Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH LANDASAN MATEMATIKA

HIMPUNAN

Dosen Pengampu :

Ibu Umi Hanifah,M.Pd.

Disusun oleh :

Humairotin (2031722030)

Miftah Fauzyyah (2031722031)

Rahmadania Rizki Ananda (2031722034)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

INSTITUT TEKNOLOGI & SAINS NAHDLATUL ULAMA

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
nikmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Landasan
Matematika tepat waktu. Terima kasih juga kami ucapkan kepada guru pembimbing yang selalu
memberikan dukungan dan bimbingannya Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk
memenuhi nilai tugas Landasan Matematika.

Tak hanya itu, kami juga berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya. Walaupun demikian, kami menyadari dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya kata, kami berharap semoga makalah Landasan Matematika ini bisa
memberikan informasi dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Kami juga mengucapkan
terima kami kepada para pembaca yang telah membaca makalah ini hingga akhir.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................


2
Daftar Isi ……......................................................................................... 3

BAB I : PENDAHULUAN
4
A. Latar Belakang ............................................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4

C. Tujuan penulisan ......................................................................... 4

BAB II : PEMBAHASAN
5
A. Kardinalitas ……………….........................................................
5
1. Ekivalensi Dua himpunan………………………………
6
2. Himpunan finit dan infinit…………………………........
B. Himpunan Terurut Parsial(Partially Ordered Set atau POSET)... 9
1. Pengertian Poset………………………………………... 9
2. Himpunan Bagian Dari Poset………………………….. 12
3. Elemen Awal Dan Elemen Akhir………………………
14
4. Elemen Minimum dan Elemen Maksimun……………..
15
5. Batas Bawah Dan Batas Atas…………………………...
17
6. Dua Himpunan Yang Similar…………………………...
19
BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 23
B. Saran ...........................................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 23

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
George Cantor (1845 – 1918) adalah seorang ahli Matematika bangsa Jerman yang pertama
kali mengembangkan teori himpunan. Pada permulaannya konsep mengenai himpunan bertahun-
tahun tidak diterima, tetapi baru tahun 1920 pendapatnya itu dipertimbangkan oleh para ahli
matematika pada waktu itu.
Himpunan adalah konsep dasar semua cabang matematika. Secara intuitif, himpunan
adalah kumpulan objek (konkrit atau abstrak) yang mempunyai syarat tertentu dan jelas. Teori
himpunan membantu kita dalam membandingkan himpunan-himpunan untuk melihat hubungan-
hubungannya. Untuk menyelesaikan persamaan, menggambar grafik, mempelajari peluang atau
kemungkinan, menjelaskan konsep-konsep atau gambar-gambar geometri akan lebih mudah dan
sederhana bila kita menggunakan konsep dan bahasa himpunan.
B.Rumusan Masalah
1. Apa itu Ekivalensi Dua Himpunan ?
2. Apa itu Himpunan Finit Dan Infinit ?
3. Apa Pengertian Poset ?
4. Apa Saja Himpunan Bagian Dari Poset ?
5. Apa itu Elemen Awal Dan Elemen Akhir ?
6. Apa itu Elemen Minimum Dan Elemen Maksimum ?
7. Apa itu Batas Bawah Dan Batas Atas ?
8. Apa itu Himpunan Yang Similar ?

C.Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang apa itu Ekivalensi Dua Himpunan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang apa itu Himpunan Finit Dan Infinit
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang apa Pengertian Poset
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang apa saja Himpunan Bagian Dari Poset
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang apa itu Elemen Awal Dan Elemen Akhir
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang apa itu Elemen Minimum Dan Elemen
Maksimum
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang apa itu Batas Bawah Dan Batas Atas
8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang apa itu Himpunan Yang Similar

4
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Kardinalitas
1. Ekivalensi dua himpunan

Telah kita pelajari pengertian dua himpunan A dan B yang ekivalen, yakni jika a dan
B berkorespomdensi satu-satu. Perhatikan dua himpunan A dan B yang sama banyak
anggotanya berikut ini.

Himpunan A dan himpunan B berkorespondensi satu-satu. Jadi A ekivalen dengan B


dan ditulis A ∞ B. Dalam gambar terlihat bahwa korespondensi satu-satu juga
merupakan fungsi dari A ke B yang bijektif.

Dengan demikian kita dapat menyatakan ekivalensi dua himpunan dengan cara lain,
yaitu:

Dua himpunan A dan B dikatakan ekivalen jika ada fungsi bijektif dari A ke B
atau dari B ke A.

Contoh

a) A = { 2, 4, 6, 8 } dan B = { p , q , r , s }

5
Keduanya ekivalen. Hal ini dapat ditunjukkan dengan menghubungkan
elemen dari masing-masing himpunan, atau dengan menunjukkan satu fungsi
bijektif dari A ke B atau dari B ke A. Misal f : A B = { (2,p), ( 4, q) , (6, s) ,
(8, r) }

b) A = { 1, 2, 3, 4, 5, . . . } dan B = { 2, 4, 6, 8, 10, . . . }

Ekivalensi kedua himpunan itu dapat ditunjukkan dengan fungsi: f: x 2x yang


bijektif.

2. Himpunan finit dan infinit

Sebenarnya pengertian keduanya telah kita pelajari, tetapi sekarang kita dalami lagi
kedua jenis himpunan tersebut. Untuk itu perhatikan himpunan bilangan asli ini.

A = { 1, 2, 3, 4, 5, . . . }

An= { 1, 2, 3, 4, 5, . . , n }

Himpunan kedua, yaitu Am merupakan himpunan bagian dari himpunan bilangan asli
mulai dari bilangan 1 sampai dengan n.

Jadi, kita tulis Ak = { 1, 2, 3, 4, . . . , k }

Sekarang perhatikan beberapa himpunan yang lain berikut ini.

P = { a, b, c, d, e, f }

Q = { x │x = 1, 3, 5, 7, 9 , . . . }

R = { x │0 < x < 2 , x bilangan real }

Bagaimanakah jika ketiga himpunan di atas kita korespondensikan satu-satu dengan


himpunan A atau An? Himpunan P ternyata dapat dikorespondensikan satu-satu
dengan A6, jadi P ekivalen dengan A6, atau ditulis P ∞A6.

Kita perhatikan himpunan Q dan himpunan A

A = { 1, 2, 3, 4, 5, . . . }

Q = {1, 3, 5, 7, 9 , . . . }

6
Keduanya dapay dikorespondensikan satu-satu; hal ini dapat ditunjukkan dengan
fungsi dari A ke Q, misal f : x 2x – 1 yang bijektif. Jadi A ∞ Q.

Bagaimana dengan R? Sangat sulit bagi kita untuk menuliskan anggota-anggotanya


secara urut bukan? Bahkan tidak mungin kita mengurutkan anggota-anggota
himpunan R. Memamg kita tidak dapat melakukan korespondensi satu-satu antara R
dengan An ataupun A. Jadi R ≠ A.

Himpunan semacam P itulah yang kita sebut sebagai himpunan finit atau berhingga.
Sedangkan himpunan Q dan R disebut himpunan ibfinit atau tak berhingga ( atau
tak hingga). Namun, jika kita teliti lagi, himpunan Q dan R mempunyai ciri khusus
juga, yakni Q ∞ A sedangkan R ∞ A. /

Sekarang kita kemukakan pengertian-pengertian tentang himpunan finit dan infinit


secara lebih cernat sebagai berikut.

a) Himpunan H disebut finit jhj H ∞ Ak atau H̷ = ᴓ.

b) Himpunan H disebut infinit jhj H ∞̷ Ak dan H = ᴓ.

c) Himpunan H disebot denunerable jhj H ∞ A

d) Himpunan H disebut countable jhj H finit atau H denumerable. (countable sering


juga disebut dengan terbilang)

e) Himpunan H disebut uncountable jhj H tidak finit dan H tidak denumerable.

(uncountable sering juga disebut dengan non-denumerable)

Contoh:

Himpunan finit: B = { p, q, r, s, t }

C = { x │ 0 < x < 10, x bilangan bulat }

Himpunan denumerable : G = { 2, 4, 6, 8, 10, ... }

U = { x │x = n + 3, n = 1, 2, 3, 4, ... }

7
Himpunan nondenumerable: D { x │ 3 ≤ x ≤ 6 , x bil. real }

Dari uraian dan cntoh tersebut di atas, terlihat ada hal lain yang perlu diperhatikan.
Perhatikan dua himpunan berikut.

A = { 1, 2, 3, 4, 5, ... }

G = { 2, 4, 6, 8, 10, ... }

Kedua himpunan di atas ekivalen bukan? Berarti anggota himpunan tersebut dapat
dipasangkan satu–satu, satu sama lain. Tetapi g adalah himpunan A bukan?
Mungkinkah hal tersebut tersebut jika himpunannya finit? Selanjutnya perhatikan
contoh berikut ini.

Segitiga ABC adalah siku-siku di C. Segmen AB merupakan himpunan titik-titik.


Demikian juga segmen AC. Dengan menggunakan garis sejajar BC, kita dapat
menggunakan setiap titik di AB dengan titik di AC.

Ini berarti bahwa himpunan AB ekivalen dengan himpunan AC. Sedangkan jelas
bahwa panjang AC lebih kecil daripada panjang AB. Jika AB kita rebahkan ke arah
AC akan terlihat bahwa AC menjadi himpunan bagian sejati dari AB. Sekali lagi kita
hadapi ada suatu himpunan yang ekivalen dengan himpunan bagian sejatinya. Hal itu
hanya mungkin jika himpunan itu adalah infinit. (Ada pula buku yang menggunakan
ini sebagai definisi himpunan infinit).

Telah kita ketahui bahwa suatu himpunan H disebut denumerable jika H ekivalen
dengan himpunan bilangan asli A. Dengan demikian kita dapat memberi nomor
(misalnya dalam bentuk indeks) kepada anggota-anggota dari H. Ini sama artinya

8
dengan memasangkan bilangan asli dengan anggota himpunan H. Jadi setiap
himpunan denumerable dapat ditulis sebagai berikut.

{a1, a2, a3, a4, a5, ...} atau

{b1, b2, b3, b4, b5, ...} dan sebagainya.

B. Himpunan Terurut Parsial(Partially Ordered Set atau POSET)


1. Pengertian Poset
Sebelum kita membahas tentang Poset, kita pelajari dulu materi yang
berhubungan dengan Poset yakni relasi urutan parsial.
Perhatikan suatu himpunan S ≠ ᴓ.
Suatu relasi R pada himpunan S disebut relasi urutan parsial atau partial order
pada himpunan S jika R bersifat:
1) refleksif; yaitu (∀ a ∈ S). a R a
2) antisimetri; yaitu (∀ a, b ∈ S). a R b dan b R a → a = b
3) transitif; yaitu (∀ a, b, c ∈ S). a R b dan b R c → a R c

Relasi urutan parsial itu seringkali disimbolkan dengan ‘≤’; namun jika tidak
menimbulkan kesalahpahaman seringkali digunakan simbol yang telah biasa
dikenal, yaitu ‘≤’.

Dengan demikian ketiga sifat yang dimiliki oleh relasi urutan parsial R di

atas dapat juga ditulis sebagai berikut.

1) (∀ a ∈ S). a ≤ a
2) (∀ a, b ∈ S). a ≤ b dan b ≤ a → a = b
3) (∀ a, b, c ∈ S). a ≤ b dan b ≤ c → a ≤ c

(bukankah hal tersebut sudah kita kenal dengan baik? Tetapi ingat bahwa makna
tanda ≤ tidak selalu seperti yang kita kenal selama ini).

a ≤ b dibaca : a mendahului b atau b mengikuti a

a merendahi b atau d mengatasi a

a termuat dalam b atau b memuat a


9
a lebih kecil atau sama dengan b atau

b lebih besar atau sama dengan a

(cara pertama dan kedua lebih bersifat umum daripada yang lain).

Bagaimana halnya dengan simbol <?

a < b dibaca : a murni mendahului b atau b murni mengikuti a

a murni merendahi b atau b murni mengatasi a

a lebih kecil dari b atau b lebih besar dari a

Dua buah anggota S yang dapat dihubungkan dengan relasi urutan parsial R,
dikatakan bahwa kedua anggota itu dapat dihubungkan. Jadi dua anggota a dan
b dalam himpunan S yang dapat dibandingkan oleh relasi R ditulis a R b atau b R
a. Memperhatikan adanya sifat refleksif, antisimetri (yang menggunakan kata
jika) serta transitif (yang juga menggunakan kata jika), maka jelas bahwa dalam
satu poset dimungkinkan adanya dua elemen atau anggota S yang tidak dapat
dibandingkan.

Suatu himpunan S yang di dalamnya berlaku relasi urutan parsial R, jadi suatu
poset (S,R), yang setiap dua elemennya atau setiap dua anggotanya dapat
dibandingkan disebut suatu himpunan terurut total (totally ordered set) atau
suatu chain.

Baik pula diperhatikan bahwa himpunan S yang kita bicarakan adalah sebarang
himpunan yang tidak kosong, yang berarti bahwa anggota himpunan S tidak
selalu berupa bilangan atau titik (geometris).

Contoh:

a) Relasi R yang berarti himpunan bagian dari pada keluarga himpunan


merupakan relasi urutan parsial.

10
Penjelasan

Dalam keluarga himpunan berlaku A ⸦ A untuk sebarang himpunan A


(refleksif). Jika A ⸦ B dan B ⸦ A berakibat A = B (antisimetri). Jika A⸦B
dan B ⸦ C berakibat A ⸦ C (transitif).

b) Himpunan bilangan asli dengan relasi ≤ merupakan suatu poset yang


setiap dua anggotanya dapat dibandingkan. Ini contoh suatu chain.
c) Himpunan P = { 1, 2, 3, 4, 5, 12, 15 } beserta relasi R yang berarti
pembagi dari membentuk suatu poset.

Penjelasan

Jika a R b yang berarti a pembagi dari b ditulis dengan a│b, maka untuk
anggota-anggota dari P dapat kita tulis 1│2; 1│3; 1│4; 1│5; 1│6; 1│12;

1│15; 2│4; 2│6; 2v12; 3│6; 3│12; 3│15; 4│12; 5│15; 6│12; dan tentu
jga 1│1; 2│2; 3│3; 4│4; 5│5; 6│6; 12│12; 15│15.

Terlihat bahwa ketiga sifat yaitu reflektif, antisimetri, dan transitif


terpenuhi. Poset ini dapat dan biasanya digambar dengan diagram di
bawah ini.

Dalam poset (P,R) di atas terlihat bahwa poset tersebut bukanlah suatu chain,
karena ada elemen atau anggota yang tidak dapat dibandingkan. Misalnya 2 dan 3,
2 bukan pembagi dari 3. Jadi tidak dapat ditulis sebagai 2│3, Demikian juga 3
dan 5 dan masih banyak lagi (coba cari).

11
Dalam diagram di atas juga terlihat bahwa 2│12 benar namun tidak ditunjukkan
secara langsung dengan garis hubung, tetapi ditunjukkan dengan garis hubung
naik dari 2 ke 4 ke 12 atau dari 2 ke 6 ke 12. Ini menunjukkan sifat transitif dari
relasi R itu.

Jika suatu diagram telah dinyatakan sebagai diagram suatu poset, maka tidak
selalu semua garis hubung digambar.

Himpunan H = { a, b, c, d, e, f }. Diagram berikut mendefinisikan relasi R di H


sedemikian hingga: x R y jika x = y atau jika bergerak dari x ke y dalam diagram
(berikut ini) selalu naik.

(H, R) tersebut merupakan suatu poset. Dalam poset tersebt kita dapat menuliskan
aRd, karena dari a ke d selalu naik melalui b atau melalui c. Dengan cara
pemikiran yang sama kita juga dapat menulis aRf; cRf dan sebagainya. Hal
tersebut menunjukkan adanya sifat transitif dari relasinya.

2. Himpunan Bagian Dari Poset


Perhatikan suatu relasi urutan parsial R dalam himpunan H; atau dengan kata lain
(H,R) suatu poset. Kemudian kita perhatikan himpunan K yang merupakan
himpunan bagian dari H. Jika relasi urutan R dalam H mengakibatkan relasi-relasi
urutan R’ dalam K, maka (K,R’) disebut himpunan bagian dari (H,R).

12
Perhatikan kembali contoh di atas. H = { a, b, c, d, e, f } dan relasi R yang
terdefinisi dalam diagram berikut ini bermakna xRy jika x = y atau jika bergerak
dari x ke y selalu naik.

Relasi R dalam H dapat ditulis dengan pasangan berurutan sebagai berikut.


R = { (a, a), (a, b), (a, c), (a, d), (a, e), (a, f), (b, d), (b, f), (c, d), (c, f), (c, e),
(d, f), (b, b), (c, c), (d, d), (e, e), (f, f) }
Sekarang kita perhatikan himpunan bagian K = {c, d, e, f}. Jika relasi R
yang berlaku dalam K disimbolkan dengan R’ maka dapat kita tuliskan:
R’ = { (c, d), (c, e), (c, f), (d, f), (c, c), (d, d), (e, e), (f, f) }
K x K = { (c, c), (c, d), (c, e), (c, f), (d, d), (d, c), (d, e), (d, f), (e, f), (e, d), (e, e),
(e, f), (f, c), (f, d), (f, e), (f, f) }
Terlihat bahwa R’ = R ∩ ( K x K ); dengan demikian dapat juga kita katakan
bahwa; (K, R’) merupakan himpunan bagian dari poset (H, R) jika:
(1) K himpunan bagian dari H; dan
(2) R’ = R ∩ (KxK)
Contoh lain
Dalam himpunan H tersebut di atas kita dapt juga mengambil atau
memperhtikan himpunan bagian yang lain, misalnya H = { a, b, d, f }. Jika relasi
R yang berlaku dalam L kita beri simbol R”, akan terlihat lagi bahwa (L, R”)
merupakan himpunan bagian dari poset (H, R). Hal tersebut dapat kita lihat dari
diagram atau dengan memperhatikan R” = R ∩ (L x L). Hal yang khusus dalam
R” adalah bahwa setiap dua elemen atau anggota L dapat dibandingkan. Dengan
demikian jelas bahwa L merupakan suatu chain atau himpunan terurut total.

13
Akibat
Jika himpuna H suatu chain maka setiap himpunan bagian H juga merupakan
chain.
3. Elemen awal dan elemen akhir
Perhatikan poset (A,≤)
Dalam himpunan A tersebut mungkin terdapat elemen yang mempunyai
kedudukan khusus, yang disebut elemen awal atau elemen akhir, yang
pengertiannya didefinisikan sebagai berikut.

a) Elemen a dari A disebut elemen awal (elemen pertama) A jika a medahului


semua elemen dari A.
Secara simbolik dapat kita tulis:
a disebut elemen awal A jhj. a ∈ A dan ( ∀ x ∈ A ). a ≤ x.
b) Elemen b dari A disebut elemen akhir A jika b mengikuti semua elemen dari
A.
Secara simbolik dapat kita tulis:
b disebut elemen akhir A jhj. b ∈ A dan ( ∀ x ∈ A). x < b.

(Catatan: Seringkali untuk elemen awal dan elemen akhir lebih mudah diingat jika
digunakan istilah merendahi sebagai pengganti mendahului; dan istilah mengatasi
sebagai pengganti mengikuti).

Contoh:
a) Poset (H, <) ditunjukkan dengan diagram berikut ini.

14
Dalam poset tersebut a merupakan elemen akhir karena a mengatasi semua
elemen dari H, tetapi H tidak mempunyai elemen awal. Elemen e maupun d
bukanlah elemen awal karena e dan d tidak dapat dibandingkan, artinya kita
dapat menulis e ≤ d maupun d ≤ e.

b) Himpunan H = { x│1 ≤ x < 4, x bilangan real } dengan relasi urutan biasa ≤,


merupakan suatu poset (H, ≤). Dalam poset ini ada elemen awal yaitu 1,
karena 1 anggota H dan 1 lebih kecil dari setiap anggota H yang lain Tetapi H
tidak memiliki elemen akhir, karena tidak ada anggota H yang lebi besar dari
setiap anggota yang lain. Coba perhatikan baik-baik!

Akan kita tunjukkan bahwa suatu poset, jika mempunyai elemen awal maka
elemen awal tersebut adalah tunggal.

Pandang poset (A,≤). Andaikan ada dua elemen awal yaitu a dan a’. Menurut
pengertian elemen awal, maka a ∈ A dan a ≤ x untuk setiap x anggota A. Karena
a’ elemen awal juga berarti a’ ∈ A. Jadi haruslah a ≤ a’. Tetapi a’ sendiri elemen
awal berarti a’ ≤ a. Dengan demikian terdapat a ≤ a’ dan a’ ≤ a sehingga haruslah
a = a’. Ini berarti pengandaian adanya dua elemen awal tidak benar atau dengan
kata lain hanya ada satu elemen awal.

Coba tunjukkan bahwa suatu poset, jika mempunyai elemen akhir tersebut adalah
tunggal.

4. Elemen minimum dan elemen maksimum


Sekali lagi kita perhatikan poset (A, ≤); dan kita tetapkan pengertian elemen
maksimum dan elemen minimum sebagai berikut.
a) Elemen n dari A disebut minimum A jika tidak ada satupun elemen A yang
murni merendahi n. Secara simbolik dapat kita tulis: n ∈ A disebut elemen
minimum A jhj (∃ x ∈ A). x < n.
b) Elemen m dari A disebut maksimum A jika tidak ada satupun elemen A yang
murni mengatasi m.
Secara simbolik dapat kita tulis:
m ∈ A disebut elemen maksimum A jhj (∃ x ∈ A). m < x.

15
Contoh :
a) Suatu poset digambarkan dengan diagram panah di bawah ini.

Dalam poset tersebut, p merupakan elemen maksimum sekaligus elemen


terakhir. Sedangkan t, u, dan v merupakan elemen minimum. Poset tersebut
tidak memiliki elemen awal.
b) H = { 2, 3, 5, 9, 15 } dengan relasi R di H yang didefinisikan sebagai pembagi
dan disimbolkan dengan x│y, yaitu x pembagi dari y.

(H, R) membentuk suatu poset dengan satu titik terasing, yaitu 2, yang tidak
dapat dibandingkan dengan elemen manapun dari H. Tidak ada satu
elemenpun dari H yang murni merendahi 2, dan juga tidak ada satu
elemenpun yang murni mengatasi 2. Jadi 2 merupakan elemen maksimum
sekaligus minimum. Elemen minimum yang lain adalah 3 dan 5. Sedangkan
elemen maksimum yang lain adlah 9 dan 15. H tidak mempunyai elemen awal
maupun akhir.
c) Himpunan terurut total H= {x│0 < x < 3, x bil. real} dengan relasi biasa ≤
Himpunan tersebut tidak mempunyai minimum maupun maksimum.

Catatan

a) Jika A suatu himpunan terurut total (chain), maka A paling banyak dapat
memiliki sebuah elemen minimum. Demikian juga A paling banyak dapat
memiliki sebuah elemen maksimum.

16
b) Setiap poset yang finit paling sedikit memiliki sebuah elemen minimum dan
paling sedikit sebuah elemen maksimum. Sedangkan himpunan terurut yang
infinit belum tentu memiliki elemen minimum atau elemen maksimum.

5. Batas Bawah dan Batas Atas


Setelah kita bicarakan elemen soal, elemen akhir, elemen maksimum dan
elemen minimum, sekarang akan kita bicarakan batas atas adan batas bawah.
Pandang poset (S, R) dan (A, R’) himpunan bagian (poset bagian) dari (S,
R).
a) Elemen w ∈ S disebut batas bawah dari A jika w merendahi setiap elemen
dari A.
b) Elemen t ∈ S disebut batas atas dari A jika t mengatasi setiap elemen dari A.

Jika relasi merendahi, kita simbolkan dengan ≤ , maka pengertian di atas dapat
ditulis:

a) elemen w batas bawah A jhj w ∈ S dan (∀ a ∈ A). w a.


b) elemen t batas atas A jhj t ∈ S dan (∀ a ∈ A). a ≤ t.

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa suatu poset (A, R’) mungkin tidak
memiliki batas bawah, mungkin memiliki satu batas bawah tetapi mungkin juga
memiliki banyak batas bawah. Demikian juga tentang batas atas. Karenanya
dimungkinkan adanya batas bawah terbesar (bbt) atau greatest lower bound (glb)
yang biasa disebut infimum dan batas atas terkecil (bat) atau least upper bound
(lub) yang biasa disebut supremum (sup).

Untuk lebih mudahnya, infimum dan supremum dapat dinyatakan sebagai berikut.

a) Batas bawah terbesar dari A adalah batas bawah yang mengatasi semua
batas bawah A, ditulis inf(A).
b) Batas atas terkecil dari A adalah batas bawah yang merendahi semua batas
atas A, ditulis sup(A).

17
Memperhatikan pengertian batas bawah maupun batas atas, ternyata batas bawah
maupun batas atas mungkin merupakan anggota A tetapi mungkin juga bukan
anggota A.

Contoh :

1. Poset (S, R) ditunjukkan dengan diagram di bawah ini.

Kita perhatikan himpunan bagian A = { c, d, e }. dengan diagram tersebut A


juga merupakan suatu himpunan terurut. Batas atas A adalah c, a, dan b;
karena ketiganya mengatasi semua anggota A. Sedangkan c adalah batas atas
terkecil A, yang ditulis sup(A) = c; karena c merendahi batas atas yang lain.
Selanjutnya f dan h merupakan batas bawah, karena keduanya merendahi
semua anggota A. sedangkan f merupakan batas bawah tebesar A, ditulis
inf(A) = f; karena f mengatasi batas bawah yang lain.
Bagaimanakah dengan g? g bukanlah batas bawah, sebab g tidak merendahi
semua anggota A; khususnya f tidak dapat dibandingkan dengan d.
b) Himpunan H = { x│0 ≤ x < 4, x bil. real } adalah himpunan bagian dari
himpunan bilangan R. Jika dalam himpunan H kita perhatikan relasi urutan
biasa ≤ , maka kita dapat mengatakan bahwa H mempunyai batas bawah
anggota B = { x│x ≤ 0 }. Karenanya H mempunyai batas bawah terbesar atau
inf(A) = 0 (batas bawah ini termasuk dalam H). Selanjutnya H mempunyai
batas atas anggota A = { x│x ≥ 4 }; karenanya H mempunyai batas atas
terkecil yaitu sup(H) = 4. (batas atas terkecil ini tidak termasuk dalam H).
Catatan :
Himpunan seperti H di atas, yakni terbatas di atas (mempunyai batas atas) dan
juga terbatas di bawah ( mempunyai batas bawah) disebut himpunan terbatas.

18
c) Himpunan H = { 2, 3, 4, 6, 8, 12 } dengan relasi “kelipatan dari” yang
disimbolkan dengan #. Jadi 4 # 2 berarti 4 kelipatan dari 2. Mudah kita
tentukan bahwa (H, #) merupakan suatu poset. Bila S = { 2, 3, 4, 6, 8, 12,
16 }, jelas H himpunan bagian S. Diagram poset (H, #) seperti berikut ini.

Terlihat bahwa H tidak mempunyai batas atas ataupun batas bawah. Karena
tidak berlaku 8 # 12, juga tidak 2 # 3.

6. Dua Himpunan Yang similar


Perhatikan himpunan-himpunan berikut.
A = { 1, 2, 3, 4, ... }
B = { 2, 4, 6, 8, ... }
C = { -1, -2, -3, -4, ... }

Perhatikan himpunan di atas dua-dua ekivalen. Ini berarti ada fungsi f: A → B


yang satu-satu dan onto, yaitu f(x) = 2x. Sedangkan untuk A dan C ada fungsi g:
A → C yang satu-satu dan onto, yaitu g(x) = -x.
Sekarang perhatikan secara khusus masing-masing fungsi tersebut (dengan relasi
urutan biasa).
Untuk f(x) = 2x.
Jika x, y ∈ A dan x < y maka f(x) < f (y) dan f(x), f(y) ∈ B. Misalnya: 1 dan 3
anggota A, maka f(1) = 2 dan f(3) = 6 keduanya anggota B, selain itu 1 < 3 dan 2
< 6.

19
Untuk g(x) = -x.
Jika x, y ∈ A dan x < y maka g(x) > g(y) dan g(x), g(y) ∈ C. Misalnya: 1 dan 3
anggota A, maka g(1) = -1 dan g(3) = -3 keduanya anggota C, kecuali jika 1 < 3
tetapi -1 > -3.
Dengan demikian meskipun A dan B ekivalen demikian juga A dan C
ekivalen, namun ada perbedaan sifat. Selanjutnya A dan B disebut dua
himpunan yang similar. Sedangkan A dan C meskipun ekivalen tetapi tidak
similar.
Kita dapat mengatakan bahwa dua himpunan terurut disebut similar jika
ada korespondensi satu-satu antara elemen yang sesuai dalam relasi urutan
yang ada. Secara lebih baik, dapat kita katakan sebagai berikut.
Pandang himpunan terurut A dan B.
A similar dengan B (ditulis A ∞ B) jika dan hanya jika ada fungsi f dari A ke B
yang satu-satu dan onto serta memiliki sifat bahwa:

Setiap a, a’ ∈ A berlaku a < a’ jhj f(a) < f(a’).

Selanjutnya pemetaan f tersebut dinamakan pemetaan similar. Dari


uraian di atas jelas bahwa dua himpunan yang similar tentulah ekivalen, tetapi
tidak sebaliknya.

Contoh:
a) Perhatikan H = { 2, 4, 8, 12, 24 } dengan relasi “pembagi dari”
disimbolkan dengan R. Himpunan K = { a, b, c, d, e } dengan relasi yang
ditunjukkan sebagai diagram di bawah ini, yang membentuk suatu poset.
(H,R) juga membentuk suatu poset.

20
Keduanya dapat digambarkan sebagai berikut.

Kedua himpunan H dan K tersebut jelas ekivalen dan banyak fungsi bijektif
yang dapat dibuat dari H ke K. Misalkan relasi pada K kita simbolkan dengan
R’, maka (K,R’) menunjukkan poset.
Sekarang kita pilih fungsi bijektif dari H ke K sedemikian hingga f: H K
memetakan: 2 kepada a
4 kepada b
8 kepada c
12 kepada d
24 kepada e
Dengan demikian terlihat bahwa setiap kita mengambil dua elemen H, kita
akan mendapatkan dua elemen K yang bersesuaian dan berada dalam relasi
R”. Misalnya 2R4 berakibat f(2)R’f(4) dan sebaliknya. Ini berarti bahwa H
dan K similar. (Masih banyak lagi fungsi bijektif yang dapat dibuat dari H ke
K, tetapi tidaklah selalu menunjukkan sifat similar). Cobalah!
b) Sekali lagi kita perhatikan poset (H, R) dalam contoh nomor1 di atas. Dan
sebuah relasi lain 𝑅 −1 yang berarti “kelipatan dari”. Tentu mudah dilihat
bahwa (H, 𝑅 −1 ) juga merupakan suatu poset. (𝑅 −1 juga disebut relasi urutan
invers).

21
Kita buat diagram kedua poset tersebut.

Kita selalu dapat membuat fungsi bijektif dari H ke H, misalnya f: x → x atau


f(x) = x. Dengan fungsi itu kita dapat mengambil 2 R 4. Kemudian kita
periksa f(2) = 2 dan
f(4) = 4 yang keduanya di H dengan relasi 𝑅 −1.
Apakah berlaku 2 R 4 → 2 𝑅 −1 4?
Jelas tidak! Lihat arah anak panah kedua diagram itu! Ini berarti bahwa f
bukan suatu fungsi similar untuk H dan H, dengan relasi-relasi itu. Cobalah
anda cari fungsi yang lain dari H ke H yang bijektif dan memenuhi sifat
similar. Kiranya tidak akan anda dapatkan.

Catatan

Dari uraian dan contoh di atas, bisa dikemukakan beberapa hal penting di bawah
ini.

a) Jika H himpunan terurut total (chain) dan H similar dengan K, maka K juga
merupakan terurut total. (dapat ditunjukkan dengan mengandaikan K tidak
terurut total).
b) Jika himpunan A dan B similar, f: A → B pemetaan silar, maka a merupakan
elemen awal A jhj f(a) merupakan awal B. (ini berlaku juga untuk elemen
akhir; minimum dan maksimum). (dapat ditunjukkan dengan mengandaikan
f(a) bukan elemen awal B sehingga ada elemen B yang merendahi f(a); dan
seterusnya).
c) Similaritas dua himpunan adalah relasi ekivalen

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Himpunan adalah konsep dasar semua cabang matematika. Secara intuitif, himpunan
adalah kumpulan objek (konkrit atau abstrak) yang mempunyai syarat tertentu dan jelas. Teori
himpunan membantu kita dalam membandingkan himpunan-himpunan untuk melihat hubungan-
hubungannya. Untuk menyelesaikan persamaan, menggambar grafik, mempelajari peluang atau
kemungkinan, menjelaskan konsep-konsep atau gambar-gambar geometri akan lebih mudah dan
sederhana bila kita menggunakan konsep dan bahasa himpunan.
Kardinalitas dibagi menjadi 2 yakni:
1. Ekivalensi dua himpunan
2. Himpunan finit dan infinit

Himpunan terurut parsial dibagi menjadi 6 yakni:


1. Pengertian poset
2. Himpunan bagian dari poset
3. Elemen awal dan elemen akhir
4. Elemen minimum dan elemen maksimum
5. Batas bawah dan batas atas
6. Dua himpunan yang similar

DAFTAR PUSTAKA

Sibley, Thomas Q. 2009. The Foundations of Mathematics. United Stated of America: John
Wilwy & Sons, Inc.

Soedjadi & Masriyah.1988. Dasar-dasar Matematika (Hand Out), Program Pascasarjana.

23

Anda mungkin juga menyukai