Anda di halaman 1dari 6

1.

Letusan Gunung Krakatau

Lukisan Gunung Krakatau tempo dulu. Gunung Krakatau Tahun 1883

Gunung Krakatau berada diselat Sunda, selat yang menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau
Sumatera. Sejarah mencatat bahwa letusan Gunung Krakatau merupakan salah satu letusan
gunung terdahsyat didunia. Gunung Krakatau diperkirakan meletus pada tanggal 26 Agustus
1883. Oleh sebab amat sangat dahsyatnya fenomena ini, suara letusannya terdengar hingga
Benua Australia dan Benua Afrika. Menurut catatan, letusan Gunung Krakatau ini menimbulkan
gelombang yang amat besar sekitar 40 meter, gempa bumi, tsunami dan juga perubahan iklim
global. Letusan Gunung Krakatau merupakan salah satu bencana letusan gunung terbesar didunia
yang telah memakan lebih dari 36.000 korban jiwa.

Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang
berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain
menyatakan:

Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian
alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut
Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini
mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera
(kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau
Panjang dan Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil
dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad
kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar
ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.

Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan
muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai
atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.

Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada
tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa
itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200
tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal
terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-
letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.
Erupsi 1883

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung tersebut.
Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis
National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras
dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara
letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8
penduduk bumi saat itu.

Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan
Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah
modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling
hebat yang terekam dalam sejarah.

2. Letusan Gunung Merapi

Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia, letaknyan
diantara Kabupaten Magelang (Jawa Tengah) dan juga Kabupaten Sleman (DIY Yogyakarta).
Gunung merapi Memiliki ketinggian sampai 2.968 mdpl dipuncaknya. Pada tahun 2004,
Pemerintah menetapkan kawasan hutan disekitar puncak Gunung Merapi merupakan kawasan
Nasional Gunung Merapi. Gunung merapi telah meletus hingga puluhan kali dan terakhir pada
tahun 2010. Bencana meletusnya Gunung Merapi tahun 2010 telah memakan banyak korban,
puluhan korban meninggal, ratusan korban yang perlu perawatan, serta ribuan korban
mengungsi. Selain itu bencana ini juga menghilangkan mata pencaharian masyarakat Merapi,
karena sebagian besar dari mereka bekerja sebagai Petani dan Peternak (Saat itu lahan-lahan
pertanian tidak bisa ditanami dan hewan-hewan ternak mati dan sakit).

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun
sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat pada tahun 1006 (dugaan), 1786,
1822, 1872, dan 1930. Letusan pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa
diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik.[7] Ahli geologi Belanda, van
Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram
Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan pada tahun 1872 dianggap sebagai letusan
terkuat dalam catatan geologi modern dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4. Letusan terbaru,
2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan tahun 1930, yang
menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, merupakan letusan dengan catatan
korban terbesar hingga sekarang.[rujukan?]

Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga
menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup
besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir
gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-
menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua
nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas. Rangkaian
letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar sejak letusan
1872 dan memakan korban nyawa 273 orang (per 17 November 2010), meskipun telah
diberlakukan pengamatan yang intensif dan persiapan manajemen pengungsian. Letusan 2010
juga teramati sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat eksplosif disertai
suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20-30 km.

3. Letusan Gunung Tambora


Gambar Gunung Tambora

Dahulu Gunung Tambora merupakan gunung tertinggi ke-2 setelah Gunung Jaya Wijaya
di Papua. Gunung ini sangat ditakuti karena merupakan gunung api tertinggi di Indonesia dengan
ketinggian puncaknya 4300 mdpl. Gunung Tambora meletus pada 10 April 1815, dahsyatnya
letusan ini mengakibatkan lebih dari 71.000 korban jiwa yang disebabkan karena terbakar,
keracunan, serta kelaparan. Untuk saat ini, ketinggian Gunung Tambora hanya sekitar 2.851
mdpl, letaknya di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung ini merupakan
daerah favorit pendakian bagi para pecinta alam karena memiliki panorama alam serta riwayat
sejarah yang amat sangat luar biasa.

Gunung Tambora mengalami ketidakaktifan selama beberapa abad sebelum tahun 1815,
dikenal dengan nama gunung berapi "tidur", yang merupakan hasil dari pendinginan hydrous
magma di dalam dapur magma yang tertutup. Di dalam dapur magma dalam kedalaman sekitar
1,5-4,5 km, larutan padat dari cairan magma bertekanan tinggi terbentuk pada saat pendinginan
dan kristalisasi magma. Tekanan di kamar makma sekitar 4-5 kbar muncul dan temperatur
sebesar 700 °C-850 °C.

Pada tahun 1812, kaldera gunung Tambora mulai bergemuruh dan menghasilkan awan
hitam. Pada tanggal 5 April 1815, letusan terjadi, diikuti dengan suara guruh yang terdengar di
Makassar, Sulawesi (380 km dari gunung Tambora), Batavia (kini Jakarta) di pulau Jawa
(1.260 km dari gunung Tambora), dan Ternate di Maluku (1400 km dari gunung Tambora).
Suara guruh ini terdengar sampai ke pulau Sumatera pada tanggal 10-11 April 1815 (lebih dari
2.600 km dari gunung Tambora) yang awalnya dianggap sebagai suara tembakan senapan. Pada
pagi hari tanggal 6 April 1815, abu vulkanik mulai jatuh di Jawa Timur dengan suara guruh
terdengar sampai tanggal 10 April 1815.

Pada pukul 7:00 malam tanggal 10 April, letusan gunung ini semakin kuat. Tiga lajur api
terpancar dan bergabung. Seluruh pegunungan berubah menjadi aliran besar api. Batuan apung
dengan diameter 20 cm mulai menghujani pada pukul 8:00 malam, diikuti dengan abu pada
pukul 9:00-10:00 malam. Aliran piroklastik panas mengalir turun menuju laut di seluruh sisi
semenanjung, memusnahkan desa Tambora. Ledakan besar terdengar sampai sore tanggal 11
April. Abu menyebar sampai Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Bau "nitrat" tercium di Batavia
dan hujan besar yang disertai dengan abu tefrit jatuh, akhirnya reda antara tangal 11 dan 17 April
1815.

4. Letusan Gunung Papandayan


Gambar Gunung Papandayan

Gunung Papandayan merupakan salah satu gunung yang letusannya tercatat didalam
sejarah. Gunung ini terletak di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian puncak
gunung 2.665 mdpl. Gunung ini memiliki panoramam alam yang indah dengan keanekaragaman
hayati khas pegunungan sehingga bukan merupakan suatu hal yang aneh jika gunung ini
merupakan salah satu daerah favorit tujuan wisata di Jawa Barat khusunya di Garut. Menilik
sejarahnya, gunung ini tercatat telah beberapa kali meletus, pada tahun 1773, 1923, 1942, 1993,
dan 2003. Letusan Gunung Galunggung terdahsyat terjadi pada tahun 1773 dan terakhir gunung
ini meletus tahun 2002.

Papandayan tercatat beberapa kali erupsi. Di antaranya pada 1773, 1923, 1942, 1993, dan
2003. Letusan besar yang terjadi pada tahun 1772 menghancurkan sedikitnya 40 desa dan
menewaskan sekitar 2951 orang. Daerah yang tertutup longsoran mencapai 10 km dengan lebar 5
km.

Pada 11 Maret 1923 terjadi sedikitnya 7 kali erupsi di Kawah Baru dan didahului dengan
gempa yang berpusat di Cisurupan. Pada 25 Januari 1924, suhu Kawah Mas meningkat dari 364
derajat Celsius menjadi 500 derajat Celcius. Sebuah letusan lumpur dan batu terjadi di Kawah
Mas dan Kawah Baru dan menghancurkan hutan. Sementara letusan material hampir mencapai
Cisurupan. Pada 21 Februari 1925, letusan lumpur terjadi di Kawah Nangklak. Pada tahun 1926
sebuah letusan kecil terjadi di Kawah Mas.

Sejak April 2006 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
menetapkan status Papandayan ditingkatkan menjadi waspada, setelah terjadi peningkatan
aktivitas seismik. Pada 7-16 April 2008 Terjadi peningkatan suhu di 2 kawah, yakni Kawah Mas
(245-262 derajat Celsius), dan Balagadama (91-116 derajat Celsius). Sementara tingkat pH
berkurang dan konsentrasi mineral meningkat. Pada 28 Oktober 2010, status Papandayan
kembali meningkat menjadi level 2.

5. Letusan Gunung Kelud


Gunung Kelud

Letusan Gunung Kelud merupakan salah satu letusan gunung berapi terdahsyat yang
pernah terjadi di Indonesia. Sampai saat ini, Gunung Kelud masih dinyatakan aktif sebagai
gunung berapi dan harus diwaspadai karena sewaktu-waktu bisa meletus. Letak Gunung ini
berada diperbatasan tiga Kabupaten, yaitu Blitar, Kediri dan juga Malang. Puncak Gunung Kelud
memiliki ketinggian hingga 1731 mdpl. Seperti Gunung Merapi, gunung ini juga terbilang aktif
meletus dengan jarak yang relatif pendek. Sejarah mencatat Gunung Kelud telah beberapa kali
meletus, pada tahun 1300, 1586, 1901, 1919, 1951, 1966, 1990 dan 2007. Sampai saat ini,
letusan Gunung Kelud telah memakan 15.000 korban jiwa, dengan korban terbanyak (10.000
jiwa) pada letusan tahun 1586.

Gunung Kelud Tahun 1901 Gunung Kelud Tahun 1919

Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan
gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk
mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi
hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir
lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.

Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951,
1966, dan 1990. Tahun 2007 gunung ini kembali meningkat aktivitasnya. Pola ini membawa para
ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini.

Letusan 1919

Letusan ini termasuk yang paling mematikan karena menelan korban 5.160 jiwa ,
merusak sampai 15.000 ha lahan produktif karena aliran lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali
Badak telah dibangun bendung penahan lahar pada tahun 1905. Selain itu Hugo Cool pada tahun
1907 juga ditugaskan melakukan penggalian saluran melalui pematang atau dinding kawah
bagian barat. Usaha itu berhasil mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik.
Karena letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air
danau kawah, dan selesai pada tahun 1926. Secara keseluruhan dibangun tujuh terowongan. Pada
masa setelah kemerdekaan dibangun terowongan baru setelah letusan tahun 1966, 45 meter di
bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai tahun 1967 itu diberi nama Terowongan
Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume danau kawah agar tetap 2,5 juta meter
kubik.

Letusan 1990

Letusan 1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990.
Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik. Lahar
dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di
gunung itu. Letusan ini sempat menutup terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses
normalisasi baru selesai 1994.

Letusan 2007

Aktivitas gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut
hingga November tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah,
peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan menjadi
putih keruh. Status "awas" (tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung
(lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun
letusan tidak terjadi.

Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30
Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal.
Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius,
jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat
pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm)
menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.

Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan
munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-
tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus "tumbuh" hingga berukuran
selebar 100 m. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma
sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava
sisa letusan tahun 1990.

Anda mungkin juga menyukai