Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya
terjadi pada bulan April tahun 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic
Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 1011 meter kubik.
Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa,
kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan ketiga ini mempengaruhi
iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru
berhenti pada tanggal 15 Juli 1815.
Pada saat letusan terjadi, beberapa orang Belanda yang berada di Surabaya mencatat
dalam buku hariannya mengaku mendengar letusan tersebut, juga beberapa orang di benua
Australia bagian Barat Laut. Mereka mengira itu hanyalah suara gemuruh guntur karena tibatiba muncul awan mendung yang membuat redupnya sinar matahari. Namun mereka tidak
yakin karena yang mereka yakini awan, ternyata adalah asap dan debu vulkanis. Dan yang
turun ke bumi bukanlah air melainkan debu dan kerikil kecil. Letusan Gunung Tambora
merupakan letusan gunung terdahsyat sepanjang masa yang pernah tercatat pada era modern.
Pada saat gunung Tambora meletus, daerah radius kurang lebih 600 km dari gunung
Tambora gelap gulita sepanjang hari hampir seminggu lamanya. Letusan yang terdengar,
melebihi jarak 2000 km dan suhu Bumi menurun hingga beberapa derajat yg mengakibatkan
bumi menjadi dingin akibat sinar matahari terhalang debu vulkanis selama beberapa bulan.
Sehingga berdampak juga ke daerah Eropa & Amerika Utara mengalami musim dingin yg
panjang. Sedangkan Australia dan daerah Afrika Selatan turun salju di saat musim panas.
Peristiwa ini dikenal dengan The year without summer atau tahun tanpa musim panas.
Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya
letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap
sebagai bagian dari letusan tahun 1815.
Letusan gunung Tambora juga tercatat sebagai letusan gunung yang paling mematikan.
Jumlah korban tewas akibat gunung ini sedikitnya mencapai 71.000 jiwa tapi sebagian ahli
menyebut angka 91.000 jiwa. Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan
dan sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit yang mendera. Jumlah ini belum
termasuk kematian yang terjadi di negara-negara lain, termasuk Eropa dan Amerika Serikat,
yang didera bencana kelaparan akibat abu vulkanis Tambora yang menyebabkan tahun tanpa
musim panas di dua benua itu. Bahkan di Eropa, Napoleon Bonaparte kalah perang karena
efek dari gunung Tambora ini.
Sejarah mencatat sekitar abad 9-11 Masehi, Gunung Merapi kembali meletus. Tidak
diketahui secara pasti berapa jumlah korban jiwa dalam letusan kali ini, diduga akibat letusan
ini mengakibatkan candi-candi yang berada di kawasan sekitar Jawa Tengah bagian selatan
terkubur akibat abu vulkanik ini. Di tahun 1672 M Gunung Merapi meletus, akibat letusan itu
3000 orang meninggal dunia. Gunung Merapi kembali meletus dahsyat di tahun 1786, di
tahun ini tidak tercatat secara jelas jumlah korban yang tewas akibat ledakan tersebut. Pada
tahun 1822, kembali Gunung Merapi meletus tercatat setidaknya 100 orang meninggal dunia.
Hanya berselang 50 tahun tepatnya di tahun 1872, Gunung Merapi kembali menghamburkan
abu vulkanik secara dahsyat akibatnya 200 orang meninggal dunia. Di tahun 1930 letusan
hebat kembali terjadi, kali ini aliran lava, piroklastika, dan lahar hujan, mengguyur dan
menghancurkan 13 desa akibatnya 1400 orang tewas akibat peristiwa alam ini.
Selain letusan hebat diatas, setidaknya banyak letusan Gunung Merapi juga terjadi di
tahun-tahun tersebut di bawah ini:
Tahun
Korban Meninggal
Dunia
Korban Luka
1832
32 orang
1872
200 orang
1904
16 orang
1920
35 orang
1930
1369 orang
1954
64 orang
luka 57 orang
1961
6 orang
1969
3 orang
1976
29 orang
luka 2 orang
66 orang
luka 6 orang
1997
1998
2001
Mei 2006
2 orang meninggal
22 November
1994
areal seluas kurang lebih 120 hektare di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Obyek yang
lainnya seluas kurang lebih 3 hektarberupa pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan
fasilitas kolam renang, kamar mandi dan bak rendam air panas.
Gunung Galunggung mempunyai Hutan Montane 1.200 1.500 meter dan Hutan
Ericaceous > 1.500 meter.
Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5). Tanda-tanda awal
letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur.
Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul
kolom asap dari dalam kawah. Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan
menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar.
Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini
menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur
dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.
Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Di antara tanggal 7-9 Oktober, terjadi letusan
yang menghasilkan awan panas. Lalu tanggal 27 dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir
pada alur sungai yang sama dengan lahar yang dihasilkan pada letusan 1822. Letusan kali ini
menghancurkan 50 desa, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu.
Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya terjadi, diawali gempa bumi.
Letusan tanggal 6 Juli ini menghasilkan hujan abu setebal 2-5 mm yang terbatas di dalam
kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam
danau kawah setinggi 85m dengan ukuran 560440 m yang kemudian dinamakan gunung
Jadi.
Letusan terakhir terjadi pada tanggal 5 Mei 1982 (VEI=4) disertai suara dentuman,
pijaran api, dan kilatan halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir
pada 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar
karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan
pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 milyar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni.
Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius
sekitar 20 km dari kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan
Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak
disebabkan oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal perkampungan akibat
melimpahnya aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir.
Pada periode pasca letusan (yaitu sekitar tahun 1984-1990) merupakan masa
rehabilitasi kawasan bencana, yaitu dengan menata kembali jaringan jalan yang terputus,
pengerukan lumpur/pasir pada beberapa aliran sungai dan saluran irigasi (khususnya
Cikunten I), kemudian dibangunnya check dam (kantong lahar dingin) di daerah Sinagar
sebagai benteng pengaman melimpahnya banjir lahar dingin ke kawasan Kota Tasikmalaya.
Pada masa tersebut juga dilakukan eksploitasi pemanfaatan pasir Galunggung yang dianggap
berkualitas untuk bahan material bangunan maupun konstruksi jalan raya. Pada tahun-tahun
kemudian hingga saat ini usaha pengerukan pasir Galunggung tersebut semakin berkembang,
bahkan pada awal perkembangannya (sekitar 1984-1985) dibangun jaringan jalan Kereta Api
dari dekat Station KA Indihiang (Kp. Cibungkul-Parakanhonje) ke check dam Sinagar
sebagai jalur khusus untuk mengangkut pasir dari Galunggung ke Jakarta. Letusannya juga
membuat British Airways Penerbangan 9 tersendat, di tengah jalan.
Tahun 1829: Letusan berupa abu dan batu dari Kawah Ratu dan Domas.
Tahun 1846: Terjadi peningkatan kegiatan.
Tahun 1896: Terbentuk fumarol baru di sebelah utara Kawah Badak dari Kawah Ratu.
Tahun 1910: Kolom asam membumbung setinggi 2 Km di atas dinding kawah, letusan
Tahun 1992: Peningkatan kegiatan kuat dengan gempa seismik dangkal dan letusan freatik
kecil
Tahun 1994: Letusan freatik di kawah baru
Tahun 1999: Peningkatan aktivitas
Tahun 2002: Peningkatan aktivitas
Tahun 2005: Peningkatan aktivitas
Tahun 2013: Beberapa kali terjadi peningkatan aktivitas (Februari, Maret, Oktober). Sejarah
baru terjadi dengan 11 kali letusan freatik dalam kurun waktu 4 hari (5-10 Oktober 2013)
Th 1942 : Letusan sampai di lereng sebelah timur pada ketinggian antara 1400 dan 1775
m. Titik letusan sebanyak 6 tempat. Lelehan lava masuk ke Blok Semut dan menimbuni
terlewati. Aliran lava terjadi di Kali Glidik, Besuk Sat, Besuk Bang dan Besuk Kobokan.
Th 1963 : Bulan Mei terjadi awan panas dan aliran lava melanda Curah Leng Rong, Kali
Sumberurip, hutan pinus 450 ha, 2 jembatan rusak terbakar, dan 2 rumah bilik hanyut.
Th 1978 : Letusan masih terjadi dengan tinggi asap maksimum mencapai 800 m di atas
awan panas dan kawah Jonggring Seloko yang terbuka sampai saat ini.
Th 1994 : Bulan Februari terjadi letusan dan suara dentuman disertai hujan abu dan
guguran lava membentuk awan panas. Aliran guguran awan panas masuk ke besuk
Kobokan mencapai 11,5 km, ke Besuk kembar 7,5 km, dan besuk Bang lk 3,5 km.
Volume awan panas tersebut diperkirakan 6,8 juta m mengarah ke Dusun Sumber Sari
dan Kamar A Desa Oro-oro Obo Kecamatan Pronojiwo. Korban yang meninggal terlanda
Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung
tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggrisyang
juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar,
suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah
manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan
dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama
ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam
sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan
yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan
volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda
keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan
sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta
sebagian Gunung Rakata dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7
km dan sedalam 250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desadesa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena
letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung
kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hinggaCilamaya di Karawang, pantai
barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian
selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai
beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta danLampung pedalaman tidak lagi melihat
matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii,
pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.
Jajaran gunung di dalam kaldera dikelilingi oleh batuan vulkanik gunung Tengger
Purba. Lantai kaldera bagian utara tersusun oleh batuan pasir, sementara bagian timur dan
selatan kaldera didominasi oleh rerumputan. Selain memberikan dampak bencana ketika
terjadi aktivitas vulkanis di Bromo, sisi positif keberadaan gunung berapi ini juga dapat kita
lihat berupa inventarisasi sumber daya gunung berapi, seperti objek wisata alam.
Gunung Bromo bisa dicapai melalui beberapa cara, yaitu melalui lintasan Probolinggo,
Sukapura, Ngadisari sampai ke Cemoro Lawang yang merupakan dinding Kaldera Lautan
Pasir yang dapat dilakukan dengan kendaraan bermotor, kemudian dilanjutkan dengan
lintasan melewati lautan pasir.
Pendakian ke puncak dan pematang kawah dapat dilakukan dengan mudah melalui
tangga tembok yang tersedia. Lintasan yang kedua yaitu melalui Pasuruan, Tosari, Jurang
Munggal, Lautan Pasir sampai tangga Bromo. Jalur berikutnya yaitu lewat Malang dan
Lumajang. Ini jalur adventure hanya bisa dilewati motor atau fourwhell drive. Dari arah
Malang via tumpang, dari Lumajang via tempeh. Dua jalur bertemu di dinding selatan Bromo
Bagi penduduk Bromo yaitu suku Tengger, GunungBrahma (Bromo) dipercaya sebagai
gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau
Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo
utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam
hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh)
menurut penanggalan Jawa.
Sebaran abu vulkanik pada letusan 1901 dan 1919 dari gunung api Kelud.
Diadaptasikan Dari Kemmerling ( 1921). Pada letusan 1919, abu vulkanik terbagi dua. Awan
abu yang berketinggian lebih rendah tersebar ke timur sampai sejauh Bali dan awan abu yang
lebih tinggi tersebar ke Barat.
Sebaran abu vulkanik dari letusan 1990 (Bourdier et al., 1997). Abu inimenghancurkan
lebih dari 500 rumah. atap yang runtuh adalah penyebab utama kematian (total 32 orang)
pada letusan ini. ( GVN Bull. 1990, Bourdier et al. 1997).
Lahar dan drainase danau kawah
Lahar primer (lahar setelah letusan) sangat sering terjadi pada Kelud dan diproduksi
oleh ledakan yang hebat dari perairan dari danau kawah/kepundan. Tetapi Kelud juga
cenderung menghasilkan lahar sekunder (i.e. tidak secara langsung berhubungan dengan
suatu letusan) karena lereng gunung mudah tergerus oleh hujan yang melimpah dan oleh
karena kehadiran dari material pyroclastic yang melimpah dan lepas ( Thouret et al, 1998).
Area yang paling terekspos adalah lereng barat ( lahar Gedok) dan barat daya ( lahar Badak)
karena dinding kepundan yang lebih rendah di sisi barat. Lahar primer sangat merusak dan
mengakibatkan sebagian besar kematian sampai volume dari danau dikurangi oleh suatu
sistem drainase.
Sebelum 1875, volume dari perairan danau mencapai sekitar 78 juta m3. Tahun 1875,
suatu bencana yang tidak berhubungan dengan aktivitas vulkanis terjadi. Hujan lebat
menjebol lubang kepundan mengakibatkan air danau tumpah ke lereng barat daya
menghasilkan lahar sepanjang 13 km yang merusak wilayah Srengat. Setelah bencana ini,
volume dari danau dikurangi menjadi 40 juta m3.
Pada tahun 1905, suatu tanggul dibangun oleh administrasi lokal Belanda sepanjang
sungai Badak untuk mengalihkan lahars ke kota Blitar. Ketika letusan yang berikutnya
terjadi, tanggul ini terbukti tidak efektip dengan dihanyutkan oleh lahar letusan 1919. Lahar
1919 yang menempuh perjalanan sejauh 38 kilometer kurang dari suatu jam dan
menghancurkan suatu wilayah lebih dari 15,000 hektar, membinasakan ratusan kampung dan
membunuh 5160 orang. Letusan yang dramatis pada bulan Mei 1919 ini mendasari Survey
Vulkanologi untuk memutuskan tugas yang pertama untuk mengalirkan air danau kawah
melalui suatu terowongan.
Pekerjaan engineering dimulai pada September 1919 dan perlu beberapa tahun untuk
diselesaikan. Rencana awal adalah menggali suatu terowongan sepanjang 955m. Ketika
pekerjaan dimulai, danau kawah masih kering dan penggalian terowongan dimulai dari kedua
sisi dari dinding kawah (Bemmelen van, 1949). Oleh karena temperatur yang tinggi yang di
area kerja penggalian (46C), terowongan waktu itu belum diselesaikan di 1923. Pada waktu
itu danau kawah telah separuh penuh (22 juta m3). Suatu banjir lumpur dan kerikil yang
mendadak memenuhi terowongan membunuh lima pekerja, sehingga pekerjaan dihentikan.
Rencana baru diputuskan untuk menurunkan level danau secara progresif dengan pengeboran
7 terowongan paralel dan menggunakan suatu pipa sifon untuk mengalirkan air danau.
Pekerjaan ini akhirnya diselesaikan th 1926 dan sukses menurunkan volume danau sampai
kurang dari 2 juta m3. Kelud mungkin merupakan salah satu yang pertama dan contoh yang
paling ambisius dari suatu pekerjaan rancang-bangun yang dibuat di suatu gunung api untuk
mengurangi ancaman dari suatu danau kawah.
Selanjutnya dalam tahun 1908, 1915, dan 1917 di berbagai tempat di dasar kawah dan
pematangnya tampak tembusan fumarola. 1963 Letusan dimulai tanggal 18 Pebruari 1963
dan berakhir pada tanggal 27 Januari 1964. Letusan bersifat magnatis. Korban tercatat 1.148
orang meninggal dan 296 orang luka.
Karakter Letusan
Pola dan sebaran hasil letusan lampau sebelum tahun 1808, 1821, 1843, dan 1963
menunjukkan tipe letusan yang hampir sama, diantaranya adalah bersifat eksplosif (letusan,
dengan melontarkan batuan pijar, pecahan lava, hujan piroklastik dan abu), dan efusif berupa
aliran awan panas, dan aliran lava (Sutukno B., 1996).
Periode Letusan
Dari 4 kejadian letusan masa lampau, periode istirahat Gunung Agung dapat diketahui
yakni terpendek 16 tahun dan terpanjang 120 tahun.
Letusan 1963 ; Kronologi Letusan tahun 1963. Lama letusan Gunung Agung tahun
1963 berlangsung hampir 1 tahun, yaitu dari pertengahan Pebruari 1963 sampai dengan 26
Januari 1964, dengan kronologinya sebagai berikut :
16 Pebruari 1963 : Terasa gempa bumi ringan oleh penghuni beberapa Kampung Yehkori
(lebih kurang 928 m dari muka laut) di lereng selatan, kira-kira 6 kilometer dari puncak
Gunung Agung.
17 Pebruari 1963 : Terasa gempa bumi di Kampung Kubu di pantai timur laut kaki
gunung pada jarak lebih kurang 11 km dari lubang kepundannya.
18 Pebruari 1963 : Kira-kira pukul 23.00 di pantai utara terdengar suara gemuruh dalam
tanah.
19 Pebruari 1963 : Pukul 01.00 terlihat gumpalan asap dan bau gas belerang. Pukul 03.00
terlihat awan yang menghembus dari kepundan,makin hebat bergumpal-gumpal dan dua
jam kemudian mulai terdengar dentuman yang nyaring untuk pertama kalinya. Suara
yang lama bergema ini kemudian disusul oleh semburan batu sebesar kepalan tangan dan
diakhiri oleh sembuaran asap berwarna kelabu kehitam-hitaman . Sebuah bom dari jauh
tampak sebesar buah kelapa terpisah dari yang lainnya dan dilontarkan lewat puncak ke
arah Besakih. Penghuni Desa Sebudi dan Nangka di lereng selatan mulai mengungsi,
terutama tidak tahan hawa sekitarnya yang mulai panas dan berbau belerang itu. Di
sekitar Lebih, udara diliputi kabut, sedangabu mulai turun. Air di sungai mulai turun. Air
di sungai telah berwarna coklat dan kental membawa batu dengan suara gemuruh, tanda
lahar hujan permulaan. Penghuninya tetap tenang dan melakukan persembahyangan.
Pukul 10.00 terdengar lagi suara letusan dan asap makin tebal. Pandangan ke arah
gunung terhalang kabut, sedang hujan lumpur mulai turun di sekitar lerengnya. Di malam
hari terlihat gerakan api pada mulut kawah, sedangkan kilat sambung-menyambung di
atas puncaknya.
20 Pebruari 1963 : Gunung tetap menunjukkan gerakan berapi. 06.30 terdengar suara
letusan & terlihat lemparan bom lebih besar. 07.30 penduduk Kubu mulai panik, banyak
diantara mereka mengungsi ke Tianyar, sedangkan penghuni dari lereng selatan pindah ke
suara gemuruh.
23 Pebruari 1963 : Pukul 08.30 sekitar Besakih, Rendang dan Selat dihujani batu kecil
Kuasa, Badegdukuh dan Badegtengah mengungsi ke selatan. Di Lebih hujan yang agak
kental dan gatal turun. Lahar terjadi di sekitar Sidemen. Juga lahar mengalir di utara di
Tukad Daya dan Tukad Barak. Pukul 18.15 hujan pasir di Besakih. Pangi diliputi hawa
belerang yang tajam sekali. Penduduknya mengungsi ke Babandem. Kemudian kegiatan
Gunung Agung ini terus menerus berlangsung, boleh dikatakan setiap hari hujan abu
turun, sementara sungai mengalirkan lahar dan lava terus meleler ke utara.
17 Maret 1963 : Merupakan puncak kegiatan. Tinggi awan letusan mencapai klimaksnya
pada pk. 05.32. Pada saat itu tampak awan letusannya menurut pengamatan dari Rendang
sudah melewati zenith dan keadaan ini berlangsung hingga pukul 13.00. Awan panas
turun dan masuk ke Tukad Yehsah, Tukad Langon, Tukad Barak dan Tukad Janga di
selatan. Di utara gunung sejak pukul 01.00 suara letusan terdengar rata-rata setiap lima
detik sekali. Awan panas turun bergumpal-gumpal menuju Tukad Sakti, Tukad Daya dan
sungai lainnya di sebelah utara. Mulai pukul 07.40 lahar hujan terjadi mengepulkan asap
putih, dan ini berlangsung hingga pukul 08.10. Pukul 08.00 turun hujan abu, pada pukul
09.20 turun hujan kerikil, dan sementara itu awan panas pun turun bergelombang. Pada
pukul 11.00 hujan abu makin deras hingga penglihatan sama sekali terhalang. Pada pukul
12.00 lahar yang berasap putih itu mulai meluap dari tepi Tukad Daya. Baru pukul 12.45
hujan abu reda dan kemudian pukul 15.30 suara letusan pun berkurang untuk selanjutnya
hilang sama sekali. Adapun sungai yang kemasukan awan panas selama puncak kegiatan
ini adalah sebanyak lk. 13 buah di lereng selatan dan 7 buah di lereng utara. Jarak terjauh
yang dicapainya adalah lebih kurang 14 kilometer, ialah di Tukad daya di utara. Sebelah
barat dan timur gunung bebas awan panas. Lamanya berlangsung paroksisma pertama ini
yakni selama lebih kurang 10 jam yakni dari pukul 05.00 hingga pukul 15.00.
21 Maret 1963 : Kota Subagan, Karangasem terlanda lahar hujan hingga jatuh korban
lebih kurang 140 orang. Setelah letusan dahsyat pada tanggal 17 Maret ini, maka
aktivitasnya berkurang, sedang suara gemuruh yang tadinya terus menerus terdengar
hilang lenyap. Demikian leleran lava ke utara berhenti pada garis ketinggian 501,64 m
tinggi kira-kira 10.000 m di atas puncak, sedang pada pukul 17.15 hujan lapili mulai
turun hingga pukul 21.13. Sungai yang kemasukan awan panas adalah sebanyak 8 buah,
6 di selatan dan 2 di utara. Jarak paling jauh yang dicapai lebih kurang 12 km yakni di
Tukad Luah, kaki selatan. Lamanya berlangsung paroksisma lebih kurang 6 jam, yakni
dari pukul 16 hingga sekitar pukul 21.00. Pada umumnya kekuatan letusan memuncak
untuk kedua kali ini tidak sehebat yang pertama. Awan letusannya mencapai tinggi lebih
kurang 10.000 m di atas puncak, sedang pada pukul 17.15 hujan lapili mulai turun hingga
pukul 21.13. Sungai yang kemasukan awan panas adalah sebanyak 8 buah, 6 di selatan
dan 2 di utara. Jarak paling jauh yang dicapai lk. 12 km yakni di Tukad Luah, kaki
selatan. Lamanya berlangsung paroksisma lebih kurang 6 jam, yakni dari pukul 16 hingga
Menurut Suryo (1964) selanjutnya, awan panas guguran adalah awan panas yang
sering meluncur dari bawah puncak (tepi kawah). walaupun tidak ada letusan dapat
terjadi awan panas guguran. Dapat pula terjadi apabila terjadi bagian dari aliran lava yang
masih panas gugur, seperti terjadi pada waktu lava meleler di lereng utara.
Daerah yang terserang awan panas letusan pada kegiatan 1963 terbatas pada
lereng selatan dan utara saja, karena baik di barat maupun di sebelah timur kawah ada
sebuah punggung. Kedua punggung ini memanjang dari barat ke timur. Awan panas
letusan yang melampaui tepi kawah bagian timur dipecah oleh punggung menjadi dua
jurusan ialah timur laut dan tenggara. Demikian awan panas di sebelah barat dipecah oleh
punggung barat ke jurusan baratdaya dan utara. Awan panas letusan yang terjadi selama
kegiatan 1963 telah melanda tanah seluas lebih kurang 70km2 dan menyebabkan jatuh
863 korban manusia.
Korban Kegiatan Gunung Agung
Menurut Suryo (1965, p.22-26) ada 3 sebab gejala yang menyebabkan jatuh
korban selama kegiatan Gunung Agung dalam 1963, yakni akibat awan panas,
piroklastika dan lahar. Akibat awan panas meninggal 820 orang, 59 orang luka. Akibat
Piroklastika meninggal 820 orang, luka 201 orang. Akibat lahar meninggal 165 orang, 36
orang luka. Kehebatan dan Energi : Kusumadinata (1964) telah menghitung energi dan
kehebatan letusan Gunung Agung tahun 1963 dengan hasil sebagai berikut : kehebatan di
level 4, Volume bahan letusan 0.83 km3, berat jenis 2,3 (d), Energi kalor yang dilepaskan
2,189.1025 erg (Eth), Kesetaraan bom atom : 2605,9 (Ae), Kebesaran letusan 8,99.
Tahun 1772, pada tanggal 11-12 Agustus terjadi letusan dari kawah pusat awan panas
atau yang lebih dikanal sebagai wedus gembel yang memakan korban jiwa sebanyak
2000-5000 meter.
September-November 2013: Sejak 15 September-25 September sudah terjadi 107 kali
letusan abu yang kadang-kadang disertai lontaran pasir-kerikil (terjauh lk 5 km) dan
lontaran batu pijar di sekitar kawah, statusnya dinaikkan statusnya menjadi Siaga.
Pada 17 dan 18 September terjadi erupsi abu, tinggi 3.000 dan 1.500 meter, diikuti
hingga 5.000 meter. Sebagian erupsi diikuti lontaran batu pijar dan jatuh di sekitar kawah.
November 2013: Pada 1, 3, 4 November terjadi erupsi abu, tinggi 700 hingga 7.000 meter
dan tersebar ke arah barat daya-barat, umumnya disertai gemuruh. Sebagian erupsi diikuti
Pada 5-14, 17-20, 23 dan 24 terjadi erupsi abu, tinggi 500 hingga 10.000 meter dan
tersebar ke arah barat daya-barat, timur-tenggara, umumnya disertai suara gemuruh.
Sebagian besar erupsi diikuti awan panas ke arah tenggara dengan jarak luncur 500-1500
meter. Erupsi pada 24 mencapai 20 kejadian, statusnya dinaikkan menjadi Awas pada
pukul 10.00 WIB.
padahal saat itu berdiri Kerajaan Macan Putih di bawah kepemimpinan Pangeran
Tawangulun.
Data di PPGA Raung mencatat letusan yang paling dahsyat terjadi pada tahun 1730
karena mengalami erupsi eksplosif disertai dengan hujan abu serta aliran lahar, bahkan
wilayah terdampak erupsi meluas dibandingkan dengan letusan sebelumnya.
Letusan kembali terjadi antara tahun 1812 hingga 1814, letusan tersebut disertai hujan
abu lebat dan suara bergemuruh, setahun kemudian pada tahun 1815 terjadi hujan abu di
Besuki, Situbondo dan Probolinggo.
Letusan Gunung Raung pada tahun 1953 menyebarkan hujan abu dalam radius 200
kilometer dan melontarkan material berupa pasir dan batu panas setinggi 12 kilometer pada
tahun 1958.
Sejak 1586 hingga 1989, tercatat letusan Gunung Raung sebanyak 43 kali dan gunung
tersebut seolah tidur panjang selama bertahun-tahun dan aktivitasnya kembali meningkat
pada 17 Oktober 2012.
Kejadian itu menyebabkan kematian dan kelaparan di seluruh permukaan bumi, dan
diperkiraan manusia yang hidup tinggal 10000 hingga 40000 orang saja. Manusia yang
tersisa bermigrasi dari Afrika, menyebar ke Arab, Eropa, Asia dan Indochina. Dan dengan
kecepatan replikasi hamster, kini manusia menghuni seluruh daratan di dunia.
Danau Toba yang besar itu (luasnya kira2 100 x 30 km) sebenarnya berdiri di atas
reruntuhan 3 kaldera besar. Di selatan terdapat Kaldera Porsea, berbentuk ellips dengan
dimensi 60 x 40 km, terbentuk oleh letusan gigantik 800 ribu tahun silam. Kaldera ini
meliputi sebagian selatan danau Toba dari Pulau Samosir, hingga ke daratan wilayah Parapat
Porsea dan teluk yang menjadi outlet ke Sungai Asahan. Wajah kaldera Porsea ini
dirusak oleh kaldera Sibadung yang terbentuk kemudian. Sementara di sebelah utara, di
utara Pulau Samosir terdapat kaldera Haranggaol yang nyaris bulat dengan diameter hanya
14 km. Haranggaol terbentuk pada 500 ribu tahun silam. Keberadaan kaldera-kaldera besar
ini menunjukkan Danau Toba adalah kompleks vulkanik nan luar biasa.
Kita fokuskan ke Kaldera Sibadung. Inilah kaldera yang terbentuk dalam erupsi
gigantik 71.500 +/- 4.000 tahun silam dan dinobatkan sebagai letusan terdahsyat di muka
Bumi dalam 2 juta tahun terakhir setelah banjir lava di Yellowstone (AS). Bentuk kaldera
mirip kacang (peanut-like) dan secara kasar memiliki panjang 60 km dengan lebar 30 km.
Bentuk unik ini mengesankan bahwa kaldera Sibadung dulunya kemungkinan adalah gunung
api kembar yang meletus secara bersamaan, seperti halnya gunung Danan dan Perbuwatan
dalam erupsi katastrofik Krakatau 1883. Kaldera Sibadung mencakup seluruh bagian Pulau
Samosir dan perairan selatan Danau Toba, kecuali teluk di sebelah tenggara yang menjadi
outlet ke Sungai Asahan.
Letusan Toba 71 75 ribu tahun silam memang sungguh luar biasa. Gunung ini
melepaskan energi 1.000 megaton TNT atau 50 ribu kali lipat ledakan bom Hiroshima dan
menyemburkan tephra 2.800 km kubik berupa ignimbrit, yakni batuan beku sangat asam
yang memang menjadi ciri khas bagi letusan-letusan besar. 800 km kubik tephra diantaranya
dihembuskan ke atmosfer sebagai debu vulkanis, yang kemudian terbang mengarah ke barat
akibat pengaruh rotasi Bumi sebelum kemudian turun mengendap sebagai hujan abu. Sebagai
pembanding, erupsi paroksimal Tambora 1815 (yang dinyatakan terdahsyat dalam sejarah
modern) hanya menyemburkan 100 km kubik debu dan itupun sudah sanggup mengubah
pola cuaca di Bumi selama bertahun-tahun kemudian, yang salah satunya menghasilkan
hujan lebat yang salah musim di Eropa dan berujung pada kekalahan Napoleon pada
pertempuran besar Waterloo.
Sebuah penelitian terbaru menyatakan sebuah ledakan besar vulkanik di Indonesia
mengguncang planet Bumi pada 73.000 tahun yang lalu, bertanggungjawab terhadap
pendinginan suhu global dan menghancurkan populasi nenek moyang manusia. Dibutuhkan
heck dari sebuah bencana untuk menyeka pohon dari India.
Tapi 73.000 tahun yang lalu, letusan titanic Gunung Toba (the great Toba) di Indonesia
melakukan hal itu, menyapu bersih daerah itu hampir dalam semalam seperti menendang
planet ke lemari es yang akan dingin bertahan selama hampir 2.000 tahun. Letusan Toba
mungkin merupakan peristiwa vulkanik yang paling penting dalam sejarah manusia, derita
leluhur penduduk manusia di Afrika turun secara drastis, hanya yang menyisakan sekitar
30.000 orang yang selamat.
Tetapi para ilmuwan berdebat apakah semua bencana itu sebegitu buruk dengan
beberapa berpendapat bahwa hanya ada penyimpangan kecil dalam iklim pada saat itu.
Sebelumnya, peneliti Jihong Cole-Dai, kimiawan lingkungan dari South Dakota State
University di Brookings menganalisis penurunan suhu global sekitar tahun 1810 sebagai
dampak dari letusan Gunung Tambora
Kini, sebuah penelitian baru yang dipimpin oleh Martin Williams dari University of
Adelaide di Australia membuktikan sebuah lingkungan yang dilemparkan ke dalam kondisi
chaos, setidaknya terjadi di India. Serbuk sari dan sampel tanah yang dikumpulkan dari Teluk
Bengal dan India tengah menunjukkan sebuah pohon tanah lembab yang tertutup material
hancur oleh letusan vulkanik. Musim hujan terhenti dan dingin, musim kering memunculkan
rumput savana.
Studi baru yang dipublikasikan baru-baru ini di jurnal Paleogeography,
Paleoclimatology, Paleoecology merupakan bukti langsung pertama dari sebuah kehancuran
ekosistem akibat letusan. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa abu Gunung Toba itu
meluas melalui ke India dan Samudera Hindia, bahwa belerang dari letusan terakumulasi
abadi dalam jumlah besar membeku di lapisan es Greenland, Kutub Utara.
Stanley Ambrose dari University of Illinois di Urbana-Champaign, mengatakan bahwa
studi terbaru menunjukkan garis panjang bukti yang menyatakan Toba sebagai peristiwa
destruktif massal. "Model iklim memperkirakan bahwa suhu turun 16 derajat Celcius (29
derajat Fahrenheit) selama 50 tahun di Afrika. Hari ini suhu rata-rata di Nairobi adalah 25
derajat Celcius (77 Fahrenheit). Anda bisa bayangkan saja apa yang akan terjadi," kata
Ambrose.
Namun, Michael Petraglia dari University of Oxford menyatakan bahwa para peneliti
telah berpikir dengan membesar-besarkan kasus. "Dua dari tiga sampel di India berasal dari
lembah sungai yang sama. Apa yang mereka sampling adalah situasi lokal dan mereka
membuat lompatan besar penafsiran bahwa seluruh Asia selatan seperti ini," kata Petraglia.
Selain itu penelitian manusia purba sendiri sudah di India pada waktu itu, dan selamat dari
letusan.
"Saya tidak menyangkal super letusan Toba memiliki efek ekologis, saya kira itu memang
benar. Tapi interpretasi mereka tentang evolusi manusia dan genetika memiliki kelemahan.
Keterkaitan antara letusan dan genetika belum terbukti secara kuat," kata Petraglia.
Kerikil (lapili) produk letusan Toba ditemukan hingga di India, yang berjarak 3.000 km
dari pusat letusan. Keseluruhan permukaan anak benua India ditimbuni abu letusan dengan
ketebalan rata-rata 15 cm. Bahkan di salah satu tempat di India tengah, ketebalan abu letusan
Toba mencapai 6 meter. Debu vulkanik dan sulfur yang disemburkan ke langit dalam letusan
dahsyat selama 2 minggu tanpa henti itu membentuk tirai penghalang cahaya Matahari yang
luar biasa tebalnya di lapisan stratosfer, hingga intensitas cahaya Matahari yang jatuh ke
permukaan Bumi menurun drastis tinggal 1 % dari nilai normalnya. Kurangnya cahaya
Matahari juga menyebabkan suhu global menurun drastis hingga 3 3,5 C dari normal dan
memicu terjadinya salah satu zaman es. Rendahnya intensitas cahaya Matahari membuat
tumbuh2an berhenti berfotosintesis untuk beberapa lama dan tak sedikit yang bahkan malah
mati, seperti terekam di lembaran2 es Greenland.
Bagaimana dengan manusia? Ambrose (1998) berdasar jejak DNA manusia purba
menyebut saat itu terjadi situasi genetic bottleneck yang ditandai dengan berkurangnya
kelimpahan genetik dan populasi manusia. Bahkan dikatakan jumlah individu manusia saat
itu (tentunya dari generasi homo sapiens awal seperti homo sapiens neanderthalensis dan
rekan-rekannya) merosot drastis hingga tinggal 10 % saja dari populasi semula.
Bencana lingkungan akibat erupsi Toba ini diduga membuat homo neanderthalensis
berevolusi menghasilkan individu yang lebih lemah. Sehingga ketika katastrofik berikutnya
terjadi, yakni pada 12.900 tahun silam di ujung zaman es tatkala asteroid/komet berdiameter
5 km jatuh ke Bumi dari ketinggian awal yang rendah (mendekati horizon) sehingga benda
ini meledak pada ketinggian 60 km di atas Eropa Amerika sembari melepaskan energi 10
juta megaton TNT, neanderthal tak sanggup lagi bertahan dan punahlah ia bersama kawanan
mammoth sang gajah raksasa zaman es.
Danau Toba sekarang ini, apakah masih aktif? Ya. Bekas letusan berskala kecil dan
kubah lava baru pasca erupsi hebat itu masih dapat dijumpai di kerucut Pusukbukit di sebelah
barat dan kerucut Tandukbenua di sebelah utara. Terangkatnya Pulau Samosir hingga 450
meter dari elevasi semula (yang dapat dilihat dari lapisan2 sedimen danau di pulau ini) juga
menunjukkan bahwa reservoir magma Toba telah terisi kembali, secara parsial. Studi seismik
menunjukkan di bawah danau Toba terdapat sedikitnya dua reservoir magma di kedalaman
40-an km dengan ketebalan 6-10 km.
Kedua gunung inilah yang kemudian dikenal sebagai Dwi Lingga Giri,yang menjadi
Parahyangan Purusa Peredana. Selain memerintah SangHyang Benawang nala, SangHyang
Naga Aantaboga, SangHyang Naga Besukih, dan SangHyang Naga Tatsaka; Hyang Pasupati
jugamenugaskan putra-putranya ke Bali Dwipa, yaitu :
I. Dwi Linga Giri Purusa Predana
a. Pura Kahyangan Besakih (Purusa)
b. Pura Kahyangan Ulun danu Batur (Segara Danu sebagai Predana)
II. Tri Lingga Giri
a. Pura Lempuyang Luhur (Brahma)
b. Pura Besakih (Siwa)
c. Pura Ulun Danu Batur (Wisnu)
III. Sapta Lingga Giri
a. Hyang Geni Jaya Ring Gunung Lempuyang, paraHyangNya di Pura Lempuyang
Luhur
b. Hyang Putra Jaya ring Gunung Udaya Parwata/Gunung Tohlangkir/Gunung Agung,
paraHyangNya di Pura Besakih
c. Hyang Dewi Danu ring Gunung Cala Lingga/Gunung Batur[5]
d. Hyang Tumuwuh ring Gunung Batukara, paraHyanganNya di Pura Watukaru.
e. Hyang Tugu ring Gunung Andakasa, paraHyangNya di Pura Andakasa
f. Hyang Manuk Gumuwang ring gunung Beratan/Puncak Mangu/Puncak Tinggahan,
paraHyangNya di Pura Ulun Danu Beratan/Pura Tinggahan.
g. Hyang Manik Gayang/Galang ring Pejeng, parahyangNya di Pura Manik Corong.
Putra-putra Hyang Pasupati inilah yang kemudian menjadi Amongan, Sungsungan dan
Penyiwian, Ratu Muang Kaula di Bali Dwipa. Salah seorang Putra Hyang Pasupati yaitu
Hyang Dewi Danu dalam bahasa Purana adalah Dewi Sri, Dewi Laksmi, Dewi Pratiwi, dan
Dewi Basundari yang semuanya merupakan Abiseka Dasa Nama (mempunyai nama lain)
Dewi Kesuburan, Dewi Kesejahteraan, dan Kewi Keberuntungan Sakti Dewa Wisnu.
Kronologis Pembentukan Kaldera Batur
Gunung Bumbulan (bubulan, dungulan, penulisan), Gunung Payang, dan Gunung
Abang menjadi satu dengan Gunung Batur Purba yang ketinggiannya mencapai 3500 mdpl.
Amblasnya bagian kerucut yang membentuk kaldera satu, kira-kira 29.300 SM, dimana
Gunung Abang berdiri sendiri dengan ketinggian lebih kurang 2.152 mdpl. Amblas kedua
kalinya, kira-kira 20.150 SM, dimana kerucut Gunung Payang, kerucut Gunung
Bumbulan/Penulisan membentuk undagan Kintamani.
Lama kelamaan muncul Gunung Kecil (anak Gunung Batur Purba) di tengah danau
Batur berpucak Dua (pucak Kanginan dan pucak Kawanan). Maka dari itu desa Pekraman
Batur ada dua Jero, yaitu Jero Gede Kanginan (dijabat oleh Jero Gede Duhuran Puri
Kanginan), dan Jero Gede Kawanan (dijabat oleh Jero Gede Alitan Puri Kawanan).
5. Dari tahun 1804 2000 Gunung Batur meletus sebanyak 30 kali. Letusan yang paling
dahsyat yaitu pada tanggal 2 Agustus 21 September 1926 jam 23.00 WITA yang
laharnya menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur. Dengan pertolongan
pemerintah Hindia Belanda, para narapidana, serta Batun Sendi Ida Betara (Bayung
Gede, Sekardadi, Bonyoh, Selulung, Sribatu, Buahan, Kedisan, Abang, Trunyan, dll) seisi
Desa Batur dapat menyelamatkan diri. Termasuk pusaka-pusaka seperti Gong Gede,
Semar Kirang bale Pelinggih Mamas-mamas (tombak Lerontek). Semuanya diselamatkan
ke Desa Bayung Gede. Setelah pindah ke Di Desa Bayung Gede ini pernah di adakan
Puja Wali sebanyak dua kali. Kemudian karena merasa telah aman, penduduk Desa Batur
yang sementara mengungsi ke Desa Bayung Gede ingin kembali ke lokasi desa mereka
kembali. Namun tidak diijinkan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan alasan
keselamatan masyarakat. Di tempat baru tersebut, yang disebut Kalanganyar, penduduk
Desa Batur diberi lahan dengan ketentuan yang sudah berkeluarga sebanyak 3 are dan
untuk Duda/Janda mendapat 1,5 are. Selama menghuni Kalanganyar, para penduduk
Desa Batur tetap berupaya membagun kembali Pura Ulun Danu Batur di tempat semula.
Setelah beberapa tahun, tepatnya pada bulan April 1935, dilaksanakan Ngusaba Kedesa
untuk pertama kali di Pura Ulun Danu Batur yang baru tersebut[7].
Pada tahun 1963, 6 bulan setelah meletusnya Gunung Agung, terjadi kembali letusan
Gunung Batur yang cukup besar. Korban jiwa pada saat itu tidak ada. Letusan ini kembali
menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur. Sehingga semua penduduk mengungsi dan
pindah desa ke lokasi desa Batur sekarang ini.
Ada cerita menarik yang disampaikan oleh Jero Gede Alitan Puri Kawanan, yaitu pada
saat lahar mau memasuki desa Batur, lahar tersebut berhenti. Kesempatan ini dimanfaatkan
oleh penduduk untuk menyelamatkan barang-barang mereka. Bahkan ada yang sempat
memanen bawang di ladangnya terlebih dahulu. Setelah semua barang-barang dan hasil
kebun mereka selamat, lahar yang tadinya berhenti bergerak kembali menuju arah desa
sampai menimbun seluruh desa tersebut.
Setelah pindah desa tersebut, kecuali terkena debu, sampai saat ini tidak pernah terkena
dampak langsung dari letusan Gunung Batur.
GEOLOGI
Bentuk dan struktur Gunungapi Merbabu, bentuknya besar sekali jika dibandingkan
dengan gunung Merapi yang sangat ramping yang tampaknya merupakan suatu gunungapi
yang tumbuhnya berlebihan. Bagian puncaknya dapat dibagi menjadi tiga satuan yang
merupakansektor Graben Gunungapi, yakni :
a. Graben Sari dengan arah timur tenggara barat baratlaut.
b. Graben Guyangan dengan arah selatan baratdaya utara timur.
c. Graben Sipendok dengan arah barat laut timur tenggara.
Erupsi samping gunungapi Merbabu banyak menghasilkan aliran lava dan aliran
piroklastik, aliran lava tersebut mengalir melalui titik erupsi yang diselimuti oleh endapan
piroklastika baik aliran maupun jatuhan. Titik-titik erupsi tersebut diperkirakan melalui jalur
sesar dengan arah utara baratlaut selatan tenggara serta melalui daerah puncak.
Morfologi gunungapi Merbabu dapat dibagi menjadi beberapa satuan berdasarkan
penampilan bentuk rupa bumi pada peta topografi (Hamidi.S dkk 1988) masing-masing :
1. Satuan morfologi sisa graben (daerah sekitar puncak), satuan morfologi ini terdiri dari
3(tiga) bagian yakni Graben Sari, Graben Guyangan dan Graben Sipendok. Ketiga graben
tersebut diperkirakan adalah hasil kegiatan volkano tektonik dimana kegiatan tektonik
berupa sesar di-ikuti oleh kegiatan erupsi dan kemudian di-ikuti pula oleh kegiatan erupsi
samping yang membentuk kerucut erupsi samping.
2. Satuan morfologi aliran lava Kopeng, satuan morfologi aliran lava ini jelas dapat dilihat
di lapangan yang membentuk punggung lava yang sangat menonjol, dimana batuan yang
mengalasi berupa aliran lava.
3. Satuan morfologi Kerucut Watutulis,Satuan morfologi ini merupakan kerucut erupsi
samping (flank eruption) yang banyak menghasilkan aliran lava yang bersifat andesitis
basaltis dan piroklastika, baik aliran maupun jatuhan.
4. Satuan morfologi Kerucut Gunung Pregodalem, keadaan satuan ini sama dengan satuan
morfologi kerucut Gunung Watutulis, dimana kerucut ini dapat dipertimbangkan sebagai
sumber bahaya apabila terjadi peningkatan letusan.
5. Satuan morofologi titik-titik erupsi samping, satuan morfologi ini sangat banyak terdapat
didaerah gunung Merbabu, berdasarkan peta rupa bumi daerah yang terkait, satuan
morfologi ini membentuk suatu kelurusan rupa bumi yang ber-arah utara baratlaut
timur tenggara, bentuk kelurusan rupa bumi ini dapat mencerminkan adanya bentuk
struktur sesar yang melalui daerah puncak gunungapi Merbabu.
Stratigrafi gunungapi Merbabu, sifat letusan dari pada gunungapi ini diantaranya adalah
eksplosif, disamping itu bersamaan dengan sifat efusif yang dapat dibuktikan dengan adanya
aliran lava, baik yang berasal dari pada kegiatan erupsi pusat maupun erupsi samping. Sifat
eksplosif dapat dibuktikan dari banyaknya endapan piroklastika yang tebal. Secara umum
gunungapi Merbabu terdiri atas aliran piroklastika, aliran lava, endapan banjir bandang pada
Th 1985 dan endapan longsoran (Hamidi,1988)
1. Aliran piroklastika, ini menyebar di seluruh bagian tubuh gunungapi Merbabu, sifat
singkapan tertentu dengan warna abu-abu ke-kuningan, berbutir halus hingga kasar,
kadang kala ditemukan lapisan semu (surge), lokasi singkapan dapat dilihat di sekitar
Jrakah ditemukan lapisan sebanyak lebih dari 12 lapisan piroklastika aliran dengan tanah
hasil pelapukan yang sangat tebal.
2. Aliran lava, gunungapi Merbabu secara umum mengisi bagian lembah sungai yang
terdapat di sekitar gunungapi tersebut, ber-umur paling muda menurut urutan umur
stratigrafi. Akan tetapi di daerah Selo Redjo ditemukan aliran lava tua dengan sifat
pelapukan yang sudah lanjut. Di daerah Kopeng aliran lava membentuk suatu pematang
aliran lava yang sangat tinggi dan membentuk lidah lava.
3. Endapan banjir bandang di daerah gunungapi Merbabu di temukan didaerah Kaponan,
pada dasar sungai Soting, dimana menurut keterangan penduduk setempat pada Th.1985
telah terjadi banjir bandang yang telah merusak jembatan penghubung antara Kaponan
dengan daerah lainnya, sifat endapan banjir bandang ini seperti endapan sungai, terdiri
dari bongkah-bongkah lava andesitis sampai basaltis, pasir sangat kasar, masih segar dan
mudah lepas.
4. Endapan longsoran (debris avalanche) dapat ditemukan didaerah Salatiga, dimana bukaan
yang sangat besar dengan arah ke utara timurlaut, yakni daerah wilayah Salatiga.