Anda di halaman 1dari 4

Nama Kelompok:

Achmad Nur Rojafi 160721614483


Ahmad Hanif Priyono 160721600902
Ana Yulina 160721614418
Awib Muhtar Dzulqornain AS 160721614495
Defi Nura Fika 160721614458

Gunung Kelud
Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di Indonesia, yaitu
berada di perbatasan Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Blitar, Provinsi
Jawa Timur. Posisi Gunung Kelud ini lebih dekat dengan Kota Kediri, yaitu berjarak sekitar
36 Km, secara geografis terletak pada 7o56’LS dan 112o18,5’ BT. Gunung ini terletak di antara
gunung api tua Wilis, Anjasmoro, Arjuno-Welirang, Kawi-Butak.
Gunung Kelud merupakan gunung api tipe A (tipe stratovulkan dengan karakteristik
letusan eksplosif) yang terbentuk karena proses subduksi Lempeng Indo-Australia dengan
Lempeng Eurasia. Dalam catatan sejarah erupsi Gunung Kelud, tercatat sebanyak 7 kali
terjadinya erupsi pada 13 Februari 2014, Gunung Kelud dinyatakan meletus oleh pusat
vulcanologi dan mitigasi bencana geologi (PVMBG). PVMBG menyatakan bahwa pusat
tersebut merupakan letusan terbesar dalam catatan sejarah erupsi Kelud, bahkan melebihi tahun
1990. Hal ini dibuktikan dengan rekaman citra satelit Aquamodis yang menunjukkan bahwa
api vulkanik yang dihasilkan mencapai 20 Km dengan puncak hampir 30 Km. Erupsi yang
bersifat exsplosif telah menyebabkan lontaran material vulkanik setinggi 17 kilometer.
Dampak dari memuntahan lava pijar yang disertai semburan abu vulkanik dan kerikil telah
menyebabkan hujan abu vulkanik di beberapa wilayah yaitu Blitar Kediri, Solo, Yogyakarta,
Purwokerto, Cilacap dan beberapa daerah di Bandung Jawa Barat.
Menurut Bachri, dkk (2017), menyatakan bahwa material hasil erupsi Gunung Kelud
pada tahun 2014 dengan ketinggian 17-20 Km membentuk payung awan dengan luasan kurang
lebih 200 Km (GVP, 2014b). Material erupsi Gunung Kelud menyebar ke beberapa daerah di
Pulau Jawa seperti, Yogyakarta (radius 220 Km), Banjarnegara (radius 320 Km), Bandung
(radius 320 Km), Jakarta (radius 650 Km), dan Banyuwangi (radius 320 Km).
Secara morfologis, Gunung Kelud dapat dibedakan menjadi lima satuan morfologi
(Wirakusumah, 1991), yaitu: Satuan morfologi Puncak dan Kawah; Satuan Morfologi Tubuh
Gunung Api; Satuan Morfologi Kerucut Samping; Satuan Morfologi Kaki dan Dataran, serta
Satuan Morfologi Pegunungan sekitar. Letusan Gunung Kelud memiliki beberapa macam,
diantaranya: 1) Letusan Semi Magmatik, merupakan letusan freatik yang terjadi akibat
penguapan air danau kawah yang merembes melalui rekahan pada dasar kawah yang secara
serentak kemudian dihembuskan ke permukaan; 2) Letusan Magmatik, merupakan letusan
yang menghasilkan lava, jatuhan piro klastik, dan aliran piro klastik.
Sebelum terjadi erupsi tahun 2014, kegiatan pariwisata yang ditawarkan dilereng atas
Gunung Kelud adalah wisata alam. Secara spesifik, sebelum meletus pada 2014 Gunung Kelud
memiliki daya tarik diantaranya suguhan pemandangan alam, mysterious road yang dinyatakan
memiliki medan magnet bumi, jalan kaki menuju puncah gajah mungkur melewati tangga,
adanya pemandian air panas, adanya terowongan menuju kubah lava hingga kubah lava sendiri
(Shefany Geby, 2015). Sedangkan perkembangan wisata pasca erupsi tahun 2014,
menunjukkan hasil yang signifikan dengan beberapa pembenahan. Hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya minat wisatawan untuk melihat hasil erupsi 2014 yang sangat dahsyat. Seperti
yang dikemukakan oleh Zaenal Arifin dalam (Bachri, 2017), mengemukakan bahwa erupsi
Gunung Kelud 2014 terbukti mampu menarik minat wisatawan.

Gunung Sinabung
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung api bertipe strato yang terletakdi
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Letak Astronomis Gunung Sinabung berada pada
3o 10’ 16,7” LU dan 98o 23’ 24,66” BT, dengan elevasi 2400 mdpl. Hal ini menunjukkan
bahwa Gunung Sinabung merupakan puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung Sinabung,
tercatat tidak pernah aktif sejak tahun 1600, namun mendadak aktif dan meletus pada tahun
2010. Aktivitas vulkanik tersebut merupakan erupsi yang pertama setelah beristirahat selama
400 tahun.
Secara geologis gunung berapi ini terbentuk melalui proses yang serupa dengan
pembentuk gunung-gunung berapi lainnya di sekujur pulau Sumatra, termasuk Danau Toba
(Gunung Toba) yang terkenal itu. Yakni dari interaksi lempeng India dan Australia yang
mendesak ke utara terhadap lempeng Sunda (Eurasia) dan mikrolempeng Burma yang
mengalasi pulau Sumatra dan bergerak lebih lambat ke timur. Sebagai lempeng samudera yang
massa jenisnya lebih berat, lempeng India dan Australia melekuk (menyubduksi) ke bawah
lempeng Sunda dan Burma yang sifatnya kontinental. Berdasarkan struktur geologi, Gunung
Sinabung terbentuk pada tebian barat laut patahan cekungan toba tua. Garis patahan strike slip
mengiri sepanjang batas bagian barat toba, yang bagian atasnya terbentuk Gunung Api
Sinabung menerus ke timur laut hingga Gunung Api Sibaya merupakan sesar orde kedua.
Struktur sesar normal dijumpai didaerah Danau Kawar. Sesar normal kawar, merupakan sesar
orde ketiga. Sesar tersebut kehilangan tekanan dan mengalami penurunan dibagian selatan
yang merupakan hanging wallnya. Sesar ini dicirikan oleh morfologi Triangular Facet yang
menjadi salah satu penciri sesar normal,
Geomorfologi Gunung Sinabung dibagi menjadi empat satuan morfologi berdasarkan
morfografi dan morfogenesa, yaitu: 1) Perbukitan sedimen, 2) Perbukitan vulkanik, 3) Kerucut
gunung api, 4) Puncak gunung api. Gunung ini memiliki jenis stratovolkano yang harus di
waspadai karena gunungapi ini tinggi mengerucut, dibangun oleh banyak lapisan (strata) dari
lava mengeras, tephra, batu apung dan abu vulkanik. Jenis letusan gunung api ini bersifat
eksplosif. Lava yang mengalir dari stratovolkano biasanya dingin dan mengeras sebelum
menyebar jauh karena viskositas yang tinggi. Magma yang membentuk lava dan bersifat asam
ini mengandung silika tingkat menengah hingga tinggi.
Menurut Alexander dalam (Barasa, 2013) menyatakan bahwa hasil dari erupsi Gunung
Sinabung mengeluarkan kabut asap yang tebal berwarna hitam disertai hujan pasir dan debu
vulkanik yang menutupi ribuan hektar tanaman petani yang berjarak dibawah radius 6 Km
tertutup debu tersebut. Debu vulkanik mengakibatkan tanaman petani yang berada dilereng
Gunung Banyak mati dan rusak. Diperkirakan seluas 15.341 hektar tanaman pertanian
terancam gagal panen. Menurut berita “Detik.Com” 2018, Gunung Sinabung di Kabupaten
Karo kembali erupsi dengan menyemburkan abu vulkanik setinggi 3.800 meter. Material
tersebut tersebar secara perlahan ke arah selatan.
Gunung Agung
Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di pulau Bali dengan ketinggian 3.031
mdpl. Di lereng gunung ini terdapat Pura Besakih yang merupakan salah satu Pura terpenting
di Bali. Masyarakat Hindu di Bali percaya bahwa Gunung Agung merupakan tempat
bersemayamnya dewa-dewa, dan juga masyarakat mempercayai bahwa di gunung ini terdapat
istana dewata. Oleh karena itu, masyarakat Bali menjadikan tempat ini sebagai tempat kramat
yang disucikan. Pura Besakih yang berada di puncak Gunung Agung juga luput dari aliran
lahar letusan Gunung Agung yang terjadi pada tahun 1963.
Gunung Agung adalah gunung berapi tipe stratovolcano, gunung ini memiliki kawah
yang sangat besar dan sangat dalam. Gunung api jenis ini kerap ditemukan pada zona subduksi
tektonik. Pada kasus pembentukan Gunung Agung ini, lempeng Indo-Australia menelusup ke
bawah lempeng Sunda, hal ini merupakan bagian dari cincin api pasifik. Di daerah juga kerap
ditemukannya lava yang sangat kental, tidak seperti "shield volcano", yang lavanya lebih cair.
Pada zona letusan, lava gunung api, abu vulkanik serta material letusan lainnya menumpuk
dengan tajam. Ini merupakan salah satu ciri khas gunung api yang berbentuk kerucut.
Gunung Agung pertama kali meletus pada tahun 1808 dan berlanjut ditahun 1821,
1843, 1963, dan yang baru- baru ini terjadi pada tahun 2017. Pola dan sebaran hasil letusan
sebelum tahun 1808, 1821, 1843, dan 1963 menunjukkan tipe letusan yang hampir sama, di
antaranya adalah bersifat eksplosif (letusan dengan melontarkan batuan pijar, pecahan lava,
hujan piroklastik dan abu), dan efusif berupa aliran awan panas, dan aliran lava. Perinciannya,
sejak 120 tahun tersebut, baru pada tahun 1963 Gunung Agung meletus kembali dan
menghasilkan akibat yang sangat merusak.
Gunung Agung terakhir meletus pada Februari 1963 hingga Januari 1964. Pada tanggal
18 Februari 1963, penduduk lokal mendengar suara letusan keras dan melihat asap tebal keluar
secara vertikal dari puncak Gunung Agung. Letusan ini mengeluarkan abu panas dan gas
setinggi hampir 20.000 meter. Material ini sampai mengurangi sinar matahari dan membuat
suhu udara di lapisan stratosfer turun 6 °C (10.8 °F). Pada tahun 1963-1966, rata-rata suhu di
bumi bagian utara sampai turun 0.4 °C. Abu Belerang dari erupsi gunung ini beterbangan
keseluruh dunia dan jejaknya sampai terlihat sebagai sulfur acid di dalam lapisan es di
Greenland. Pada 24 Februari 1963, lahar mulai mengalir turun dari bagian utara gunung. Lahar
terus mengalir selama 20 hari dan mencapai kejauhan hingga 7 km. Pada 17 Maret 1963,
Gunung Agung meletus dengan Indeks Letusan sebesar VEI 5 (setara letusan Gunung
Vesuvius) dan kembali meletus pada tanggal 17 Mei 1963. Jumlah kematian yang disebabkan
seluruh proses letusan Gunung Agung mencapai 1.148 orang dengan 296 orang luka-luka.
Berdasarkan sejarahnya, jika terjadi letusan Gunung Agung seperti pada tahun 1963,
maka potensi bahaya yang mungkin terjadi dapat berupa lontaran piroklastik (bom
vulkanik/batu panas), hujan abu, aliran piroklastika, aliran lava, hingga banjir lahar. Jika terjadi
letusan, potensi bahaya primer yang dapat terjadi di dalam radius 9 km berupa jatuhan
piroklastik dengan ukuran sama atau lebih besar dari 6 cm. Hasil pemodelan potensi sebaran
hujan abu menunjukkan bahwa jika terjadi letusan saat ini dengan asumsi indeks eksplosivitas
letusan VEI III, maka sektor barat, barat laut dan utara dari Gunung Agung adalah sektor yang
paling terancam. Sektor tersebut berpotensi terlanda hujan abu lebat dengan ketebalan
maximum mencapai 1.6 meter (hingga jarak 15 km dari Puncak Gunung Agung) dan ketebalan
maximum 0.4 meter (hingga jarak 30 km dari Puncak Gunung Agung). Hasil pemodelan
potensi sebaran abu vulkanik di udara mengindikasikan jika erupsi terjadi dalam waktu dekat
maka abu vulkanik dapat tersebar jauh utamanya ke arah barat laut dari puncak Gunung Agung,
dan diperkirakan dapat mengganggu operasional penerbangan dari dan ke Bali, Surabaya, serta
Banyuwangi. Namun mengenai potensi gangguan abu vulkanik di udara sangat mengikuti arah
dan kecepatan angin, sehingga pihak-pihak yang terkait keselamatan penerbangan diharapkan
untuk adaptif sesuai dengan kondisi aktual.

Anda mungkin juga menyukai