Anda di halaman 1dari 4

Krakatau

Gunung Krakatau pada lukisan abad ke-19.


Ketinggian 813 m (2.667 kaki)
Lokasi
Lokasi Selat Sunda, Indonesia
Koordinat 6°6′27″LS,105°25′3″BT
Geologi
Jenis Kaldera vulkanik
Letusan terakhir 4 Agustus 2009

Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa
dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung
Krakatau) yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat
dahsyat; awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai
sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia.
Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653
kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima
dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari
akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya.
Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.

Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung
Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun
gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara
ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah
berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.

Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan
telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang
geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan
tersebut.

Perkembangan Gunung Krakatau


Gunung Krakatau Purba
Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba
terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan
sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari
Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.

Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul
Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:

Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan
“ bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin
dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir
besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula....
Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau
Sumatera ”
Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang
diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut Gunung Batuwara.
Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas
permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah
besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan
Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau
Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan di muka
bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan
mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.

Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi
Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota
besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan
Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa
mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150
meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.

Munculnya Gunung Krakatau

Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh
sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau
Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah
kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung
Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung
Krakatau.

Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada tahun
1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak
ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur,
terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat
di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya
terjadi pada 26-27 Agustus 1883.

Erupsi 1883

Sebuah litografi yang dibuat pada tahun 1888 yang menggambarkan Gunung Krakatau pada kejadian
Erupsi 1883.

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, meledaklah gunung itu. Menurut Simon
Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic
mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik
yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai
4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.

Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora
(1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The
Guiness Book of Records mencatat ledakan Anak Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang
terekam dalam sejarah.

Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer
kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara
itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia
dan Selandia Baru.

Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata
dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter.
Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir
pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.

Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai
mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar
di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai
15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan
Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan
merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang
jauhnya 7 ribu kilometer.

Anak Krakatau
Anak Krakatau, dua tahun sejak awal terbentuknya. Foto diambil 12 atau 13 Mei 1929, koleksi
Tropenmuseum.

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul
gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif
dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap
tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain menyebutkan
penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan
tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab
tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini
ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung
Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat
menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan
memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu
pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini akan terjadi
antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004
juga tidak bisa diabaikan.

Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang, Anak
Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para
turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para
pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali
meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban
yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya. Anak Krakatau saat ini secara umum oleh
masyarakat lebih dikenal dengan sebutan "Gunung Krakatau" juga, meskipun sesungguhnya adalah
gunung baru yang tumbuh pasca letusan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai