Anda di halaman 1dari 16

1.

Hari Ini dalam Sejarah: Gunung Kelud Meletus, Lumpuhkan Sejumlah Kota

Hari ini 6 tahun lalu, tepatnya 13 Februari 2014, Gunung Kelud yang berada di perbatasan Kediri-Blitar-Malang, Jawa
Timur meletus. Gunung Kelud meletus pada malam hari. Suara dentumannya bahkan sampai terdengar hingga
Yogyakarta. Tak hanya itu, abu vulkanik juga menyelimuti langit di sejumlah kota di empat provinsi. Selain membuat
gelap, abu vulkanik juga menyebabkan jalan licin sehingga melumpuhkan aktivitas di sejumlah kota.

Diberitakan Harian Kompas, 14 Februari 2014, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana saat itu, Sutopo Purwo Nugroho yang menjelaskan erupsi Gunung Kelud pukul 22.50 WIB.
Pada pukul 23.30 WIB, awan panas mencapai ketinggian 17 kilometer. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
menganalisis, abu dan pasir pada lapisan 1.500 meter terbawa ke arah timur laut, sedangkan pada lapisan 5.000 meter
ke arah barat laut, dan pada ketinggian 9.000 meter ke arah barat. Akibat peristiwa ini, empat orang meninggal dunia
dan ratusan ribu orang mengungsi.

Aktivitas Gunung Kelud telah menunjukkan peningkatan dalam beberapa hari sebelum terjadi letusan. Status Gunung
Kelud pun ditingkatkan menjadi Siaga. Harian Kompas, 12 Februari 2014, memberitakan satu hari sebelum gunung
meletus mulai pukul 00.00 hingga pukul 06.00 terjadi 43 gempa vulkanik dalam dan 149 gempa vulkanik dangkal.
Suhu air kawah juga terdeteksi 56,9 derajat celsius.

Dengan kondisi demikian, persiapan menghadapi erupsi telah dilakukan oleh sejumlah pihak terkait. Pihak satuan
pelaksana penanganan bencana setempat bersama kecamatan telah menentukan titik-titik lokasi kumpul evakuasi di
setiap RT. Tidak hanya tempat pengungsian, sarana pendukung pengungsi juga mulai tampak. Mobil tangki air milik
Palang Merah Indonesia terlihat siap di beberapa lokasi di lereng Kelud.

Dampak dari letusan Gunung Kelud, kegiatan warga di Kota Solo dan sekitarnya terganggu. Jalan raya terlihat lebih
lengang dari biasanya. Jarak pandang di jalan raya hanya 50-100 meter, bahkan kadang hanya 10 meter. Hingga kira-
kira pukul 10.00 WIB, hujan abu masih turun di wilayah Solo, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Karanganyar, dan Sragen.
Pertokoan di wilayah DI Yogyakarta, terutama di Kabupaten Sleman, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta, hampir
semua tutup. Demikian pula pedagang kaki lima mulai dari kampung hingga jalan protokol, seperti di Jalan Malioboro
dan Jalan Solo, semuanya tak berdagang. "Ini jauh lebih parah daripada letusan Merapi dulu," kata Aris (45), warga
Jalan Bantul dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 15 Februari 2014.

Di wilayah Banyumas, abu yang turun bersama hujan menyebabkan air hujan menjadi keruh. Sementara itu, kepanikan
melanda warga Kebumen, Jawa Tengah yang berjarak 400 km dari Gunung Kelud. Abu vulkanik turun lebih cepat,
pukul 06.00. Puluhan sepeda motor tergelincir pagi itu karena jalanan licin tertutup abu vulkanik. "Saya kaget, apalagi
suasana gelap sekali meski sudah pukul 06.00. Motor saya terpeleset menabrak trotoar," kata Widodo Nugroho (37),
pedagang di Pasar Kebumen. Bahkan, hujan abu juga sampai dirasakan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang
berjarak 700 kilometer dari Gunung Kelud.

Selain melumpuhkan sejumlah kota, letusan Gunung Kelud juga memaksa penutupan tujuh bandara selama dua hari.
Ketujuh bandara yang ditutup adalah Bandara Adisutjipto (Yogyakarta), Bandara Adi Soemarmo (Solo), Bandara
Juanda (Surabaya), Bandara Abdul Rahman Saleh (Malang), Bandara Ahmad Yani (Semarang), Bandara Tunggul
Wulung (Cilacap), dan Bandara Husein Sastranegara (Bandung). Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian
Perhubungan saat itu, Bambang S Ervan mengatakan penutupan ini dilakukan karena faktor keamanan mengingat jarak
pandang yang sangat pendek. 

Sumber Berita : www.kompas.com


Tanggal : 13 Februari 2020
Ulasan : Gunung Kelud termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif. Gunung berapi
ini terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Meski masih
dalam skala yang jauh lebih kecil, letusan Kelud 2014 memicu kekhawatiran masyarakat dan menimbulkan
banyak gangguan terhadap banyak masyarakat.
2. Dahsyatnya Letusan Gunung Agung Bali Tahun 1963, Ini Fakta dan Sejarahnya !

Meletusnya Gunung Agung tercatat dimulai dari tahun 1808, berupa lontaran abu dan batu apung yang keluar dari
mulut kawah Gunung Agung dalam jumlah yang besar dan kemudian disusul pada tahun 1821 dan 1843. Pada tahun
1843, terjadi letusan Gunung Agung yang terakhir pada periode sebelum Gunung Agung istirahat sampai tahun 1963.
Walaupun pernah terjadi erupsi sebelumnya, sebagian masyarakat Bali percaya bahwa gunung yang sakral ini tidak
akan mencelakai mereka. Di sekitar Gunung Agung, juga terdapat Pura Besakih yang menjadi tempat peribadatan
untuk upacara adat terkait alam.

Salah satu upacara yang dilakukan adalah Eka Dasa Rudra, yaitu upacara khusus yang digelar setiap 100 tahun sekali.
Namun, upacara Eka Dasa Rudra tersebut bertepatan dengan beberapa waktu menjelang letusan Gunung Agung pada
tahun 1963. Pada tahun 1963, beberapa pekan sebelum letusan besar, sebenarnya sudah ada dentuman keras yang
sudah terdengar pada tanggal 18 Februari 1963 yang disertai dengan asap tebal. Enam hari kemudian, aliran lahar
berlangsung secara terus menerus selama beberapa pekan. Seiring berjalannya waktu, Gunung Agung pun semakin
aktif dan pemerintah memberi peringatan kepada masyarakat untuk mengosongkan Pura Besakih yang letaknya berada
di daerah Gunung Agung. Beberapa warga mengungsi ke daerah yang lebih aman, tetapi masih ada beberapa orang
yang tetap bertahan di Pura Besakih untuk menyelesaikan Upacara Eka Dasa Rudra.

Kemudian, pada tanggal 17 Maret 1963, terdengar gemuruh yang begitu menggelegar dari arah puncak Gunung Agung
Bali. Dentumannya begitu keras sehingga menimbulkan perasaan ketakutan di tengah masyarakat Pulau Dewata.
Ketika dentuman terjadi, masyarakat di sekitar mulai panik dan segera mengambil tindakan untuk mengungsi ke
tempat yang lebih aman. Rasa panik, tegang, dan takut yang dialami masyarakat semakin parah dengan munculnya
desas-desus bahwa hari kiamat akan segera datang saat itu. Pada saat bencana letusan gunung berapi terjadi, siang hari
yang cerah mendadak menjadi gelap karena abu vulkanik yang menutupi cahaya matahari yang sama sekali tidak
tampak pada hari itu. Kondisi gelapnya langit Bali ini disebabkan oleh Gunung Agung yang menyemburkan abu
vulkaniknya ke udara sejauh belasan kilometer.

Letusan Gunung Agung juga menyebabkan penurunan suhu planet Bumi sebesar 0,4 derajat celsius. Penurunan suhu
ini terjadi karena material vulkanik berupa aerosol sulfat dari perut gunung itu terbang hingga belasan kilometer dan
melapisi atmosfer bumi. Letusan Gunung Agung yang terjadi pada 1963 tersebut merupakan puncak erupsi yang terjadi
pada periode tersebut. Letusan masih terus terjadi selama beberapa kali pada pekan berikutnya, gunung juga
mengeluarkan lahar dingin di sepanjang lereng selatan, tenggara, hingga lereng utara.

Bencana letusan Gunung Agung ini menimbulkan korban jiwa sebanyak 1.549 nyawa dan sekitar 1.700 rumah hancur
dan ratusan ribu orang kehilangan mata pencahariannya. Selain itu, lahar yang keluar dari letusan Gunung Agung juga
menyebabkan ratusan ribu ton produksi pangan yang rusak. Sebagian besar masyarakat pun harus mengungsi karena
dampak yang telah ditimbulkan oleh bencana letusan Gunung Agung Bali.

Setelah letusan yang dahsyat pada tahun 1963, aktivitas Gunung Agung mulai mengalami penurunan dan beristirahat
selama puluhan tahun. Setelah 54 tahun istirahat, pada bulan September 2017 kegiatan vulkanik Gunung Agung
kembali menunjukkan peningkatan. Sepanjang bulan September sampai Oktober, intensitas kegempaan masih terus
meningkat. Pada tanggal 21 November 2017, fase erupsi Gunung Agung dimulai yang ditandai dengan semburan abu
vulkanik setinggi 700 meter. Pada tanggal 28 November 2017, erupsi kembali terjadi dengan ketinggian kolom abu
mencapai 4 kilometer di atas puncak. Berdasarkan laporan dari Kementerian ESDM, erupsi Gunung Agung kembali
terjadi pada Juni 2018. Lalu, pada Mei 2018, Gunung Agung kembali mengalami erupsi dengan tinggi kolom abu
2000-2500 meter di atas puncak gunung.

Sumber Berita : www.detik.com


Tanggal : 20 Februari 2023
Ulasan : Letusan Gunung Agung menjadi salah satu Letusan Terbesar dan mematikan di Indonesia, dan menjadi salah
satu Letusan Terbesar Abad ke 20. Letusan tersebut mematikan karena menyebabkan ribuan orang kehilangan nyawa
dan mengungsi serta menghilangkan mata pencaharian ratusan ribu orang.
3. Sejarah Letusan Merapi 2010, Sebabkan Ratusan Orang Meninggal Termasuk Juru Kunci

Letusan Gunung Merapi tahun 2010 merupakan salah satu letusan gunung berapi terbesar di Indonesia pada abad ke-21
ini. Erupsi besar itu terjadi berkali-kali, dua yang terbesar adalah erupsi pada 26 Oktober dan 5 November 2010.
Rangkaian letusan ini menyebabkan 353 orang meninggal dunia, termasuk juru kunci Mbah Maridjan. Saat letusan itu
terjadi, material bebatuan jatuh di sudut perkampungan yang ada di lereng barat daya dan selatan Merapi. Akibatnya,
banyak orang meninggal, binatang ternak mati terpanggang, dan ratusan hektare lahan pertanian tertutup material
panas.

Luncuran awan panas Gunung Merapi pada 26 Oktober 2010 mencapai rumah sang juru kunci, Mbah Maridjan.
Hingga menyebabkan Mbah Maridjan meninggal dunia. Sebenarnya tim evakuasi telah berusaha untuk mengevakuasi
Mbah Maridjan dan beberapa warga yang tersisa di Desa Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, namun mereka menolak.
Hingga akhirnya mereka ikut tersapu awan panas. Keesokan paginya, Mbah Maridjan ditemukan dengan luka bakar
sambil bersujud menghadap ke arah selatan di dapur rumahnya. Jarak rumahnya dari puncak Merapi hanya sekitar 4
km.

Letusan Gunung Merapi tahun 2010 merupakan letusan terbesar bahkan terburuk sejak tahun 1870. Bahkan saking
besarnya, seismograf tidak bisa sepenuhnya merekam kekuatan letusan karena overscale. Bahkan pada 3 dan 4
November, jarak luncuran letusan Merapi mencapai 9 dan 14 km dari puncak. Suara gemuruh letusannya bahkan
terdengar hingga Kota Yogyakarta, Magelang, dan Wonosobo.

Tak hanya awan panas, akibat peristiwa ini hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan
hujan abu vulkanik pekat turun hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik telah mencapai
sejumlah wilayah di Jawa Barat.

Sumber Berita : www.merdeka.com


Tanggal : 26 Oktober 2022
Ulasan : Letusan Merapi 2010 adalah rangkaian peristiwa gunung berapi yang terjadi di Merapi di Indonesia. Letusan
Gunung Merapi tahun 2010 merupakan salah satu letusan gunung berapi terbesar di Indonesia pada abad ke-21 ini.
Letusan Gunung Merapi ini juga menjadi dikenal karena telah menewaskan juru kunci Gunung Merapi yaitu Mbah
Maridjan.
4. Menguak Dahsyatnya Letusan Gunung Galunggung

Tahun 1982 adalah kali terakhir Gunung Galunggung di Kabupaten Tasikmalaya mengalami erupsi. Saat itu erupsi
Gunung Galunggung terbilang cukup besar dan berdampak luas. Bahkan durasinya mencapai sembilan bulan. Namun
jauh sebelum itu, Gunung Galunggung pernah beberapa kali mengalami erupsi. Galunggung tercatat pernah erupsi di
tahun 1918, 1894, 1822 hingga seratusan ribu tahun yang lalu.

Koordinator Kelompok Gunung Api di PVMBG, Oktory Prambada mengungkapkan, Gunung Galunggung mengalami
erupsi di tiga periode mulai dari periode pembentukan Galunggung purba, kaldera Galunggung hingga pasca kaldera.
"Di pembentukan pertama ini pembentukan tubuh gunung sendiri mulai 100 ribu tahun lalu dan ada penelitian yang
kami lakukan secara mendetail yaitu di kisaran umur 25-50 ribu tahun. Jadi kesimpulannya pembentukan gunung
Galunggung pertama itu pembentukan tubuh gunung dimulai 100 ribu tahun hingga 25 ribu tahun lalu," kata Oktory
saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.

Setelah itu menurut Oktory, terjadi erupsi besar pada 4.000 tahun lalu yang membuat kaldera dan salah satu tubuh
Galunggung roboh. Sisa-sisa letusan dahsyat saat itu bahkan masih bisa terlihat saat ini pada Bukit 1000.
"Setelah itu terjadi erupsi yang besar sekitar 4.000 tahun lalu yang mengakibatkan kaldera dan longsornya salah satu
tubuh Galunggung yang dikenal sekarang dengan istilah bukit 1000 di bagian tenggara dan timur," ujarnya.

Pasca erupsi besar itu, Galunggung lama tertidur. Gunung ini baru beraktivitas lagi di tahun 1822. Saat itu, Galunggung
kembali erupsi dengan skala letusan 5 VEI (Volcanic Explosivity Index). Skala letusan Galunggung saat itu lebih besar
dari erupsi Gunung Merapi 2010. "Aktivitas setelah kaldera dimulai 1822 hingga sekarang. Di 1822 pernah meletus di
skala 5 VEI itu kalau analogikan sedikit lebih besar daripada merapi 2010. Itu aktivitas pasca kaldera dan erupsi
terakhir di tahun 1982 5 VEI, dan berakhir 1984 mungkin sejarah singkatnya (erupsi Galunggung) begitu," ungkap
Oktory.

Ia menjelaskan, dampak dari erupsi Galunggung sejak 1822 hingga terakhir 1982 tidak sebesar erupsi di periode
kaldera. Menurutnya pada periode kaldera, letusan membuat sebuah zona amblasan sejauh 40 kilometer. Sementara
erupsi di 1822 hingga 1982, erupsi Galunggung paling parah hanya skala 5 VEI yang diselingi dengan erupsi lebih
kecil dengan skala 1 atau 2 VEI. "Dampak letusan di 1982 pada umumnya abu vulkanik menutupi bagian barat pulau
Jawa dan menyebar ke Samudera Hindia di bagian barat," ujar Oktory.

Untuk saat ini, dampak erupsi Galunggung di periode pasca kaldera sendiri membawa dampak yang dibilang positif.
Dampak positif itu ialah tanah di kawasan Gunung Galunggung menjadi jauh lebih subur ditambah melimpahnya
material galian C. "Untuk saat ini tidak ada karena aktivitas sudah berhenti sehingga yang didapat sekarang adalah
keuntungan dari erupsi 1982 itu mendapat tanah subur, material galian C yang banyak itu bisa mensuplai insfratruktur
di daerah Jabar dan sekitarnya," tutup dia.

Sumber Berita : www.detik.com


Tangal : 16 November 2022
Ulasan : Gunung Galunggung mengalami beberapa kali erupsi. Erupsi Gunung Galunggung telah terjadi sejak ratusan
ribu tahun yang lalu dan terakhir kali pada tahun 1982 yang menimbulkan letussan dahsyat. Namun, dampak erupsi
Galunggung di periode pasca kaldera sendiri terbilang positif.
5. Kisah Gunung Tambora dan Tahun Tanpa Musim Panas

Letusan besar gunung berapi di dunia bukan hanya bisa berdampak pada masyarakat sekitar, atau mengganggu jadwal
penerbangan. Ada kalanya letusan yang teramat besar bisa membuat perubahan iklim di bumi. Misalnya saja ketika
letusan Gunung Tambora membuat tahun-tahun berjalan tanpa musim panas. Tepatnya pada 1815. Gunung Tambora
yang terletak di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini memuntahkan sekitar 120 juta ton belerang dioksida
sejauh empat kilometer ke langit. Hal ini mendorong abu vulkanik meluncur ke bagian atmosfer sehingga terbentuk
'tudung' yang mencegah sinar matahari mencapai bumi.

Selain itu, gas vulkanik seperti belerang dioksida juga memiliki efek mendinginkan, berlawanan dengan gas rumah
kaca seperti karbon dioksida. Dilansir Amusing Planet, sulfur dioksida yang dikeluarkan berubah menjadi aerosol asam
sulfat halus yang dalam beberapa minggu menyelimuti sebagian besar bumi. Lapisan aerosol tersebut kemudian
memantulkan radiasi dari matahari kembali ke angkasa. Bumi pun diselimuti dingin. Bahkan, fenomena itu menjadi
salah satu cuaca terdingin dunia dalam sejarah.

Letusan Gunung Tambora merupakan letusan gunung berapi paling dahsyat yang pernah disaksikan manusia. Letusan
yang dimulai pada 5 April 1815 itu berlanjut selama empat bulan, di mana gunung tersebut memuntahkan lebih dari
150 kilometer kubik batu dan magma yang menghasilkan kaldera sepanjang 7 kilometer. Sebelum meletus, Gunung
Tambora diketahui memiliki puncak setinggi 4.300 meter. Namun kemudian runtuh pasca-meletus menjadi hanya
2.850 meter.

Batu apung dan abu menghujani wilayah di sekitar Gunung Tambora selama berminggu-minggu. Bahkan abunya bisa
mencapai Sumatera Selatan dan Kalimantan yang berjarak sejauh 1.300 kilometer. Partikel abu halus tetap bertahan di
atmosfer selama beberapa tahun menghasilkan matahari terbenam dan senja berwarna cerah yang terlihat sampai ke
London, Inggris. Daratan Eropa dan Amerika Utara pun mengalami musim dingin lebih panjang. Bahkan di Australia
dan Afrika Selatan, salju turun di musim panas, abu vulkanik memengaruhi penurunan suhu bumi.

Akhirnya pada masa itu akibat letusan Gunung Tambora dunia mengalami 'A year without summer' atau tahun tanpa
musim panas. Akibat kondisi ini banyak tumbuhan dan hewan yang mati. Banyak petani gagal panen dan peternak
merugi akibat hewan peliharaannya mati. Kelaparan pun merebak di mana-mana. Bahkan para korban yang selamat
dan lolos dari keganasan letusan Gunung Tambora juga menderita luar biasa. Air yang mereka konsumsi
terkontaminasi material beracun dari abu vulkanik sehingga membuat mereka terserang berbagai penyakit. Kala itu
bukan kali pertama Gunung Tambora meletus. Berdasarkan teknik penanggalan radiokarbon, Gunung Tambora
sebenarnya sudah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815. Tapi, tidak diketahui betul sebesar apa letusan yang
dihasilkan.

Gunung Tambora tergolong gunung berapi komposit atau stratovulcano. Gunung ini merupakan gunung api aktif
berbentuk kerucut yang terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras. Gunung Tambora terletak di pulau
Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi
selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak
sisi timur hingga utara).

Saat peristiwa dahsyat itu terjadi, dikabarkan sekitar 48 ribu orang tewas di Sumbawa dan 44 ribu lainnya ditemukan
tewas di Lombok. Kejadian itu juga menimbulkan efek kelaparan. Orang-orang terpaksa makan daun kering dan umbi-
umbian beracun sehingga membuat puluhan ribu orang lainnya memilih mengungsi ke Jawa, Bali dan Sulawesi Selatan
untuk menghindari kelaparan.

Sumber Berita : www.cnnindonesia.com


Tanggal : 23 Oktober 2021
Ulasan : Letusan Gunung Tambora menimbulkan abu/gas vulkanik yang sangat merugikan manusia, abu/gas vulkanik
ini menyebabkan penurunan suhu bumi. Akibat dari penurunan suhu bumi ini sangat besar mulai dari kelaparan,
penyakit, dan kematian.
6. Gunung Awu Naik Status Menjadi Siaga, Ini Rekomendasi PVMBG

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan rekomendasi terkait status aktivitas Gunung
Awu. Gunung Awu yang berada di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, statusnya kini naik dari waspada
(level II) menjadi siaga (level III). Kenaikan status tersebut tidak terlepas dari adanya peningkatan jumlah gempa
vulkanik dan erupsi-erupsi yang terjadi.

Gunung dengan ketinggian puncak 1320 meter di atas permukaan laut ini mempunyai interval erupsi berkisar antara
1-101 tahun. Erupsi Gunung Awu terakhir terjadi pada Juni 2004, berupa erupsi magmatik menghasilkan kolom erupsi
setinggi 3000 meter di atas puncak. Adapun jenis gempa yang terekam selama 1 Januari-10 Mei 2022 terdiri dari
vulkanik dangkal, vulkanik dalam, tektonik lokal, dan tektonik jauh.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), masyarakat dan wisatawan dilarang
mendekati dan beraktivitas dalam radius 3,5 km dari kawah puncak Gunung Awu. Masyarakat di sekitar gunung
diimbau tetap tenang dan tidak terpancing isu-isu mengenai aktivitas gunung yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Selain itu, masyarakat diharapkan mengikuti arahan dari Badan Penanggulangan Bencana (BPBD)
setempat.

Lebih lanjut, karakteristik erupsi dari Gunung Awu dapat bersifat magmatik eksplosif, efusif, maupun freatik. Erupsi
terakhir pada Juni 2004 menyisakan kubah lava di dalam kawahnya yang memiliki diameter sekitar 370 meter dan
tinggi sekitar 30 meter. Potensi bahaya yang mungkin terjadi berupa erupsi magmatik menghasilkan lontaran material
pijar dan/atau aliran piroklastik maupun erupsi freatik yang didominasi uap, gas, maupun material erupsi sebelumnya.

Selain itu, potensi bahaya lainnya berupa emisi seperti CO, CO2, H2S, N2, dan CH4. Gas-gas tersebut dapat
membahayakan jika terhidup dalam konsentrasi yang melebihi nilai ambang batas aman. Potensi bahaya sekunder jika
erupsi telah terjadi berupa aliran lahar yang berasal dari material piroklastik yang jatuh di bagian lereng dan terbawa air
hujan mengikuti alur-alur sungai yang berhulu dari Gunung Awu.

Pengamatan visual menunjukkan sedikit gejala perubahan berupa kemunculan asap dari kubah dan adanya kenaikan
jumlah gempa-gempa gempa-gempa vulkanik yang sangat signifikan, mengindikasikan saat ini sedang terjadi proses
peretakan batuan di bawah tubuh Gunung Awu yang diikuti dengan pergerakan fluida (gas, cairan, padatan batuan) ke
permukaan yang lebih dangkal. Nilai energi gempa menunjukkan peningkatan drastis pada periode 9 dan 10 Mei 2022,
berkaitan dengan kenaikan jumlah gempa-gempa vulkanik.

Sumber Berita : www.kompas.com


Tanggal : 13 Mei 2022
Ulasan : Erupsi Gunung Awu terakhir kali terjadi tahun 2004 dan sekarang statusnya naik menjadi siaga level 3. Erupsi
tersebut menghasilkan kubah lava dalam kawahnya , maka dari itu masyarakat dihimbau diharapkan mengikuti arahan
dari Badan Penanggulangan Bencana ( BPBD ) setempat karena masih memiliki potensi berbahaya.
7. Gunung Papandayan : Dahulu, Kini, dan Nanti

Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, terdapat tiga tipe gunung api aktif di Indonesia
yang dikelompokkan berdasarkan sejarah letusannya, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. Pengelompokan tersebut hanya
berdasarkan pernah dan tidaknya gunung api tersebut meletus sejak tahun 1600, sehingga tidak memberi keterangan
jelas tentang ancaman bahaya dan karakteristik gunung api (Pratomo, 2006). Walaupun demikian, penggolongan
gunung api ini berguna untuk merancang manajemen bencana.

Dalam artikel ini, akan dibahas mengenai salah satu gunung api aktif tipe A di Indonesia, yaitu Gunung Papandayan.
Terletak di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Gunung Papandayan ini memiliki tinggi sekitar 2.665 mdpl.
Gunung yang termasuk ke dalam gunung api tipe A ini pernah mengalami erupsi setelah tahun 1600, tepatnya pada
tahun 1772, 1923, 1942, dan 2002. Beberapa peristiwa tersebut menunjukkan bahwa aktivitas vulkanisme Gunung
Papandayan cukup aktif.

Saat Indonesia masih di bawah bayang-bayang kolonialisme Belanda, tepatnya di tahun 1772, Gunung Papandayan
mengeluarkan isinya. Hal ini juga tercatat dalam arsip Belanda. Tidak hanya itu, peristiwa ini juga pernah disebutkan
oleh Thomas Stamford Raffles dalam buku The History of Java dan dalam buku The Malay Archipelago milik Alfred
Russel Wallace. Keduanya sama-sama membahas dampak dari letusan gunung api terhadap kesuburan tanah di sekitar
gunung-gunung tersebut.

Laporan mengenai letusan Gunung Papandayan pada tahun 1772 yang ditulis oleh Leupe (1773) dan Hageman (1823)
menyebutkan letusan besar terjadi beberap kali dalam waktu 5 menit. Hal itu kemudian disusul dengan runtuhan bagian
dari tubuh gunung api ini yang melanda kawasan seluas 250 km². Dampak erupsi Papandayan tahun 1772
menghancurkan 40 kampung dan membentuk danau besar (Wallace, 1890). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi mencatat sebanyak 2.951 jiwa menjadi korban akibat runtuhan gunung api yang tercatat sebagai yang terbesar
dalam sejarah Indonesia.

Kemudian sekitar tahun 1923, Papandayan kembali mengeluarkan isi perutnya. Taverne (1925) mengatakan bahwa
letusan kali ini merupakan seri letusan uap karena setelahnya terbentuk Kawah Baru dan Kawah Nangklak. Setelah saat
itu, aktivitas Papandayan sepertinya masih berlanjut, sebab pada tahun 2002 kembali terjadi erupsi. Peristiwa ini
diawali oleh letusan freatik pada tanggal 11 November 2002 pukul 16.02, lalu 38 menit setelahnya disusul oleh
longsornya dinding bagian utara kawah Nangklak. Sebagai informasi, letusan freatik adalah letusan dengan komposisi
air, lumpur, dan gas beracun yang bisa terjadi akibat sesar aktif, gempa hingga gerakan magma ke permukaan.

Imbas dari erupsi pada tahun 2002 di antaranya sekitar 3.349 warga dari 5 desa mengungsi serta terjadi kerusakan
berbagai infrastruktur dan beberapa jenis lahan. Status Gunung Papandayan sejak tahun 2002 terbilang fluktuatif, sebab
hingga tahun 2012 statusnya adalah siaga. Namun belakangan ini, Gunung Papandayan menjadi destinasi favorit bagi
pelancong yang berkunjung ke Garut. Sebetulnya hal ini sudah terbukti sejak masa Karesidenan Priangan. Saat itu
Kawah Gunung Papandayan bersama Kawah Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu destinasi utama.

Jika kita telisik, Gunung Papandayan ini memiliki potensi yang besar dalam sektor pariwisata dan pertanian karena
kesuburan tanahnya. Namun perlu kita ingat juga, gunung ini tergolong sebagai gunung api yang cukup aktif. Oleh
karena itu, perlu dibuat manajemen bencana, mulai dari langkah preventif, saat tanggap bencana, dan pascabencana.
Bencana alam seperti gunung meletus tidak dapat kita cegah dan kita kendalikan, tetapi dengan adanya manajemen
bencana dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan.

Sumber Berita : bnpb.go.id


Tanggal : 30 September 2021
Ulasan : Letusan Gunung Papandayan 1772 mengakibatkan dampak positif dan negatif. Dampak erupsi Papandayan
menghacurkan beberapa kampung dan memakan ribuan korban jiwa, tetapi Gunung Papandayan sekarang memiliki
potensi yang besar dalam sektor pariwisata dan pertanian karena kesuburan tanahnya.
8. Mengenang Letusan Krakatau 26 Agustus 1883, Terkuat Sepanjang Sejarah

Hari ini 138 tahun yang lalu, tepatnya 26 Agustus 1883, Gunung Krakatau meletus. Letusan ini merupakan letusan
gunung terkuat sepanjang sejarah dengan level 6 skala Volcanic Explosivity Index (VEI). Begitu dahsatnya, letusan
Gunung Krakatau bahkan terdengar hingga Australia Tengah yang berjarak 3.300 kilometer dari titik ledakan dan
Pulau Rodriguez, kepulauan di Samudera Hindia yang berjarak 4.500 kilometer.

Dalam buku Krakatoa, the Day the World Exploded August 27, 1883 (2003) disebutkan pada 250 tahun terakhir
tercatat tak kurang dari 90 kali tsunami akibat letusan gunung. Namun, tsunami yang disebabkan oleh Krakatau
menjadi tsunami vulkanik terbesar yang pernah tercatat oleh sejarah. Letusan Krakatau juga memicu terjadinya tsunami
besar setinggi 120 kaki. Gelombang raksasa yang diakibatkan oleh letusan itu bahkan menelan korban jiwa sekitar
35.500 orang.

Gunung Krakatau tercatat berada di sebuah pulau vulkanik kecil tak berpenghuni yang ada di sebelah barat Pulau
Sumatera. Dikutip dari History, Krakatau telah menunjukkan peningkatan aktivitas pertamanya setelah lebih dari 200
tahun pada 20 Mei 1883. Sebuah kapal perang Jerman yang melintasi wilayah Krakatau melaporkan adanya awan dan
debu setinggi 7 mil di atas Krakatau.

Dua bulan setelah laporan itu, letusan serupa juga disaksikan oleh kapal komersial serta penduduk Jawa dan Sumatera
yang berada tak jauh dari Krakatau. Namun, aktivitas vulkanik itu justru disambut dengan gembira oleh penduduk
setempat. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat waktu itu terkait kebencanaan. Kegembiraan
yang semula dirayakan oleh penduduk seketika berubah menjada bencana besar pada 26 Agustus dan 27 Agustus 1883.
Ledakan dahsyat pada sore hari, 26 Agustus 1883 menghancurkan dua pertiga bagian utara pulau itu dan menyebabkan
tsunami besar yang melanda garis pantai di dekatnya. Empat letusan susulan yang terjadi pada pagi hari, 27 Agustus
1883 juga berskala besar.

Krakatau memuntahkan abu vulkanik setinggi 50 mil dan menyebabkan langit menjadi gelap yang berlangsung dari
pagi hingga malam. Tak hanya itu, letusan Krakatau bahkan menutupi atmosfer dan berakibat pada turunnya suhu di
seluruh dunia. Letusan itu memicu serangkaian bencana alam yang dirasakan hingga ke seluruh dunia. Dari 35.500
korban meninggal dunia, 31.000 di antaranya karena tsunami yang terjadi setelah materi letusan gunung mengalir deras
ke laut. Sebanyak 4.500 orang hangus akibat aliran piroklastik yang menerjang permukiman setelah berguling di atas
permukaan laut.

Kompleks Krakatau terdiri dari empat pulau, yaitu Rakata, Setung, Panjang, dan Anak Krakatau. Tiga yang pertama
membentuk formasi caldera, sedangkan Anak Krakatau mulai aktif kembali sejak 20 Januari 1930 hingga sekarang.
Aktivitas Anak Krakatau terakhir terjadi pada 22 Desember 2018. Saat itu, erupsi Anak Krakatau mengakibatkan
tsunami di Selat Sunda yang menghantam Banten dan Lampung.

Sumber Berita : www.kompas.com


Tanggal : 26 Agustus 2021
Ulasan : Letusan Gunung Krakatau 1883 merupakan letusan gunung terkuat sepanjang sejarah. Letusan ini
mengakibatkan turunnya suhu di seluruh dunia dan menimbulkan tsunami besar yang menewaskan puluhan ribu orang.
Krakatau memiliki satu pulau yang masih aktif bernama Anak Krakatau.
9. Sejarah Letusan Gunung Toba yang Dampaknya Tidak Hanya Memunculkan Danau Toba

Masyarakat mengenal Danau Toba di Sumatera Utara sebagai danau terbesar di Asia Tenggara yang masuk jajaran
danau-danau terdalam di dunia. Danau Toba diketahui memiliki kedalaman mencapai 529 meter dengan luas lebih dari
1.130 kilometer persegi. Karena luasnya, Danau Toba pun menyandang predikat sebagai danau vulkanik terbesar di
dunia. Mengenai bagaimana terbentuknya Danau Toba di Sumatera Utara itu ternyata berkaitan dengan letusan sebuah
supervolcano di masa lalu.

Asal-usul terbentuknya Danau Toba sesungguhnya adalah bekas sebuah kaldera besar gunung api bernama Gunung
Toba. Kaldera merupakan sebuah kawah vulkanik sebagai akibat adanya proses erupsi yang sangat besar disertai
dengan runtuhnya batuan penyangga ke dalam dapur magma di dalam gunung. Perubahan kaldera Gunung Toba
menjadi sebuah danau tak terlepas dari letusan superdahsyat yang terjadi sekitar 74.000 tahun lalu. Letusan Gunung
Toba diperkirakan menjadi letusan terbesar di dunia dalam 28 juta tahun terakhir.

Dikutip dari laman indonesiabaik.id, Danau Toba terbentuk dari tiga letusan besar Gunung Toba. Letusan pertama
terjadi pada 800.000 tahun lalu menghasilkan kaldera di sisi selatan, kemudian letusan kedua pada 500.000 tahun lalu
membentuk kaldera di sisi utara. Baru pada letusan ketiga yang juga menjadi letusan terbesar akhirnya mengubah
Gunung Toba menjadi Danau Toba.

Dilansir dari Geomagz Edisi Vol. 2 No. 4 Desember 2012 yang diterbitkan Badan Geologi, penelitian dan pengukuran
endapan-endapan vulkanik berupa tuf di sekitar Danau Toba mengungkap fakta bahwa Gunung Toba ternyata telah
meletus beberapa kali. Letusan Gunung Toba paling tua diketahui dari Tuf Dasit Haranggaol 1,2 juta tahun (Chesner
dkk. 1991), kemudian terjadi juga letusan pada 840.000 tahun yang lalu (Diehl dkk., 1987), dan 501.000 tahun yang
lalu (Chesner dkk.1991). Adapun letusan terbesar adalah yang terjadi pada 74.000 tahun lalu. Berdasarkan umur-umur
letusannya, Chesner dkk. (1991) memperkirakan daur letusan besar Gunung Toba terjadi setiap 340.000-430.000 tahun
sekali. Gunung api raksasa atau supervolcano yang meletus tersebut kini dalam masa istirahat atau termasuk dalam
golongan gunung berapi Tipe B.

Dampak letusan besar Gunung Toba selain membentuk kaldera yang sangat besar, juga disebut memengaruhi kondisi
dunia. Dikutip dari Kompas.com, letusan Gunung Toba diperkirakan hampir memusnahkan umat manusia karena
hanya sedikit orang yang bisa selamat darinya. Bencana tersebut mengakibatkan populasi manusia mengalami
penurunan sangat drastis, di mana diperkirakan hanya 5.000-10.000 orang saja yang mampu bertahan dari letusan itu.

Letusan Gunung Toba juga menyebabkan tsunami besar di berbagai belahan dunia. Tak sampai di situ, erupsi tersebut
membuat atmosfer tertutup hingga enam tahun lamanya disebut membuat suhu udara menjadi dingin. Bahkan, karena
kondisi tersebut, bumi disebut mengalami perubahan iklim yang cukup ekstrem. Hingga, kini sejarah dan dampak
letusan Gunung Toba yang memunculkan Danau Toba masih menjadi bahan penelitian para peneliti.

Sumber Berita : www.kompas.com


Tanggal : 11 Februari 2023
Ulasan : Gunung Toba telah meletus beberapa kali, letusan besar Gunung Toba diperkirakan terjadi setiap 340-430 ribu
tahun sekali. Tiga letusan besar Gunung Toba menghasilkan kaldera yang akhirnya pada letusan ketiga mengubah
Gunung Toba menjadi Danau Toba. Dampak letusan besar Gunung Toba juga sangat memengaruhi dunia.
10. Pandeglang Gempa Besar 5 SR, Ada 13 Gempa Dalam 3 Jam

Pandeglang gempa besar. Gempa Pandeglang berkekuatan 5 skala richter, Minggu (23/5/2021). Namun setelah


itu Pandeglang gempa susulan sebanyak 12 kali atau 3 kali gempa dalam kurun waktu 3 jam. BMKG ( Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) menginformasikan gempa bumi yang mengguncang Selat Sunda disebabkan
aktivitas sesar lokal.

“Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar lokal,” ujar Kepala Pusat
Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Bambang Setiyo Prayitno dalam keterangannya. Bambang mengatakan dilihat dari
episenter gempa bumi pertama terletak pada koordinat 6,59 LS dan 105,45 BT atau tepatnya berlokasi di laut pada
jarak 17 kilometer arah Barat Laut Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten pada kedalaman 10 kilometer. Gempa bumi
kedua terletak pada koordinat 6,64 LS dan 105,43 BT atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 16 kilometer arah Barat
Laut Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten pada kedalaman 10 kilometer. Hasil analisis mekanisme sumber
menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan sesar naik (thrust fault).

Info pendahuluan BMKG menunjukkan gempa bumi pertama pukul 10.48 WIB memiliki parameter awal gempa
pertama M5,0. Kemudian gempa kedua pada pukul 10.50 WIB berkekuatan M5,4 yang selanjutnya dilakukan
pemutakhiran menjadi M4,9 dan M5,2. Guncangan gempa bumi tersebut dirasakan di Kalapnunggal, Sukabumi,
Labuan, Munjul, Rangkasbitung, Banjarsari, Cileles, Cirinten, dan Bayah II-III MMI ( Getaran dirasakan nyata dalam
rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu).

Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut. Hasil pemodelan
menunjukkan bahwa gempa bumi tersebut tidak berpotensi tsunami. “Hingga Minggu, 23 Mei 2021 pukul 11.40 WIB,
setelah dua gempa bumi tersebut, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya 6 kali aktivitas gempa bumi susulan
(aftershock) dengan rentang magnitudo M2,8 sampai M4,6,” ujar Bambang.

Bambang mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, dan menghindari dari bangunan yang retak atau rusak yang diakibatkan
oleh gempa. Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal cukup tahan gempa, atau tidak ada kerusakan akibat getaran
gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum kembali ke dalam rumah.

Sumber Berita : www.suara.com


Tanggal : 24 Mei 2021
Ulasan : Gempa yang terjadi di Pandeglang cukup kuat yaitu sebesar 5 SR. Gempa ini mengalami 12 gempa susulan
dalam kurun waktu 3 jam. Namun, gempa ini tidak menimbulkan kerusakan dan tidak berpotensi tsunami.
11. Analisis Gempa M 5,0 Yang Mengguncang Melonguane Sulut 30 Januari 2023

Gempa bumi dengan kekuatan M 5,0 mengguncang Melonguane, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (Sulut), Senin
(30/1/2023) pukul 03.18 WIB. Guncangan gempa dilaporkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) melalui akun Twitter resminya @infoBMKG. "Gempa Magnitudo: 5.0, Kedalaman 153 km, 30 Jan 2023
03:18:58 WIB, Koordinat: 5.43 LU-126.31 BT (164 km BaratLaut MELONGUANE-SULUT), Tidak berpotensi
tsunami #BMKG," tulis BMKG dalam cuitannya.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan bahwa gempa yang melanda Melonguane
termasuk gempa tektonik. Hasil analisis BMKG juga menunjukkan episenter gempa berada pada koordinat 5,30 derajat
LU dan 126,28 derajat BT. "Atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 151 km arah Barat Laut Melonguane, Kepulauan
Talaud, Sulawesi Utara pada kedalaman 144 km," kata Daryono saat dihubungi Kompas.com. Lebih lanjut, Daryono
menerangkan gempa yang mengguncang Melonguane termasuk jenis gempa intraslab dengan kedalaman menengah.
Gempa diakibatkan oleh deformasi batuan lempeng laut Filipina setelah BMKG memperhatikan kedalaman hiposenter
dan lokasi episenter. "Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme
pergerakan geser turun atau oblique," jelas Daryono.

Ia menyampaikan, gempa kali ini menyebabkan guncangan di daerah Miangas, Kepulauan Talaud dengan skala
intensitas III MMI. Skala intensitas tersebut berarti getaran dirasakan nyata dalam rumah atau terasa seperti truk
berlalu. Di sisi lain, daerah Essang dan Gemeh, Kepulauan Talaud juga merasakan gempa dengan skala intensitas II-III
MMI. Menurut hasil monitoring BMKG, belum dideteksi aktivitas gempa susulan sampai pukul 03.35 WIB. Daryono
juga mengabarkan, pihaknya belum menerima laporan dampak kerusakan dari gempa yang mengguncang Kepulauan
Talaud. "Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi ini tidak berpotensi tsunami," katanya. Daryono
mengimbau supaya masyarakat tidak terpengaruh dengan isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Ia juga meminta masyarakat tetap tenang setelah gempa M 5,0 mengguncang Melonguane pada Senin dini hari.

Selain itu, pihaknya juga mengimbau warga memastikan bangunan rumah cukup tahan gempa atau tidak
mengalami kerusakan. Sebab getaran gempa berisiko membahayakan kestabilan bangunan sebelum pemiliknya
kembali ke dalam rumah. "Pastikan juga informasi resmi hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui
kanal komunikasi resmi yang telah terverifikasi," jelasnya.

Sumber Berita : www.kompas.com


Tanggal : 30 Januari 2023
Ulasan : Gempa berkekuatan M 5,0 yang menguncang Melonguane tidak berpotensi tsunami, termasuk gempa
tektonik. Gempa ini diakibatkan deformasi batuan lempeng laut Filipina dan gempa ini tidak mengabitkan
kerusakan.
12. Nias Selatan Kembali Diguncang Gempa M 5,2

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan wilayah Samudera Hindia Pantai Barat
Sumatera, Nias Selatan, Sumatera Utara hari ini Jumat (30/12/2022) pukul 06.26.49 WIB diguncang gempa tektonik.
BMKG menunjukkan gempabumi ini memiliki magnitudo (M) 5,2. Episenter gempabumi terletak pada koordinat 0,21°
LS ; 97,23° BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 108 Km arah Barat Daya Nias Selatan, Sumatera Utara pada
kedalaman 12 km.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan dengan memperhatikan lokasi episenter dan
kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat adanya aktivitas
subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah lempeng Eurasia. "Hasil analisis mekanisme sumber
menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault)," kata Daryono saat dikonfirmasi
Jumat (30/12/2022).

Sementara untuk dampaknya, berdasarkan estimasi peta guncangan (shakemap), gempabumi ini menimbulkan
guncangan di daerah Simuk, Nias Selatan dengan skala intensitas III - IV MMI (bila pada siang hari dirasakan oleh
orang banyak dalam rumah), daerah Luahagundre Maniamolo, Nias Selatan dengan skala intensitas III MMI (getaran
dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu). Daerah Sirombu, Nias Barat dengan skala
intensitas II - III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu). 

Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut. Hasil pemodelan
menunjukkan bahwa gempabumi ini tidak berpotensi tsunami. Daryono menegaskan hngga pukul 06.44 WIB, hasil
monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempabumi susulan (aftershock). "Kepada masyarakat
dihimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Agar menghindari dari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa," sarannya. Periksa dan pastikan
bangunan tempat tinggal anda cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang
membahayakan kestabilan bangunan sebelum kembali ke dalam rumah.

Sumber Berita : www.investor.id


Tanggal : 30 Desember 2022
Ulasan : Gempa dengan M 5,2 yang terjadi di Nias Selatan ini termasuk gempa tektonik. Gempa ini tidak menimbulkan
kerusakan, hanya menimbulkan guncangan saja dan tidak berpotensi tsunami.
13. Masyarakat Maluku Barat Daya Rasakan Guncangan Kuat Gempa M 6,2

Gempa bumi dengan parameter magnitudo (M)6,2 terjadi pada Rabu pagi (2/2), pukul 04.25 waktu setempat. Lokasi
kejadian geologi ini berada pada 86 km timur laut Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Masyarakat merasakan
guncangan kuat saat gempa terjadi.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maluku Barat Daya menyebutkan guncangan dirasakan
selama 3 hingga 5 detik. Meskipun guncangan kuat, menurut BPBD setempat bahwa masyarakat tidak mengalami
kepanikan. BPBD melaporkan kondisi aman terkendali dan belum ada laporan dampak kerusakan hingga pagi tadi,
Rabu (2/2). Pusat gempa yang berada pada kedalaman 131 km ini tidak berpotensi tsunami.  

Intensitas kekuatan gempa yang diukur dengan skala Modified Mercalli Intensity (MMI) menunjukkan II – III MMI di
wilayah Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Menurut BMKG, skala III MMI digambarkan getaran
dirasakan nyata dalam rumah serta terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu. Semakin tinggi MMI, getaran yang
dirasakan akan semakin kuat oleh warga. 

Kabupaten Maluku Barat Daya merupakan wilayah yang rawan terhadap dampak bahaya gempa bumi. Menurut kajian
inaRISK, sebanyak 17 kecamatan berada pada potensi bahaya gempa bumi dengan kategori sedang hingga tinggi.
Dilihat dari risikonya, sejumlah 71.955 jiwa yang tersebar pada 17 kecamatan di wilayah itu berpotensi terpapak
dampak gempa. 

Menyikapi potensi bahaya gempa yang dapat terjadi setiap saat, masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan siap
siaga. Saat gempa warga dapat berlindung di bawah perabot yang kuat dengan melakukan drop, cover and hold on atau
evakuasi dengan aman keluar bangunan. Identifikasi terlebih dahulu di lingkup keluarga, langkah-langkah
penyelamatan saat gempa terjadi. Apabila gempa memicu terjadinya tsunami, warga dapat segera evakuasi menuju ke
tempat yang lebih tinggi.

Sumber Berita : www.bnbp.go.id


Tanggal : 1 Februari 2022
Ulasan : Gempa dengan M 6,2 yang terjadi di Maluku Barat Daya ini menghasilkan guncangan yang kuat dan bisa
dirasakan masyarakat, tetapi tidak ada kerusakan yang terjadi akibat guncangan ini. Namum, potensi bahaya gempa
masih dapat terjadi setiap saat.
14. Gempa Bengkulu Rusak 2 Bangunan Dan 1 Warga Terluka

Gempa magnitudo 6,3 di Kabupaten Kaur, Bengkulu, pada Selasa malam, 23 Agustus 2022 menimbulkan dampak pada
kerusakan bangunan dan korban luka-luka. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melaporkan dua unit
bangunan rusak serta satu orang warga terluka.

Bangunan yang rusak itu yakni satu unit rumah dan satu masjid di Kecamatan Kaur Selatan, Kabupaten Kaur. Tingkat
kerusakan bangunan dilaporkan dalam skala ringan, yakni atap hingga plafon jebol dan retakan pada tiang penyangga
masjid. Sementara untuk korban luka, BPBD Kaur mencatat satu orang warga terluka di bagian kepala, namun tidak
dirincikan penyebab luka. 

Kabid Darurat BPBD Kaur Yanto menyatakan total kerugian dampak dari gempa sementara ini senilai Rp25
juta. Petugas BPBD masih terus mendata untuk memastikan dampak gempa tersebut. Sebelumnya, BMKG menyebut
gempa yang terjadi pada hari Selasa malam, 23 Agustus 2022, berlokasi di laut pada jarak 80 km arah selatan Kota
Manna, Bengkulu, pada kedalaman 52 Km. Gempa tak berpotensi tsunami. "Laporan sementara ini ada dua unit
bangunan rusak ringan dan satu orang warga luka robek di bagian kepala dan telah ditangani medis," jelas Yanto.
(Syafran Ansori)

Sumber Berita : www.kompas.com


Tanggal : 14 Januari 2023
Ulasan : Gempa dengan M 6,3 yang terjadi di Bengkulu ini mengakibatkan dampak pada kerusakan bangunan dan
korban luka. Gempa ini juga tidak berpotensi tsunami.
15. 1.278 Rumah Di Tapanuli Utara Rusak Akibat Gempa Magnitudo 6,0

Kerusakan bangunan akibat gempa bumi magnitudo 6,0 di Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara (Sumut) yang
terjadi pada Sabtu (1/10) dini hari terus bertambah. Tercatat 1.278 unit rumah penduduk di sembilan kecamatan
mengalami kerusakan. Kemudian, 72 tempat ibadah, 30 titik ruas jalan, sembilan unit jembatan, 22 unit fasilitas
pendidikan, tiga unit fasilitas kesehatan, 24 unit kantor pemerintahan, tiga unit kantor swasta, dan 35 titik saluran
irigasi yang rusak akibat gempa.

"Rumah merupakan hal yang prioritas untuk warga. Selain rumah, sekolah dan tempat ibadah juga harus segera
diperbaiki," ujar Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi saat meninjau Posko Gempa Taput di Kantor Bupati
Taput, Tarutung, Senin (3/10). Edy mengatakan pihaknya telah menurunkan tim tanggap bencana dan bantuan logistik
untuk korban gempa Tapanuli Utara (Taput). Dalam kesempatan itu, Edy menyerahkan bantuan untuk masyarakat yang
terdampak bencana alam tersebut. Bantuan yang diserahkan Gubernur Edy Rahmayadi kepada Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Taput, Senin (3/10), berupa material bahan bangunan senilai Rp100.000.000, serta 1.000 paket sembako
senilai Rp133.000.000, obat-obatan dan vitamin. Edy Rahmayadi berharap bantuan tersebut dapat segera digunakan
untuk memperbaiki rumah warga yang rusak akibat bencana, terutama yang rusak berat. Sehingga warga dapat segera
kembali menempati rumahnya.

Tak hanya kerusakan bangunan dan infrastruktur, bencana tersebut menyebabkan satu orang meninggal dunia dan 24
orang mengalami luka-luka. Edy meminta dilakukan penyembuhan secara psikologis terhadap para korban bencana.
"Karena bencana yang terjadi juga menyebabkan trauma mendalam bagi para korban. Ini kita juga minta
pendampingan psikologis untuk korban gempa, semua diharapkan dapat terlibat," terangnya. Sementara itu, Kepala
Kepolisian Daerah Sumut RZ Panca Putra mengungkapkan beberapa progres perbaikan fasilitas yang rusak seperti
jalan dan sumber air dari Aek Sigaeon yang alirannya terganggu lantaran gempa. Begitu pula dengan listrik yang
secara umum sudah membaik. "Kondisi secara umum cukup baik, sama-sama dengan masyarakat kita berikan rasa
aman kepada masyarakat, kita beri keyakinan bahwa kondisi ini bisa teratasi, pertumbuhan ekonomi tidak boleh mati,"
papar Panca.

Bupati Taput Nikson Nababan mengatakan pihaknya bersama TNI dan Polri telah melakukan penanganan gempa.
Nantinya pembangunan rumah penduduk yang rusak juga dilakukan oleh Pemda bersama sama TNI/Polri, dan
masyarakat swakelola membangunnya. "Kita sangat membutuhkan material, sembako kita sudah lebih dari cukup,
sekarang adalah bahan bangunan untuk nanti kita bisa lakukan, kalau bisa dua minggu sudah tuntas, " ucap Nikson.

Sumber Berita : www.cnnindonesia.com


Tanggal : 3 Oktober 2022
Ulasan : Gempa dengan M 6,0 di Tapanuli Utara mengakibatkan dampak yang cukup besar. Gempa ini merusak ribuan
rumah warga dan beberapa fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dll. Selain kerusakan pada bangunan, gempa ini juga
memakan satu korban jiwa dan puluhan korban luka-luka.
MAKALAH GEOGRAFI
VULKANISME DAN SEISME

Disusun Oleh :
Moses Frederick

SMA NEGERI 91 JAKARTA


2023

Anda mungkin juga menyukai