Anda di halaman 1dari 30

Ternyata, Ledakan Gunung Toba Terdahsyat

Dalam Sejarah - Awal Danau Toba


Abang Ringo Saturday, April 21, 2012 84
BECAK SIANTAR | Ternyata, Ledakan Gunung Toba Terdahsyat Dalam Sejarah - Siapa
yang tidak kenal dengan Danau Toba, ternyata Danau Toba berasal dari letusan Gunung
Toba. Gunung Toba ini tergolong Supervolcano, hal ini dikarenakan Gunung Toba memiliki
kantong magma yang besar yang jika meletus kalderanya besar sekali. Volcano kalderanya
ratusan meter, sedangkan Supervolacano itu puluhan kilometer.

Gunung Toba berada di bawah dasar Danau Toba Sumatera Utara, yang sewaktu - waktu di
perkirakan dapat meletus. Gunung Toba sampai saat ini masih memiliki anak, bahkan Gunung
Sinabung yang beberapa waktu lalu meletus dan Gunung Sibayak, merupakan anak dari Gunung
Toba.
Sebelumnya Gunung Toba pernah meletus tiga kali :

Letusan pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di
selatan Danau Toba, meliputi daerah Prapat dan Porsea.

Letusan kedua yang memiliki kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun lalu. Letusan
ini membentuk kaldera di utara Danau Toba. Tepatnya di daerah antara Silalahi dengan
Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dashyat.

Letusan ketiga 74.000 tahun lalu menghasilkan kaldera, dan menjadi Danau Toba
sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya.

Letusan Gunung Toba merupakan letusan gunung berapi yang paling dahsyat yang pernah
diketahui di planet Bumi ini. Dan hampir memusnahkan generasi umat manusia di planet Bumi.
73.000 tahun yang lalu letusan dari supervolcano di Indonesia hampir memusnahkan seluruh
umat manusia, hanya sedikit yang selamat. Kedahsyatan letusan gunung Toba memang sangat
terkenal dan merupakan 3 besar letusan volcano terdahsyat di planet bumi. Dan dikabarkan juga
matahari sampai tertutup selama 6 tahun.
Letusan ini tidak bisa dibandingkan dengan apapun yang telah dialami di bumi sejak masa
dimana manusia bisa berjalan tegak. Dibandingkan dengan SuperVolcano Toba, bahkan krakatau
yang menyebabkan sepuluh ribu korban jiwa pada 1883 hanyalah sebuah sendawa kecil. Padahal
krakatau memiliki daya ledak setara dengan 150 megaton TNT. Sebagai perbandingan: ledakan
Bom Nuklir hiroshima hanya memiliki daya ledak 0,015 megaton, dan secara lisan maka daya
musnahnya 10.000 kali lebih lemah dibanding krakatau. Letusan Gunung toba hampir
memusnahkan umat manusia 73.00 tahun yang lalu.
Bersamaan dengan gelombang besar tsunami, ada 2.800 kilometer kubik abu yang dikeluarkan,
yang menyebar ke seluruh atmosfir bumi kita. Yang mungkin telah mengurangi jumlah populasi
manusia menjadi hanya sekitar 5000 sampai 10000 manusia saja.
Sebenarnya manusia jaman sekarang berasal dari beberapa ribu manusia yang selamat dari
letusan super volcano Toba 73.000 tahun yang lalu
Oleh karena itu Gunung berapi di Indonesia bertanggung jawab atas hampir musnahnya umat
manusia. Dan Dari 60 hingga 70 gunung berapi yang dapat ditemuai di area tersebut (Indonesia)
sekarang.
Beberapa diantaranya menjadi aktif kembali dalam beberapa bulan maupun beberapa minggu
setelah gempa di dasarlaut pada bulan desember 2004.
Letusan Gunung Toba ini, yang menyebabkan timbulnya Danau Toba, yang merupakan danau
terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara dan memiliki pemandangan yang begitu indah. Di
tengah danau ini ada satu pulau yang di sebut dengan Pulau Samosir, yang merupakan asal

mulanya suku Batak berada.


Kedahsyatan Terbentuknya Danau Toba Di Masa Lampau
Danau yang bernama Toba ini, menghampar dengan indah dan permai di wilayah Sumatra Utara.
Namun dibalik itu, di masa yang lampau, daya rusak yang Maha Dahsyat tersembunyi di
dalamnya. Sekitar kurang lebih 74.000 tahun lalu, Gunung Toba meletus sangat hebat dan nyaris
menamatkan umat manusia.

Kedahsyatan letusan gunung api raksasa (supervolcano) Toba itu, bersumber dari gejolak bawah
bumi yang hiperaktif. Lempeng lautan Indo-Australia yang mengandung lapisan sedimen
menunjam di bawah lempeng benua Eurasia, tempat duduknya Pulau Sumatera, dengan
kecepatan 7 sentimeter per tahun.
Gesekan dua lempeng di kedalaman sekitar 150 kilometer di bawah bumi itu menciptakan panas
yang melelehkan bebatuan, lalu naik ke atas sebagai magma. Semakin banyak sedimen yang
masuk ke dalam, semakin banyak sumber magmanya.
Kantong magma Toba yang meraksasa tersebut, disuplai oleh banyaknya lelehan sedimen
lempeng benua yang hiperaktif. Kolaborasi tiga peneliti dari German Center for Geosciences
(GFZ) dengan Danny Hilman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Fauzi dari
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 2010 lalu menyimpulkan, bahwa
di bawah Kaldera Toba terdapat dua dapur magma yang terpisah.
Dapur magma ini diperkirakan memiliki volume sedikitnya 34.000 kilometer kubik yang
mengonfirmasi banyaknya magma yang pernah dikeluarkan oleh gunung ini sebelumnya.
Tak hanya dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dari dapur magma, Kaldera Toba ternyata juga
sangat dipengaruhi oleh kegiatan tektonik yang mengimpitnya, sehingga kalangan geolog
menyebutnya sebagai vulkano-tektonik.
Tumbukan lempeng bumi yang sangat kuat dari lempeng Indo-Australia, telah memicu
terbentuknya sesar geser besar yang disebut sebagai Zona Sesar Besar Sumatera (Sumatera Fault
Zone/SFZ). Sesar ini memanjang hingga 1.700 kilometer dari Teluk Lampung, hingga Aceh.

Hampir semua gunung berapi di Sumatera berdiri di atas sesar raksasa ini.
Uniknya, Kaldera Toba tidak berada persis di atas sesar ini. Dia menyimpang beberapa kilometer
ke sebelah timur laut sesar Sumatera. Di antara Sungai Barumun dan Sungai Wampu,
Pegunungan Barisan (yang berdiri di atas sesar) tiba-tiba melebar dan terjadi pengangkatan
dari bawah yang membentuk dataran tinggi; panjangnya 275 km dan lebar 150 km yang disebut
Batak Tumor, papar Van Bemmelen, geolog Belanda yang pada 1939 untuk pertama kali
mengemukakan bahwa Toba adalah gunung api.
Pengangkatan Batak Tumor ini, disebut Bemmelen, menjadi fase awal pembentukan Gunung
Toba. Saat pembubungan terjadi, sebagian magma keluar melalui retakan awal membentuk tubuh
gunung. Jejak awal tubuh gunung ini masih terlihat di sekitar Haranggaol, Tongging, dan
Silalahi. Sementara sebagian besar lainnya telah musnah saat terjadinya letusan Toba terbaru
sekitar 74.000 tahun lalu (Youngest Toba Tuff/YTT).
Danau Toba jelas terpengaruh oleh gaya sesar ini. Bentuk Danau Toba yang memanjang, bukan
bulat sebagaimana lazimnya kaldera, menunjukkan dia terpengaruh dengan gaya sesar geser
yang berimpit di kawasan ini.

Sisi terpanjang danau, yang mencapai 90 km, sejajar dengan Zona Sesar Sumatera, yang
merupakan salah satu patahan teraktif di dunia selain Patahan San Andreas di Amerika. Aktivitas
gunung berapi di Sumatera, termasuk Toba, dikontrol oleh patahan ini.

6 Hal Mengerikan ini Akan Terjadi Jika Danau Toba Meletus Sekali Lagi

by Rizal December 31, 2015, 8:56 am 24730 x dibaca


Danau Toba meletus? Bukannya itu danau ya bukan gunung? Memang benar Toba yang sekarang
berwujud danau, namun kembali ke beberapa ratus tahun lalu, ia masih berbentuk gunung.
Bahkan bukan sekedar gunung, tapi super volcano atau gunung berapi super.
74 ribu tahun lalu Toba yang masih berbentuk super volcano meledak hebat. Peneliti
mengasumsikan jika ledakan ini berdampak ratusan kali lipat dari krakatau yang ada di
Indonesia, yang bunyi erupsinya saja mampu terdengar sampai Amerika. Tinggal bayangkan saja
seratus kalinya kejadian ini, itulah yang terjadi saat super volcano Toba meletus.
Kabar buruknya, Gunung Toba yang mengelilingi danau dan pulau Samosir itu masih aktif.
Tidak bisa diprediksi kapankah ia akan erupsi. Namun, jika terjadi kembali, maka bersiap-siaplah
untuk bertobat setobat-tobatnya. Karena ini bisa dibilang menjadi akhir kehidupan manusia.
Kira-kira seperti ini yang akan terjadi jika Gunung Toba meletus lagi.

1. Jutaan Ton Asam Belerang Akan Membuat Dunia Gelap Total


Dulu, dalam sekali hentakan erupsi, Gunung Toba kuno mampu memuntahkan jutaan ton asam
belerang ke udara. Ketika ini terjadi, maka dunia akan dipenuhi dengan asap beracun yang
seperti mencekik kerongkongan.

Jutaan ton material asam belerang akan menyelimuti bumi [Image Source]Bahkan
ketika ini terjadi di masa lalu, dunia tiba-tiba gelap seketika. Seperti ketika
Sumatera dan Kalimantan terkena bencana asap, namun dengan tingkat yang lebih
parah lagi. Bahkan momen kegelapan ini diperkirakan tak hilang dalam waktu
beberapa tahun. Ngeri!

2. Kehidupan Akan Mati


Tak hanya membuat dunia gelap dan polusi, erupsi Toba di masa lalu juga membuat kehidupan
seakan berakhir. Bagaimana bisa? Ya, ternyata material erupsinya menyelimuti Bumi secara
keseluruhan. Alhasil, sinar matahari terhalang total sehingga tidak mendukung kehidupan.

Segala kehidupan mungkin akan mati [Image Source]Fotosintesis mati, tumbuhan


layu seketika, hewan-hewan dan manusia akan mulai kehilangan waktu mereka.
Dampak erupsi yang tak hanya sebentar pun berakibat matinya kehidupan.
Skenario ini benar-benar terjadi di masa lalu.

3. Samudera Menjadi Sangat Dingin


Seorang geolog dari New York University melakukan penelitian untuk mencari tahu bagaimana
iklim Bumi di masa lalu. Ia pun melakukan penggalian di dasar laut dan menemukan sebuah
benda bernama foraminifera. Dari sini ia pun terkejut bukan main, karena ini merupakan indikasi
kalau dulu suhu Bumi sangat ekstrem.

Samudera hanya beberapa derajat dari titik beku [Image Source]Penelitian ini pun
dikembangkan termasuk dengan penemuan debu-debu fulkanis kuno di Greenland.
Lewat penelitian ini akhirnya terkuak sebuah titik temu. Si peneliti yakin jika ada
sebuah fenomena yang memicu suhu ekstrem ini. Dan pada akhirnya diketahui jika
penyebabnya adalah erupsi Gunung Toba. Sang geolog juga menyebutkan jika garagara erupsi ini samudera seluruh dunia mengalami penurunan suhu sampai 5
derejat celcius. Hampir beku!

4. Cuaca Ekstrem Hingga Puluhan Tahun


74 ribu tahun lalu setelah tragedi ini, peneliti memperkirakan jika Bumi mengalami suhu super
dingin. Jika samudera saja bisa sedingin itu, maka udara pun diperkirakan tak jauh beda. Cuaca
seperti ini juga akan bertahan tak hanya satu atau dua bulan saja, tapi puluhan tahun!

Bumi akan mengalami cuaca super ekstreme [Image Source]Dunia mungkin akan
memasuki zaman es namun berbeda versi. Akibat letusan Toba, Bumi tak hanya
membeku tapi juga gelap luar biasa. Takkan ada yang sanggup melewati ini, hingga
akhirnya skenario ini bakal jadi akhir kehidupan makhluk hidup.

5. Danau Toba dan Pulau Samosir Lenyap


Dampak dari letusan Toba di masa lalu adalah kaldera yang bisa kita lihat hari ini. Lalu
bagaimana jika letusan yang identik seperti 74 ribu tahun lalu terjadi lagi? Mungkin Danau Toba
dan Pulau Samosir akan lenyap, bahkan bisa saja Sumatera akan terbelah.

Pulau Samosir mungkin juga akan lenyap [Image Source]Hal ini sangat mungkin
karena Toba terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Eurasia, IndoAustralia dan Pasifik. Saling tumbuk tiga lempeng ini menyebabkan subduksi atau
penyusupan. Sehingga gara-gara ini eksistensi Danau Toba Sendiri jadi terancam.
Saat erupsi sendiri pasti juga akan terjadi lontaran besar, di momen tersebut pasti
juga akan mengakibatkan sebagian pulau Samosir terlempar.

6. Memicu Gunung Api Lain


Gunung api memiliki jalur penghubung antara satu dan lainnya. Ketika satu bereaksi, maka yang
lain pun akan terpicu. Seperti kasus beberapa waktu lalu ketika gunung-gunung api di Indonesia
perlahan mulai bergantian aktif satu demi satu. Jika pemicunya adalah super volcano seperti
Toba, maka sudah tentu yang lain juga akan terpengaruh lebih kuat.

Kejadian ini juga akan memicu gunung berapi lain untuk erupsi [Image
Source]Setelah Toba meledak, maka kemungkinan besar deretan gunung yang
berada pada jalur tektoniknya ikut erupsi pula. Jika gunung-gunung meletus
bersamaan, maka tak terbayangkan ngerinya.

Bencana-bencana seperti ini bukanlah sesuatu yang bisa diintevensi manusia. Ada pun alat-alat
canggih yang ada sifatnya hanya memberikan peringatan, tidak mencegah. Jadi, jika bencana ini
terjadi, maka sepertinya takkan ada harapan. Bahkan kata para peneliti, kehidupan takkan pernah
mudah lagi ketika super volcano memuntahkan isinya.

Misteri dan Kronologi Meletusnya Tambora, Tiga Kerajaan Lenyap Seketika!

Mount Tambora volcano, Sumbawa, Indonesia


Gunung Tambora, Pulau Sumbawa Indonesia
Letusan Terakhir
: Start, 10 April 1815 Erupt, 17 April 1815.
Muntahkan Magma
: 100 km.
Lepasan abu (kubik)
: 400 km debu ke angkasa.
Tinggi abu
: 44 km dari permukaan tanah.
Lontaran abu
: 1300km.
Radius suara letusan
: 2600 km
Endapan aliran piroklastik : 7-20m
Tsunami sepanjang pantai : sejauh 1200km, tinggi 1-4m, di Maluku Tsunami hingga 2 meter
Korban letusan langsung
: 117.000 korban jiwa.
Kerajaan yang lenyap akibat letusan: Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan Kerajaan
Sanggar.

A Year Without Summer


10 April pada tahun 1815. Gunung Tambora meletus dengan begitu dahsyat, bahkan jauh lebih
dahsyat dari Gunung Krakatau. Suara guruh ini terdengar sampai ke pulau Sumatera pada

tanggal 10-11 April 1815 (lebih dari 2.600 km dari gunung Tambora) yang awalnya dianggap
sebagai suara tembakan senapan. Pada pukul 7:00 malam tanggal 10 April, letusan gunung ini
semakin kuat.
Tiga lajur api terpancar dan bergabung. Seluruh pegunungan berubah menjadi aliran besar api.
Batuan apung dengan diameter 20 cm mulai menghujani pada pukul 8:00 malam, diikuti dengan
abu pada pukul 9:00-10:00 malam.
Aliran piroklastik panas mengalir turun menuju laut di seluruh sisi semenanjung, memusnahkan
desa Tambora. Ledakan besar terdengar sampai sore tanggal 11 April. Abu menyebar sampai
Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Bau nitrat tercium di Batavia dan hujan besar yang
disertai dengan abu tefrit jatuh, akhirnya letusan Tambora kembali mulai mereda antara tangal
11 dan 17 April 1815 dan sekaligus melenyapkan tiga kerajaan pada masa itu.
Debu vulkanik menyebar setinggi puluhan kilometer mempengaruhi iklim seantero Bumi,
menutup sinar matahari selama berbulan-bulan lamanya Bumi bagian utara dan selatan tetap
menjadi dingin Di Eropa dan Amerika Utara pun matahari tetap tertutup debu vulkanik dan
membuat daerah tersebut tetap dingin walau dimusim panas. Jutaan orang kelaparan, mayat
terkapar bergelimpangan, semua akibat tumbuhan layu dan mati tanpa adanya matahari
sepanjang tahun. Salju tak kunjung cair, mengerikan. masa itu dikenal dunia sebagai Tahun
yang tak melalui musim panas atauA year without summer.

Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau
Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian
kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat
laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sejarah
Letusan
Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora
telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.
Perkiraan ketiga letusan Tambora terjadi pada tahun:

Letusan
pertama:
39.910
sebelum
masehi,

Letusan
kedua:
3.050
Letusan ketiga: 740 sebelum masehi, selama 150 tahun.

selama

sebelum

200

tahun
masehi

Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing letusan
memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga.

Jumlah konsentrasi sulfat di inti es dari Tanah Hijau tengah, tarikh tahun dihitung dengan variasi
isotop oksigen musiman. Terdapat letusan yang tidak diketahui pada tahun 1810-an. Sumber: Dai
(1991 / wikimedia.org)
Namun pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik.
Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada
bulan April tahun 1815.
Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah
semburan tefrit sebesar 1.6 1011 meter kubik.
Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa,
kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera.
Letusan ketiga ini mempengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora
setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815.
Pada saat letusan terjadi, beberapa orang Belanda yang berada di Surabaya mencatat dalam buku
hariannya mengaku mendengar letusan tersebut, juga beberapa orang di benua Australia bagian
Barat Laut.

Mereka mengira itu hanyalah suara gemuruh guntur karena tiba-tiba muncul awan mendung
yang membuat redupnya sinar matahari.

Tambora caldera (indonesiaarchipelago.com)


Namun mereka tidak yakin karena yang mereka yakini awan, ternyata adalah asap dan debu
vulkanis.
Dan yang turun ke bumi bukanlah air melainkan debu dan kerikil kecil!
Letusan Gunung Tambora merupakan letusan gunung terdahsyat sepanjang masa yang pernah
tercatat pada era modern.
Pada saat gunung Tambora meletus, daerah radius kurang lebih 600 km dari gunung Tambora
gelap gulita sepanjang hari hampir seminggu lamanya.
Letusan yang terdengar, melebihi jarak 2000 km dan suhu Bumi menurun hingga beberapa
derajat yg mengakibatkan bumi menjadi dingin akibat sinar matahari terhalang debu vulkanis
selama beberapa bulan.

Letusan Tambora (ilustrasi lukisan kuno)


Sehingga berdampak juga ke daerah Eropa & Amerika Utara mengalami musim dingin yg
panjang.
Sedangkan Australia dan daerah Afrika Selatan turun salju di saat musim panas.
Peristiwa ini dikenal dengan The year without summer atau tahun tanpa musim panas.
Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusanletusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai
bagian dari letusan tahun 1815.
Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI.
Sekitar tahun 1880 ( 30 tahun), Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera.
Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk
kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.

letusan Tambora dalam lukisan (meteoweb.eu)


Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai
kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20.
Letusan terakhir terjadi pada tahun 1967, yang disertai dengan gempa dan terukur pada skala 0
VEI, yang berarti letusan terjadi tanpa disertai dengan ledakan.
Total volume yang dikeluarkan Gunung Tambora saat meletus hebat hampir 200 tahun silam
mencapai 150 kilometer kubik atau 150 miliar meter kubik. Deposit jatuhan abu yang terekam
hingga sejauh 1.300 kilometer dari sumbernya.

Peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Igan Supriatman Sutawidjaja,
dalam tulisannya, Characterization of Volcanic Deposits and Geoarchaeological Studies from
the 1815 Eruption of Tambora Volcano, menyebutkan, distribusi awan panas diperkirakan
mencapai area 820 kilometer persegi.

Kaldera gunung Tambora (indonesiaarchipelago.com)


Jumlah total gabungan awan panas (piroklastik) dan batuan totalnya 874 kilometer persegi.
Ketebalan awan panas rata-rata 7 meter, tetapi ada yang mencapai 20 meter.
Ahli botani Belanda, Junghuhn, dalam The Eruption of G Tambora in 1815, menulis, empat
tahun setelah letusan, sejauh mata memandang adalah batu apung.
Pelayaran terhambat oleh batuan apung berukuran besar yang memenuhi lautan. Segala yang
hidup telah punah. Bumi begitu mengerikan dan kosong.
Junghuhn membuat deskripsi itu berdasarkan laporan Disterdijk yang datang ke Tambora pada
16 agustus 1819 bersama The Dutch Residence of Bima. Letusan Tambora memang dahsyat,
bahkan terkuat yang pernah tercatat dalam sejarah manusia modern.
Magnitudo letusan Tambora, berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI), berada pada skala 7
dari 8, hanya kalah dari letusan Gunung Toba (Sumatera Utara), sekitar 74.000 tahun lalu, yang
berada pada skala 8.

Artifak peninggalan penduduk asli kerajaan Tambora yang ikut terkubur abu vulkanik
(newswise.com)
Letusan gunung Tambora juga tercatat sebagai letusan gunung yang paling mematikan.
Jumlah korban tewas akibat gunung ini sedikitnya mencapai 71.000 jiwa tapi sebagian ahli
menyebut angka 91.000 jiwa.
Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan dan sisanya karena bencana
kelaparan dan penyakit yang mendera.
Jumlah ini belum termasuk kematian yang terjadi di negara-negara lain, termasuk Eropa dan
Amerika Serikat, yang didera bencana kelaparan akibat abu vulkanis Tambora yang
menyebabkan tahun tanpa musim panas di dua benua itu.
Bahkan di Eropa, Napoleon Bonaparte kalah perang karena efek dari gunung Tambora ini.
Berikut ringkasan laporan kesaksian saat letusan Gunung Tambora terjadi, yang disarikan dari
Transactions of the Batavian Society Vol VIII, 1816, dan dan The Asiatic Journal Vol II,
Desember 1816.

Selama enam minggu arkeolog menggali telah menemukan sisa dua mangkok untuk orang
dewasa berbahan perunggu, pot keramik, peralatan dari besi dan artifak lainnya. Desain dan
dekorasi dari artefak menunjukkan bahwa budaya Tamboran (orang Tambora) terkait dengan
budaya orang Vietnam dan orang Kamboja. (Image: URI News Bureau)
Sumanap
(Sumenep),
10
April
1815
Sore hari tanggal 10, ledakan menjadi sangat keras, salah satu ledakan bahkan mengguncang
kota, laksana tembakan meriam.
Menjelang sore keesokan harinya, atmosfer begitu tebal sehingga harus menggunakan lilin pada
pukul 16.00.
Pada pukul 19.00 tanggal 11, arus air surut, disusul air deras dari teluk, menyebabkan air sungai
naik hingga 4 kaki dan kemudian surut kembali dalam waktu empat menit.
Baniowangie
(Banyuwangi),
10
April
1815
Pada tanggal 10 April malam, ledakan semakin sering mengguncang bumi dan laut dengan
kejamnya. Menjelang pagi, ledakan itu berkurang dan terus berkurang secara perlahan hingga
akhirnya benar-benar berhenti pada tanggal 14.
Fort
Marlboro
(Bengkulu),
11
April
1815
Suaranya terdengar oleh beberapa orang di permukiman ini pada pagi hari tanggal 11 April 1815.
Beberapa pemimpin melaporkan adanya serangan senjata api yang terus-menerus sejak fajar
merekah. Orang-orang dikirim untuk penyelidikan, tetapi tidak menemukan apa pun.
Suara yang sama juga terdengar di wilayah-wilayah Saloomah, Manna, Paddang, Moco-moco,
dan wilayah lain. Seorang asing yang tinggal di Teluk Semanco menulis, sebelum tanggal 11
April 1815 terdengar tembakan meriam sepanjang hari.

Tambora explosion 1815


Besookie
(Besuki,
Jawa
Timur),
11
April
1815
Kami terbungkus kegelapan pada 11 April sejak pukul 16.00 sampai pukul 14.00 pada 12 April.
Tanah tertutup debu setebal 2 inci.
Kejadian yang sama juga terjadi di Probolinggo dan Panarukan, terus sampai di Bangeewangee
(Banyuwangi) tertutup debu setebal 10-12 inci. Lautan bahkan lebih parah akibat dari letusan
tersebut. Suara letusan terdengar sampai sejauh 600-700 mil.
Grissie
(Gresik,
Jawa
Timur),
12
April
1815
Pukul 09.00, tidak ada cahaya pagi. Lapisan abu tebal di teras menutupi pintu rumah di
Kradenan. Pukul 11.00 terpaksa sarapan dengan cahaya lilin, burung-burung mulai berkicau
mendekati siang hari.

Dua ilmuwan sedang menyelidiki bekas-bekas peradaban yang telah lenyap di dekat gunung
Tambora.

Jam 11.30 mulai terlihat cahaya matahari menerobos awan abu tebal. Pukul 05.00 sudah semakin
terang, tetapi masih tidak bisa membaca atau menulis tanpa cahaya lilin.
Tidak ada seorang yang ingat ataupun tercatat dalam tradisi erupsi yang sedemikian besar.
Ada yang melihat kejadian itu sebagai transisi kembalinya pemerintahan yang lama.
Lainnya melihat kejadian itu dari sisi takhayul dan legenda bahwa sedang ada perayaan
pernikahan Nyai Loro Kidul (Ratu Kidul) yang tengah mengawini salah satu anaknya.
Maka dia tengah menembakkan artileri supernaturalnya sebagai penghormatan. Warga menyebut
abu yang jatuh berasal dari amunisi Nyai Loro Kidul.

Situs peradaban Tambora


Makasar,
12-15
April
Tanggal 12-15 April udara masih tipis dan berdebu, sinar matahari pun masih terhalang.

1815

Dengan sedikit dan terkadang tidak ada angin sama sekali. Pagi hari tanggal 15 April, kami
berlayar dari Makassar dengan sedikit angin.
Di atas laut terapung batu-batu apung, dan air pun tertutup debu. Di sepanjang pantai, pasir
terlihat bercampur dengan batu-batu berwarna hitam, pohon-pohon tumbang. Perahu sangat sulit
menembus Teluk Bima karena laut benar-benar tertutup.
Heinrich Zollinger, Peneliti Pertama Penyingkap Gunung Tambora 1847
Heinrich Zollinger merupakan peneliti yang berjejak pertama kalinya di Tambora usai gunung itu
menunjukkan amarahnya. Zollinger menyambanginya pada 1847 atau 32 tahun setelah letusan
mahadahsyat yang berdampak pada perubahan iklim dunia.

Dia mendaki dan memanjat reruntuhan tebing ketika Tambora masih hangat berselimut kepulan
asap yang menyeruak ke angkasa.

Patung dada Heinrich Zollinger yang dikenang di Botanischer Garten Zrich (Roland
zh/Wikimedia Commons)
Zollinger merupakan ahli botani asal Swiss yang ditunjuk Kerajaan Belanda sebagai kolektor
tanaman resmi di negeri kepulauan Hindia Belanda pada 1842.
Tugasnya melakukan ekspedisi ilmu pengetahuan yang dibiayai oleh pemerintah. Kediamannya
di sebuah vila pedesaan Tjikojakini CikuyaKaresidenan Banten.
Awalnya dia mengumpulkan data tetumbuhan di lingkungan wilayah Banten dan Buitenzorg
kini Bogor.
Dia merambahi dari kawasan Pantai Anyer, Kota Tangerang, sampai lembah dan gunung,
termasuk Gede-Pangrango, Salak, dan Tangkubanperahu.
Tahun berikutnya dia merambahi kediaman dewa gunung di Penanggungan, Semeru, Arjuna dan
gunung-gunung di Jawa Timur lainnya.

Pada 1844 Zollinger mencatat keberhasilan berada di puncak Gunung Welirang, salah satu
menara kembar di Jawa.
Koleksi prospektus tumbuhan yang dikumpulkan Zollinger, salah satunya, dikirim ke Profesor
Alexander Moritzi, naturalis asal Swis yang bekerja di Solothurn, Swis. Moritzi kelak
membantunya dalam hal penamaan, penomoran, dan distribusi.
Pada 1847, petualangannya sampai ke Sumbawa. Tujuan Zollinger adalah mempelajari letusan
masa silam Tambora yang berdampak pada keseimbangan alam setempat dan pemulihannya.

Zollinger merayapi lereng Tambora hingga mencapai bibir kalderanya di ketinggian sekitar 2.851
meter. Menurutnya, sebelum letusan mahadahsyat pada 1815, tinggi Tambora mencapai hampir
4.000 meter!
Zollinger pulang ke Swiss pada 1847, kemudian dia menjabat direktur sekolah seminari di
Kussnacht, Swis. Baru pada 1855 dia kembali ke Jawa sebagai seorang ahli botani independen
dan kolektor tanaman. Ekspedisi kedua di Hindia Belanda pun dimulai.
Biaya perjalanan ke pelosok Hindia diperolehnya lewat kiriman prospektus herbarium kepada
para ilmuwan di Eropa. Selain mendapatkan uang jasa atas kirimannya, Zollinger juga mendapat
perlindungan selama perjalanannya berupa asuransi jiwa.

Kawah Tambora saat ini, diameter 6,5 7 km, dalam 1-1,2 km


Zollinger dikenal sebagai penulis berbagai jurnal dan publikasi ilmiah. Dia banyak menemukan
spesies tanaman langka, yang sebagian merupakan spesies baru. Banyak pemikirannya telah
mengalir dari ujung tinta, antara lain bidang geologi, meteorologi, moluska di Pulau Rakata,
taksonomi tumbuhan, dan beberapa hal yang terkait tentang vegetasi di Hindia Belanda.
Koleksi herbariumnya telah tersebar di berbagai herbarium di Swiss dan Prancis. Namun, koleksi
utamanya kini disimpan di Nationaal Herbarium Nederland di Universiteit Leiden dan Utrecht.
Zollinger demam hebat saat melakukan ekspedisi di Kandangan, sebuah desa di lereng tenggara
Gunung Tengger, Jawa Timur. Dia tarjangkit malaria salah satu ancaman terbesar penjelajah
abad ke-19kemudian tewas di desa tersebut pada 19 Mei 1859. Ketika itu usianya 41 tahun.

Lukisan Giezendanner Hunger (1817)


Kini, namanya dikenang dalam sebuah plakat di Botanischer Garten Zrich (Kebun Botani
Zurich), Swis. Beberapa nama tumbuhan di Indonesia mengabadikan namanya.
Sebagai contoh, dua dari seratusan tanaman obat yang digunakan penduduk sekitar kawasan
Halimun-Salak adalah Flacourtia rukam Zollinger & Moritzi dan Schismatoglottis rupstris
Zollinger & Moritzi.
Dalam penjelajahannya sekitar sepuluh tahun di Hindia Belanda, Zollinger telah memberikan
lebih dari 270 spesimen.
Lebih dari 20 spesies tanaman, rumput laut dan jamur menggunakan nama zollingerii sebagai
bagian penamaan Latin. Sebuah sumbangan besar dan bermanfaat kepada ilmu pengetahuan.
(Mahandis Y. Thamrin/NatGeoIndo)

A year without summer.

Perbandingan letusan gunung Tambora dengan gunung Toba supervolcano

Peta gunung api aktif di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai