Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TAKSONOMI BLOOM DAN TAKSONOMI SOLO


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran
Dosen Pengampu: Rizqona Maharani, M.Pd.

Disusun oleh :
1. Dian Ayu Sholikhah (2110610038)
2. Eka Maulidatuz Zulfa (2110610048)
3. Eka Denti Setiyani (2110610050)
Kelas: B4TMR

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
TAHUN 2023
Alamat kampus Jl. Conge Ngembalrejo Bae Kudus Jawa Tengah PO BOX 51
Phone: 091-438818. Fax: 091-441613.
Email: infoiain@iainkudus.ac.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...........

Syukur kehadirat Allah SWT Yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat. hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini

Shalawat serta Salam senantiasa terucap dari lisan kami. Lisan umat Nabi
Muhammad SAW. Karena kehadiran-Nya telah membawa pencerahan pada alam
semesta. Kehadiran-Nya pula menerangkan mana yang baik dan yang buruk, serta
membawa umat manusia ke jalan yang baik dan terang benderang

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya pengajar
mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika atas bimbingan dan arahan dalam
penulisan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-
baiknya. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak memiliki
kekurangan. Mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak, penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Kudus, 17 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A Latar Belakang .............................................................................................1
B Rumusan Masalah ........................................................................................2
C Tujuan ..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A Taksonomi Bloom ........................................................................................3
1. Pengertian Taksonomi Bloom ...............................................................3
2. Perbedaan Revisi Taksonomi Blooom ..................................................4
3. Tujuan Pembelajaran Taksonomi Bloom ..............................................8
B Taksonomi Solo..........................................................................................14
1. Definisi Taksonomi Solo.....................................................................14
2. Level Berpikir Menurut Taksonomi Solo Dan Penerapannya ............15
BAB III PENUTUP .............................................................................................22
A Kesimpulan.................................................................................................22
B Saran ...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak hanya siswa, para pendidik dituntut agar bisa membimbing siswa
untuk menyelesaikan permasalahan tingkatan tinggi yang ditemui dalam
kehidupan sehari- hari, yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap hasil
belajar dengan menilai kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah. Taksonomi merupakan suatu pengklasifikasian yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi dan menilai hasil belajar siswa. Menurut
Kuswana (2011, hlm. 11), taksonomi berguna untuk memfasilitasi proses
mental, terutama untuk memperoleh dan mencapai tujuan, atau dengan kata
lain sebagai alat belajar berpikir.
Model taksonomi yang sering dipakai di dunia pendidikan adalah
taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom disusun menjadi sebuah tingkatan dari
enam tingkat (kelas-kategori-subkategori) dengan pengetahuan terendah dan
evaluasi di tingkat tertinggi. Hal ini mengklaim bahwa hampir semua tujuan
pendidikan kognitif dapat ditemukan dalam tingkatan ini. Namun, pengguna
kadang- kadang tidak sepakat tentang mana yang menemukan tujuan
pendidikan tertentu dalam tingkatan serta kurangnya keandalan yang
tampaknya berasal dari ketidakjelasan Selain taksonomi Bloom, Biggs dan
Collis pada tahun 1982 mengembangkan model taksonomi, yang kemudian
dikenal dengan taksonomi SOLO. Taksonomi SOLO (Structure of the
Observed Learning Outcome) yang diperkenalkan oleh Biggs & Collins pada
tahun 1982 (Ozdemir & Yildiz, 2015), merupakan suatu pengklasifikasian
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan mengkategorikan kemampuan
kognitif siswa berdasarkan hasil belajarnya (Biggs & Tang, 2011; Mulbar,
dkk. 2017). Taksonomi SOLO mengelompokkan tingkat kemampuan siswa
3 pada lima level berbeda dan bersifat hierarkis, yaitu: Level 0: prastruktural
(prestructural), Level 1: unistruktural (uni-structural),Level 2: multistruktural

1
(multystructural), Level 3: relasional (relational), dan Level 4: extended
abstract. Menurut Bigg dan Collis

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Taksonomi Bloom?
a. Bagaimana Tingkat Kemampuan Berpikir Ranah Kognitif Dan
Contohnyaa?
b. Bagaaimana Tingkatan Kemampuan Berpikir Ranah Afektif Dan
Contohnya?
c. Bagaimana Tingkatan Kemampuan Psikomotor Dan Contohnya?
2. Bagaimana Taksonomi Solo?
a. Bagaimana Definisi Taksonomi Solo?
b. Bagaimana Level Berpikir Menurut Taksonomi Solo Dan
Penerapannya?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Taksonomi Bloom
a. Untuk Mengetahui Tingkat Kemampuan Berpikir Raanah Kognitif
Dan Contohnya
b. Untuk Mengetahui Tingkatan Kemampuan Berpikir Ranah Afektif
Dan Contohnya
c. Untuk Mengetahui Tingkatan Kemampuan Psikomotor Dan
Contohnya
2. Untuk Mengetahui Taksonomi Solo
a. Untuk Mengetahui Definisi Taksonomi Solo
b. Untuk Mengetahui Level Perpikir Menurut Taksonomi Solo Dan
Penerapannya

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Taksonomi Bloom
1. Pengertian Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein
yang berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi
Taksonomi berarti hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan.
Istilah ini kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang
psikolog bidang pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan
mengenai kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran1.
Taksonomi Bloom digunakan sebagai acuan dalam pengembangan
kurikulum di Indonesia. Taksonomi ini digunakan oleh para pengajar
dalam penentuan tingkatan soal yang akan diberikan kepada siswa. Para
pengajar menggunakan istilah yang tercantum dalam taksonomi tersebut
untuk mengembangkan indikator-indikator pembelajaran berbagai mata
pelajaran.
Taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan.
Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu:
kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali
menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis
(bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku
yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan
menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi
ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada
tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom".
Jadi taksonomi (bloom) adalah pengklasifikasian tujuan pendidikan
dengan menyajikannya dalam bentuk hirarki. Tujuan penyajian ke dalam
bentuk system klasifikasi hirarki ini dimaksudkan untuk mengkategorisasi
hasil perubahan pada diri siswa sebagai hasil buah pembelajaran. Menurut

1
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 88.

3
Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah
yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
2. Perbedaan Revisi Taksonomi (Bloom)
Kategori-Kategori Dalam Taksonomi Lama
Taksonomi Bloom ranah kognitif sebelum direvisi mencakup tentang
enam hal. Penjelasan untuk keenam hal tersebut diambil dari uraian Degeng
(2013:202-203) dan Turmuzi (2013). Enam klasifikasi yang tercakup
dalam ranah kognitif adalah
a. Pengetahuan (knowledge) yang menekankan pada mengingat, apakah
dengan mengungkapkan atau mengenal kembali suatu yang telah
pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Bagian ini berisikan
kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan
sebagainya
b. Pemahaman (comprehension) yang menekankan pada pengubahan
informasi ke bentuk yang lebih mudah dipahami. Contoh untuk
klasifikasi ini adalah peserta didik dituntut bisa memahami apa yang
diuraikan dalam gambar piramida penduduk, tabel atau diagram
pertumbuhan penduduk, dan sebagainya
c. Aplikasi (application) yang hasil belajarnya menggunakan abstraksi
pada situasi tertentu dan konkret. Tekanannya adalah untuk
memecahkan suatu masalah. Di tingkat ini, seseorang (peserta didik)
memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode,
rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi pembelajaran
d. Analisis (analysis) dimana hasil belajar yang diperoleh pada klasifikasi
ini adalah memilah informasi ke dalam satuan-satuan bagian yang lebih
rinci sehingga dapat dikenali fungsinya, kaitannya dengan bagian yang
lebih besar, serta organisasi keseluruhan bagian. Peserta didik
diharapkan akan mampu menganalisa informasi yang diterimanya dan
membagi-bagi informasi tersebut ke dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola informasi tersebut atau korelasinya. Contoh

4
untuk level ini adalah peserta didik diarahkan untuk mampu memilah-
milah penyebab ledakan penduduk di beberapa daerah di Indonesia,
membanding-bandingkan faktor penyebab ledakan penduduk di
beberapa daerah di Indonesia, dan menggolongkan setiap penyebab
berdasarkan karakteristiknya, atau menggolongkan faktor yang
menonjol dalam ledakan penduduk tersebut
e. Sintesis (synthesis), hasil belajar dari klasifikasi sintesis adalah
penyatuan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru
dan unik. Peserta didik di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan
struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat,
dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk
menghasilkan solusi yang dibutuhkan
f. Evaluasi (evaluation), hasil yang diperoleh adalah pertimbangan-
pertimbangan tentang nilai dari sesuatu untuk tujuan tertentu. Dalam
klasifikasi ini peserta didik diperkenalkan tentang kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan
sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang
ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
Pada awalnya Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level,
yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi
(apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation)
dalam satu dimensi, maka Anderson dan Kratwohl merevisinya menjadi
dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis.Pada dimensi proses, terdiri atas
mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply),
menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create).
Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual
knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge),
pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetaaahuan
metakognisi (metaakognitive knowledge)

5
Urutan Taksonomi
Dalam taksonomi Bloom revisi urutan taksonomi yang mengalami
perubahan
a. letak evaluasi dan sintesa serta penggantian nama komprehensi menjadi
memahami dan sintesa menjadi mencipta. Perubahan urutan kategori-
kategori dalam taksonomi Bloom didasari oleh kerangka berpikir revisi
adalah hierarki dalam pengertian bahwa enam kategori pokok pada
dimensi proses kognitif disusun secara berurutan dari tingkat
kompleksitas yang rendah ke tinggi. Sementara itu, kategori-kategori
pada skema aslinya diklaim sebagai sebuah hierarki komulatif. Ini
berarti bahwa penguasaan kategori yang lebih kompleks dalam skema
aslinya mensyaratkan penguasaan semua kategori di bawahnya yang
kurang kompleks (Anderson & Krathwohl, 2010:401).
b. Dalam taksonomi revisi Komprehensi/ Pemahaman berganti nama
menjadi memahami karena salah satu kriteria untuk memilih kategori
tabel adalah penggunaan istilah yang digunakan guru dalam berbicara
tentang pekerjaan mereka. Karena yang dipahami adalah istilah yang
umum digunakan dalam tujuan, kurangnya inklusi sering menjadi kritik
dari Taksonomi lama. Pemahaman menjadi memahami terjadi karena
memahami merupakan salah satu proses kognitif yang berpijak pada
kemampuan transfer. Anderson dan Krathwohl (2010:105-114)
menjelaskan siswa dikatakan memahami jika mereka dapat
mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang
bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui
pengajaran, buku, atau layar komputer. Proses-proses kognitif dalam
kategori memahami meliputi:
1) proses kognitif menafsirkan yang terjadi ketika siswa dapat
mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lain
2) proses kognitif mencontohkan yang terjadi ketika siswa
memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum

6
3) proses kognitif mengklasifikasikan terjadi ketika siswa mengetahui
bahwa sesuatu (misalnya, suatu contoh) termasuk dalam kategori
tertentu (misalnya, konsep atau prinsip)
4) proses kognitif merangkum yang terjadi ketika siswa
mengemukakan satu kalimat yang merepresentasikan informasi
yang diterima atau mengabstraksi sebuah tema
5) proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan
pola dalam sejumlah contoh
6) proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi
persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa,
ide, masalah, atau situasi, seperti menentukan bagaimana suatu
peristiwa terkenal menyerupai peristiwa yang kurang terkenal
7) proses kognitif menjelaskan yang berlangsung ketika siswa dapat
membuat dan menggunakan model sebab akibat dalam sebuah
sistem.
c. Dalam taksonomi revisi kategori sintesa diubah menjadi mencipta.
Kategori mencipta melibatkan proses penyusunan elemen-elemen jadi
sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Tujuan-tujuan yang
diklasifikasikan dalam Mencipta meminta siswa membuat produk baru
dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi satu pola atau
struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Dalam mencipta siswa
mengumpulkan elemen-elemen dari banyak sumber dan
menggabungkan mereka jadi sebuah struktur atau pola baru yang
bertalian dengan pengetahuan siswa sebelumnya. Mencipta berisikan
tiga proses kognitif:
1) merumuskan yang melibatkan proses menggambarkan masalah
dan membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria-
kriteria tertentu
2) merencanakan yang melibatkan proses merencanakan metode
penyelesaian masalah yang sesuai dengan kriteriakriteria

7
masalahnya, yakni membuat rencana untuk menyelesaikan
masalah
3) memproduksi melibatkan proses melaksanakan rencana untuk
menyelesaikan masalah yang memenuhi spesifikasi-spesifikasi
tertentu (Anderson & Krathwohl, 2010:128-132).

3. Tujuan Pembelajaran Taksonomi (Bloom)


Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan
nilai-nilai. Taksonomi Bloom merupakan hasil kelompok penilai di
Universitas yang terdiri dari B.S Bloom Editor M.D Engelhart, E Frust,
W.H. Hill dan D.R Krathwohl, yang kemudian di dukung oleh Ralp W.
Tyler. Bloom merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada 3
tingkatan yaitu :
a. Tingkat Kemampuan Berpikir Ranah Kognitif Dan Contohnya
Ranah kognitif merupakan segi kemampuan yang berkaitan dengan
aspek-aspek pengetahuan, penalaran, atau pikiran.2 Bloom membagi
ranah kognitif ke dalam enam tingkatan atau kategori, yaitu:
1) Mengingat (Remember)
Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari
dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam
ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan
mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).

2
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 298.

8
Kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan
sebagainya.3
Contoh: menyatakan kebijakan
2) Memahami (Understand)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menangkap
makna dan arti tentang hal yang dipelajari.4 Adanya kemampuan
dalam menguraikan isi pokok bacaan; mengubah data yang disajikan
dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. Kemampuan ini setingkat lebih
tinggi daripada kemampuan.
Contoh: menulis kembali atau merangkum materi pelajaran.
3) Menerapkan (Apply)
Kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode untuk
menghadapi suatu kasus atau problem yang konkret atau nyata dan
baru.5 kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur metode,
rumus, teori dan sebagainya. Adanya kemampuan dinyatakan dalam
aplikasi suatu rumus pada persoalan yang dihadapi atau aplikasi
suatu metode kerja pada pemecahan problem baru. Misalnya
menggunakan prinsip. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi
daripada kemampuan
Contoh: menggunakan pedoman / aturan dalam menghitung gaji
pegawai.
4) Menganalisis (Analyze)
Di tingkat analisis, sesorang mampu memecahkan informasi yang
kompleks menjadi bagian-bagian kecil dan mengaitkan informasi
dengan informasi lain.6 Kemampuan untuk merinci suatu kesatuan
ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau

3
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 27.
4
W.S. Winkle, Psikologi Pengajaran, hlm. 150.
5
W.S. Winkle, Psikologi Pengajaran, hlm. 150.
6
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo, hlm. 468

9
organisasinya dapat dipahami dengan baik. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan.
Contoh: Menganalisa penyebab meningkatnya Harga pokok
penjualan dalam laporan keuangan dengan memisahkan komponen-
komponennya.
5) Menilai (Evaluate)
Kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru.
Bagian-bagian dihubungkan stu sama lain. Kemampuan mengenali
data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi
yang dibutuhkan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam
membuat suatu rencana penyusunan satuan pelajaran. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program kerja. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan.
Contoh: Menyusun suatu program kerja. Kemampuan ini setingkat
lebih tinggi daripada kemampuan.
6) Berkreasi (Create)
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu materi
pembelajaran, argumen yang berkenaan dengan sesuatu yang
diketahui, dipahami, dilakukan, dianalisis dan dihasilkan.7
kemampuan untuk membentuk sesuatu atau beberapa hal, bersama
dengan pertanggungjawaban pendapat berdasarkan kriteria tertentu.
Misalnya kemampuan menilai hasil karangan. Kemampuan ini
dinyatakan dalam menentukan penilaian terhadapa sesuatu.
Contoh: Membandingkaan hasil ujian siswa dengan kunci jawaban.
b. Tingkatan Kemampuan Berpikir Ranah Afektif Dan Contohnya
Ranah afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan
perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran.
Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional,
seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan

7
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, hlm. 92.

10
sebagainya. Ranah afektif terdiri dari lima ranah yang berhubungan
dengan respons emosional terhadap tugas. Pembagian ranah afektif ini
disusun oleh Bloom bersama dengan David Krathwol, antara lain:
1) Penerimaan (receiving)
Seseorang peka terhadap suatu perangsang dan kesediaan untuk
memperhatikan rangsangan itu,8seperti penjelasan yang diberikan
oleh guru. Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di
lingkungannya yang dalam pengajaran bentuknya berupa
mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan
mengarahkannya. Misalnya juga kemampuan mengakui adanya
perbedaan-perbedaan.
Contoh: Mengakui adanya perbedaan-perbedaan.
2) Partisipasi (responding)
Tingkatan yang mencakup kerelaan dan kesediaan untuk
memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan.9Hal ini dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi
terhadap rangsangan yang disjikan, meliputi persetujuan,
kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan. Misalnya,
mematuhi aturan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Contoh: Mematuhi aturan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3) Penilaian atau Penentuan Sikap (valuing)
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan
membawa diri sesuai dengan penilaian itu10. Mulai dibentuk suatu
sikap,menrima, menolak atau mengabaikan. Misalnya menerima
pendapat orang lain.
Contoh: Menerima pendapat orang lain.
4) Organisasi (organization)

8
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 298.
9
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 28
10
W.S. Winkle, Psikologi Pengajaran, hlm. 152.

11
Kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman
dan pegangan dalam kehidupan.11 Misalnya, menempatkan nilai
pad suatu skala nilai dan dijadikan pedoman dalam bertindak
secara bertanggungjawab.
Contoh: Menempatkan nilai pada suatu skala nilai dan dijadikan
pedoman dalam bertindak secara bertanggungjawab.
5) Pembentukan Pola Hidup (characterization by a value)
Kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan, sehingga menjadi
milik pribadi (internalisasi) menjadi pegangan nyata dan jelas
dalam mengatur kehidupannya sendiri.12 Memiliki sistem nilai
yang mengendalikan tingkah lakunya sehingga menjadi
karakteristik gaya hidupnya. Kemampuan ini dinyatakan dalam
pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti mencurahkan waktu
secukupnya pada tugas belajar atau bekerja. Misalnya juga
kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang
berdisiplin.
Contoh: Kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan
tindakan yang berdisiplin.
c. Tingkatan Kemampuan Psikomotor Dan Contohnya
Ranah psikomotor kebanyakan dari kita menghubungkan aktivitas
motor dengan pendidkan fisik dan atletik, tetapi banyak subjek lain,
seperti menulis dengan tangan dan pengolahan kata juga membutuhkan
gerakan. Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek keterampilan jasmani. Rician dalam ranah ini tidak dibuat
oleh Bloom, namun oleh ahli lain yang berdasarkan ranah yang dibuat
oleh Bloom, antara lain:
a. Persepsi (perception)

11
W.S. Winkle, Psikologi Pengajaran, hlm. 152.
12
W.S. Winkle, Psikologi Pengajaran, hlm. 153.

12
Kemampuan untuk menggunakan isyaratisyarat sensoris dalam
memandu aktivitas motrik. Penggunaan alat indera sebagai
rangsangan untuk menyeleksi isyarat menuju terjemahan.
Misalnya, Menurunkan suhu AC saat merasa ruangan panas.
b. Kesiapan (set)
Kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai suatu
gerakan.13 kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan
gerakan.
Contoh: Melakukan pekerjaan sesuai urutan, posisi start lomba lari.
c. Gerakan terbimbing (guided response)
Kemampuan untukmelakukan suatu gerakan sesuai dengan contoh
yang diberikan. Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang
kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
Contoh: membuat lingkaran di atas pola.
d. Gerakan yang terbiasa (mechanical response)
Kemampuan melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh
yang diberikan karena sudah dilatih secukupnya. membiasakan
gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan
meyakinkan dan cakap.
Contoh: Melakukan lompat tinggi dengan tepat.14
e. Gerakan yang kompleks (complex response)
Kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri
dari banyak tahap dengan lancar, tepat dan efisien15. gerakan
motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola
gerakan yang kompleks.
Contoh: bongkar pasang peralatan dengan tepat.
f. Penyesuaian pola gerakan (adjusment)

13
Muhammad Yaummi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, hlm. 98.
14
W.S. Winkle, Psikologi Pengajaran, hlm. 152.
15
W.S. Winkle, Psikologi Pengajaran, hlm. 153.

13
Kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan
pola gerakan dengan persyaratan khusus yang berlaku.
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan
dalam berbagai situasi.
Contoh: keterampilan bertanding.
g. Kreativitas (creativity)
Kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar
prakarsa atau inisiatif sendiri. Misalnya, kemampuannya membuat
kreasi tari baru.
Contoh: Kemampuannya membuat kreasi tari baru.

B. Taksonomi Solo
1. Definisi Taksonomi Solo
Perkembangan kognitif merupakan bagian integral proses
perkembangan individu sejak lahir sampai akhir hayatnya. Perkembangan
ini bermula dari organisme biologik yang mengembangkan kemampuan
dasar seseorang. Fungsi organisme biologik tersebut ditentukan oleh
interaksinya dengan lingkungan. Dalam hal ini kebutuhan dan interes
individu sangat esensial bagi perkembangannya dan banyak pula
ditentukan oleh pengalaman dan pemahaman tentang lingkungannya.
Secara sederhana kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai suatu proses
berpikir seseorang yang tidak dapat secara langsung terlihat dari luar. Hal
ini sesuai pendapat Winkel (2001) bahwa kemampuan kognitif merupakan
kegiatan intelektual yang tidak dapat diamati dari luar, apa yang terjadi
pada seseorang yang sedang belajar tidak dapat diketahui secara langsung
tanpa orang itu menampakkan kegiatan yang merupakan fenomena belajar.
Demikian juga Collis (1993) menyatakan kegunaan taksonomi SOLO
untuk menyusun butir soal dan untuk interpretasi respon siswa sangat
nyata.16

16
Daitin Tarigan, “Taksonomi Solo dalam Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Geometri Bagi

14
Biggs dan Collis (1982) menjelaskan bahwa tiap tahap kognitif terdapat
respon yang sama dan makin meningkat dari yang sederhana sampai yang
abstrak. Teori mereka dikenal dengan Structure of the Observed Learning
Outcome (SOLO) yaitu struktur hasil belajar yang diamati.17 Kemampuan
kognitif yang Dapat dilihat adalah tingkah laku sebagai akibat Terjadinya
proses berpikir seseorang. Dari Tingkah laku yang tampak itu dapt ditarik
Kesimpulan mengenai tingkah laku kognitifnya. Kita tidak dapat melihat
secara langsung Proses berpikir yang sedang terjadi pada Mahasiswa yang
dihadapkan pada sejumlah Pertanyaan, akan tetapi kita dapat mengetahui
Kemampuan kognitifnya dari jenis dan kualitas Respon yang diberikan.
Taksonomi SOLO digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
merespon suatu masalah yang diklasifikasikan menjadi lima level berbeda
dan bersifat hirarkis yaitu prastruktural, unistruktural, multistruktural,
relasional, dan extended abstract.18
2. Level Berpikir Menurut Taksonomi Solo Dan Penerapannya
a. Level Berpikir Menurut Taksonomi Solo
Taksonomi SOLO merupakan klasifikasi kemampuan siswa dalam
menyelesaikan atau memecahkan masalah dengan memperhatikan
karakteristik kelima level kemampuan pada taksonomi SOLO, yaitu
level prastruktural, unistruktural, multistruktural, relasional, dan
extended abstract. Deskripsi kelima level tersebut adalah sebagai
berikut:19
1) Level prastruktural

Mahasiswa PGSD”, JURNAL Pengabdian Kepada Masyarakat, vol.20 No. 75 (Maret, 2014), 36-
37
17
Luvia Febryani Putri dan Janet Trineke Manoy, “Identifikasi Kemampuan Matematika Siswa
Dalam Memecahkan Masalah Aljabar Di Kelas Viii Berdasarkan Taksonomi Solo”, Jurnal
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya,
18
Daitin Tarigan, “Taksonomi Solo dalam Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Geometri Bagi
Mahasiswa PGSD”, JURNAL Pengabdian Kepada Masyarakat, vol.20 No. 75 (Maret, 2014), 36-
37
19
Luvia Febryani Putri dan Janet Trineke Manoy, “Identifikasi Kemampuan Matematika Siswa
Dalam Memecahka n Masalah Aljabar Di Kelas Viii Berdasarkan Taksonomi Solo”, Jurnal
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya,

15
Pada level ini siswa memiliki sedikit informasi terhadap
suatu pertanyaan, sehingga tidak memiliki makna apapun dalam
memecahkan masalah, pertanyaan tidak diselesaikan dengan tepat.
Pada kondisi ini, apabila siswa berusaha menjawab suatu
pertanyaan maka hanya sedikit sekali informasi yang didapat
sehingga informasi tidak relevan atau tidak memiliki upaya dalam
menyelesaikan masalah sehingga cenderung menghindari untuk
menjawab sutau pertanyaan. Hal ini berarti siswa tidak memahami
masalah yang harus diselesaikan
2) Level unistruktural
Siswa menggunakan sepenggal informasi yang jelas dan langsung
dari soal sehingga dapat menyelesaikan soal dengan sederhana dan
tepat.
3) Level multistruktural
Pada level ini siswa dapat menggunakan beberapa penggal
informasi atau penyelesaian namun tidak dapat menghubungkan
secara bersama-sama sehingga memiliki kesimpulan yang tidak
tepat..
4) Level relasional
Siswa berpikir dengan menggunakan dua penggal informasi atau
lebih dari soal yang diberikan dan menghubungkan informasi-
informasi tersebut untuk menyelesaikan soal yang diberikan
dengan tepat dan dapat menarik kesimpulan.
5) Level extended abstract
Siswa berpikir induktif dan deduktif, menggunakan dua penggal
informasi atau lebih dari soal yang diberikan dan menghubungkan
informasi-informasi tersebut kemudian menarik kesimpulan untuk
membangun suatu konsep baru dan menerapkannya.

16
Biggs dan Tang juga mendeskripsikan bahwa siswa memiliki tahapan-
tahapan dalam merespon suatu masalah berdasarkan taksonomi SOLO
yaitu sebagai berikut:20
1) Prestructural
Siswa tidak memahami masalah yang diberikan sehingga
cenderung menghindari dalam menyelesaikan masalah. Tidak
memiliki ketrampilan dalam mengerjakan tugas dan sedikit
melakukan sesuatu secara relevan. Tidak melakukan identifikasi
pada konsep-konsep yang terkait dan sering menuliskan fakta yang
tidak memiliki kaitan.
2) Unistructural
Siswa menggunakan satu informasi dan satu konsep pada proses
pemecahan masalah, menggunakan data yang terpilih untuk
menyelesaikan masalah namun kesimpulan masih tidak relevan.
3) Multistructural
Siswa dapat menggunakan beberapa informasi namun tidak ada
hubungan sehingga tidak dapat menarik kesimpulan.
4) Relational
Siswa dapat menggunakan semua informasi pada konsep atau
proses penyelesaian sehingga dapat menarik kesimpulan yang
relevan.
5) Extended Abstrac
Siswa dapat menggunakan semua data atau informasi yang
diaplikasikan pada konsep atau proses penyelesaian, dapat
memberikan hasil sementara serta dapat menghubungkan informasi
atau data sehingga dapat menarik kesimpulan. Setelah itu, mampu
membuat generalisasi yang diperolehnya.
Menurut BSNP (Badan Nasional Standar Pendidikan) pada
peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.64 Tahun 2013

20
Buaddin Hasan, “Karakteristik Respon Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Geometri
Berdasarkan Taksonomi SOLO”, Jurnal Inovasi Pembelajaran, vol. 3 No. 1 (Mei, 2017), 451

17
menyatakan bahwa dalam standar kurikulum 2013, dalam mengukur
hasil belajar siswa dikelompokkan menjadi lima kategori berdasarkan
sebuah teori yaitu teori taksonomi SOLO yaitu prestructural (level 0
adalah kelas TK), unistructural (level I adalah kelas I dan kelas II),
multistructual (level 2 adalah kelas III dan IV), relational (level 3 adalah
kelas V dan VI), extended abstract (level 4 adalah kelas VII, VIII, IX).7
Seperti yang sudah dijelaskan pada pernyataan tersebut bahwa belajar
matematika kelas VII, seorang guru harus menekankan dan mendorong
siswa memperoleh prestasi belajar pada pola tingkat atau sampai level
extended abstract atau abstrak yang diperluas.

b. Penerapan Taksonomi Solo


penerapan Taksonomi SOLO untuk mengetahui kualitas respon
siswa dan analisis kesalahan sangatlah tepat, sebab Taksonomi SOLO
mempunyai beberapa kelebihan yaitu Taksonomi SOLO merupakan
alat yang mudah dan sederhana untuk menentukan level respon siswa
terhadap suatu pertanyaan matematika, Taksonomi SOLO merupakan
alat yang mudah dan sederhana untuk pengkategorian kesalahan
menilai kualitas respon dalam menyelesaikan soal atau pertanyaan dan
Taksonomi SOLO merupakan alat yang mudah dan sederhana untuk
menyusun dan menentukan tingkat kesulitan atau kompleksitas suatu
soal atau pertanyaan matematika.
Dalam penerapan taksonomi solo ini berupa contoh tes yang
dilakukan adalah tes tertulis. Tes yang dilakukan terdiri dari 3 soal
dalam materi “Piegon hole” dengan rincian soal sebagai berikut: (1)
Terdapat 66 sumpit kuning, 15 sumpit cokelat, dan 52 sumpit putih
yang dicampur bersama. Jika dengan menutup mata, Anda ingin
mendapatkan 1 pasang sumpit yang bukan cokelat dan 3 pasang sumpit
yang bukan putih, maka berapa banyak sumpit setidaknya yang perlu
Anda ambil? (2) Diberikan barisan bilangan 1,2,3,⋯,100. Jika dari
barisan bilangan tersebut diambil 51 bilangan secara acak, buktikan

18
bahwa setidaknya ada 2 bilangan yang selisihnya 50? (3) Jumlah siswa
minimal dalam satu kelas agar didapat 2 siswa dengan zodiak yang
sama adalah? Tes tersebut disusun berdasarkan indikator tingkat
kesulitan soal yang mengarah pada kategori berpikir mahasiswa.
Wawancara terstruktur yang dilakukan adalah untuk menggali
mengenai tahapan berpikir mahasiswa, cara belajar serta pengusaan
materi selama mengikuti perkuliahan teori graph. Adapun proses
reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: (a) melakukan
koreksi terhadap hasil kerja dari setiap subjek penelitian, (b)
memproses transformasi hasil pekerjaan subjek penelitian guna
dijadikan sebagai bahan pedoman dalam wawancara, (c) proses
menyederhanakan hasil dari proses wawancara untuk diubah dalam
bentuk catatan, dan (3) Penyajian data, merupakan kegiatan dalam
pembuatan laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar data yang
telah dikumpulkan dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
Hasil yang telah dilakukan terhadap tiga orang subjek penelitian,
dalam hal ini subjeknya berupa 3 mahasiswa program studi Pendidikan
Matematika Universitas Tribhuwana Tunggadewi Angkatan 2019 pada
mata kuliah Teori Graph yang terdiri dari mahasiswa berkemampuan
matematika dalam kategori tinggi, mahasiswa berkemampuan
matematika dalam kategori sedang, dan mahasiswa berkemampuan
matematika dalam kategori rendah. Data diperoleh dari hasil prestest
awal penelitian dengan mengerjakan soal tentang “Chinnese Postman
Problem” untuk mahasiswa satu kelas yang berisi 12 orang. Kegiatan
ini memberikan soal yang telah dikemas sesuai dengan analisis
taksonomi SOLO dengan materi “Pigeon Hole”. Adapun perolehan

19
hasil analisis respon mahasiswa sesuai penerapan taksonomi SOLO
untuk setiap kategori sesuai pemecahan soalnya adalah:21
1. Respon subjek kemampuan dalam kategori tinggi
Analisis yang dilakukan terhadap mahasiswa
berkemampuan kategori tinggi menunjukkan hasil bahwa
mahasiswa tersebut telah mampu melakukan penyelesaian masalah
kategori unistructural dengan benar. Berdasarkan analisis jawaban
yang dituliskan oleh mahasiswa tersebut, maka diperoleh
kesimpulan bahwa respon mahasiswa yang memiliki kemampuan
kategori tinggi telah memenuhi level multistructural. Salah satu
jawaban dari mahasiswa dalam kategori ini tertuang dalam
jawaban soal nomor 3 dengan sederhana mahasiswa tersebut
menjawab “Jumlah zodiak yang kita kenal ada 12”. Jika kita pilih
12 siswa, ada kemungkinan zodiak mereka berbeda semua, namun
bila kita pilih 12+1=13 siswa, dipastikan setidaknya ada 2 siswa
dengan zodiak yang sama”. Berdasarkan hasil kerja 3 mahasiswa
hanya 1 mahasiswa dengan kondisi pemecahan matematis terbaik
yang mampu menyelesaikannya dengan tepat. Hasil wawancara
dengan 3 subjek penelitian juga menunjukkan jika 2 mahasiswa
yang lain tidak memiliki gambaran dalam menyelesaikan masalah
tersebut dan mahasiswa yang mampu menjawab benar memang
telah menyelesaikannya sesuai dengan seharusnya materi yang dia
kuasai.
2. Respon subjek kemampuan dalam kategori sedang
Hasil analisis yang dilakukan terhadap mahasiswa
berkemampuan kategori sedang, disimpulkan bahwa mahasiswa
telah mampu menyelesaikan masalah secara tepat, tetapi alur
penyelesaian masalah yang dilakukan oleh mahasiswa masih

Rudy Setiawan dan Elita Mega Selvia Wijaya, “Penerapan Taksonomi Solo (Structure Of
21

Observed Learning Outcome) Dalam Memecahkan Masalah Matematika”, Journal Of


Mathematics Education, vol. 3 No. 1, (Juni, 2022), 101-103

20
belum sistematis, serta mahasiswa belum mampu membuat secara
tertulis semua informasi yang diberikan. Oleh karena itu
mahasiswa tersebut masih berada di level unistructural
berdasarkan kemampuannya dalam merespon masalah.
3. Respon subjek kemampuan dalam kategori rendah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa belum mampu
memahami soal yang dihadapi (dengan kata lain belum mampu
menguasai konsep dengan baik atau belum mampu melakukan
proses terhadap informasi yang relevan), sehingga respon
mahasiswa masih dalam tahapan prestuctural

Berdasarkan pemaparan beberapa hal di atas, maka kemampuan


pemecahan masalah matematis mahasiswa secara umum dapat
dikatakan dalam kondisi baik jika kemampuan pemecahan masalah
berada pada tahapan unistructural-multistructural. Zuroidah (2010:52)
tentang respon siswa terhadap masalah matematika sintesis bahwa
respon siswa yang berada pada level unistruktural adalah siswa hanya
menggunakan satu informasi dari soal yang diberikan. Kemampuan
abstrak diperluas ini merupakan kemampuan tingkat tertinggi yang
memang jarang bias dilewati siswa, rata-rata siswa hanya mampu
mencapai level unistruktural dan multistruktural saja (Ekawati:2013).
Berdasarkan kondisi penelitian terdahulu diperoleh persamaan
mengenai kemampuan pemecahan secara umum yang baik adalah pada
fase unistructural-multistructural. Bahkan ada yang sudah mencapai
unistruktural saja dikatakan sudah tinggi.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Taksonomi merupakan klasifikasi tujuan-tujuan pembelajaran yang
digolongkan pada tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang
dikembangkan oleh kelompok pakar pendidikan. Beberapa model taksonomi di
antaranya adalah taksonomi Bloom dan taksonomi SOLO. Ranah kognitif
dalam taksonomi Bloom adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Sedangkan taksonomi SOLO adalah model taksonomi
yang digunakan untuk mengukur kualitas respon siswa. Terkait dengan hal
tersebut, matematika merupakan pelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan pola pikir kognitif. Hubungan antara matematika, taksonomi
Bloom, dan taksonomi SOLO akan membentuk suatu masalah matematika
berdasarkan taksonomi Bloom, sedangkan untuk mengukur kualitas respon
terhadap masalah matematika tersebut sangat efektif dengan menggunakan
taksonomi SOLO. Menentukan tingkat respons siswa merupakan hal penting
yang harus dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh siswa mampu memahami
pembelajaran matematika yang telah berlangsung. Sedangkan evaluasi
merupakan ranah tertinggi dalam ranah kognitif taksonomi Bloom.
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, akan tetapi pada kenyataanya masih banyak kekurangan yang perlu
penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karen aitu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya.

22
DAFTAR PUSTAKA
Ayub, Putu dan Sujoko Edy. Revisi Taksonomi Pembelajaran Benyamin S. Bloom.
Salatiga: FKIP Universitas Kristen Satya Wacana.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, 2009.
Febryani Putri Luvia dan Janet Trineke Manoy, “Identifikasi Kemampuan
Matematika Siswa Dalam Memecahkan Masalah Aljabar Di Kelas Viii
Berdasarkan Taksonomi Solo”, Jurnal Mahasiswa Universitas Negeri
Surabaya, Vol. 25 (Mei 2013), Hal 57-78.
Hasan Buaddin, “Karakteristik Respon Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Geometri
Berdasarkan Taksonomi SOLO”, Jurnal Inovasi Pembelajaran, vol. 3
(Mei, 2017), hal 451
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, Kencana, 2013
Retno Utari, Widyaiswara Madya, KNPK Pusdiklat. "Taksonomi Bloom."
Pusdiklat KNPK 766, 2011.
Setiawan Rudy dan Elita Mega Selvia Wijaya, “Penerapan Taksonomi Solo
(Structure Of Observed Learning Outcome) Dalam Memecahkan Masalah
Matematika”, Journal Of Mathematics Education, vol. 3. (Juni, 2022), Hal.
101-103
Tarigan Daitin, “Taksonomi Solo dalam Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal
Geometri Bagi Mahasiswa PGSD”, JURNAL Pengabdian Kepada
Masyarakat, vol.20 (Maret, 2014), Hal. 36-37.

23

Anda mungkin juga menyukai