perumpamaan-perumpamaan yang tepat dan baik itu pasti umat Islam
akan menjadi umat terbaik yang dikeluarkan di muka bumi untuk
menjadi contoh bagi umat yang lain.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Abu Musa Al-
Asy'ari yang artinya : “Sesungguhnya petunjuk perumpamaan dan ilmu
yang Allah mengutus diriku, adalah seperti air hujan yang menimpa
bumi. Di antaranya ada sebagian bumi yang menerima air itu,
menumbuhkan rumput dan tanam-tanaman. Ada pula tanah yang tandus,
hanya menyimpan air saja, lalu Allah memberikan manfaat air itu
kepada manusia. Maka ada yang meminumnya dan berhasil untuk
mengairi kebun-kebun tanamannya dan ladang-ladangnya. Ada pula
sebagian tanah yang keras, tidak dapat menyimpan dan menyerap udara,
sehingga tidak menumbuhkan tanaman apa-apa. Itulah perumpamaan
orang yang memahami agama Allah dan Allah memberikan manfaat
kepadanya dalam ajaran agama yang Allah mengutusku untuk
menyampaikannya kepada manusia, sehingga mengetahui dan
mengajarkannya (kepada orang lain), dan perumpamaan orang yang
sama sekali tidak memperhatikan dan tidak menerima petunjuk Allah
yang mengutusku untuk menyampaikannya.” (Riwayat al-Bukhari dan
Muslim).17

Tafsir Al-Mishbah
Penurunan hujan dari langit hingga memenuhi wadi-wadi itu adalah
seimbang dengan suasana kilat, guruh dan awan-awan yang berat yang
wujud di dalam pemandangan yang silam, la juga menjadi sebahagian
dari pemandangan alam yang besar, di mana dibicarakan persoalan-
17
“Surah Ar-Ra’du | Qur’an Kemenag”, diakses 6 November 2022,
https://quran.kemenag.go.id/surah/13/17
38
persoalan surah dan maudhu'-maudhu'nya di samping membuktikan
qudrat Allah Yang Maha Esa dan Gagah Perkasa. Air yang mengalir di
wadi-wadi mengikut kadar yang tertentu itu adalah sama dengan segala
sesuatu yang lain yang ditentukan mengikut kadar tenaga dan
keperluannya masing-masing dan ia juga menjadi bukti betapa rapinya
pentadbiran Allah yang menentukan segala-galanya, la merupakan salah
satu persoalan yang dibicarakan oleh surah ini. Semuanya itu menjadi
latar belakang bagi perbandingan yang hendak disampaikan Allah
kepada manusia, yaitu perbandingan yang diambil dari sesuatu yang
dilihat dalam hidup mereka dan dilalui mereka tanpa perhatian.
Air yang turun dari langit itu mengalir memenuhi wadi-wadi dan di
tengah jalannya ia mengumpulkan buih-buih kotor 'yang terapung-apung
di permukaan air hingga kadang-kadang ia melindungi air. Buih-buih itu
mengembang dan bertambah -banyak, tetapi ia tetap buih yang kotor
juga, sedangkan air di bawahnya mengalir tenang, tetapi ia adalah air
yang membawa rahmat dan hayat. Buih-buih seperti itu berlaku juga
pada logam-logam yang dilebur untuk dibuat perhiasan seperti emas dan
perak atau untuk dibuat bejana-bejana atau alat-alat yang berguna dalam
kehidupan seperti besi dan timah, di sana buih-buih yang kotor itu
timbul di permukaan cecair logam itu hingga kadang-kadang menutupi
logam asli, tetapi ia tetap merupakan buih-buih kotor yang akan hilang
lenyap dan yang tetap tinggal ialah logam yang bersih.
Itulah perbandingan di antara kebenaran dan kebatilan di dalam hidup
ini, di mana yang batil timbul, mengembang dan terapung-apung seperti
buih-buih yang kotor dan tidak lama kemudian ia hilang lenyap dan
terbuang kerana ia tidak mempunyai hakikat dan daya tahan yang padu,
sedangkan yang benar tetap tenang walaupun kadang-kadang
disangkakan orang ia tersorok, tenggelam, hilang atau mati, namun ia

39
tetap teguh di bumi seperti air dan logam yang tulen yang berguna
kepada manusia.
Dan demikianlah juga Allah menjelaskan nasib kesudahan da'wah-
da'wah, nasib kesudahan kepercayaan-kepercayaan dan akibat-akibat
segala amalan dan perkataan. Dialah Allah Yang Maha Esa, Yang Maha
Gagah Perkasa, yang mengendalikan urusan alam buana dan hayat, yang
mengetahui lahir dan batin, yang benar dan yang batil, yang kekal dan
yang hilang.18

2.3 Hikmah Mengetahui Ayat-Ayat Tentang Kimia


a. Menambah keimanan terhadap keagungan dan kekuasaan Allah
b. Dengan mengetahui Ayat Al-Qur’an tentang kimia akan menambah
pengetahuan dan pemahaman kita tentang keagungan isi Al-Qur’an.
c. Dapat mengimplementasikan ayat-ayat Al-Qur’an tentang kimia dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Dapat menjadi acuan dalam belajar kimia.
e. Mengetahui bahwa Al-Qur’an telah menjelaskan lebih dulu tentang kimia
secara rinci
f. Agar kita selalu beryukur akan kehadirat Allah Swt
g. Menambah wawasan kita di bidang ilmu pengetahuan terutama tentang
ilmu kimia memotivasi kita untuk mempelajari dan melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai materi yang terkandung dalam ilmu kimia.

18

40
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

41
DAFTAR PUSTAKA

References
Al-Mahalli, I. J., & As-Suyuti, I. J. (2016). Tafsir Jalalain Asbabun Nuzul Ayat Surat
Al-Kahfi s.d. An-Nas Jilid 2. (B. Abubakar, Trans.) Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Hanafi, H. (1989). al-Yaminwa al-Yasar fi al-fikr al-Diniy. Mesir: Madbuliy.

Maritta, N. Q. (2010). Konsep geologi laut dalam al-Qur'an dan sains: analisa surat,
ar Rahman (55): 19-20, surat an Naml (27):61, dan surat al-Furqan (25):53.
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Qardhawi, Y. (1997). al-Marja'iyah al-Ulya fi al-Islam li al-Qur'an wa asl-Sunnah:


Dhawabith wa Mahadzir fi Fahmmiwa al-Tafsir. (B. Fananai, Trans.) Jakarta:
Robbani Press.

RI, K. A. (2011). Al-Qur'an dan Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya.

Sabarni. (2019). Struktur Atom Berdasarkan Ilmu Kimia dan Perspektif Al-Quran.
Lantanida Journal, 7(1), 1-100.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an


Volume 6. Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,


Volume 9. Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an


Volume 11. Jakarta: Lentera Hati.

Sudarmojo, A. H. (2013). History of Earth. Yogyakarta: Bunyan.

42
43

Anda mungkin juga menyukai